******
Chapter 2 :
Arcane
******
12Please respect copyright.PENANARcq5lnkErN
JEON Jungkook adalah pemuda yang memiliki berbagai kelebihan. Dia bukan tipe yang sempurna, melainkan tipe pemuda ‘tidak sempurna’ yang disenangi oleh banyak perempuan. Dia biasa dipanggil Jungkook, tetapi sejak beberapa waktu terakhir, julukan ‘Casanova’ melekat padanya. Dialah ‘Casanova Kampus’ di universitasnya. Dia mulai diberi julukan itu sejak ia sering terlihat menggoda para perempuan yang tengah mendekatinya. Paras yang tampan serta jiwanya yang bebas (berhubung dia adalah seorang pembalap andal yang sering mengikuti balap liar) pun begitu mendukung julukan tersebut.
Jungkook memang seorang pemuda yang berparas luar biasa. Wajahnya tampan, sangat mampu membuatmu kagum tiap kali kau melihatnya. Walau kau hanya melihatnya dari kejauhan, kau akan terpesona dan terpikat; matamu akan enggan melepaskan pandangan darinya. Kau akan merasa seolah tersihir. Rahang yang tegas, hidung yang mancung, dan rambut hitam kecoklatan yang di-style sangat cocok untuk wajahnya, Dia memiliki beberapa tindik di telinganya yang diberi hoop earrings. Dia punya lumayan banyak tato di leher sebelah kanannya dan juga di kedua area bahu hingga lengannya. Tubuhnya proposional; dia tinggi tegap, bahunya lebar, lengannya berotot dan banyak urat yang terlihat jelas di sana. Dadanya bidang dan perutnya six pack. Benar, dia memiliki tubuh yang sangat luar biasa. Tidak hanya itu, dia juga memiliki bibir yang seksi dan kedua bola mata yang jernih.
Ketidaksempurnaan yang dia miliki adalah kenyataan bahwa dia terlihat seperti bad boy atau playboy yang hanya akan mempermainkanmu. Menidurimu hanya untuk bersenang senang. Tidak akan menganggapmu serius. Ini lumayan didukung dengan kenyataan bahwa Jungkook memang sering terlihat bersenang-senang dengan para perempuan beberapa waktu belakangan. Dia yang bernotabene sering ikut balap liar—dan bahkan dia selalu juara pertama di sana—itu sering juga terlihat asyik mengobrol dengan perempuan yang berbeda-beda di sirkuit balap liar tersebut. Dia hobi bersenang-senang dengan wanita, dia sering minum alkohol, dia bertato dan bertindik, dia merokok, dan dia benar-benar merupakan tipe penakluk wanita berjiwa bebas yang tidak mungkin bisa kau buat bertekuk lutut. Tidak bisa diminta untuk ‘serius’ dan hanya setia kepadamu.
Di luar seluruh ketidaksempurnaan itu, Jungkook sebetulnya adalah pemuda yang cerdas. Dia berjiwa bebas, suka bersenang-senang, tetapi otaknya cerdas. Hanya saja dia tidak begitu kutu buku, jadi dia tidak begitu top di kampus dalam segi akademis. Dia bisa olahraga apa saja, didukung dengan tubuhnya yang atletis. Dia juga tidak pernah membolos di kampusnya, tetapi perihal ini sebenarnya ada beberapa faktor. Pertama, dia bukan orang yang tidak mau belajar; dia hanya berjiwa bebas. Kedua, dia adalah pewaris tunggal JA International, perusahaan multinasional milik ayahnya. Tidak lucu kalau seorang pewaris memiliki jejak pendidikan yang hancur. Ketiga, dia memiliki seorang kekasih bernama Seo Harin, yang kuliah satu kampus dengannya. Tiga faktor itu adalah alasan Jungkook tidak pernah membolos kuliah, meski dia terbilang berjiwa bebas dan penuh skandal.
Seo Harin adalah seorang gadis cantik yang sangat cerdas; dia tipikal gadis pintar yang terlihat begitu composed, berwibawa, dan mampu berusaha sendirian. Kulitnya putih, rambutnya sepunggung dan berwarna hitam kelam. Dia adalah jenis gadis yang pergaulannya hanya sebatas circle kecil dan tidak sering hangout ke mana-mana. Dia adalah seorang juara umum sejak masih sekolah dan dia juga menjabat sebagai Ketua OSIS di SMA-nya dulu. Dia sekolah di SMA yang sama dengan Jungkook dan mereka berpacaran di tahun terakhir mereka SMA. Hingga kini, di kampus pun, Seo Harin adalah mahasiswa top yang sering ikut olimpiade Matematika sana-sini. Dia anak yang rajin mengerjakan tugas kuliahnya dan selalu belajar sebelum ujian; hidupnya tertata dan terencana. Namun, kalau dibilang ambisius…dia tidak seambisius itu. Dia tidak setiap hari berkutat dengan buku. Sebenarnya, dia hanya kebetulan memiliki otak yang cerdas serta sifat yang rajin, tenang, dan mandiri. Jadi, dia selalu diandalkan oleh orang-orang di sekitarnya.
Akan tetapi, dunia memang se-plot twist itu. Dia dan Jungkook bisa dibilang bagaikan Ying dan Yang, tetapi dari seluruh kemungkinan yang lebih masuk akal di dunia ini, mereka justru jadi sepasang kekasih. Hubungan mereka sudah terjalin selama lima tahun hingga kini.
Namun, bukan berarti lamanya sebuah hubungan bisa menjamin kalau hubungan tersebut tidak akan hancur. Hubungan yang lama bukan berarti hubungan tersebut benar-benar baik-baik saja.
12Please respect copyright.PENANAbH1hA5iK0Q
******
12Please respect copyright.PENANAU2S6JiUP84
Dari kejauhan, terlihat sebuah mobil sport berwarna merah yang melaju mendekat ke keramaian orang-orang yang berdiri di pinggir jalan. Pakaian orang-orang tersebut bermacam-macam; ada orang yang memakai hoodie, ada yang memakai jeans jacket, ada yang memakai leather jacket, ada yang memakai kaus, ada juga yang memakai baju serta rok yang seksi. Para perempuan di sana kebanyakan memakai rok mini, baju tanpa lengan, dan sepatu boots berhak tinggi. Ada yang membawa racing flag, ada yang tertawa seraya mengobrol satu sama lain, ada yang bersorak menyemangati para pembalap, ada umbrella girls, ada juga yang sedang bermesraan. Suasana saat itu cukup ribut, mengingat balap mobil sebentar lagi akan diadakan di area tersebut.
Tatkala melihat mobil sport berwarna merah tersebut mulai datang dan melaju mendekati kerumunan itu, orang-orang yang ada di sana mulai bersorak kencang. Seakan sangat senang dengan kehadiran orang yang ada di dalam mobil itu; seakan kedatangan orang itu sangatlah mereka tunggu-tunggu. Seolah balapan itu tidak akan seru jika orang itu tidak datang. Para perempuan di sana juga mulai berteriak histeris, bersorak, dan berdecak kagum. Mereka tergila-gila. Dari sorakan-sorakan itu, bisa ditebak bahwa mereka semua memikirkan hal yang sama:
This is the MVP. The butterfly of this race. The star of the day.
