TENG201Please respect copyright.PENANAKJaQji8Wpq
201Please respect copyright.PENANALWd20OVkeF
TENG201Please respect copyright.PENANAIpctt0IHZF
201Please respect copyright.PENANAEMUdykM6RD
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.201Please respect copyright.PENANAXL061G0iPI
201Please respect copyright.PENANAcGz8FV57ka
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.201Please respect copyright.PENANAOTMKgKpQIa
201Please respect copyright.PENANAtIN2HOfTWq
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.201Please respect copyright.PENANALSwvDjojcQ
201Please respect copyright.PENANAGfOV8eab07
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.201Please respect copyright.PENANA3d5lKIbF3e
201Please respect copyright.PENANANJY09xhFwf
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
201Please respect copyright.PENANAtO9eQ4BrBm
201Please respect copyright.PENANAOYedTp6rWw
201Please respect copyright.PENANA001GAPZ4Og
201Please respect copyright.PENANAk6bAiWRFno
201Please respect copyright.PENANAjJH2OEWeGB
201Please respect copyright.PENANA8wcymuqYUV
201Please respect copyright.PENANAH1V68exOva
201Please respect copyright.PENANA4n7C1jASDU
201Please respect copyright.PENANAH6qAvZbdxF
201Please respect copyright.PENANA6HosDJ61Qa
201Please respect copyright.PENANA38MvLaI29z
201Please respect copyright.PENANAy1HEhv05KH
201Please respect copyright.PENANAERjUpZL3wo
201Please respect copyright.PENANAKn1CpHBX90
201Please respect copyright.PENANAdlHjtahPXK
201Please respect copyright.PENANAPCjfkt1QYF
201Please respect copyright.PENANAaZV9GHQ52b
201Please respect copyright.PENANAGnozA1rwWw
201Please respect copyright.PENANAKqC9iyqnAb
201Please respect copyright.PENANAtX5qllGN2m
201Please respect copyright.PENANARnDl8jcPU0
201Please respect copyright.PENANAN2lxhBTDxU
201Please respect copyright.PENANAGcrwVFvgVJ
201Please respect copyright.PENANADM4KyvX30m
201Please respect copyright.PENANARteVpT1kQD
201Please respect copyright.PENANAbpALjrRlSq
201Please respect copyright.PENANAbRnnf3lUiS
201Please respect copyright.PENANA2JAmW94Yjy
201Please respect copyright.PENANA4SFD3vRJK1
201Please respect copyright.PENANA9l4Y9V5Fra
201Please respect copyright.PENANARWZ35btBzs
201Please respect copyright.PENANASqn0bOxgAX
201Please respect copyright.PENANAT0XyTorWkz
201Please respect copyright.PENANARZn57Heyvu
201Please respect copyright.PENANAze9zxpeEWP
201Please respect copyright.PENANAlCCucCdqs2
201Please respect copyright.PENANAkVi3ggFQyk
201Please respect copyright.PENANAeXZFmwqSoU
201Please respect copyright.PENANAH1XX8bEsiQ
201Please respect copyright.PENANAPGq2ZIFrE3
201Please respect copyright.PENANAccMhAxDs31
201Please respect copyright.PENANAvi4fUylG11
201Please respect copyright.PENANAuhzjBDvQUt
201Please respect copyright.PENANAtYO1ajS18F
201Please respect copyright.PENANAVLM9i1DkCY
201Please respect copyright.PENANAKmZDDd6OZQ
201Please respect copyright.PENANABmdP3K6Fiz
201Please respect copyright.PENANAO8YkheyGCQ
201Please respect copyright.PENANATLWuhIeUFb
201Please respect copyright.PENANA0blDWYIE3W
201Please respect copyright.PENANAbgA5vqAZJr
201Please respect copyright.PENANApSrkBi5cHZ
201Please respect copyright.PENANArmchS2acjS
201Please respect copyright.PENANAbaxj8Ydofh
201Please respect copyright.PENANA9NsAswWwtA
201Please respect copyright.PENANA0U27tcZEPX
201Please respect copyright.PENANA3ksUlY6rju
201Please respect copyright.PENANAxP316EKv94
201Please respect copyright.PENANA6pWcvf3Qcd
201Please respect copyright.PENANA0nMJuGX85x
201Please respect copyright.PENANAQIJFaupcbZ
201Please respect copyright.PENANAVgYK8Wbr7z
201Please respect copyright.PENANAduX5VEabqp
201Please respect copyright.PENANASV79Nwi5G1
201Please respect copyright.PENANArwyVV48mNz
201Please respect copyright.PENANATDsNUNOz3q
201Please respect copyright.PENANARidF9Jvnho
201Please respect copyright.PENANAuBXwli5kDd
201Please respect copyright.PENANAafJeLAZTmO
201Please respect copyright.PENANAmhjc1T5AIa
201Please respect copyright.PENANAAFAwz9yFcO
201Please respect copyright.PENANAQ5OKqSY4zh
201Please respect copyright.PENANABSchGVWKs5
201Please respect copyright.PENANASaTvYgS6Q3
201Please respect copyright.PENANACJHDKMGSql
201Please respect copyright.PENANAfTd6cMDLMb
201Please respect copyright.PENANAyFEOJ5aqhA
201Please respect copyright.PENANAIQQ7wNj6pQ
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns 15.158.61.5da2