Assalamu’alaykum.. perkenalkan namaku Citra. Aku asli dari Magelang, Jawa Tengah. Sebenarnya kisahku tak seseru karay-karya Ukhti Rinda atau penulis lain. Tapi Cuma ingin berbagi saja. Seperti yang lainnya, awal mula kenapa aku mau menulis kisahku adalah karena bertemu dengan Ukhti Rinda saat Dauroh. Benar-benar pengalaman baru nan gila karena ternyata dibalik alim nya akhwat-akhwat bercadar, mereka juga punya kebinalan yang terpendam. Aku pun sepertinya masuk ke dalam kategori yang sama. Hahahah.
Kisahku bukanlah kisah yang singkat. Sebenarnya ini sudah dimulai dari beberapa tahun yang lalu. Saat itu aku memutuskan untuk menjadi wanita yang mandiri dan ingin punya bisnis sendiri. Berbasis pengetahuanku soal rias wanita, aku pun memberanikan diri untuk membuka Salon di Jogja. Yaah sekalian untuk pelarian. Karena Magelang telah membuat hatiku terluka.
Sebenarnya itu juga salahku. Aku terlalu percaya pada lelaki. Termasuk lingkungan tempat aku sering bergaul, semuanya mendukung kemaksiatan yang kulakukan. Benar, pacaran. Sudah hampir 2 tahun lamanya aku dan Reno berpacaran. Awalnya kami hanya saling suka saja. Bermula dari perkenalan di kantin, tempat kami mendapat pelatihan. Aku latihan tata rias, sementara Reno di otomotif. Di balai tempat kami berlatih terdapar beberapa pilihan konsentrasi pembelajaran yang cukup menjanjikan.
“Boleh duduk disini??”, kata Reno sambil membawa tray makanan.
“Ahh. Ya silakan”, jawabku yang sendirian saat itu.
Kulihat-lihat sekitar ternyata memang tak banyak tempat duduk yang kosong. Tapi bukannya harusnya dia cari yang sama-sama lelaki ya? Kok malah duduk disini? Ah sudahlah. Aku pun tak terlalu peduli.
“Mm.. Aku Reno.. salam kenal..”, ucap Reno mencoba membuka pembicaraan.
Yaah aku sih tak terlalu peduli sebenarnya. Hanya saja aku ingin sedikit menghargai usahanya..
“Aku Citra.. salam kenal juga..”, jawabku singkat.
“Ow.. mba Citra ambil tata rias kah?”
“He’em”
“Oohh.. Kenapa ambil konsentrasi itu?”, tanya Reno lagi.
“Gatau.. iseng aja..”, jawabku singkat supaya ia cepat pergi.
Meski sudah kucoba untuk jutek dan tegas dalam menyikapi lelaki yang bukan mahram ku, tapi tetap saja Reno berupaya keras untuk pdkt. Mungkin karena pakaianku juga. Memang saat itu aku masih seperti layaknya wanita di umur 25an tahun yang suka main. Jilbab segi empat kecil, kaos full-press body, dan celana jeans model pensil. Semuanya menunjukkan lekuk tubuhku yang lumayan aduhai. Untuk pelatihan sebenarnya nggak lama, hanya sekitar 6 bulan saja. 4 bulan training intensif, 2 bulan untuk internship (magang). Tapi entah kenapa dalam kurun waktu yang singkat itu Reno bisa meluluhkan pendirianku.
“Eling yo nokk.. Ati-ati karo wong lanang.. awakmu wes umur 25 tahun.. wes dewasa.. Ati-ati milih konco.. pokok e bapak karo ibu mung iso dongakke awakmu nok.. bapak karo ibuk mung njaluk tulung ojo kebablasen.. eling marang gusti Allah..”, (Ingat ya nak.. hati-hati sama lelaki.. dirimu sudah umur 25 tahun.. sudah dewasa.. hati-hati pilih teman.. pokoknya bapak sama ibu Cuma bisa mendoakan dirimu saja.. bapak sama ibu Cuma minta tolong jangan kebablasan.. ingat pada Allah) pesan Ayahku sebelum aku memutuskan untuk ikut training.
Awalnya aku sangat berpegang teguh dengan pesan ayahku. Tapi cinta berkata lain. Ia bisa dengan mudahnya membuatku melihat fatamorgana manisnya pacaran. Di bulan ke-3, aku sudah membuka ruang untuk Reno. Dari sana aku mulai banyak beralasan pada orang tuaku.
“Loh.. biasane mangkat motoran?? Kok ndengaren saiki mlaku terus kowe nok?”, (Loh.. biasanya berangkat motoran?? Kok gak biasanya sekarang jalan maki terus kamu nak??) tanya ibuku.
“Rapopo bu.. ngko nank indomaret dipethuk kancaku.. si Wati..”, (Gapapa bu.. nanti di indomaret dijemput temenku.. si Wati..) jawabku.
“Woo.. yowes sing Ati-ati nok..”, (Woo.. yaudah yang hati-hati nak..) pesan ibuku tulus.
Yah seperti normalnya orang kasmaran. Semua itu hanyalah alibi untuk membenarkan kesalahan yang tanpa kusadari akan membuatku menyesal kedepannya. Jarak antara rumahku dan indomaret sekitar 300an meter. Cukup jauh untuk diketahui oleh warga kampungku. Meski begitu, aku selalu membawa hoodie cadangan yang akan selalu kupakai kalau sudah dijemput Reno. Reno pun membawa helm tambahan supaya tak ada yang mengenaliku.
Waktu terus berjalan. Aku tak mau membahas soal Reno terlalu banyak disini, karena kisah yang ingin kuceritakan bukan tentang Reno. Ohh iya, aku masih awam soal nulis-nulis gini, jadi kalo bahasanya campur aduk gak jelas, yaa mohon pengertian pembaca. Dan seperti biasanya, Reno sudah menunggu di parkiran Indomaret. Semua berjalan mulus tanpa adanya kecurigaan dari ortu ku.
Sebenarnya kalau basic ortuku sih lebih ke islam biasa. Bukan sepertiku sekarang yang sudah hijrah dan suka ikut kajian. Bahkan kalaupun ikut pengajian di kampung paling hanya selapan (40hari) sekali. Tapi meski begitu, mereka tetap selalu berpesan kebaikan padaku.
Kini pulang-pergi ku selalu bersama Reno. Yang tadinya aku jutek ga karuan, kini beralih menjadi tak bisa hidup tanpa pelukan. Yaa.. pelukan. Kontak fisik yang berawal dari bergandengan tangan, kini entah kenapa aku tak ragu lagi berpelukan dengannya. Sudah pasti setiap berkendara, toketku yang berukuran 36C menempel di punggungnya.
“Dingin gini.. masih lama kayaknya hujannya..”, kata Reno sambil membelai kepalaku.
“He’em.. enaknya ngapain ya pah??”, kataku.
“Mmm.. apa ya? Papah tuh jadi inget dulu waktu kenal Mamah di awal.. juteknyaa..”
“Ahahah.. iyasih Pah.. Yaah kan waktu itu belum kenal papah”, jawabku sambil memeluk Reno dari samping kanan.
“Trus sekarang??”, tanya Reno singkat sambil mengangkat daguku.
“Sekarang??”, tanyaku.
“Sekarang masih mau jutek? Atau sayang?”
“Sekarang.. Mamah sayang papah banget..”, kataku sambil menguatkan pelukanku.
“Papah juga sayang Mamah..”, jawab Reno yang tanpa kusadari jarak mulut kami sudah terlalu dekat.
Dan terjadilah impact pertama yang membuatku galau, gundah, senang, bahagia, bersalah, bingung, khawatir, nyaman, semua rasa menjadi satu. Itu adalah saat bibir Reno akhirnya berhasil bertemu dengan bibirku. Hujan yang begitu deras membuat tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Beberapa sast aku Cuma terdiam. Aku bingung apa yang harus kulakukan. Ini First-Kiss ku. Tapi Reno begitu lihai. Ia mulai memagutku dan membimbingku. Dan semuanya pecah saat lidah Reno mulai masuk ke mulutku. Serasa bibirku tak mau lepas, tak ingin semuanya berhenti. Namun nuraniku sempat mengetuk sedikit kesadaranku yang mulai hilang. Dan aku berhasil mencegah semuanya berlebihan.