Pintu mobil sport berwarna merah itu pun terbuka. Keluarlah sosok Jeon Jungkook dari sana, yang disambut dengan sorakan yang lebih meriah daripada sebelumnya, terutama dari para perempuan. Pendukungnya amat banyak. Banyak orang yang langsung mendekati mobil Jungkook dan mengerumuninya begitu dia turun dari mobil.
Jungkook menutup pintu mobilnya dan menerima sambutan dari orang-orang tersebut dengan senyuman yang semringah. Dia terlihat senang, begitu segar dan siap untuk mengikuti pertandingan hari ini. Sesekali Jungkook tertawa dan menyambut salam berupa gerakan ‘tos’ dari teman-temannya. Mereka saling mengangkat tangan dan menepuk telapak tangan satu sama lain dengan akrab. “Yo, Jeooon!”
“Heyyaa, Broo!” sapa yang lain. “Looks great today!”
“Yes, I am,” jawab Jungkook seraya tertawa. Mereka pun saling berpelukan sejenak dan mengobrol. Jungkook duduk di atas bumper depan mobilnya. Para perempuan yang mengerumuni Jungkook itu pun mulai mendekati tubuh Jungkook; ada yang duduk di sampingnya, ada juga yang langsung menempelinya dan memeluk lengannya. Sebagian dari kenalannya yang ada di sana adalah teman-teman sekampusnya, baik itu senior ataupun seangkatan. Ada juga yang dari kampus lain dan ada juga yang sudah bekerja. Banyak orang-orang pecinta balap mobil yang mengikuti acara balap liar tersebut.
Dua perempuan yang menempeli sisi kiri dan kanan Jungkook itu kini benar-benar semakin menempeli tubuh Jungkook dengan genit. Mereka memeluk lengan berotot Jungkook dan menekankan dada besar mereka di sana. Salah satu dari mereka mulai mendekatkan wajahnya dengan genit ke leher Jungkook. “Jungkook, tampan sekali seperti biasa, Sayang.”
Jungkook melihat ke arah perempuan itu. Tersenyum miring dengan tatapan yang menggoda, Jungkook pun mendekati wajah perempuan itu. Jemari Jungkook menyentuh dagu perempuan itu, lalu Jungkook berbisik. “Kaulah yang sangat cantik. Kok bisa kau terlahir secantik ini?”
Setelah mengatakan itu, mereka berdua sama-sama tertawa pelan, di antara mereka berdua saja. Jika dilihat sekilas, seperti sedang kasmaran dan saling tertawa malu sehabis dipuji. Jungkook juga memeluk pinggang perempuan yang satu lagi.
Dari kejauhan, tampaklah seorang pemuda yang tengah berdiri bersama teman-temannya, memperhatikan Jungkook sedari tadi. Dia adalah seorang pemuda yang rambutnya di-bleaching berwarna platinum blonde. Wajahnya tampan, perawakannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu besar. Dia lebih ke arah kurus, sebenarnya, tetapi masih berisi dan enak untuk dipandang. Wajahnya tampan, tetapi dia memiliki tipe wajah yang lebih ‘lembut’ daripada Jungkook yang bertipe maskulin. Telinga pemuda itu bertindik, dia memakai anting-anting berwarna silver dan memakai leather jacket berwarna hitam kecoklatan. Dia memiliki dua tato, ada tato segitiga di bawah jempol kanannya dan ada tato bunga mawar di belakang telinga kirinya, yang tangkainya memanjang hingga ke leher.
“Sungguh pemandangan yang memuakkan,” komentarnya. Matanya menatap tajam ke arah Jungkook yang sibuk saling menggoda dengan para perempuan yang ada di kerumunan itu. Rahangnya mulai mengetat, tangannya hampir terkepal dan jempolnya mengusap jemari-jemarinya yang lain. Dia menatap ke arah kerumunan itu dengan kepala yang penuh dengan rasa kesal sekaligus penuh dengan pertanyaan dan rasa heran.
“…padahal dia sudah punya pacar, tetapi selingkuh terus,” lanjutnya.
Teman-temannya yang berdiri di dekatnya pun hanya tertawa pelan. “Jimin. Ini bukan pertama kalinya kau melihat dia seperti itu, ‘kan?”
Pemuda itu, Park Jimin, kemudian mendengkus. “Mau berapa kali dilihat pun, tetap saja aku tidak habis pikir. Pacarnya itu bukan tipe perempuan yang biasa-biasa saja. Dia berkualitas. Namun, apa-apaan yang pemuda itu lakukan di belakangnya?”
Salah satu teman Jimin itu menepuk pundak Jimin pelan. “Sudahlah. Jungkook bukan orang yang mudah untuk dimengerti. Kadang-kadang dia membawa pacarnya ke sini dan dia benar-benar terlihat overprotective pada pacarnya. Sikapnya terlihat betul-betul berbeda jika kepada pacarnya; dia terlihat seperti…sangat emosional. Namun, aku tak tahu apakah itu hanyalah aktingnya saja atau bukan.”
Teman Jimin yang lain pun ikut berbicara, “Pacarnya itu…yang namanya Seo Harin itu, ‘kan? Yang mahasiswa jurusan Matematika itu? Setahuku mereka sudah lama berpacaran. Banyak yang bilang begitu. Hubungan mereka cukup fenomenal sebab Jungkook itu terkenal di mana pun dia berada. Seo Harin juga mahasiswi top kampus, setahuku.”
“Iya, nama pacarnya itu Seo Harin,” jawab Jimin. “Aku sudah pernah bertemu dan berkenalan dengannya. Walau dibilang Jungkook terkenal atau apa pun itu, menurutku justru Jungkook yang tak pantas untuknya.”
Temannya Jimin tertawa. “Kalau diperhatikan, memang Jungkook takkan terlihat menoleh pada perempuan lain jika pacarnya ke sini. Sungguh berbeda dengan sikapnya saat pacarnya tidak ada.”
“Iya.” Temannya Jimin yang satu lagi terkekeh. “Aku pernah lihat itu juga. Aktingnya luar biasa. Kalau ada pacarnya, dia kelihatan seperti pemuda yang bertekuk lutut, ‘kan? Dia akan mengekori dan mengawasi di mana pun Seo Harin berdiri. Padahal, jika tidak ada Seo Harin, dia…”
“Bagaimanapun perbedaan sikapnya pada pacarnya atau bagaimanapun aktingnya, intinya dia itu hobi selingkuh,” tukas Jimin. “Hampir setiap hari kita semua melihat dia bermesraan sana-sini dengan banyak perempuan.”
“Iya, sih,” jawab salah satu teman Jimin lagi. “Memang sepertinya dia selalu bermesraan dengan perempuan lain. Apa dia sampai berhubungan seks juga dengan para perempuan itu?”
Teman yang satu lagi tertawa. “Bisa jadi. Soalnya memang sesering itu aku melihat dia menempel dengan perempuan lain selain pacarnya. Menempelnya itu tidak wajar. Dia juga orang yang bebas, jadi menurutku mungkin sudah sampai berhubungan seks atau minimal sudah sampai make out panas.”
