Meski Nerd berlutut dengan memohon, kaki sirip sang putri duyung menggeliat dan menjauhi Nerd. Ia masih belum bersikap tenang.
(Ah, aku lupa! Barangkali dia bisa merasakan aura Omniscience Lens ini?)
Kedua mata Nerd kembali semula, pupilnya menghitam. Ia menonaktifkan kemampuan mata magis itu.
“Menjauhlah!” Sang putri duyung tidak bisa mundur lagi. Punggungnya menabrak ringan tembok. ”Ughhh!” ia memekik kesakitan.
(Ah, luka memar yang dipunggungnya!) Nerd baru teringat sesuatu.
“Duduklah dengan tenang, aku akan mengobati luka punggungmu, nona!”
Nerd mengambil langkah agak cepat, seketika membuat sang putri duyung gemetaran. Nerd berada sejengkal di depannya.
“Pergilah! Khhhhhh!” Ia mencakar – cakar. Taring pada giginya mulai tampak, sementara lekukan di sekitar hidung, pipi dan mulutnya mulai terlihat.
Sang putri duyung terus mencakar – cakar sehingga Nerd tanpa kesempatan meraihnya. Nerd memperhatikan gerakan tangannya.
#Plak!
Nerd menahan dan menggenggam lengan kanannya. Tidak lama setelah itu tangan kiri putri duyung juga terkunci.
“LEPASKAN, LEPASKAN, LEPASKAN!!!” Putri duyung itu semakin menggila. Tapi bukan seperti gadis yang hendak dilecehkan martabatnya, namun seperti tentara beringas yang menolak untuk membocorkan informasi.
Meski dengan sekuat tenaga menarik lengan Nerd, itu tampaknya sia – sia. Sebagai balasannya, Nerd menarik seret paksa sang putri duyung. Kaca mata bundarnya bersilau. Ia melakukan ini bukan karena frustasi atau tidak sabar.
“KURANG AJAR! AKU AKAN MEMOTONG – MOTONG TUBUHMU!!!” Sang putri duyung itu terus berusaha keras untuk melawan, tapi sia – sia.
Ketika Nerd selesai menyeret hingg agak ke tengah, segera dengan hati – hati kedua tangan sang putri duyung diposisikan ke belakang.
“Mercy, minta tolong pegangi tangan wanita ini,”
“Dimengerti, dokter,”
Mercy segera melaksanakan perintah.
“Apa yang kamu lakukan, Wraith!?”
“Fufufu? Melaksanakan perintah?” Wajah Mercy memang ramah, tapi siapa sangka hanya dengan satu tangan, sepenuhnya kedua tangan sang putri duyung seolah dirantai. Juga, senyumannya tidak malah membuat Sang putri duyung tenang, justru sebaliknya.
“JANGAN MACAM – MACAM KAMU, HANTU!?” Sang putri duyung membentak dan berontak. Namun Mercy hanya diam dan tersenyum.
“A-apa yang kamu la-lakukan?” nada putri duyung mulai turun, tapi justru rasa panik dan ketakannya menaik tinggi.
Bayangan kedua tangan Nerd membayangi helm si putri duyung.
#Plang!
Tangan Nerd terah berpijak pada permukaan helm sang putri duyung. Dari bunyinya, Nerd bisa tahu kalau itu terbuat dari baja yang kuat.
(Hm… meski terlihat digunakan cukup lama di laut bahkan nggak terlihat tanda – tanda berkarat? Besi macam apa ini? Atau lebih tepatnya… menggunakan bahan apa!?)
Helm itu tampak seperti helm crusader tentara salib, nyaris menutupi pipi dan batang hidungnya. Rasa penasaran Nerd tidak berhenti sampai di situ. Tangan Nerd memegang bagian sisik berwarna hijau tosca pada pelipis helm.
(Sisik apa ini? Lamia? Nautilus? Slithereen? Atau Naga laut?) Nerd terusik dalam benaknya. Hingga ia tidak sadar bahwa wanita putri duyung itu semakin memberontak, semakin marah.
“SINGKIRKAN TANGANMU DARIKU, MANUSIA SIALAN!” kepalanya menggeleng sekuat tenaga, segala arah tak beraturan.
Itu membuat Nerd kesulitan menginspeksi helm itu. Lantas…
“Pasien yang dirawat…” Nerd meraih ujung helm dekat leher.
“Ehh?”
“HARUSNYA LEPAS HELM, KAN!?”
Dengan sekuat tenaga, Nerd melepas helm sang putri duyung. Tidak seperti melepas helm motor atau tentara yang tinggal melepas pengait tali dan mudah. Mencabut helm sang putri duyung seperti menarik pancing yang kailnya menangkap bukan ikan, tapi baja. Sangat berat dan alot!
(CIH, APA SIH HELM KOK BERATNYA SEBERAT KEHIDUPAN, HUH!?)
Dalam 30 detik… seolah telah melakukan pertempuran hebat, seolah telah mengusir roh jahat dari tubuh seseorang, akhirnya Nerd berhasil melepas helm sang putri duyung.
#Pllasshh
Rambut panjang lurus itu mulai tampak setelah lama tertekuk helm. Biru dengan gradasi hijau tosca. Batang hidung wanita yang mancung, dua mata yang sedikit tenggelam. Matanya berkaca – kaca, poni rambut yang membelah di dahinya tengah. Bibirnya basah natural tanpa lipstik, mewek memandang sebal dan rasa tidak terima pada Nerd. Pipinya kenyal dan sangat terawat. Tampak beberapa sisik ikan di dekat pelipisnya.
“Apa kamu puas? Sekarang lepaskan aku!?” Sang putri duyung itu memutar wajahnya ke samping, enggan mengekspos wajahnya terlalu lama.
