Besok paginya, ketika gue masuk ke dalam kelas. Hal yang bikin gue ingin meninggal sekarang saja adalah Hara yang pindah duduk. Terus, kalian tahu nggak siapa yang gantiin dia duduk di kursi samping gue? Soonyoung, woi! Soonyoung! Catat itu!592Please respect copyright.PENANA2KIH8TZcrF
Gue kebingungan setengah mati waktu lihat hal itu. Hara dan Chansoo yang biasanya melindungi gue dari cowok malah buat gue dengan sengaja duduk sama cowok. Hara sama Chansoo juga nggak ngomong apa-apa waktu gue masuk ke dalam kelas.592Please respect copyright.PENANA6trg0ZkB2H
Gue mendelik kearah Chansoo yang lagi tertawa bareng Hara. Minta gue potong pita suaranya dengan Gergaji mesin. Gue melotot ketika disana Chansoo cuma nyengir sana nyengir sini seperti kambing. Gue menghela napas, emang bener kata ibu. Temen gue ternyata sengklek.
Gue ngehentakin kaki kesal saat mereka ngasih love sign pakai tangan mereka. Ya, sudah, lah. Cuma jadi temen sebangku, bukan temen dunia dan akhirat. Gue muter mata malas kemudian membalikkan badan ke arah tempat duduk gue berada. Gue jalan kearah kursi gue yang tentu disampingnya ada Soonyoung yang lagi baca buku pelajaran. Gue bingung, kok bisa dia baca buku yang tebalnya kayak balok kayu? Mungkin, ini rahasianya dia jadi juara satu paralel.
Baru saja gue sampai di samping kursi gue si Soonyoung udah menoleh aja kearah gue. Dia senyum, dengan eyed smile-nya yang tertutupi sama kacamata bulet. Dia mau menyapa gue tapi nggak gue persilahkan karena gue sudah duduk di kursi gue kemudian menelungkupkan kepala gue di lipatan tangan gue. "Nggak usah nyapa! Lidah Lo gue potong kalau sampai nyapa gue!" ketus gue masih dalam posisi menelungkupkan kepala.
Soonyoung tertawa pelan. Gue angkat kepala gue dengan perasaan dongkol karena merasa ditertawai oleh Soonyoung. Saat mata gue sama mata Soonyoung beradu, dengan polosnya Soonyoung senyum kecil kemudian kembali larut dalam bacaannya. Gitu-gitu dia tetap cowok dan senyumannya itu manis.
"Pagi, Rayan," sapanya masih dengan mata tertuju pada bacaannya.
Gue mendelik. "Kan, tadi gue bilang jangan nyapa!" ketus gue. Gue kesel karena Hara sama Chansoo nggak bertindak saat gue dideketin sama anak ini, bawaannya gue jadi sensi sama dia. Tapi, kalau kata Ibu, aku harus membalas sapaan orang lain. "Pagi," jawab gue asal dan nggak bener. Males, gue lirik sekitar.
Lho? Sejak kapan gue jadi pusat perhatian anak sekelas? Ini semua pasti gara-gara Soonyoung hingga sekarang gue jadi pusat perhatian anak sekelas kan? Soonyoung ngangguk-ngangguk aja tanpa melihat gue, dia masih larut dalam bacaannya.
Gue kembali diam. Bingung mau ngapain. Ya, sudah gue buka Handphone. Gue bolak-balik buka aplikasi cuma buat mengusir kebosanan. Gue sebenernya nggak tahu ini lagi ngapain tapi, lakuin saja, lha. Lagian yang ada disamping ue itu Soonyoung, bukan Hara. Kan kalau Hara gue bisa mengobrol ria dengannya.
"Rayan."
Gue nggak melepaskan pandangan gue dari handphone, sebenernya pengen lihat siapa yang manggil tapi gue males nengok. "Hn."
"Rayan." Suaranya masih sama, berarti ini orang yang sama.
"Hn."
"Rayan."
"Hn."
"Rayan nengok! Aku manggil kamu dari tadi!" sentak orang itu.
"Hn?" Akhirnya gue angkat kepala gue dan menatap orang yang memanggil gue dari tadi.
"Mulutnya dipakai. Kalau nggak dipakai buat ngomong terus dipakai buat apa?" Ternyata si Soonyoung. Dia sama aja kayak Mama, sama-sama bertanya gunanya mulut. "Buat ngomong. Tapi gue males, besok jadinya pengen gue sumbangin ke yang membutuhkan," jawab gue dengan jawaban yang sama dengan yang waktu itu.
Soonyoung mengerutkan dahinya, sepertinya dia lagi memproses kata-kata gue. "Kamu mau nyumbangin? Kalau sumbang ke aku boleh?"
Gue mutar bola mata kesel. "Lo nggak punya mulut, ya? Makanya mau pakai mulut gue?" tanya gue sarkas.
Soonyoung diam sebentar sebelum berkata, "Iya, buat aku cium."