Jimin semakin mengetatkan rahang, giginya bergemeletuk. Luar biasa gila. Harin betul-betul harus meninggalkan Jeon Jungkook. Pemuda seperti itu harus ditinggalkan, atau Harin akan makan hati sepanjang hidupnya, menelan rasa pahit yang menghancurkan mental, lalu membuang-buang masa mudanya.
Tidak lama setelah itu, terdengar bunyi pistol pertama yang menandakan bahwa para pembalap harus mulai naik ke mobilnya dan menuju ke garis start. Jimin pun mulai bersiap berjalan menuju ke mobilnya, setelah sebelumnya temannya menepuk pundak Jimin dan berkata, “Semangat, Bro!”
Jimin pun ber-tos dengan teman-temannya itu, lalu menyahut, “Oke.”
Jimin mulai berjalan menuju ke arah mobilnya yang sebetulnya terparkir tak jauh dari mobil Jungkook beserta peserta-peserta lain. Pemuda itu berjalan seraya melihat ke arah Jungkook yang sedang ber-tos—menggunakan kepalan tangan—dengan orang-orang yang sedang mengerumuninya. He looks so fresh and confident. Menurut Jimin itu adalah sebuah keangkuhan, meski Jimin tahu alasan di balik kepercayaan diri Jungkook. Pemuda itu memang bukan pembalap abal-abal. Dia top 1 di sini, dia mencetak rekor tak terkalahkan sejak dia baru masuk sebagai anggota. Dia juga tak pernah meremehkan pembalap lain atau pun menganggap sepele suatu arena. Dia serius menyukai dunia balapan. Malah, dulunya dia adalah pembalap motor. Dia terbilang cukup baru berkecimpung di dunia balap mobil, tetapi mampu mengalahkan orang-orang yang sudah veteran.
Akan tetapi, hal itu juga berlaku untuk Jimin.
Jimin juga bukan pembalap abal-abal. Dia senior, dia lebih dulu join di sini. Dia memang belum pernah mengalahkan Jungkook, tetapi seringkali nyaris mengalahkannya. Kemampuannya semakin berkembang pesat seiring berjalannya waktu dan dia mulai menyaingi Jungkook.
Tatkala keduanya—Jimin dan Jungkook—sama-sama membuka pintu mobil mereka, Jimin yang sejak lama memendam rasa tidak sukanya tersebut mendadak angkat bicara. Entah apa yang terjadi, tetapi hari ini rasanya Jimin seperti ingin menyudahi rasa gundahnya dan melakukan sebuah tindakan. Dia menatap ke arah Jungkook, memiringkan kepalanya, dan tersenyum miring. Jungkook yang menyadari hal itu pun lantas menatap balik ke arah Jimin dan mengernyitkan dahi.
Setelah itu, tak ada angin dan tak ada hujan, Jimin tiba-tiba berbicara. Dia mengatakan sesuatu yang terdengar seperti sebuah petir, meski seperti yang dibilang tadi, tak ada angin ataupun hujan yang menyertai.
“Mari kita bertaruh, Jungkook,” buka Jimin, pemuda itu pun sedikit mengangkat dagunya, menatap Jungkook dengan tatapan yang dingin. “Kalau aku menang, berikan Harin padaku.”
Tatapan Jimin kini benar-benar menantang Jungkook. Matanya berkilat. Dia menyeringai. Iya, inilah sumber kegelisahannya dan ketidaksukaannya selama ini. Seharusnya dari dulu saja dia mengatakan ini pada Jeon Jungkook, seharusnya dari dulu saja dia mengonfrontasi bajingan itu.
“Apa kau bilang?” tanya Jungkook, memastikan kalau pendengarannya tidak salah. Dia lalu menutup pintu mobilnya dengan cukup kencang. Dia kini sudah benar-benar menghadap ke arah Jimin, kedua alisnya menyatu dan matanya menatap dengan murka. Rahangnya mulai mengeras dan mimik wajahnya terlihat penuh dengan amarah. Akan tetapi, tidak, dia masih mencoba untuk memastikan bahwa telinganya tidak salah dengar. “What did you just say?!”
Dengan tatapan yang semakin menantang, Jimin pun mengulangi ucapannya sekali lagi dengan lebih kuat. Lebih terang-terangan. Penuh penekanan.
12Please respect copyright.PENANAcLT0WewD1H
“Kalau aku menang, berikan Harin padaku.”
12Please respect copyright.PENANAF6WxdLFEfh
Sontak, Jungkook langsung berlari menuju ke arah Jimin, Dia melaju secepat kilat; dengan cepat dia menarik bagian leher baju Jimin dan meninju rahang pemuda itu hingga nyaris tersungkur. Tinjuan itu benar-benar kuat, tenaganya yang luar biasa itu dibantu dengan amarahnya yang memuncak hingga ke ubun-ubun. Matanya menyalang, dia seperti seekor beruang yang sedang diganggu. Respons ini sebetulnya tidak sepenuhnya terduga. Orang-orang memang menduga bahwa Jungkook setidaknya pasti akan marah atau kesal, tetapi tidak ada yang menduga bahwa Jungkook ternyata akan luar biasa mengamuk seperti ini.Dia terlihat seperti kehilangan kendali. Untungnya, Jimin masih mampu mengimbangi tubuh Jungkook yang besar itu, dan pemuda itu pun langsung kembali mendekati Jungkook dan berencana untuk meninjunya balik. Mereka berdua sama-sama hampir saling meninju satu sama lain kalau saja tidak ada orang-orang yang langsung melerai mereka. Berbeda dengan Jimin yang hanya butuh dua hingga tiga orang yang menariknya, Jungkook butuh empat hingga lima orang untuk menahan tubuhnya. Dia seolah betul-betul dikuasai iblis. Belum lagi tubuhnya yang besar dan tinggi.
“Sudah, Jungkook, sudah! Kendalikan dirimu,” ujar salah satu orang yang menahan Jungkook, dia senior di sana. “Ayo, lebih baik berlomba melalui balapan saja. Kalau memang kau marah pada Jimin, maka mengamuklah di pertandingan. Jangan kalian rusak acara pertandingan ini.”
Jimin tersenyum miring. Ia yang tadinya ikutan mengamuk pada Jungkook itu pun mulai mendinginkan kepala.
Iya, benar. Ayo bersaing.
Jungkook yang masih menatap Jimin dengan penuh kemurkaan itu pun sontak melepaskan kedua tangannya dari orang-orang yang telah menahannya sejak tadi. Dengan penuh amarah, dia pun langsung berjalan ke arah mobilnya, membuka pintu mobil tersebut, lalu masuk dan menutup pintu mobil itu dengan kencang.
Jimin tersenyum puas. Dia akhirnya juga melepaskan diri dari orang-orang yang sejak tadi menahan tubuhnya, lalu dia mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya akibat ditinju oleh Jungkook. Setelah itu, dia pun masuk ke dalam mobilnya dan mulai melajukan mobil tersebut hingga ke garis start.
Tatkala semua mobil sudah sampai di garis start, ada seorang gadis yang membawa racing flag berjalan ke tengah-tengah garis start. Gadis itu berdiri di sana dan mengangkat bendera tersebut. Semua peserta mulai bersiap untuk menginjak pedal gas, berencana untuk melaju dengan kencang. Terutama Jimin dan Jungkook.