Sepulangnya di rumah, aku langsung masuk kamar. Ingin rasanya aku teriak. Hatiku meleleh dengan rasa baru yang kurasakan hari itu. Aku harusnya merasa menyesal. Tapi setan dalam diriku telah menguasaiku. Dan begitu seterusnya. Hari-hari chatting ku dengan Reno pun mulai menjurus ke arah selakangan. Berawal dari chat yang selalu diakhir dengan emot cium, hingga mulai menyindir ke arah perut ke bawah.
“Ehh.. Papah.. apaan sih..”, kataku yang mencoba menepis tangan Reno yang tiba-tiba meremas toketku.
“Abisnya.. ngeganjel sih.. Papah kira apaann.. Ahahhah..”, kata Reno bercanda.
“isshh.. jangan pas di jalan gini sih Paaah.. ntar aja dimana gitu kek..”, ucapku yang tanpa kusadari
“Ehhhh.. Oke deh Maahh..”
Dan mulailah kontak fisikku bertambah. Hampir tiap hari, setelah selesai training, aku dan Reno pergi ke belakang gudang. Yaahh.. untuk bercumbu. Yang kutau awalnya hanya berciuman, tapi hari itu Reno sudah berani meremas toketku.
“Ahh.. Papah.. Uhh..”, desahku keenakan saat tangan Reno menyelinap di balik kaosku dan meremas toketku yang masih terbungkus Bra.
“Kenapa Mah? Enak??”, tanya Reno berbisik di telinga kananku.
“He’emh.. Uwhh..”
Rasanya geli tapi enak. Reno selalu mencumbuku di awal sebelum ia menggerayahi dadaku. Sekali, dua kali, tiga kali, Reno masih bersabar dengan hanya menggunakan tangan saja. Tapi seiring waktu, aku pun penasaran ketika ia bilang “mau coba diisep nggak Mah..??”. Normalnya aku akan teriak menolak. Tapi entah kenap kepalaku malah mengangguk.
Aku masih ingat sekali kala itu Jum’at siang. Dimana kami pulang awal karena ada sholat jum’at. Memang khusus hari jum’at pembelajaran hanya sampai jam 11 saja. Tapi bukannya mengingatkan Reno untuk sholat Jum’at, aku malah menemaninya untuk ‘mencoba’ lebih jauh.
Seperti biasanya, kami saling berciuman sambil berdiri. Tangan Reno tak hanya diam, tapi meremas bokongku. Dan aksi Reno pun dimulai. Setelah aku duduk bersandar di tembok, ia mulai menyingkap kaos dan Bra ku. Hawa hangat udara siang pun menerpa putingku yang sudah mencuat itu. Berwarna coklat tua, khas wanita jawa. Aku hanya terdiam, nafasku menderu, jantungku berdegup menantikan aksi Reno berikutnya.
“Cantik banget susu Mamah.. Papah jadi ga tahan..”, kata Reno memandangi toketku yang membusung bulat indah.
“Ahh.. Papah.. malu..”, ucapku yang memang malu karena ini pertama kalinya.
Tapi semua itu berubah saat jemari Reno mulai meremas toketku. Ibu jari Reno pun tak diam dan terus memainkan putingku layaknya analog di stick playstation. Desahanku muncul tak tertahankan. Geli tapi enak. Ditambah lagi Reno melakukannya sambil berciuman denganku. Semakin luluh lantak imanku siang itu. Dan puncaknya adalah ketika Reno mulai menciumi toketku. BUUMM!! Semuanya meledak. Aku melenguh, merasakan kenikmatan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Padahal Reno baru menciumi sekeliling toketku. Rasanya?? Seperti semua syaraf ku lumpuh oleh rasa nikmat syahwat. Dan tanpa sadar aku membusungkan dadaku, kedua tangannku meremasi kepala Reno. Bukannya mendorong agar Reno menyudahi dan berangkat sholat Jum’at, tapi justru tanganku mengarahkan kepala Reno untuk segera melumat putingku.
“Udah ga sabar Mamah??”, tanya Reno menggodaku.
“Aahh.. Papaaahh.. Emutt dong..”, kataku yang sudah gelap mata penuh nafsu.
Happhh!! OOOOHHHHH.. aku melolong layaknya serigala. Rasanya puas tak terkira sast putingku akhirnya tenggelam dalam kehangatan mulut Reno. Hatiku campur aduk antara harus mengiyakan apa yang terjadi dan pura-pura buta, ataukah harus menyelamatkan nuraniku. Tapi setan terlalu kuat untuk kulawan. Akhirnya aku hanya bisa pasrah melenguh menikmati keaadan. Dan selanjutnya, semuanya berjalan terlalu jauh. Pagar pembatas dalam hatiku tak kuat menahan terpaan syahwat yang kini menjadi teman harianku. Terlebih lagu Reno mulai sering mengajakku dan mengajariku tentang seks dan bokep. Berawal dari iseng dia kirim video, hingga akhirnya aku diajari cara mengakses video porno. Dan akhirnya, hari-hariku harus melakukan petting dengan Reno. Rasanya ada yang kurang kalau tidak melakukannya.
“Gimana sih pah..?? Gini yah??”, kataku yang agak bingung menghadapi kontol Reno yang berukuran sekitar 15cm.
“Pelan-pelan aja dulu Mah.. ciumin dulu..”, kata Reno mengajariku di toilet musholla BLPT.
Tempat itu menjadi pilihan karena sepi. Bahkan musholla pun terlihat tak terawat dan sangat kotor. Meski bokep sudah hampir setiap hari ku tonton, tapi tetap saja kontol asli membuatku jijik. Hanya rasa cinta dan syahwat saja yang membuatku berani memegangnya. Keras, agak kenyal, beraroma khas. Butuh waktu hingga lidahku terbiasa. Dan akhirnya kontol Reno pun tenggelam di mulutku. Beberapa kali Reno meringis karena gigiku, tapi Reno begitu sabar untuk mendapatkan hasil maksimal. Beberapa kali aku tersedak, hingga akhirnya aku tau tekniknya.
Setelah saat itu, chat kami mulai liar sampai Reno berani untuk menawariku melepas perawan. Awalnya hanya ku anggap bercanda dan ku iyakan saja. Bahkan chat seksku dengannya sering terlalu jauh hingga merencanakan hal-hal yang diluar nalar.
“Shh.. Jangan Pahh.. diluar ajah.. jangan masukin jarih..”, ucapku sambil menikmati jari Reno yang sudah menggeliat di dalam CD ku.
“Loohh.. semalem chatting katanya pengen coba??”, kata Reno sambil meremasi toketku dari belakang.
“Boleh Pahh.. tapi jadi 'Papah' beneran dulu..”, kataku sambil membelai pipi kanannya.
Reno yang gemas kini beralih berjongkok. Celana jeansku dan CD ku dengan cepat tanggal dan menampakkan memekku yang agak tembem berwarna coklat. Mataku terpejam saat akhirnya lidah Reno menjilati memekku. Rasanya benar-benar nikmat. Apalagi saat lidahnya masuk, membelah seluruh bibir memekku. Aahhh.. desahanku pun tak terkontrol. Birahiku memuncak. Aku pun tak ragu-ragu untuk melahap seluruh kontol Reno dengan liarnya.
Crot.. Crott.. Reno mengerang dan memuntahkan spermanya di mulutku yang sedang kusepong dengan aku duduk di toilet dan Reno berdiri. Ini bukan pertama kalinya aku mencicipi sperma. Waktu pertama kali, benar-benar aku tak tahan. Ingin rasanya muntah. Tapi Reno bilang untuk belajar sedikit demi sedikit menelannya. Kini hari-hari aku meminum sperma Reno. Sudah seperti vitamin wajib yang harus ku konsumsi tiap hari.
“Mah.. tasyakuran di kosan Papah aja yuk.. ntar papah siapin makanan enak”, kata Reno mengajakku main ke kosan dia untuk pertama kalinya.
“Mmm.. emang cewe boleh masuk Pah?”, tanyaku.
“Santai aja Mah.. yuk ah..”, ajak Reno yang tak bisa ku tolak.
