Jeremiah mengecup kening Jani sebelum Jani meninggalkan mobilnya. Seperti biasa, Jason yang duduk di belakang melambaikan tangan ke Jani. “Selamat tidur Jani.” Kata Jason. Jani hanya tertawa kecil kemudian membuka pintu mobil dan masuk ke rumahnya. Jeremiah menyalakan mesin mobilnya dan pergi. Sementara, Jani berjalan masuk ke rumahnya.
“Jeremiah kok gak mampir dulu?” tanya ibunya. Dia masih mengenakan mukena, duduk di sofa dan ditangannya ada Al-Quran yang sudah dibacanya sejak satu jam terakhir. Ibu Jani berperawakan kecil dan memiliki wajah yang ramah. Umurnya sudah hampir enam puluh tahun tapi sisa kecantikannya masih dapat terlihat di wajahnya. Jani memeluk ibunya tanpa banyak bicara.
“Jeremiah gak enak kalo mampir. Takut ganggu katanya.” Jani mengungkapkan. Ibu Jani mengusap kepala anaknya. “Jeremiah itu baik sekali ya Jan. Sopan, pengertian dan gak pernah macem-macem sama kamu.”
“Menurut Ibu gimana?”
“Gimana apanya?”
“Hubungan Jani sama Jeremiah. Ke depannya gimana?”
“Lah jangan tanya Ibu dong. Orang yang pacaran sama dia kan kamu.” Ibunya mengelak. “Ibu kan dulu udah bilang, kalo hidup kamu ya kamu yang jalanin. Setiap keputusan yang ada di hidup kamu, harus kamu sendiri yang ambil. Bukan dari orang lain. Kamu pengen Ibu yang putusin hidup kamu, biar kamu gak usah tanggung resiko pilihan kamu sendiri kan? Kamu terlalu takut membuat pilihan itu sendiri.”
Jani mengangguk.
Hampir semua teman Jani tidak pernah diizinkan membuat keputusan sendiri. Sehingga, mereka menjadi pemberontak dan selalu menggunakan alasan bahwa mereka sudah dewasa. Mereka berhak melakukan apapun yang mereka inginkan. Jani justru dididik dengan cara yang berbeda, Semenjak kecil, orang tuanya selalu mendidiknya untuk belajar membuat keputusan sendiri dan belajar menerima konsekuansi dari pilihan Jani sendiri. Mereka akan memberikan pertimbangan mengenai untung dan rugi dari pilihan yang Jani ambil. Kemudian, membiarkan Jani menentukan pilihan itu sendiri. Ketika teman-teman Jani menjadi pemberontak, Jani justru seringkali khawatir dengan pilihan hidupnya sendiri dan sering kali tidak siap dengan konsekuensi dari pilihan Jani sendiri. Bagi Jani, lebih mudah orang lain untuk membuat keputusan untuknya.
Jani sendiri tahu orang tuanya tidak setuju dengan hubungan Jani dengan Jeremiah. Tapi, bukannya melarang, mereka justru seringkali meminta Jani untuk berpikir bagaimana hubungannya dengan Jeremiah. Pada akhirnya Jani hanya bisa memeluk ibunya dan mendengarkan ayat Al-Quran yang dilantunkan ibunya.
***
“Lu mau nginep di sini?” tanya Jason. Jeremiah hanya bergumam pertanda iya. Dia sudah berbaring di sofa yang memang sudah menjadi tempat tidurnya setiap kali menginap di tempat Jason. Rumah Jason memiliki dua lantai. Lantai pertama menjadi studio tato dan lantai kedua menjadi tempat dia tinggal. Ada dapur, kamar tidur, tempat menjemur pakaian dan tempat mencuci baju juga. Tempat itu tidak besar, tapi nyaman sekali. Hampir semua orang yang baru mengenal Jason akan berpikir bahwa dia adalah berandalan yang tinggal di tempat kumuh. Padahal, Jason itu rapih dan bersih sekali.