Gadis yang membawa bendera itu pun berteriak, “Ready?!”
Lalu, ia menggerakkan bendera itu ke bawah…bersamaan dengan suara pistol pertanda balapan telah dimulai.
“GO!!”
Seluruh mobil pun melaju dengan kecepatan tinggi. Jimin langsung berusaha mengejar mobil Jungkook yang sudah melesat dengan cepat di depannya. Jimin langsung ingin menyalip mobil pemuda itu tatkala tiba-tiba, Jungkook membelokkan mobilnya dan menghindari rencana Jimin, lalu langsung melesat dengan kecepatan penuh, menghadang mobil Jimin di tikungan. Jimin mengumpat tatkala mobilnya hampir keluar jalur saat membanting setir. Dia memukul setirnya sejenak lalu kembali menyusul Jungkook dengan luar biasa cepat. Mereka saling menyalip dan menghimpit satu sama lain, menghindari seluruh kendala dengan gesit. Akan tetapi, Jimin akui, mengalahkan Jungkook bukanlah perkara mudah, terutama setelah mengajaknya taruhan dengan Seo Harin sebagai persembahannya.
Pertarungan jadi ribuan kali lebih sulit. Lebih sengit. Jungkook memang benar-benar terlihat berkendara seraya mengamuk. Kendalinya jauh lebih cepat, lebih cerdik, lebih gila, dan nyaris tak masuk akal. Seolah sudah tidak memikirkan nyawa lagi.
Hingga akhirnya, mereka berdua sampai di garis finish.
Pertarungan itu benar-benar sengit hingga mereka berdua meninggalkan peserta lain jauh di belakang sana.
Akan tetapi, saat sampai di garis finish, mobil yang keluar sebagai pemenangnya adalah:
Mobil Jungkook.
Jimin memukul setirnya saat mengetahui bahwa ia kalah. Ia betul-betul mengusahakan pertandingan tadi setengah mati. Tatkala beberapa detik telah berlalu, Jimin pun keluar dari mobil dan kebetulan, dia juga melihat Jungkook keluar dari mobil. Mereka berdua sama-sama memasang wajah yang penuh dengan amarah. Jimin kesal karena masih kalah, sementara Jungkook masih murka karena permintaan Jimin tadi sebelum bertanding.
Namun, meski kesal luar biasa, Jimin tetap berdiri di sana. Dengan lantang dia kembali menantang Jungkook. “Di pertandingan selanjutnya, akulah yang akan menang.”
Jungkook hanya menatapnya dengan tatapan membunuh. Bungkamnya jauh lebih mengerikan, seolah ia akan membunuhmu kapan saja tanpa berpikir dua kali.
“Kau itu seharusnya bersyukur; kau beruntung punya Harin,” ucap Jimin. “Dia cantik, pintar, dan setia. Akan tetapi, yang kau lakukan malah menempel dengan gadis-gadis ‘seksi’ lain yang tidak sebanding dengannya. Kalau kau tak mau Harin, aku akan mengambilnya darimu.”
“Diam, Keparat,” ujar Jungkook dengan suara yang terdengar begitu dingin dan mengintimidasi. Dia terdengar sangat mengerikan. “Tidak sebelum kau langkahi mayatku. Sekali lagi kau sebut nama wanitaku dari mulutmu, I’ll ruin your life forever, you motherfucker. I’ll definitely kill you.”
Tepat setelah Jungkook mengatakan itu, kedua mata Jimin langsung memelotot penuh amarah. Dia mengepalkan tangannya dan langsung berencana untuk berlari mendekati Jungkook. Begitu pula dengan Jungkook yang langsung melakukan hal yang sama. Akan tetapi, sebelum sirkuit balap itu berubah jadi TKP pembunuhan; sebelum mereka berdua saling menghabisi satu sama lain, semua orang yang ada di sana langsung berusaha untuk menahan mereka. Memegangi mereka ramai-ramai. Melerai mereka.
Sejujurnya, semua orang diam-diam sudah tahu sebuah fakta bahwa:
12Please respect copyright.PENANAEtO4XUpLjz
Jeon Jungkook akan sangat emosional jika itu menyangkut kekasihnya dari SMA, Seo Harin. Pemuda itu beberapa waktu belakangan memang sering terlihat menggoda perempuan lain, supel kepada perempuan lain, tetapi kepada Seo Harin, dia berbeda. Dia terlihat emosional. Kepada Harin, dia seperti memakai hati, jantung, otak, dan seluruh tubuhnya. Kepada Harin, dia terlihat…main hati.
12Please respect copyright.PENANAUy6T2zRih2
******
12Please respect copyright.PENANAU9UjFEUmco
Harin mengerang ketika Jungkook menggigit kecil lehernya. Tubuh pemuda itu menempel padanya sepenuhnya, hanya dihalangi oleh pakaian yang mereka kenakan. Kedua tangan kekar Jungkook merengkuh Harin di dalam pelukannya, kepalanya bersarang di leher Harin, menciumi leher bagian kiri perempuan itu sekaligus menggigitnya sesekali, sukses membuat beberapa tanda merah di sana.
“Hng!” erang Harin lagi tatkala Jungkook beralih ke bagian kanan lehernya, mengisap kulit lembut lehernya dengan kuat. “Jungkook…!”
Harin sungguh belum sepenuhnya mencerna apa yang sedang terjadi. Sepuluh menit yang lalu, Harin mendengar pintu apartemennya diketuk, lalu ketika ia berjalan ke pintu itu dan membukanya, ia menemukan Jungkook di sana yang tengah berdiri menatapnya dengan tatapan nanar. Rambut di kening pemuda itu terlihat sedikit berantakan; matanya gelap. Tatkala mata Harin melihat tepat ke kedua bola mata pemuda itu, Harin seolah terjerumus masuk ke dalam kegelapannya dan tenggelam di sana, terjebak di dalam lingkaran hitam tanpa ujung. Hal itu membuat kakinya mendadak tak bisa digerakkan.
Tepat setelah tiga detik saling bertatapan, dengan secepat kilat Jungkook langsung mendekati Harin dan menciumnya dengan ganas. Sebelah tangan kekarnya sempat menutup pintu depan apartemen Harin seraya mencium gadis itu dengan penuh gairah. Kedua tangan Jungkook mulai meraba-raba tubuh Harin dengan penuh hasrat, dia mengerang tatkala mendengar Harin tak sengaja mendesah di dalam ciuman mereka. Setelah beberapa saat, Harin mulai kehilangan kendali tubuhnya dan tak mampu berpikir apa pun, sampai-sampai Harin tak sadar bahwa mereka sudah ada di dalam kamarnya entah sejak kapan. Ciuman itu begitu panas dan tak sabaran. Rabaan kedua tangan Jungkook pada tubuhnya juga semakin membuatnya tidak sadar sama sekali dengan sekelilingnya. Tidak sadar sama sekali ke mana Jungkook menuntunnya sembari berciuman.