Aku ingat betul kejadian itu. Karena itu terjadi bertepatan dengan selesainya program pembelajaran di BLPT dan pembelajaran di lapangan selama 2 bulan.
“Wey.. Siapa lagi tuh cewe Ren!!?? Ukhti ya sekarang?? Gile lu.. ahahaha..”, celetuk trman Reno saat aku masuk ke kawasan kos-kosan dia yang tampak suram khas kos-kosan kelas ekonomi.
“Ssst.. diem aja woy.. liat temen seneng dikit aja sewot..”, kata Reno yang jengkel dengan kawannya.
Kamar Reno berada cukup jauh dari pintu depan. Ada sekitar 20an kamar di kos-kosan Reno. Dan aku baru sadar kalau hampir setiap kamar pasti ada ceweknya. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan penghuni kos untuk membawa cewek. Aku juga baru tau kalau ada kos-kosan seperti ini di Magelang.
Siang itu cukup panas. Untung saja Reno menyajikan minuman dingin di kosnya. Makan-makan hanyalah basa-basi saja bagi Reno sebelum menikmati tubuhku. Berawal dari ciuman seperti biasa, hingga akhirnya aku terlentang dan hanya menyisakan jilbab segi empat hitam saja yang kukenakan. Reno sangat ahli membuatku terangsang hingga aku gelisah karena tak bisa menahan kuatnya syahwat. Setiap bagian tubuhku tak ada yang lepas dari jilatan dan cupangan Reno. Kulitku yang kuning langsat mulus kini mulai ada ruam kemerahan bekas cupangan. Yang membuatku semakin tergila-gila adalah saat Reno membenamkan kepalanya di selakanganku. Uuhhh.. rasanya benar-benar lumer di bawah sana. Beberapa kali jari Reno berupaya masuk, namun segera kutepis lembut supaya tak membuatnya sakit hati.
“Mah.. Mamah.. coba deh sini..”, kata Reno yang tiduran dikasurnya.
“Uhh.. Gimana Pah??”, tanyaku yang belum tau maksud Reno.
Aku pun diarahkan Reno untuk doggy di atas badannya. Hanya saja aku menghadap selakangan. Dan aku baru tau itu posisi seks 69. Aku disuguhi kontol Reno yang sudah menegang keras, siap menjebol memek perawan sepertiku. Mulutku entah kenapa bergerak dengan sendirinya dan langsung melahapnya tanpa malu. Dibawah sana, aku pun dibuat menggelinjang oleh permainan lidah Reno yang memang kuakui hebat.
Hingga akhirnya aku pun sudah terlalu terangsang. Aku ditidurkan terlentang. Entah apa yang terjadi pada diriku siang itu. Kubuka sendiri kakiku, seakan mempersilakan Reno untuk mengambil mahkotaku yang paling berharga. Saat ia sudah bersiap melesakkan terongnya ke arah memekku, tiba-tiba Reno berkata sesuatu yang membuatku tersadar.
“Abis ini.. ga ada jalan kembali Maahh.. bakalan ngentot mulu kita sayang..”, kata Reno.
Hati dan akalku serasa di sambar petir. Dengan cepat aku segera menjauh dari Reno. Air mataku berderai. Aku baru menyadari kalau sudah terlalu jauh. Untungnya Allah masih sayang dan menyelamatkanku. Aku tak berkata-kata apapun. Segera kukenakan kembali semua pakaianku secepatnya dan langsung meninggalkan kos Reno. Reno sendiri juga tampak kebingungan, bahkan ia mencoba mengajakku bicara, tapi aku tak peduli.
Hampir seminggu lamanya aku tak menghiraukan chat dan panggilan dari Reno. Yang kulakukan hanyalah tiduran dan merenungi semuanya. Tapi aku tetap berupaya terlihat normal ketika bertemu orang tuaku supaya mereka tak curiga.
“maafin aku.. aku khilaf Citra..”, kata Reno di chat WA.
“iya.. aku juga salah.. sudah ya.. kita sampai disini aja.. ini pelajaran buatku.. jangan hubungi aku lagi..”, jawabku sambil kemudian menghapus semua kontak Reno.
Pedih? Iya. Sakit?? Iya. Tapi itu yang terbaik. Aku tak mau mengecewakan orang tuaku sebelum aku benar-benar siap untuk bertanggung jawab. Lagipula Reno pun belum jelas dengan pekerjaannya.
“Lohh.. kayaknya kemarin kalian asik-asik aja..”, kata Naya yang berpakaian seksi dengan tanktop dan hotpants.
“Iya.. kayak ga bakal ada yang bisa misahin kalian berdua ahahaha..”, lanjut Rere yang berpakaian syar’i dengan khimar, abaya, dan cadar serba hitam.
“Btw emangnya kenapa kalian putus?”, tanya Mutya yang berpakaian seperti ku, jilbab segi empat kuning, kaos lengan panjang dan jeans hitam.
“Yaa gitu.. udah ga sejalan.. dia nglanggar prinsipku.. yaudah langsung ku tinggal aja..”, kataku sambil menikmati gelato ku.
“Behh.. Citra dilawan.. hajarr!! Ahahah..”, kata Naya menirukan gerak samurai.
“Trus kedepannya mau gimana Cit?”, tanya Rere.
“Aku sih rencana mau bukak salon aja di jogja.. gimana bagusnya??”, kataku yang masih gonjang ganjing.
“Mm.. kalo aku sih oke aja.. toh kamu udah ikut pelatihan juga..”, kata Rere.
“iya juga.. mau buka dimana?”, tanya Mutya.
“Rencanaku ke Jogja aja.. Ehh, Re.. besok-besok bantuin cari kontrakan ya?”, kataku.
“Gampang itu.. kalian mo ikutan ga?”, tanya Rere.
“Kalo aku sih oke..”, kata si Naya yang juga diiyakan Mutya.
Niatku ini sudah lama. Karena Jogja terkenal banyak pelajar, dan sepertinya dewasa ini tata rias sudah seperti kewajiban. Hanya saja aku belum memberi kabar ke orangtua.
“Tenanan kowe nok meh bukak nank jogja? Ngabari kang mas mu sek..”, (Beneran kamu nak mau buka di Jogja? Ngabarin kakakmu dulu..) kata ayahku.
“Iyo pak.. nek nank Jogja peluang e luwih jembar mbangno nank kene..”, (iya pak.. kalo di Jogja peluangnya lebih luas) jawabku mencoba meyakinkan ayahku.
Ayahku tipikal orang yang kurang berani untuk spekulasi. Lebih ke arah pasif dan menerima apa yang ada. Tapi aku lain, aku selalu suka menantang diriku untuk mencoba hal-hal baru. Bermodalkan uang yang dulu pernah aku dapatkan ketika kerja di pabrik dan bantuan beberapa teman, akhirnya salon pertamaku kubuka.
Berada di salah satu jalan alternatif terpadat di kota Depok, Sleman, Jogja. Harga yang ditawarkan sih normal menurutku dengan traffic orang yang lalu lalang. Untuk persiapan opening memang memakan cukup banyak waktu. Dan setelah 2 bulan akhirnya salon ku resmi dibuka. Aku hanya mengundan teman-teman dan keluargaku saja untuk tasyakuran. Sementara untuk tetangga kiri-kananku nanti akan ku kirimi ingkung saja.
Seperti halnya warga biasa. Kiri kanan kontrakanku berisikan kios-kios dagang. Ada yang berbisnis warung kelontong, grosir beras, burjo, kios plastik, warung makan, toko bangunan. Namun yang agak nyeleneh ada Rental Motor yang tepat berada di depanku. Dan beberapa hari aku disitu, karena aku juga tidur di kontrakan, aku sering menjumpai Ustad keluar masuk Rental Motor. Tiap-tiap waktu sholat ia selalu berpakaian serba putih. Mulai dari surban dan jubahnya, semua berwarna putih. Seperti tidak ada lagi pakaiannya selain warna putih.
“Assalamu’alaykum.. misi mas.. ini saya dari Salon di depan mau nganter sedikit tasyakuran”, kataku sambil menyodorkan box ingkung.