Gue melotot. Sampai gue enggak sadar kalau gue udah bangun dari kursi. Gue ngeliatin Soonyoung yang masih berusaha tenang padahal, nih, gue lihat kupingnya itu udah kebakaran. Dia mau gombal-in gue tapi malu?
Gue beranjak dari kursi dan berjalan ke meja Chansoo sama Hara, mereka yang lagi ngobrol seru karena raut wajah mereka yang semangat. Mereka nengok saat gue tepukin pundaknya. Gue buang napas kenceng terus duduk dimeja Hara.
"Kenapa Lo?" Hara bertanya lebih dulu saat melihat gue dengan wajah merah padam tetapi juga kusut.
"Lo nggak tahu, sih! Gue tersiksa banget duduk damping Soonyoung. Mulai belajar aja belum, udah bikin gue eneg aja." Gue lanjutin misuh-misuh dengan berbagai kata.
Gantian yang kepo Chansoo. "Emang gimana?"
Gue ngedengus dan ceritain hal kecil tadi. Walau kecil itu berdampak sangat besar bagi mental gue. Sekarang gue takut deket-deket sama Soonyoung yang notabenenya Cupu. Atau mungkin sekarang gue menganggapnya menyebalkan.
Yailah, dia itu mau gombalin gue, gue tahu. Cuma gagal aja soalnya dia juga ikutan malu. Sekarang gue beneran bersyukur dia nggak ngomong kayak gitu keras-keras.
"Terus?" tanya Hara biasa. Ih! Minta dicincang!
"Ya, gue minta Hara buat balik duduk bareng gue!" Seloroh gue kesel.
Chansoo dan Hara nggak balas kata-kata gue. Dia lebih pilih untuk nyengir. "Cie. Kayaknya bakal ada yang jadian, nih."
Gue ketawa hambar, "Ha-ha. Bahasa Lo, jadian. Jadian ndas mu!"
Mereka berdua langsung ketawa kenceng. Asem! Bener kata Ibu, temen gue sengklek semua. Aduh, kalau gue jedotin kepala mereka ke tembok, sifat mereka bakal bener nggak, sih?
+++592Please respect copyright.PENANApcbsUYPjpe
"Lah! Yang iya aja, Bu! Masa saya sama dia sih!"
Ingin ku berkata kasar! Masa gue dipasangin sama Soonyoung buat bikin Laporan Berita! Iya, gue tahu nilai Bahasa Indonesia gue tuh anjlok. Tapi nggak gini juga kali.
Suka kesel.
Guru Bahasa Indonesia gue senyum manis. "Kamu itu sedikit kurang pintar, atau kasarnya bodoh. Kalau sama Soonyoung saya percaya nilai kamu akan naik."
Jlebb. Hayati sakit dibilang bodoh. Emang kalau gue sama Soonyoung, gue akan langsung pintar gitu? Mending sama yang lain, Wonwoo gitu. Walau kalau Matematika masih pinteran gue, ehe.
Dibilang, otak gue itu otak eksak. Bukan Bahasa.
"Bu, saya itu nggak bego! Ibu tahu nggak, UTS saya itu bagus! Peringkat 3, lho!" protes gue.
Yang menyebalkan adalah guru gue jawab dengan tepat dan jelas serta tajam. "Iya, Ibu tahu. Tapi kamu tahu nggak yang bikin kamu dapat peringkat 3 itu apa? Nilai Bahasa kamu anjlok!"
Sekelas langsung pada ketawa ngakak. Nggak terkecuali Soonyoung yang ketawa pelan disamping gue. Menyebalkan, temen gue kok ngeselin semua, sih?
Gue cemberut dan duduk di kursi lagi. Dari tadi gue berdiri sambil protes. Biar lebih dilihat oleh yang lain.
Soonyoung udah berhenti ketawa pas gue duduk. Dia milih buat dengerin pasangan yang ditentuin selanjutnya, sedangkan gue milih buat misuh-misuh sepuasnya selama yang lain pada berisik.
"Nggak usah misuh-misuh. Nggak bagus buat pikiran sama hati kamu."
Gue ngacangin Soonyoung. Bodo, gue ngambek sama Gurunya! Ngeselin banget! Karena gue murid baik dan teladan akhirnya gue limpahan kekesalan gue ke Soonyoung. Kalau dia ilfeel sih bagus.
"Kenapa ngacangin aku?"
Gue diam. Haha, gini ya enaknya ngacangin orang. Kayak ada senang-senangnya gitu. Mana mukanya kayak nahan berak gegara gue kacangin. Eheheh.
"Nah, laporannya dikumpulkan secepat-cepatnya. Paling lama itu sampai UAS semester 1."
Gue yang tadinya misuh-misuh langsung kesenangan. Berarti masih lama dan itu nggak akan ngebuat gue sering sama si Cupu ini. Seenggaknya ini bagus buat diri gue sendiri.
+++592Please respect copyright.PENANAWrlbsdZgwS
ANN.592Please respect copyright.PENANADxrNeTWeUF