Sekarang, Jungkook sudah melepaskan diri dari leher Harin dan kepalanya mulai turun ke bawah, dia mulai menciumi dada Harin yang masih tertutupi oleh baju tidur. Dia menciumi bagian di antara kedua payudara Harin, mengerang tatkala sadar bahwa Harin tidak menghentikannya.
Harin sesungguhnya sudah sangat sering dicumbu seperti ini oleh Jungkook, tetapi Harin selalu menghentikan Jungkook tatkala dirasa sudah berlebihan. Sebab ia tahu bagaimana lihainya Jungkook dalam menyenangkan tubuhnya, ia juga tahu bagaimana sulitnya menenangkan gairah Jungkook. Dia takut mereka akan kebablasan jika tidak dihentikan. Apalagi, akhir-akhir ini Harin benar-benar marah dengan Jungkook. Sakit hati. Kebohongan Jungkook kemarin juga masih membuatnya kepikiran hingga kini. Sebetulnya, dia sudah makan hati dengan Jungkook yang akhir-akhir ini tak pernah menghargainya. Namun, ketika dicumbu dengan sangat bergairah oleh Jungkook seperti ini, dia mendadak kembali lengah. Ini juga disebabkan karena tatkala Jungkook mencumbunya, feeling gadis itu seolah mengatakan kepadanya bahwa Jungkook menginginkannya. Dari caranya mencium Harin, merengkuhnya, meremas tubuhnya, merabanya, mengelusnya, membelainya…seolah pemuda itu sedang jatuh cinta. Ini membuat Harin jadi sering lupa atau sengaja menyisihkan masalah mereka ke samping terlebih dahulu tatkala Jungkook mencumbunya. Padahal ia tahu bahwa seharusnya ia mendorong Jungkook, menamparnya, dan mengusir pemuda itu dari apartemennya.
Jungkook pun menggendong Harin dan mengimpitnya ke dinding kamar. Dia mencium bibir Harin dan melesakkan lidahnya ke dalam mulut Harin, melilit lidah Harin bersamanya. Ciuman itu terasa begitu dalam, begitu liar. Sesekali ia menggigit bibir Harin dan mengisapnya dengan kuat. Harin memejamkan matanya kuat-kuat, bibirnya dipagut tanpa henti oleh Jungkook seolah itu adalah santapan yang begitu nikmat. Santapan yang selalu pemuda itu tunggu-tunggu. Sesekali Jungkook mengerang rendah dan tatkala ciuman itu terlepas, bunyi kedua bibir yang saling melepaskan itu terdengar begitu sensual. Begitu erotis. Jungkook menatap Harin dengan tatapan yang dalam, matanya semakin menggelap. Harin kembali tenggelam di dalam tatapan pemuda itu—masih terengah-engah—hingga tiba-tiba Jungkook kembali merunduk dan menciumi area dadanya. Kini Jungkook menciumi kulit kenyal bagian atas payudaranya; Jungkook masih mampu menyelipkan wajahnya masuk ke dalam area payudara Harin melalui bagian leher baju tidur Harin yang terbuka. Bagian leher baju itu memang agak longgar sehingga Jungkook bisa mencium bagian atas payudara Harin dari sana. Pemuda itu hanya mampu mencium bagian atasnya karena Harin masih mengenakan bra. Jungkook pun mengisap kulit lembut payudara sebelah kiri Harin dari atas dan hal itu membuat Harin spontan meremas rambut Jungkook. “Hngh! Jung—”
“Lembut sekali, Sayang,” erang Jungkook dengan nada yang memuja. Suara kecupannya pada payudara Harin terdengar begitu erotis. “Nikmat.”
Tiba-tiba, Jungkook mencengkeram kedua payudara Harin dan meremasnya dengan kuat. Dia langsung menatap tepat ke kedua bola mata Harin, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Harin. Hidung mereka bersentuhan dan mereka sama-sama terengah-engah. Harin yang dahinya berkerut seraya mendesah kuat, serta Jungkook yang mengerang karena reaksi Harin akan sentuhannya. Dia sungguh tergila-gila dengan seluruh respons yang diberikan Harin kepadanya.
“Boleh kubuka bajunya?” Jungkook bertanya dengan napas yang memburu tepat di depan bibir Harin. “Hm? Aku buka ya, Cinta.”
“Hangh!” desah Harin tatkala ia merasa bahwa remasan Jungkook pada kedua payudaranya semakin kuat, semakin tidak sabar. Semakin bergairah. “Jangan—”
Tangan Jungkook mendadak menyelip masuk ke dalam baju Harin dan sontak Harin terenyak tatkala merasakan kulit tangan Jungkook yang bersentuhan langsung dengan perutnya. Jungkook pun mulai mendesah seraya menciumi bibir Harin sesekali. Ia sungguh sudah begitu terangsang; kejantanannya sudah berdiri tegak sepenuhnya. Dia pun berbicara lagi, “Atau aku sentuh langsung saja, ya?”
Tanpa sempat menyadari apa yang terjadi, Harin langsung terperanjat tatkala merasakan kedua tangan Jungkook yang besar tiba-tiba masuk menyelip melalui bagian bawah bra-nya dan langsung menangkup kedua payudara Harin dengan cepat.
“Ahh... Sayang…” desah Jungkook sensual tatkala kedua tangannya sukses menangkup kedua payudara Harin dengan sempurna dan merasakan betapa lembutnya kedua gundukan daging yang bulat itu. Akalnya sudah hilang sepenuhnya. Ia mulai menciumi seluruh bagian leher Harin. Ciuman kupu-kupu yang terasa lembut, tetapi penuh hasrat. “Lembut sekali, Sayang… Sangat lembut. Bentuknya bulat, pas sekali di tanganku. Oh…putingnya mengeras, Sayang... Enak, Sayang?”
Kepala Harin menengadah ke atas, dia memejamkan kedua matanya kuat-kuat dan menggigit bibirnya. Dia punya feeling bahwa jika ia melepas gigitan bibirnya, desahannya akan tak terkendali dan itu pasti akan membuat Jungkook semakin bersemangat. Namun, sungguh, Harin seratus persen sadar bahwa apa yang Jungkook lakukan pada payudaranya terasa begitu nikmat. Sebetulnya, walau mereka sudah berpacaran selama lima tahun, baru kali ini Jungkook benar-benar memegang payudaranya secara langsung tanpa penghalang apa pun.
Dia sering sekali dicumbu oleh Jungkook, sudah tak terhitung berapa kali. Pemuda itu terkadang muncul di apartemennya secara tiba-tiba, lalu mencumbunya. Seperti malam ini. Terkadang Jungkook mencumbunya di mobil, di kampus, bahkan di rumah pemuda itu. Akan tetapi, mereka masih melakukan itu dalam keadaan terhalang pakaian. Paling-paling, pakaiannya jadi berantakan karena panas-nya make out yang mereka lakukan.
Namun, malam ini berbeda. Setelah lima tahun lamanya, akhirnya Jungkook betul-betul memegang payudaranya tanpa penghalang. Jungkook yang selama ini selalu mencium dan meremas payudaranya dari luar; Jungkook yang mendambakan setiap lekuk tubuh Harin hanya melalui sentuhan yang bergairah dari luar pakaian Harin. Biasanya, Jungkook selalu menurut dengan apa pun yang Harin inginkan; jika Harin bilang jangan atau tidak, maka Jungkook akan berhenti. Pemuda itu tak ingin Harin marah padanya. Akan tetapi, malam ini berbeda. Jungkook seperti terpengaruh oleh sesuatu dan langsung melakukan apa yang pemuda itu inginkan tanpa meminta persetujuan Harin.
