Grizellyn tidak bisa tidur malam itu. Setiap kali matanya terpejam, bayangan wajah Jovan yang tergeletak tak bernyawa di lorong sekolah itu muncul di benaknya. Catatan kecil yang tersembunyi di tangan Jovan berputar-putar dalam pikirannya. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang bisa melakukan sesuatu sekejam itu? Dan mengapa pihak sekolah begitu cepat menutup kasus ini tanpa penyelidikan lebih lanjut?
Pagi hari berikutnya, Grizellyn kembali ke sekolah dengan perasaan cemas yang tak bisa ia hilangkan. Semua orang tampak sibuk dengan rutinitas mereka, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Tetapi Grizellyn merasa sebaliknya. Ada sesuatu yang tidak beres di sekitar sekolah ini, dan semakin dalam dia menggali, semakin banyak ia menemukan bahwa lorong-lorong ini menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang bisa dipahami oleh kebanyakan orang.
Saat bel masuk berbunyi, Grizellyn memutuskan untuk berbicara dengan Nayla Putri, sahabat dekat Jovan yang terakhir kali terlihat bersama korban sebelum kematiannya. Nayla dikenal sebagai sosok yang pendiam dan selalu berada di bayang-bayang orang lain. Namun, Grizellyn tahu bahwa Nayla pasti tahu lebih banyak daripada yang ia tunjukkan.
Setelah beberapa menit berbincang di kantin, Grizellyn mendekati Nayla dengan pertanyaan yang sudah ia siapkan.
"Nayla, Gue ingin tahu lebih banyak tentang Jovan. Apa yang terjadi di hari terakhir dia hidup?" tanyanya, suaranya hampir tak terdengar karena berbisik.
Nayla menatap Gryzellyn sejenak, matanya tampak kosong, seakan-akan ada sesuatu yang menyakitkan yang tersembunyi jauh di dalam dirinya.
"Grizellyn..." jawabnya pelan,
"Jovan memang sedang terbebani dengan sesuatu. Ada... ada hal-hal yang tidak bisa dia ceritakan, bahkan padaku. Tapi aku rasa, itu ada hubungannya dengan Arga."
Grizellyn terkejut.
"Arga? Kenapa Arga?"
Nayla menghela napas panjang.
"Aku tidak tahu pasti, tapi Jovan sering mengatakan dia merasa ada yang mengincarnya. Seseorang yang sangat berkuasa di sekolah ini. Tapi, dia tidak pernah menyebutkan siapa orang itu. Dia hanya bilang, jika aku pergi, itu karena aku tahu terlalu banyak.'"
Sebelum Grizellyn bisa melanjutkan pertanyaannya, Nayla berdiri cepat dan melangkah pergi.
"Maaf, aku... tidak bisa bicara lebih banyak," ujarnya terburu-buru, seolah-olah takut ada yang mendengarnya.
Grizellyn merasa ada sesuatu yang mengganjal. Nayla tahu lebih banyak, tetapi ketakutannya lebih besar daripada keinginannya untuk berbicara.
Grizellyn memutuskan untuk menemui Arga karena merasa bahwa dia adalah kunci untuk mengungkap misteri ini. Tetapi kali ini, Arga tidak tampak seperti sosok yang dulu. Tatapan matanya kosong, dan suaranya terdengar ragu saat mereka berbicara di ruang kosong.
"Grizellyn, aku sudah bilang, ini bukan urusan kita. Kau harus berhenti mencari tahu. Kau tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini." kata Arga dengan suara rendah.
"Tapi Arga, Jovan meninggal dan gue tahu ada yang salah! Kenapa lu begitu takut untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi?" balas dengan Grizellyn dengan tegas.
Arga menatapnya, matanya penuh kecemasan.
"Kau tidak mengerti, Grizellyn. Ini bukan hanya tentang kita. Ada orang-orang yang tidak bisa kita lawan. Kamu harus berhenti, sebelum terlambat."
Grizellyn merasa perasaan tidak enak semakin kuat. Arga tahu lebih banyak, dan dia juga sedang mencoba menutupi sesuatu yang lebih besar.
Sebelum dia bisa merespon, suara langkah kaki mendekat, dan Arga segera berdiri.
"Kita bicara nanti." katanya, lalu pergi tergesa-gesa.
ns 15.158.61.20da2