“Wa’alaykumsalam.. Wuah.. makasi mba ya.. oohh.. baru buka ya?? Semoga sukses selalu ya”, jawab Ustad itu yang berpenampilan casual dengan kaos, sirwal, dan kopyah saja.
Seiring berjalannya waktu, aku menjadi agak sering berkomunikasi dengan sekitar. Yah namanya hidup bertetangga. Namun aku tak mau terlalu intens, khawatir luka yang dulu akan terkuak kembali. Memang aku belum bisa hijrah. Meski aku sering mendapat nasehat dan mendengar pengajian, namun Hidayah tak kunjung tiba.
“Duuhh.. Ayunee.. tak rabi gelem ra ki mbak Citra..??”, (Duuhh.. Cantiknya.. Saya nikahi mau ngga nih mbak Citra..??) tegur seorang tukang parkir yang biasa berjaga pagi dengan postur gendut dan rambut gondrongnya.
“Wooo.. ngawur yaa.. isih pengen dolan.. kwi lho pacarmu nank kono.. jiann parahh..”, (Woo.. Ngawur yaa.. masih pengen maen.. itu lhoo pacarmu disitu.. emang parah) jawabku sambil berlalu.
Tukang parkir itu pun tertawa keras. Memang ia dikenal supel pada siapapun. Itu nilai positifnya, Cuma untuk negatifnya lebih banyak lagi, termasuk adalah ia fanatik berat dengan PDI. Outfitku memang selalu seperti itu. Semuanya full pressed body tapi tetap berjilbab. Posturku yang tegap semakin membusungkan buah dadaku yang selalu menantang mata setiap lelaki.
Tapi itu tak berlaku untuk si Ustad. Belum lama ini akhirnya aku tau kalau namanya Husein. Masih muda, mungkin seumuran denganku, tapi bisnisnya sudah besar. Total aset yang ia miliki bisa sampai miliaran. Istrinya pun tak kalah anehnya untuk orang-orang disitu karena ia bercadar. Tapi aku tak masalah sama sekali.
“Tok.. Tok.. Tok.. Assalamu’alaykum..”, suara pintu diketok dan ada yang memberi salam.
“Wa’alaykumsalam.. bentar..”, jawabku yang masih bersiap untuk membuka salon.
“Owalahh.. mas Husein.. gimana mas??”, tanyaku.
“Ini mbak Citra.. kalau saya nebeng parkir disini boleh ngga?? Nanti kalau udah buka saya pindah lagi mobilnya..”, kata pak Husein yang terlihat gagah dengan keringatnya.
“Ohh.. boleh aja kok..”, kataku sambil menahan gugup.
Yah semuanya berawal dari situ. Rumahnya ada 3 lantai. Lantai bawah untuk bisnis rental motornya, lantai 2 tempat ia tinggal, sementara lantai 3 dipakai oleh adiknya. Setiap pagi, karyawannya selalu mencuci motor-motor yang disewakan. Sudah pasti membutuhkan space yang lumayan luas, karena termasuk space untuk memanasi mesin motor dan mengeringkannya. Mobil Honda Freed miliknya yang terparkir di depan rental, terpaksa harus dipindahkan dulu agar memudahkan proses cuci motor. Dan alhasil, parkiran salonku menjadi targetnya.
Pernah beberapa kali mas Husein parkir di depan toko bangunan, tapi langsung ditegur oleh pemilik toko. Dan itu tak terjadi sekali atau dua kali. Itulah kenapa ia sekarang lebih sering parkir di depan salonku. Meski terkadang kami pun salah paham juga. Tapi semua itu lebih ke aku yang kadang sedang PMS. Diantara semua tetanggaku disini, Cuma mas Husein saja yang sering mengirimiku makanan. Kadang kalau pas Jum’at berkah, semua disekitarnya pun dapat keberkahannya.
“Assalamu’alaykum..”, suara seorang wanita.
“Wa’alaykumsalam.. Ohh.. mari silakan masuk..”, kataku sambil membuka pintu salon.
Ternyata dia adalah istri mas Husein. Kalau tinggi badannya kami hampir sama, sekitar 160cm. Kalau dibandingkan dengan mas Husein sudah seperti anak kecil yang melihat ke menara, karena tinggi mas Husein sekitaran 180cm kalau dari pengamatanku. Meski ia mengenakan pakaian serba hitam baik french khimar, cadar, dan abayanya, namun besarnya toket istri mas Husein tak bia disembunyikan. Aku seorang wanita, tapi tetap saja goyangan gunung istri mas Husein membuatku terintimidasi.
“Ohh.. mau potong rambut mba?? Yang model apa??”, kataku sambil memposisikan kursi agar lebih nyaman.
“Segini aja mba.. sebahu.. kalo model mah biasa aja yang penting rapi”, kata istri mas Husein yang bernama Maya.
Waktu dibuka cadarnya dan khimarnya, aku benar-benar takjub dengan kecantikan mba Nisa. Wajah khas keturunan jawa, dengan bentuk wajah agak bulat. Kulit kuning langsat, lebih ke arsh Chindo. Mata yang lentik, hidung mangir, dan senyum yang manis menawan dengan dagu seperti Marshanda. Benar-benar cantik meskipun aku sering dibilang cantik oleh teman-temanku.
“Yee.. sriusan kamu tuh Cantik.. tuh, kayak artis yang baru aja putus siapa tuh??”, tanya Rere yang dia sendiri mirip seperti Sandra Dewi.
“Mana? Yang istrinya Desta itu?”, jawab si Naya yang mulutnya penuh Sushi.
“Nah iya itu.. siapa sih??”, lanjut Rere.
“Itu mah Caca.. nama aslinya Natasha Rizky”, timpal Mutya yang sudah selesai makan.
“Nahh.. ituhh.. iya kan mirip..”, kata Rere meyakinkan yang lain.
“Yaaa.. Yaaa.. Bisa sih.. kalo si Citra ini pakai jilbab syar’i.. bentar.. nah bener.. kalo pake sih mirip ga pake kecuali”, kata Naya yang sok jadi pengamat.
“Apaan sih!? Dia tuh artis.. aku mah Cuma rakyat jelata”, kataku yang sebenarnya senang disandingkan dengan wanita sekelas Natasha Rizky.
Kalau boleh digambarkan, istri mas Husein lebih mirip Angie Tania, hanya dia versi jawanya saja dengan rambut lebih pendek. Dari segi umur pun aku tak jauh beda, hanya selisih 1 tahun. Aku umur 29, mba Maya umur 28 tahun. Tapi di umur 28tahunnya, ia sudah punya 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Yang laki-laki sudah kelas 4 SD, yang kecil, perempuan, sepertinya sudah masuk TK. Untungnya aku kenal Rere yang juga bercadar, sehingga aku tak terlalu canggung untuk memulai pembicaraan.
“Lohh.. brarti kita hampir semuran mba”, kataku sambil menyisiri rambut mba Nisa.
“Iya po? Aku umur 28 lho.. mba Citra umur brapa? 27 ya?”
“Nggak lah mba.. aku tuh lebih tua.. sekarang aja 29”
“Owalah.. aku kira lebih muda soalnya masih keliatan modis banget sama cantik”, kata mba Nisa yang justru membuatku minder.
“Heehh.. mba Nisa tuh ngejek yaa?? Malah mba Nisa yang kelewat cantik.. ga pake make up aja uda seputih ini.. haduh”, jawabku.
“Ahahah.. bisa aja mba Citra nih.. tapi mba Citra cantik juga kok.. biar lebih cantik coba pake yang lebih tertutup lagi mba”, celetuk mba Nisa.
“Ohh iya ya.. ngomong-ngomong mba uda brapa lama pake cadar gini?”, tanyaku kepo.
Ternyata memang berawal dari permintaan mas Husein. Awal nikah, mba Maya outfitnya mirip-mirip dengan akhwat biasa. Jilbab segi empat, gamis, dan kaos kaki pendek. Seperti muslimah pada umumnya dari pondok NU. Namun setelah menikah dengan mas Husein, perlahan ia mulai mengubah outfitnya. Itu pun sebagian besar karena pengaruh lingkungan yang ia dan mas Husein ikuti. Semacam majelis kajian dan ada program pesantren kilat. Awalnya memang butuh waktu hingga terbiasa karena semua yang hadir bercadar semua. Tapi setelah masuk, ternyata akhwat yang ada didalamnya juga sama saja. Manusia biasa yang punya sifat humor, kepo, dan normalnya manusia.