Anehnya, alih-alih menghentikan Jungkook, Harin yang sudah terpengaruh oleh hasrat Jungkook itu pun justru diam saja, membiarkan Jungkook meremas payudaranya dengan bersemangat. Namun, tatkala Jungkook tiba-tiba menarik kedua putingnya, Harin sontak berteriak.
“Ahh!! Ahngg—ahh!”
“Oh, your voice, My Queen,” ujar Jungkook, seakan tersihir karena suara desahan kekasihnya. “It sounds so…beautiful. Suka, Sayang?”
“Jungkook…!” Harin terengah-engah. Demi Tuhan, ia merasakan kenikmatan yang luar biasa saat putingnya ditarik kuat, tetapi dia tahu bahwa dia harus menghentikan Jungkook. “Sudah—ahh!! Hngh!!”
“Boleh kuisap?” pinta Jungkook tiba-tiba. Dia terdengar memohon. Secara mendadak, Harin juga merasakan tubuhnya kini mulai terentak-entak ke atas karena Jungkook mendorong kejantanannya yang masih dibungkus oleh celana jeans itu ke area kewanitaan Harin yang juga masih terbungkus celana tidur. Jungkook mengentakkan kejantanannya dari bawah dengan kuat, berkali-kali, seolah ingin merasakan gesekan yang ditimbulkan dari sana. Seolah seraya ingin berfantasi bagaimana kalau kejantanannya memang masuk ke dalam vagina milik Harin. “Aku isap, ya, Sayang? Putingnya mengeras… Ini pasti akan terasa sangat nikmat kalau berada di antara lidahku. Boleh, ya?”
Napas mereka berdua memburu. Sebelum Harin sempat menjawab apa pun, Jungkook langsung membawa Harin yang sedang berada di dalam gendongannya tersebut ke arah ranjang, lalu membanting tubuh Harin ke sana dengan tidak sabaran. Harin terperanjat tatkala tubuhnya yang tadinya terimpit ke dinding tiba-tiba kini sudah berada di atas ranjang dan langsung ditindih oleh tubuh besar Jungkook. Dia berasa kecil sekali di bawah tubuh kekar Jungkook yang menjulang di atasnya. Cahaya lampu di atas ruangan langsung terhalang oleh tubuh Jungkook; Harin berada di bawah bayangan Jungkook dan seluruh penglihatan Harin kini dipenuhi dengan sosok pemuda itu yang tengah mengungkungnya dari atas. Mereka pun saling bertatapan.
“Ah… Aku sangat mencintaimu,” ucap Jungkook, desperate. Matanya menatap Harin penuh cinta, penuh hasrat, penuh gairah, penuh damba. “Aku mencintaimu, Sayang. Cinta kamu. Semuanya untukmu.”
Harin jujur sedikit kaget dengan ungkapan cinta itu. Sebenarnya, sudah tak terhitung berapa kali Jungkook mengungkapkan cinta kepadanya, tetapi malam ini Jungkook benar-benar terlihat putus asa. Matanya terlihat menatap Harin penuh damba; dia menatap Harin begitu dalam seolah sedang dalam pengaruh sihir. Dia terlihat begitu mengagumi kecantikan Harin, begitu lapar. Begitu memuja.
Tiba-tiba, Jungkook melepas seluruh kancing baju tidur Harin dan langsung melemparkan baju itu ke sembarang arah hingga jatuh ke lantai. Tak membuang waktu, ia lantas membuka bra yang sedang Harin kenakan, lalu melempar bra tersebut ke lantai juga dengan tak sabaran. Harin sempat berteriak, “Ah!” karena perlakuan itu. Seluruh penutup bagian atasnya sudah benar-benar terlepas darinya, ia kini setengah telanjang di hadapan Jungkook. Dia terperangkap di bawah kedua mata Jungkook yang semakin menatapnya dengan rasa ingin. Ia sungguh merona karena merasa benar-benar terbuka di bawah pengawasan mata Jungkook yang menggelap tatkala melihat penampilannya saat ini.
“Cantik sekali,” puji Jungkook. “Cantik, Sayang. Terlihat sangat…nikmat. Seksi sekali.”
Setelah mengatakan itu, Jungkook menjilat bibirnya dan menatap Harin penuh nafsu. Pemuda itu kemudian langsung merunduk dan mengisap puting berwarna merah kecoklatan milik Harin tanpa ampun. Dia menyedotnya, menariknya dengan kuat menggunakan lidahnya, menggigitnya, dan mengemutnya; dia terlihat begitu haus. Begitu lapar. Sudah terbakar nafsu berahi. Desahan Harin yang tak terkendali itu semakin membuatnya gila. Dia yang sedari tadi sudah merasa hilang akal, kini semakin merasa tak terkontrol. Dia ingin menyetubuhi Harin sekarang juga.
“Angh!! Ah—Jungkook...!” rengek Harin. “Jungkook—sudah… Ahh! Ah! Pelan—pelan-pelan, Jungkook...”
Mendengar itu, Jungkook semakin merasa dimabuk gairah. Udara yang dia hirup seolah merupakan udara yang sangat berat dan bertekanan tinggi akibat dipenuhi dengan cinta. Hormon dopaminnya melesat hingga full; dia berasa seperti di awang-awang. Ah, dia bisa-bisa ketagihan.
Jika mulutnya tengah sibuk menyusu di payudara Harin sebelah kanan, tangannya sibuk memelintir dan menarik puting payudara Harin sebelah kiri. Sesekali dia meremas payudara itu dengan semangat. Memutarnya…meremas demi merasakan kekenyalannya…memainkan putingnya di telapak tangannya…lalu meremasnya kembali, merasakan betapa lembut, bulat, dan indahnya payudara natural milik Harin, serta merasakan betapa pas ukuran payudara itu di tangannya yang besar. Dia bisa gila.
Setelah itu, Jungkook mengganti posisinya. Dia mengisap payudara Harin sebelah kiri dan kini tangan kirinyalah yang bertugas memainkan payudara Harin sebelah kanan. Jeritan Harin terdengar begitu merdu di telinganya. Dia betul-betul terobsesi.
“Ah—nikmat sekali,” ujar Jungkook tatkala mulutnya melepas puting Harin dengan suara kecupan yang sensual. “Nikmat sekali, Sayang…” pujinya.
“Jungkook, rasanya agak perih…” rengek Harin. Kedua putingnya berasa pedih dan panas. Sepertinya seluruh bagian dari payudaranya kini merah-merah semua. Dengan mata yang berkaca-kaca, Harin pun memohon, “Sudah, ya…?”