Rumah ini adalah satu-satunya hal yang dia gunakan dari uang pemberian orang tuanya. Mereka kaya raya dan berasal dari kongomerat. Uang yang mereka berikan sangat banyak. Tapi, Jason hanya ambil untuk beli ruko dan merubahnya menjadi studio tato. Setelah itu, dia tidak pernah lagi mengambil uang apapun dari orang tuanya. Dia juga tak pernah lagi bertemu dengan mereka selama beberapa tahun ini. Karena itu dia selalu senang sekali ketika Jeremiah menginap di rumahnya. Sebagian baju Jeremiah ada di tempat Jason dan ketika menginap di sini, Jeremiah tinggal ambil pakaiannya saja. Jika kotor, Jeremiah bisa mencuci sendiri atau pergi ke tukang cuci yang jaraknya hanya lima menit dari tempat tinggal Jason.
“Gue pernah nanya ke bokap gue.” Jeremiah memulai. Sementara, Jason membuka jendela dan menyalakan rokok. “Apa penyesalan terbesar di hidup Papi? Penyesalan yang membuat api gak pernah berhenti menyesal sampai sekarang? Tapi, Papi gak boleh bohong. Aku mau Papi jujur.”
“Terus?” Jason bertanya.
“Bokap gue bilang, bahwa penyesalan terbesar dia dalah menikahi nyokap gue.” Jeremiah berbicara sambil menutp wajahnya dengan lengan. “Papi menyesal sekali mengajak mamimu nikah sama Papi dan masuk ke Kristen. Papi menyesal sekali karena berpikir bahwa cinta bisa menyelesaikan segalanya. Papi pikir jika waktu bisa membuat kakek dan nenek kamu menerima bahwa Papi menikahi perempuan pribumi dan beragama Hindu. Perempuan sederhana yang berasal dari Bali.”
Mereka sedang berbicara berdua saja waktu itu di taman selepas olah raga pagi pada hari minggu. Itulah pertama kalinya dia melihat ayahnya yang biasanya tegar, menjadi runtuh dan terluka. Dia tidak menatap Jeremiah. Melainkan, menatap jalanan yang terbentang di depan mereka.
“Kami sudah menikah puluhan tahun. Tapi, kakek dan nenek kamu masih tidak bisa menerima keberadaan mamimu. Masih menganggap rendah dan masih tidak mau menyebut nama mamimu. Bahkan setelah adik-adik kamu lahir. Perlakuan mereka masih sama seperti itu. Mamimu mengorbankan segalanya demi Papi.” Dia menatap Jeremiah dan setetes air terjatuh dari kelopak matanya, “Kalo boleh Papi jujur. Papi ingin sekali menceraikan mamimu. Supaya dia bahagia. Papi menyesal sekali. Menikahi mamimu adalah penyesalan terbesar dalam hidup Papi. Papi gak masalah kalo orang-orang di gereja banyak yang tidak setuju pada papi karena bercerai. Tapi, bagi Papi, pernikahan ini berat sekali. Hati Papi berat sekali melihat mamimu disakitin terus sama kakek dan nenekmu setiap kali mereka datang. ”
Jeremiah berbicara dengan lirih, “Gue harus gimana, Jason? Setiap kali gue dan Jani pergi kencan di hari minggu. Dia harus nunggu di depan gereja sampai gue selesai. Gue gak bisa melakukan apa-apa buat dia. Kalaupun gue minta Jani masuk Kristen dan Jani mau. Dia pribumi. Pasti kakek dan nenek gue gak mungkin menerima keberadaan Jani. Gue gak mau Jani mengalami apa yang nyokap gue alami. Tapi, gue cinta sekali sama Jani. Gue harus gimana? ”
Jason sendiri hanya bisa terdiam dan tidak tahu harus memberikan jawaban apa pada pertanyaan itu.
ns 15.158.61.54da2