“Nahh.. kalo mba Citra penasaran, kapan-kapan berangkat bareng saya sama suami”, kata mba Maya.
“Ohh.. yaa boleh deh.. nanti tak atur dulu mba.. hehehe..”, jawabku yang memang belum ada rasa ketertarikan untuk berubah.
Meski begitu, aku tetap rajin hari-hari mendengarkan tausiyah dari beberapa ustad yang kusuka. Kadang dengan Rere pun aku sering diskusi. Ohh iya, Rere sekarang single parent. Ia sudah bercerai dengan suaminya karena beda visi. Tapi meski single parent dengan 2 anak, ia tetap survive, bahkan punya mobil Toyota Navy yang ia beli dari sakunya sendiri. Yah meskipun sering diskusi, tapi sifatku yang suka ngeyel membuat Rere kadang lebih sering untuk mengalah denganku.
Reno akan tetap menjadi kenangan untukku. Tapi hal-hal yang sudah Reno torehkan dalam kehidupan dan diriku tak akan pernah hilang selamanya. Termasuk kegemaranku untuk nge-bokep. Terkadang ada rasa menyesal karena kini aku tak bisa merasakan gurihnya kontol lelaki. Hanya deodoran saja yang bisa menuntaskan dahagaku. Saat ingin beli sex toys, ternyata tak semurah yang kukira. Karena banyak hal yang harus aku selesaikan jadi manajemen keuangan sangatlah penting.
“Mhh.. Shh.. Ahhh.. Reno..”, ucapku sambil menonton video bokep dari internet.
Malam itu aku tengah menonton adegan dimana seorang wanita harus menggarap begitu banyak kontol hanya dengan mulutnya. Ahh.. betapa bahagianya si wanita bisa merasakan begitu banyak kontol dalam satu waktu dan semuanya berukuran jumbo. Biasanya aku melakukannya jam 1 malam, setelah salonku tutup. Jam operasional salonku mulai jam 10.30/11.00 siang sampai jam 1 malam. Kadang kalau aku capek, jam 12 pun sudah tutup.
“Mhh.. Mhh.. Shhh.. Uuhhh..”, aku hanya bisa mendesah sambil menggesek-gesek memekku yang sudah banjir.
Setiap malam, hampir setiap malam. Namun kenikmatan yang kurasakan tak senikmat kalau lidah lelaki yang mamainkannya. Orgasme beberapa kali kudapatkan, tapi tetap saja ada rasa yang kurang. Ahhh.. seandainya ada kontol, pasti lebih nikmat.. gumamku dalam hati sebelum aku terlelap dengan hanya mengenakan kaos saja.
Sudah menjadi rutinitas pagi rental motor mas Husein adalah mencuci motor. Karena karyawan yang ia miliki hanya seorang untuk merawat 35unit motor, maka tak jarang ia turun tangan untuk membantu meski ia sendiri ownernya. Sering aku mondar-mandir di depan rentalnya. Tidak hanya karena aku ingin membeli sesuatu di warung kelontong samping rumahnya, tapi juga karena ingin melihat dirinya. Keringat yang membasahi badannya semakin menampakkan keindahan tubuhnya meski masih tertutup kaos.
“Waahh.. borong apalagi nih mba Citra?”, tegur mas Husein yang sirwalnya di gulung.
“Ada deeh.. mas Husein mau? Nih ada cemilan dikit”, kataku sambil menawarkan snack dari Magelang.
“Woo.. ya kan ga ada do’a tolak rejeki lah ya.. hahaha”, jawab mas Husein yang tanpa ragu menerima snack yang kubawa.
Sering sekali kami saling bertukar hadiah seperti itu. Biasanya kalau pas aku pulang dari Magelang, aku membawa banyak sekali snack dan camilan. Sering kubagikan dengan kiri kananku, tapi untuk mas Husein selalu kuberi porsi lebih. Selain karena anak-anaknya yang berbeda (anaknya rajin ke masjid) juga karena ingin sekedar melihat senyumnya saja.
*Tok.. Tokk.. Tokk..* suara pintu diketuk
“PAKEEETT!!”, kata seseorang dari luar pintu.
“Ooo.. iya sebentar..”, kataku padahal perasaan aku tidak pesan barang online.
“Owalah.. mas Husein! Kirain mamas paket beneran..”, kataku.
“Ahaha.. nih ada Thai tea.. bayar pajak parkir”, kata mas Husein sambil membuka pintu mobilnya.
“Alaah mass.. ga usah.. jadi repot kaann..”, ucapku yang sebenarnya berbunga-bunga saat mas Husein menyerahkan Thaitea tadi dengan senyum manisnya.
“Repot tuh.. kalo uda dikasi tapi ga diterima.. udah kayak cinta bertekuk sebelah tangan.. ahahah.. yak, makasi mba Citraa.. besok nebeng lagi”, kata mas Husein yang kemudian memindahkan parkir mobilnya.
Meski hanya sebuah pemberian kecil, tapi begitu berharga bagi hatiku yang sudah mulai gersang akan kasih sayang lelaki. Dan memang proses ini tak sebentar. Hampir 3 tahun lamanya aku menjadi tetangga ‘baik’ mas Husein. Tak hanya di real-life, tapi di sosmed pun kami sering chattan. Kadang ia menggodaku, kadang aku menggodanya balik. Di sela-sela chat, sering mas Husein memberiku nasihat untuk hijrah, untuk buat Dakwah pada siapapun yang kujumpai. Tapi kembali lagi, aku memang masih keras kepala kalau dikasi tau soal agama. Merasa aku yang lebih tau tentang apa yang terbaik bagi diriku.
“Yoo mosok dakwah tapi frontal gitu.. yaa nanti pelangganku pada pergi piye??”, kataku via chat WA dengan kesal.
“Yaa kan aku bilang pelan-pelan.. tapi kalau emang kemungkinan Cuma ketemu sekali, yaa sampaikan aja mba”, balas mas Husein.
“Yaa kan dakwah gak gitu-gitu amat.. masih ada cara dakwah yang lain.. misalnya kasi hadiah, senyum, trus dikit-dikit.. nek aku harus kayak mas Husein ya gak mungkin lah..”, kataku yang tak ingin kalah.
“Yaudah.. kan aku juga Cuma ngasi saran aja.. okey”, kata mas Husein yang kembali mengalah.
“Ya kalok ngasih saran yang masuk akal lah.. kan orang beda-beda”, balasku yang kesal.
Sering aku merasa begitu. Setelah selesai chat, kubaca lagi responku tadi. Kadang suka menyalahkan diri kenapa aku begitu keras, tapi sesaat kemudian otakku langsung mencari jalan pembenaran. Tapi memang kuakui kalau mas Husein benar-benar punya jiwa seorang pendakwah. Tak pernah putus asa. Tiap kali kita ‘cek cok’ biasanya besoknya ia akan datang sambil membawa makanan. Apapun itu, yang membuatku malah semakin membuks hatiku padanya.
“Ahh.. Ahhh.. mas Husein.. Ahh.. isepphh.. Oohh..”, desahku malam itu yang mulai berfantasi dengan mas Husein.
Jemariku kini sudah mulai berpengalaman. Tak hanya memekku saja, putingku pun secara rutin mendapatkan asupan pilinan yang membuatku blingsatan sendiri. Klimaksku makin tak tertahankan ketika aku berfantasi terlalu jauh. Kubayangkan mas Husein yang masih full-sunnah itu nungging dan menjilati memekku. Ahhh.. tak bisa kutahan lagi klimaksku yang membuatku lunglai dan terlelap.
“Alhamdulillaahh.. Nah kebetulan banget sih, ntar malem ikutan aku ke Real Masjid aja Cit”, kata Rere setelah aku bilang ingin hijrah.
“Mana tuh? Jemput ya..”, jawabku di WA.
“Gampang lah sayaang.. ba’da isya udah siap lho”, kata Rere.