Namun, hal itu justru berefek sebaliknya pada Jungkook. Melihat Harin memohon padanya dengan mata berkaca-kaca seperti itu, merengek padanya, dia jadi semakin ingin menyetubuhi Harin tanpa ampun, sekarang juga. Dia jadi ingin bersenggama dengan Harin. Dia menggeram, rahangnya mengeras, dan giginya bergemeletuk. Setelah itu, dengan tanpa ampun dia langsung menarik kedua tangan Harin untuk diletakkan di atas kepala gadis itu. Dia langsung mengunci kedua tangan Harin dengan sebelah tangan kirinya, kemudian dia juga langsung melepaskan celana tidur Harin dengan satu gerakan tangan kanannya. Setelah dia melempar asal celana tersebut, dengan geraman yang rendah dia pun membuka ritsleting celananya sendiri dan menurunkan celana jeans itu sedikit ke bawah, hingga hanya terlihat boxer hitam ketatnya yang menampilkan kejantanannya yang sudah berdiri tegak. Kejantanan itu sungguh besar, berdiri tegak, dan berurat. Harin sontak melebarkan matanya panik. Wajahnya panas dan memerah; jujur baru kali ini dia melihat kejantanan Jungkook, meski masih tertutupi boxer. Harin terperangah. Dia langsung bergerak dengan gelisah. Dia takut Jungkook benar-benar akan berhubungan seks dengannya saat ini, padahal hubungan antara dia dan Jungkook sedang tidak baik-baik saja. “Jangan—Jung—”
Namun, tanpa ba bi bu lagi, Jungkook langsung mendekatkan dan mendorong kejantanannya yang tertutupi boxer itu ke arah vagina Harin yang juga masih tertutupi oleh celana dalam. Jungkook langsung mengentakkan kejantanannya ke arah vagina Harin—seolah menyetubuhinya dengan sangat kuat—hingga Harin merasa seolah sedang dihujam dari bawah, padahal kedua alat vital mereka masih terhalang oleh kain.
“Ahhh!” desah Harin, gadis itu nyaris berteriak. “Hangh—ahh!! Jung—Jungkook—jangan...! Jungkook…!”
Saking kuatnya hujaman Jungkook, Harin merasa seperti benar-benar sedang digagahi. Entah mengapa rasanya sangat luar biasa, dia bisa merasakan kejantanan Jungkook yang sangat besar dan keras itu menempel pada vagina-nya yang masih tertutupi celana dalam tipis. Itu pun, dia yakin celana dalamnya sudah sangat basah sekarang sehingga Jungkook pun pasti bisa merasakan tekstur vagina-nya dengan sangat jelas. Mulai dari kedua bibir vagina-nya,klitorisnya… Pasalnya, erangan Jungkook terdengar semakin kuat. Dia menggeram, mengerang, dan mendesah di telinga Harin. It feels so fucking good. Sebelah tangannya menahan kedua tangan Harin, sementara sebelah tangannya lagi sedang meremas payudara Harin. Menarik putingnya kuat-kuat. Dia mencium bibir Harin dengan penuh nafsu, hujamannya di bawah sana terasa semakin kuat. Dia seolah ingin benar-benar memasukkan kejantanannya ke dalam vagina milik Harin.
“Sayang…” Jungkook mengerang tatkala ciuman mereka terlepas. Bibirnya tepat berada di depan bibir Harin, napas mereka terasa sangat hangat, memburu, dan penuh gairah. “Sayang... My Rin…”
“Jangan dimasukkan, Jungkook, kumohon,” pinta Harin. Matanya berkaca-kaca, antara merasa nikmat dan merasa gelisah. “Jangan…ya?”
“Percayalah, Sayang, aku ingin menyetubuhimu dengan sangat kuat sekarang juga; menusuk, menghujam vagina milikmu yang begitu cantik dan sempit ini hingga kau menangis dan memohon padaku untuk berhenti,”ujar Jungkook dengan mata yang melebar penuh penekanan. Rahangnya mengeras. Tatapannya penuh intimidasi. “tetapi meski aku sangat lapar, meski vagina-mu terasa begitu mengundangku, aku tidak akan memecah keperawananmu jika kau tidak mengizinkanku. Aku lebih baik mati daripada dibenci olehmu seumur hidup.”
Harin yang matanya berkaca-kaca itu mendadak berteriak lagi ketika ia merasa Jungkook kembali menghujamnya dengan satu gerakan yang paling kuat, sebelum akhirnya pemuda itu membuat gerakan memutar dengan seksi. Sesekali dia menggesekkan kejantanannya tepat ke klitoris Harin hingga desahan Harin jadi tak terkontrol. Pemuda itu lalu kembali membuat gerakan memutar, tepat di klitoris Harin, hingga refleks Harin berteriak kencang. Ada sesuatu yang rasanya terpancing di dalam tubuh Harin. Seolah ia tak mau Jungkook berhenti bergerak. Ia refleks menarik kedua tangannya dari genggaman Jungkook yang sangat kuat itu dan Jungkook mengizinkan hal itu terjadi. Jungkook melepas cengkeramannya—yang sudah membuat lengan Harin memerah itu—dan membiarkan kedua tangan Harin bebas. Kedua tangan Harin pun spontan memeluk leher Jungkook dan hal itu membuat Jungkook dimabuk kepayang. Rasanya nikmat sekali. Bagian sensitif yang saling bergesekan, saling memutar, saling bertabrakan dengan keras, saling merasa tak cukup, saling membutuhkan, semuanya membuat Jungkook dan Harin seolah lupa segalanya.
“Jungkook! Ha—ah! Jungkook…!” teriak Harin. Ah, sungguh indah sekali namanya tatkala diteriakkan Harin dengan penuh desahan seperti itu. “Haaangh!! Jung—sesuatu…sesuatu seperti ingin—ingin keluar! A—aku—ah!!”
Gila. Jungkook kini benar-benar jadi gila. Dia yakin, kemungkinan tetangga sebelah akan mendengar pergumulan mereka saat ini. Apartemen Harin bukanlah apartemen yang kedap suara. Hanya saja, mereka dibantu dengan dinding yang cukup tebal. Apartemen itu memang saling bersebelahan, tetapi dindingnya cukup tebal. Jarak antar kediaman tidak begitu berdempetan satu sama lain, meski masih satu bangunan. Jungkook lalu mulai menghujam vagina Harin dengan sangat kuat, sangat cepat, dan sangat brutal. “Keluarkan, Sayang. Keluarkan. Keluarkan semuanya. Aku di sini.”
“Jungkook! Haanghh!! Ah! Ke—keluar!” Harin mendesah kencang, berteriak dengan putus asa. Desahannya terdengar begitu seksi dan erotis. Dia semakin mengeratkan pelukannya pada leher Jungkook, kedua kakinya yang tadinya mengangkang di bawah Jungkook kini refleks mengalung di pinggang pemuda itu. Sesuatu di dalam dirinya menuntutnya untuk menyelesaikan semua ini. Dia ingin selesai. Dia tak ingin Jungkook berhenti. Dia ingin...selesai sampai akhir. Dia ingin klimaks. “Ahhh! O—oh! Haa! Haanggh!!”
Kemudian,dengan satu hujaman yang amat kuat dari Jungkook, Harin pun melengkungkan tubuhnya ke belakang dan kepalanya terdongak ke atas. Dia pun berteriak kencang, “Jungkook…!!!!”