Wajahnya sangat cantik, dengan aspek tipikal wanita yang berwajah dingin, jutek dan keren.
Nerd sungguh terkejut. Namun pada hal lain. Sesuatu yang tidak asing bagi Nerd.
(Bagaimana bisa!?) Nerd matanya melotot dan mematung.
Tetesan air turun dari dua pipi samping sang putri duyung. Dia menangis tersedu – sedu. Seolah kehormatannya dilucuti.
“Do-dokter… apakah ini cara yang terbaik?”
Mercy mulai khawatir. Pasalnya wanita putri duyung itu tidak memberontak lagi. Nah, meski itu juga sia – sia. Tapi pertanyaan Mercy di tengah otak Nerd yang berkecamuk membuat pria berkaca mata bundar itu mengedipkan matanya.
“O-oh.. A-ah, y-ya….” Nerd segera berdiri dan mengambilkan sesuatu. “Mercy, jangan dilepas dulu,”
Nerd mengambil ember bekas luka dari berposisi telungkup di lantai. Setelah membersihkan singkat dengan air, Nerd mengisinya lagi dengan air.
“Freeze!”
#Krraakk! Krk… krk…
Air itu seketika mengeras dan berubah menjadi es.
Nerd kemudian mengambil kantok plastik besar. Setelah itu, ember kecil itu dibaliknya, dipukul – pukul ringan, hingga esnya jatuh.
Kemudian, Nerd dengan tangannya membanting es itu hingga agak muat masuk ke dalam kantong plastik. Setelah dihaluskan lagi, Nerd kembali ke putri duyung itu.
“Ngggnhh!” Sang putri duyung bergetar merinding, sambil menahan perih.
Nerd menempelkan es batu halus dalam plastik itu ke permukaan luka lebam di punggung yang merembet lebar sampai ke leher belakang.
“Saya heran kenapa luka lebamnya belum sembuh. Saya memperhatikan obat yang dokter ambil dan yakin sekali bahwa seharusnya itu juga sembuh, dokter,” Mercy mengomentari luka lebam si putri duyung.
“Seharusnya nggak lama lagi. Itu karena penyembuhan sel – sel bekas luka sabetan tadi memakan cukup banyak performa obat,”
“A-apa luka kecil itu? Dari tombak burung jahanam itu? Aku yang kuat ini?” Si Putri Duyung memalingkan wajahnya dengan heran pada Nerd.
“Luka kecil? Kamu bercanda? Itu lebih dalam dari kelihatannya nona muda. Nah… aku akuin memang kamu kuat…. Setidaknya kamu bisa… bertahan setengah jam dengan luka itu?” Nerd menggaruk kepalanya yang bahkan tidak gatal.
Nerd menempelkan es itu sampai kurang lebih lima menit. Selama itu pula, luka lebamnya berangsur – angsur pulih, dan kini hilang tak berbekas.
Nerd menyuruh Mercy melepas kuncian lengan putri duyung itu. Mereka berdua kini disibukkan hal lain. Ia membersihkan kerancuan, ketidakkaruan, ketidakrapian, dan kotornya ruangan.
Sang putri duyung dengan spontan meraba – raba dan menekan punggungnya.
(Ng-nggak sakit!?) pikirnya.
Kemudian, si putri duyung beralih pada luka sabetan di punggungnya. Ditekan – tekan, diraba – raba meski kedua matanya yang berkilauan seperti batu permata aquamarine telah memastikkan kulit pinggangnya baik – baik saja.
“Hey, manusia, apa yang kamu lakukan pada tubuhku?” tanya sang putri duyung. Suaranya kalem, dingin, tipikal wanita baru saja menginjak dewasa.
“Hm… entahlah? Bisa kamu tebak?” Nerd menata rapi toples – toples plastik.
Sang putri duyung kini berdiri.
“Ba-ik. Aku anggap ini adalah bantuan.” Dia berjalan menuju meja untuk mengambil helmnya.
Namun…
“Serius? Setelah diobati, kamu bahkan nggak berterima kasih?” Nerd mengambil toples – toples yang lainnya yang bercecer di lantai.
“Terima kasih…” kata Sang putri duyung itu dengan enggan memutar bola matanya, sambil meraih helmnya di meja. Ia sama sekali tidak memasukan perasaan apresiasi pada perkataannya.
#Hah… (sighed)
Nerd menghela nafas, ia enggan dan sangat kerepotan merapikan semua itu. Sementara Sang putri duyung itu, kesulitan mengangkat helmnya.
“H-hey…! Kenapa helm-ini ter-terasa berat!?”
Nerd dan Mercy tidak menggubris putri duyung itu. Keduanya kerepotan membersihkan ruangan itu. Terutama mercy yang bahkan menganggap putri duyung itu seperti tidak ada.
Hingga satu jam..
Nerd sudah boleh menyeka keringat di dahinya, sementara Mercy tenggelam dalam lelah bersandar di kursi putar nan empuk(kursi kantor). Sedangkan sang putri duyung juga duduk di kursi yang sama, tapi dekat meja dan helmnya.
Ia duduk bosan dan terlihat menyerah. Sang putri duyung menyangga kepalanya dengan lengan kanannya, sedangkan tangan kirinya menyentil ringan helmnya.
“Kamu menang, kamu menang, manusia…. #Hah… (sighed) maaf sikapku buruk,” tambahnya sambil memutar bola matanya dengan nada enggan. “Nama… Aquina dan aku mungkin akan memberitahumu beberapa informasi?”
Sang putri duyung itu membuang mukanya, namun tangannya diulurkan mengajak Nerd bersalaman.
“Lebih baik minta maaf daripada terlambat, huh?”
Nerd menjabat balik tangannya.
“Mari beraliansi bila kamu memang ingin balas budi.”
***
ns 15.158.61.8da2