Yah meskipun mas Husein tak tau, tapi sedikit demi sedikit ia telah mengubah cara pandangku terhadap diriku sendiri. Aku yang dulu terlalu memikirkan dunia, kini mulai berubah. Dan semoga saja bisa istiqomah. Sudah cukup capek aku melihat pergaulanku sendiri. Meskipun masih belum bisa berubah total seluruhnya, tapi setidaknya aku ada keinginan.
Sekitar jam 19.30, Rere sudah sampai di depan Salonku. Aku masih bingung dengan outfit yang harus kupakai, secara ini kan kajian. Bagiku kajian itu sesuatu yang wow, yang semuanya harus serba rapi dan menutup aurat sempurna. Tapi Rere malah bilang “Alah pake yang biasanya aja gapapa”, katanya. Untungnya aku ada stok rok panjang meskipun nerawang. Yap, jilbab segi empat hitam, kaos lengan hitam panjang, dan rok panjang hitam. Senada dengan Rere. Setidaknya ada temannya gumamku.
Sampai di lokasi ternyata sudah sangat ramai dan penuh. Kehadiran rata-rata di dominasi anak-anak muda Gen-Z. Outfit mereka pun macam-macam tapi rata-rata sopan bagi yang laki-laki dan syar’I bagi yang perempuan. Sambutan hangat diberikan oleh mba-mba bercadar yang menjadi petugas di bagian perempuan. Suasana kekeluargaan sangat terasa meskipun kita tak saling kenal sebelumnya.
“Kalo kita sudah ada niatan sedikit saja untuk hijrah, Tangkap!! Segera tangkap niatan itu dan paksa diri untuk berubah! Sekecil apa pun itu..”, sebuah kata motivasi yang kubutuhkan. Memang benar kata orang, dolanku kurang adoh (mainku kurang jauh). MashaaAllah Tabarakallah, benar-benar majelis yang luarbiasa. Membakar seluruh hatiku untuk bisa segera hijrah, baik dari niat, amalan, dan penampilan.
“Ehh siapa tuh?”, kata Rere yang terkejut melihat gambar yang kukirim.
“Tebak siapa coba?”, kataku.
“Mmm.. siapa? Masak kamu Cit? Hahah..”, jawab Rere.
“Emang aku tuh.. cakep ngga??”, jawabku.
“Ehh.. sriusan!? MashaaAllah.. Alhamdulillah.. cantikk banget loohhh”, kata Rere yang kaget melihat fotoku bercadar.
Setelah malam itu, aku mencoba untuk berubah. Semampuku. Mulai lah aku membaca kembali chatku dengan mas Husein. Beberapa kata yang sering ia singgung tentang dakwah dan hijrah. Buku saku kecil yang pernah ia kirimkan yang berjudul ‘Hijab’ pun tak ragu kubuka. Alhasil, aku pun mendapat begitu banyak referensi dan hujjah yang menguatkanku untuk berubah.
“Wehh..!! Ini kamu mba Citra!??”, tanya mas Husein yang kaget ketika kukirimi fotoku bercadar via WA.
“Iya.. gmana mas?”, kataku yang kesengsem.
“Wahh.. ini sih cocok dipinang sesegera mungkin.. udah buka lowongan belum?”, tanya mas Husein.
“Lowongan nikah? Emang sama siapa?”, kataku.
“Sama aku lah.. hahah.. gimana? Mau sih langsung gas!”, jawab mas Husein yang membuatku degdeg serrr.
“Heh!! Ngawur.. kasian mba Maya itu.. emang mba Maya mau dimadu??”, jawabku basa-basi.
“Wooo.. itu mah gampang.. ceweku mah apa aja siap!”
“Hiisshh.. aku yang gamau dimadu.. maunya buat aku sendiri..”, jawabku.
“Lohh.. kan biar asik ada temennnya.. jadi main berdua..”, canda mas Husein.
“Aduduhh.. aku yang gamau.. kan enak buat sendiri aja.. biar lebih puass..”, pancingku kebiasaan.
“Lah emang pernah nyobain? Kok bisa tau kalo sendirian bisa puas?? Hayoo..”
“Heyy.. heyy.. malah ngelantur.. ahahaah.. bukannya diajarin mas Husein??”, goda ku.
“We’e’e’e.. kapan coba?? Mau beneran di training??”, lanjut mas Husein.
“Ehh.. udah ah.. ga enak sama mba Maya.. ntar ketauan aku yang jadi ga enak..”, kataku yang khawatir merusak hubungan keduanya.
“Nah makanya ga usa sama pacarku laahh.. bedua aja kita ahahaha..”, jawab mas Husein.
Dan begitulah kami seterusnya. Berawal dari candaan, akhirnya menjurus lebih jauh. Tapi tetap saja untuk merealisaikannya butuh keberanian, dan itu yang aku belum punya. Bukan berarti kemudian kita chat an WA tiap hari. Biasanya kalau aku komen status nya atau mas Husein yang komen status ku baru kami mulai chat an kembali, atau pas mas Husein butuh sesuatu, atau aku yang butuh dia. Kalau tidak ada alasan yang jelas, maka kami pun tidak saling chat.
“Assalamu’alaykumm.. kiriman buat ukhti yang paling solehah se kampung..”, kata mas Husein yang tiba-tiba sudah di depan salon.
“Wa’alaykumsalam.. Eehh.. apa nih mas??”, tanyaku yang berbinar-binar melihat plastik kresek yang dibawa mas Husein.
“Yaa ini.. Nasi Ayam.. dari tetanggamu yang paling baik dan perhatian..”, kata mas Husein yang masih mengenakan jubahnya dan surban putihnya.
“Aduduhh.. makasih banget lho mas.. tau aja kalo aku blom buka puasa..”, kataku yang memang belum makan sejak maghrib.
“Yaaa kan kita sehati.. ahahah..”
“Heh!! Awas lho yaa.. nanti kalo aku sampai jatuh hati, mas Husein yang repot..”, kataku agak salting.
“Lohh.. bukannya emang udab jatuh hati ya?? Ahaha.. yawes lah.. enjoy”, kata mas Husein yang kemudian beranjak pergi.
Setiap bulan Ramadhan, mas Husein punya jadwal untuk menjadi ustad TPA dan pemateri kultum di beberapa masjid di sekitar Depok, Yogyakarta. Dan sepulangnya, sekitar jam 10an malam ia selalu mampir ke salonku hanya untuk memberikan menu takjil yang ia dapatkan. Karena terlalu sering, sampai-sampai aku yang gak enak sendiri. Memang kata Rosulullah selalu benar, kalau kalian ingin mendapatkan hati seseorang, maka saling beri hadiah. Dan itu yang terjadi padaku. Setiap kali mas Husein mengajakku untuk ikut kajian, aku pun tak bisa menolaknya.
“iya mba Citra.. datang yaa.. nanti ini yang ngisi kajian dulunya artis lhoo”, kata mas Husein pagi itu sambil memakirkan mobilnya.
“Lha gimana? Salon ku gimana? Trus aku pake kayak gini gppa??”, tanyaku yang masih mengenakan kaos kuning panjang dan rok hitam.
“Hwoalah.. ga pake jilbab pun boleh datang kok.. kalo Salon inshaaAllah ga masalah tutup bentar.. nanti korban mba Citra buat nutup Salon bakalan di ganti Allah..”, kata mas Husein yang tampil menawan dengan jubah putih haramain nya.
“Mmm.. ya inshaaAllah nanti aku usahakan mas ya..”, kataku.
Sore harinya, selepas Ashar, mas Husein sudah ribut di depan salonku untuk memastikan aku berangkat. Aaahh.. senang rasanya diperhatikan oleh lelaki yang kuletakkan rasa padanya. Tak banyak opsi outfit yang bisa kupakai, karena aku memang masih belum hijrah sepenuhnya. Dan Kaos hitam panjang, jilbab segi empat hitam, rok hitam, dan cadar hitam akhirnya ku kenakan. Malu rasanya untuk mau datang ke rumah mas Husein. Selain karena ini pertama kalinya aku akan ke rumahnya, juga karena ini kali pertama aku keluar salon pakai cadar. Setelah memastikan kiri kanan tak ada orang yang mengenaliku, aku langsung berlari menyebrangi jalan.