Dengan satu teriakan kencang itu, Harin pun klimaks. Ada cairan yang keluar dari vagina-nya, merembes keluar dari kedua sisi celana dalam tipisnya. Kepalanya yang terdongak ke atas itu kini terasa begitu ringan. Ia merasa seperti di atas awan, melambung tinggi ke langit. Dia sedang berada di puncak kenikmatan; kedua matanya seolah melihat bintang. Rasanya tubuhnya ringan sekali.
Dia tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Rasanya seakan semua hal di sekitarnya jadi memutih semua. Akalnya hilang. Ternyata, puncak kenikmatan itu rasanya seperti ini. Dia berasa seperti baru saja berhubungan seks dengan Jungkook, bercinta dengan hebat, padahal mereka belum sejauh itu. Meskipun demikian, rasanya dia seperti baru saja disetubuhi habis-habisan oleh Jungkook.
Namun, tatkala sudah bisa meraih kewarasannya kembali, Harin pun menatap ke bawah sana. Soalnya dia merasa bahwa kejantanan Jungkook masih menekan vagina-nya; Jungkook masih menggoyangkan kejantanannya di sana. Sebab, tentu saja Jungkook belum keluar.
“Jungkook…?” panggil Harin dengan lemas. Dia mendadak merasa lelah setelah klimaks. Suaranya serak.
“Iya, Sayang?” jawab Jungkook dengan mesra. Dia menatap Harin yang ada di bawahnya itu dengan penuh cinta. Namun, Harin masih melihat ke bawah sana. Gadis itu jadi berpikir.
“Masih mau…ya?” tanya Harin pada Jungkook dengan polosnya. Dia bahkan tak sadar telah menanyakan hal segamblang itu. Soalnya yang dia pikirkan hanyalah: dia sudah klimaks, tetapi Jungkook belum. Jungkook juga pasti ingin selesai, seperti dia tadi yang ingin sekali klimaks.
Namun, pertanyaan polosnya itu sukses membuat Jungkook kembali mengeraskan rahang. Dia menatap Harin dengan tatapan tajam. “Jangan pancing aku, Sayang. Nanti aku jadi benar-benar menusukmu.”
Mata Harin membulat sempurna tatkala mendengar itu. Dia menatap ke arah mata Jungkook dan pipinya merona. “Aku—aku tidak memancingmu. Aku hanya…”
Jungkook tersenyum miring. “Bantu aku klimaks, ya?”
Harin menggigit bibirnya. Pipinya semakin memerah. “Bagaimana...caranya?”
“Menungging untukku, hm?” pinta Jungkook seraya berbisik di depan bibir Harin. “Aku janji tidak akan menusukmu. Aku hanya akan menggesekkan milikku di antara kedua pahamu. Boleh?”
Kini wajah Harin sudah semerah kepiting rebus. Itu—maksudnya—
“Boleh, Sayang?” tanya Jungkook sekali lagi dengan napas yang memburu. Wajahnya dengan wajah Harin hampir menempel satu sama lain. “Kejantananku sudah sakit sejak tadi. Kau seksi sekali. Kau begitu nikmat. Tidak usah lepas celana dalammu.”
“Apakah kau akan melepas celana dalam…mu?” tanya Harin dengan ragu, dia sesungguhnya malu mengucapkan itu dari mulutnya sendiri.
Jungkook terkekeh pelan, terdengar seksi sekali. “Bagaimana caraku menggesekkannya di antara kedua pahamu, hingga mengenai vagina-mu yang indah itu, jika aku tidak melepas celana dalamku?”
Sontak Harin semakin malu. Napasnya tertahan. Gadis itu semakin merona (jika itu memungkinkan) dan semakin salah tingkah luar biasa. Jantungnya berdebar kencang. Sungguh, Jungkook vulgar sekali. Baru kali ini mereka bercumbu seberani ini. Atau lebih tepatnya, sebenarnya Jungkook memang seberani itu, tetapi selama ini Harin tidak mengizinkannya. Harin sangat malu tatkala memikirkan bahwa kali ini, dia benar-benar akan merasakan bentuk kejantanan Jungkook melalui kedua pahanya dan melalui vagina-nya yang hanya tertutupi celana dalam tipis.
Dia jadi takut celana dalam tipis itu akan tergeser ke samping. Benar juga! Ini berbahaya!
“T—tapi jangan dimasukkan, ya?” pinta Harin dengan wajah yang memerah. Matanya memandangi Jungkook dengan penuh permohonan, masih berkaca-kaca. Aah, Jungkook jadi benar-benar tidak tahan.
“Iya, Ratuku,” jawab Jungkook. Dia tertawa pelan. Wajahnya terlihat luar biasa tampan di bawah cahaya yang menerangi kamar Harin. Tubuhnya yang besar itu mengurung Harin sepenuhnya. “Menungging, ya, Sayang? Aku akan membantumu. Masih lemas, hmm? Pegangan ke bantal, ya, Sayang. Aku akan menusuk sela-sela pahamu dari belakang.”
Setelah itu, Jungkook membantu Harin untuk berbalik. Ketika Harin baru saja berada dalam posisi menyamping (belum benar-benar berbalik), Jungkook tiba-tiba berbisik di telinganya.
“Boleh aku menginap di sini malam ini, Sayang?” tanyanya dengan suara yang serak, seksi, dan menggoda. “Kurasa aku tidak akan pulang dalam waktu dekat.”
“Eh...?” Harin melebarkan matanya, spontan menoleh ke arah Jungkook. Maksudnya…apa?
“Pastikan celana dalammu tidak tergeser, Sayang,” pesan Jungkook, berbisik perlahan seraya membalikkan tubuh Harin. “Aku tidak yakin bisa menahan nafsu untuk tidak memasukkan kejantananku ke dalam lubang vagina-mu jika celana dalammu terbuka. You hear me?”
Harin hanya bisa mengangguk perlahan. Dengan gelisah dan takut, ia pun menjawab, “Hng.”
Jungkook lalu menaikkan pinggul Harin agar benar-benar menungging di hadapannya. Pemuda itu lalu merapatkan kedua paha Harin dan mengagumi bokong gadis itu yang sangat bulat dan indah. Matanya melebar penuh hasrat. Ia benar-benar berahi. Napasnya memburu, mulutnya sedikit terbuka. Dia betul-betul takjub melihat pemandangan yang ada di depannya saat ini.
Harin. Gadis yang sangat ia cintai. Gadis yang sangat ia inginkan. Sumber mimpi basahnya. Objek fantasi liarnya. Satu-satunya gadis yang mampu membuatnya terobsesi. Cinta matinya, segala pusat kehidupannya selama ini…kini menungging, tepat di depannya. Menunggu untuk dihujam. Menunggu untuk ditusuk. Menunggunya dengan patuh.
Rahang tegasnya yang menawan itu kini nyaris terlihat berurat. Dia menggeram rendah. Seekor binatang buas di dalam tubuhnya seakan bangkit. Terlepas dari belenggunya.
Setelah itu, seraya menurunkan boxer yang ia kenakan, Jungkook menatap Harin dari belakang dengan mata yang segelap malamdan sedalam samudra. “You will be the death of me, My Queen. Stay put for me, yeah? I won’t let you go for the next few hours.” []
ns 15.158.61.36da2