“Allahuakbar.. Alhamdulillah.. si cantik udah datang.. langsung naik aja mba Citra..”, ucap mas Husein yang sedang ngobrol dengan seorang lelaki berjenggot dan berjubah.
“Lewat mana mas?”, kataku yang bingung.
“Itu lurus aja.. tirai buka aja, nanti langsung naik lantai 2..”, kata mas Husein yang duduk santai.
Begitu sampai di atas sudah cukup ramai ibu-ibu yang hadir, termasuk istri dari karyawan warung kelontong sebelah rental mas Husein. FYI hampir 95% tetanggaku dan mas Husein islam ‘abangan’. KTPnya islam, tapi ga pernah sholat ke masjid, bahkan sholat jum’at pun tidak. Aku sering menjumpai pemilik toko bangunan yang berada di selatan rumah mas Husein makan di siang bolong saat Ramadhan. Nah, maka dari itu keberadaan mas Husein ibarat cahaya di tengah kegelapan. Meskipun dakwah mas Husein terlihat kecil, tapi aku kini melihat hasilnya.
“Ehhh.. mba Citra ya?? Ya Allahh cantiknya kalau bercadar..”, kata mba Maya yang juga terlihat cantik natural dengan setelan serba hitam.
“Ahh.. mba Maya bisa ajah.. justru mba Maya yang cantik..”, kataku sambil melepas cadarku.
“Ohh iya.. ini kenalin..”, kata mba Maya sambil mengenalkan akhwat dan ummahat yang sedang I’tikaf di rumahnya.
Sehari lalu saat rombongan ini datang, aku pun dikabari oleh mas Husein. Semua wanitanya mengenakan setelan serba hitam bahkan hingga wajahnya pun tak kelihatan. Mungkin lebih mirip burqa. Tapi setelah aku bertemu dengan mereka secara langsung, MashaaAllah.. rata-rata kecantikan mereka bak bidadari. Kulit putih, wajah yang aduhai cantiknya, dan masih muda-muda. Hanya ada 2 yang sudah berumur 40an taun, tapi tetap terjaga fisiknya. Kajian tak terlalu lama, hanya sekitar 30menit saja kajian intinya. Tema yang diangkat adalah urgensi dakwah di kalangan wanita. Ternyata wanita pun mengemban tanggungjawab dakwah kepada kaumnya.
“Nahh gitu mba Citra.. jadi kita semua sedang belajar.. belajar meninggalkan keduniaan kita sementara untuk mengusahakan agama wujud dalam kehidupan kita..”, jelas seorang akhwat yang merupakan istri mantan artis.
Bukan kajiannya yang membuatku senang berlama-lama disitu. Tapi keramahan semua yang hadir pada orang-orang yang awam yang membuatku betah. Akhirnya aku pun lupa dengan urusan salonku yang sudah tutup hampir lebih dari 3jam. Setelah itu, beberapa kali aku menghadiri undangan mas Husein tiap kali ada rombongan yang I’tikaf di rumahnya dan semakin membuatku yakin untuk istiqomah dalam hijrahku.
“Ehh.. sekarang pake cadar mba?? Udah kayak arab aja.. hahaha..”, kata pelangganku.
“Iya mba.. belajar hijrah sih..”, jawabku
“Ya hijrah.. hijrah aja.. tapi jangan yang aneh-aneh.. emang ustad-ustad sma kyai itu ada yang istrinya cadaran? Itu lho aku kemarin ketemu kyai.. santrinya banyak, pondoknya gede, tapi istrinya ga cadaran.. malah dasteran gapapa..”, lanjut pelangganku tapi aku diam saja.
“Hijrah itu yang biasa aja mba.. toh yang penting hatinya dihijabin dulu.. kayak aku sih yang penting hati dulu di hijabin.. daripada cadaran tapi masih suka maksiat.. tapi aku ga ada maksud nyindir mbak nya lho..”, katanya yang sudah terlanjur membuatku jengkel.
Dan masih banyak lagi cercaan ‘halus’ yang si fulanan sampaikan yang secara tak langsung membuatku goyah. Rere pun berkata kalau hijrah itu tak mudah, apalagi kalau sungguh-sungguh hijrahnya, bakalan banyak ujian.
“Ooooo.. biasa itu mah.. udah sunnahnya orang dakwah pasti akan ada halangan, bahkan dari orang islam itu sendiri..”, kata mas Husein sambil menyruput Thaitea kesukaannya.
“Yaa tapi kan aku ga setegar mas Husein.. trus dibilang malah bikin ribet katanya..”, kataku yang duduk sambil menyilangkan kakiku dan tanganku.
“Hemm.. simple aja sih.. kamu hijrah buat siapa mba? Buat manusia apa Allah.. kalo buat manusia mending stop aja.. capek ntar.. kalo buat Allah, istiqomahlah..”, kata mas Husein yang malam itu tampil casual tapi tetap mengenakan peci khas nya.
Kemudian ia mulai bercerita soal awal dia pindah ke lokasinya sekarang. Dulu sekali, di awal-awal kepindahannya ia dianggap seperti ‘alien’ karena berpakaian jubah, celana cingkrang, surban, yang memang berbeda 180° dari kebiasaan orang tempatan yang masih ‘abangan’. Caci makian, sindiran, ghibah, sudah menjadi makanan hari-harinya. Tapi ia tetap bersabar dan selalu menunjukkan akhlak. Hingga kini ia mulai dipandang oleh orang-orang yang mulai membuka hati dan pikirannya tentang islam yang sesungguhnya.
“Oohh iya.. mba Citra besok ikut kita aja.. nengok jama’ah di sekitaran Prambanan..”, ucap mas Husein sebelum pulang ke rumahnya.
“Boleh mas.. jam berapa?”, tanyaku.
“jam 08.30 berangkat biar kita ga ketinggalan program ntar..”
“Oke.. bedua aja??”
“Bertiga lah sama pacarku.. kalo berdua mah disini aja.. ahahah..”, canda mas Husein.
“isshh.. sini kalo berani!”, tantangku.
Esok harinya, sesuai perjanjian, aku pun sudah standby jam 08.30. Mobil Freed mas Husein pun sudah terparkir di depan Salonku. Tak ada outfit lain yang kupunya, masih sama seperti kemarin. Senyum manis mba Maya segera menyapaku saat kami hendak berangkat meski wajahnya yang putih tertutup cadar Yaman panjang. Perjalanan sekitar 30an menit. Disana pun sudah banyak ummahat-ummahat bercadar yang serba hitam. Bahkan setelah kami ngobrol lama, ternyata banyak dari mereka yang lebih sukses dalam urusan keduniaan. Ada yang seorang dosen, dokter, pengusaha besar, dll.
“Mba Citra mau nikah kapan nih??”, celetuk mba Maya sambil mengambil sambal.
“Ehh.. Aduuhh.. belum tau mba..”, jawabku panik.
“Sama aku aja gmna mba?? Lumayan biar pacarku ntar ada temennya kalau aku pas keluar dakwah gitu..”, celetuk mas Husein yang sudah hampir habis mie ayamnya.
“Eeehh.. mas Husein!!? Ngawur lhoo.. ada mba Maya ini..”, kataku yang terkejut.
“Ahahah.. Gapapa kok mba.. kalo brani coba aja bi..”, kata mba Maya yang menantsng mas Husein.
“Weehh.. nantangin mimiw nih.. okeyy!”, kata mas Husein yang malah aku sendiri yang panik.
Anak mas Husein yang paling besar sudah kelas 4 SD dan sekolah tak jauh dai rumahnya. Terkadang aku menitipkan makanan ke anaknya kalau memang tak sempat datang. Lebih tepatnya aku masih malu kalau harus datang ke rumahnya.
“Tadi kata tukangnya sih ditunggu aja dingin.. tapi ini malah udah 1 jam lebih ga dingin-dingin..”, kataku yang kesal.
“Lha tadi yang masang siapa? Laporin aja ke tukangnya..”, kata mas Husein sambil mengamati AC yang baru kupasang.
“Yang masang masku.. kan aku uda bilang mau tak panggilkan aja dari dealer nya, trus dia bilang udah aku aja bisa gitu.. sekarang malah gak bener”, kataku yang kesal.
“Woo.. yaa sek sek.. tak cek dulu..”, kata mas Husein yang mulai menaiki tangga lipat.
Kalau tau bakal repot gini mending tadi aku abaikan saja maunya kakakku, tapi disisi lain aku juga bahagia karena bisa memandang mas Husein berlama-lama dan hanya ada kami berdua di salon ku. Meski tampak dari belakang, tapi postur badan mas Hamdan yang tinggi tampak match dengan tubuh atletisnya. Kaos dan celana sirwal yang ia kenakan tetap saja tak bisa menutupi fantasiku akan tubuhnya yang kuidamkan.
“Ohh.. Ini.. alaahh.. bocor.. bisa sih.. tapi agak lama.. piye??”, kata mas Husein sambil menyeka keringat di wajahnya yang membuatku meleleh.
“Ahh.. Ohh.. Emmm.. ya gapapa mas.. tapi mas Husein lagi repot ngga?”, tanyaku basa-basi.
“Halah.. udah tau keseharianku ae masih nannya.. emang ga suka kalo aku disini ya?”, kata mas Husein sambil membongkar saluran AC.
“Ehh.. Ngga yaa.. aku ga ada bilang gitu.. Cuma aku takutnya ganggu mas Husein.. secara bos kan sibuk..”, jawabku menahan diri agar tak lose control.
“Ahaha.. santai aja mba Citra cantikkk.. ini hadiah buat mba Citra yang uda mau hijrah..”, kata mas Husein yang semakin membuatku ingin mendekapnya.
Selama sekitar 30an menit kami terus mengobrol apapun. Mulai tentang mas Husein, tentang diriku, atau apa saja yang bisa kami bicarakan. Aku tak ingin waktu itu cepat berlalu. Aku tau yang kulakukan ini salah. Mas Husein adalah milik mba Maya, istri sah nya. Tapi Allah telah ciptakan perasaan suka antar lawan jenis, dan ini sesuatu yang tak bisa ku tolak.
“Nahh.. udah.. tinggal di kencengin dikit.. harusnya udah sih..”, kata mas Husein yang bermandikan keringat.
“Okey mas.. coba kunyalain yah..”, kataku sambil menekan tombol di remote.
Tak lama berselang, hawa dingin dari AC pun mulai terasa. Ahhh lega rasanya. Aku sendiri tidak terlalu berkeringat karena sedari tadi kipas angin kuarahkan padaku sendiri, tapi mas Husein yang daritadi kerja di ruang Salonku yang memang sudah kudesain untuk AC. Sudah pasti panasnya luar biasa.
“Hoaaahh.. Gerrrr.. akhirnya dingin juga..”, kata mas Husein sambil duduk santai di sofa.
“Ini mas.. minumannya.. mmm.. mau makan apa mas??”, kataku.
“Makan? Mau ditraktir?? Sriusan??”, kata mas Husein yang seolah ga percaya.
“iyalah.. kan sebagai bentuk terimakasih..”, kataku yang siang itu mengenakan kaos hitam panjang, jilbab hitam segi empat, cadar tali hitam, dan rok hitam panjang.
“Ahahah.. ga usah.. aku ikhlas kok.. justru aku yang harusnya makasih sama mba Citra karena uda mau istiqomah berubah.. jujur aku appreciate banget.. di tengah lingkungan kita yang kayak gini, ga ada tempat bertambat kalau ada apa-apa, tapi mba Citra tetap bertahan.. Ahhh.. calon istri idamanku banget..”, kata mas Husein yang membuatku terharu.
“Mas.. kalo aku jujur boleh ngga??”, kataku sambil menahan malu.
“Napa?? Mau traktir lagi kah?? Boleh aja.. Waroeng Steak masi buka..”, kata mas Husein dengan santai menyruput minumannya.
“Aku.. suka mas Husein..”, kataku sambil tertunduk.
“Hem?? Bwahahah.. bentar-bentar.. seriusan?? Becanda kan??”, kata mas Husein yang hampir tersedak.
“Kok malah ketawa sih!!? Aku tuh seriusan lhoo mass..!!”, jawabku yang agak kecewa dengan respon mas Husein.
“Yaa mba Citra biasanya suka becanda waktu aku serius juga.. Maaf deh.. “, kata mas Husein.
“iihhh.. padahal aku tuh tipe orang yang ga mungkin bilang kayak gituan duluan”
“iyaa.. maaf mba Citra.. tapi beneran mba Citra suka sama aku? Mmm.. kalo aku sih uda dari dulu.. Cuma kan dianggap becandaan terus sama mba Citra..”, kata mas Husein yang tampaknya juga serius.
“Ehh iya yah..?? Aku juga maaf mas.. soalnya aku takut ntar nyakitin mba Maya.. tolong jangan bilang-bilang mba Maya yah..”, kataku.
“Aman sih kalo itu.. tapi kalo boleh tau ya.. sejak kapan sih??”
Aku pun mulai bercerita awal mula rasa itu datang. Tak kusangka dulunya aku yang selalu jaim terhadap lelaki, kini justru aku yang ‘keceplosan’ menuangkan rasa lebih dulu. Dan ternyata mas Husein juga sudah menyukaiku sejak setahun yang lalu, bahkan lebih dari itu. Cuma memant sifatku saja yang suka tak peduli pada hal-hal manis seperti itu.
“Trus tanda jadiannya apa dong??”, kata mas Husein dengan agak bercanda.
“Mmm.. apa ya? Salaman aja yah?? Ahahah”, kataku yang masih salting.
“Salaman?? Kayak anak SMA dulu yaa..”, kata mas Husein sambil mengulurkan tangannya.
Ahhh.. sudah lama aku tak memegang tangan lelaki setelah peristiwa Reno itu. Tapi ini sesuatu yang lain. Ini tangan seorang lelaki sholeh, yang hari-hari selalu ke masjid menjaga sholat lima waktu, seorang suami dari istri yang bercadar juga sholehah. Cukup lama aku mengamatinya. Sudah cukup rasanya 3 tahun untukku. Tak ada salahnya mencoba peruntunganku kembali. Mencoba percaya akan janji lelaki.
Perlahan kuulurkan tanganku. Memang persis seperti remaja jamanku dulu kalau menyataka cintanya pada teman sekelasnya. Saat kugenggam tangan mas Husein, sesaat aku gemetaran. Khawatir akan kecewa yang dulu terjadi lagi. Tapi tak sampai sedetik, tiba-tiba mas Husein menarik kuat tanganku hingga wajah kami begitu dekat.
“Coba tutup mata dulu.. sayang..”, kata mas Husein.
Layaknya orang dihipnotis, aku pun menurutinya tanpa ragu. Dan kecupan hangat mas Husein pun mendarat di keningku. Selama beberapa saat tubuhku membeku, pikiranku blank. Aku tak tau harus merespon apa saat itu. Yang kutau, aku tak ingin bibirnya meninggalkan keningku. Kugenggam erat tangannya seakan ingin mengikat waktu agar berhenti sejenak. Mas Husein pun terlihat bingung ketika menyadari aku menggenggam kuat tangannya dengan kedua tanganku sementara aku hanya diam tertunduk.
“Hem..?? Kenapa sayang..??”, kata mas Husein.
Aku masih terdiam. Hatiku bergolak. Apakah aku harus mengiyakan kata hatiku untuk menerima uluran kasih hangatnya? Ataukah kembali pada pendirianku kalau tak ada lelaki yang bisa dipercaya. Dan seketika.. Cupphh.. Bibir mas Husein terasa hangat di bibirku yang tertutup cadar. Aku yang sedari tadi bimbang, luluh sudah. Prasangka yang sudah mengikatku selama 3 tahun terakhir, kini terlepas. Mataku terbelalak, tak menyangka kejadian ini akan terwujud. Secret admirer yang selama ini selalu memendam rasa karena kekhawatiran akan masa lalunya, akhirnya kembali mekar.
Allaahu Akbaarr.. Alllaahuu.. Akbarrr..
“Maaf yah mba Citra.. kalau aku terlalu agresif.. tapi aku juga, sudah 2 tahun ini memendam rasa yang kukira hanya berpangku sebelah tangan.. makasih sudah membuka jeruji yang menahan rasa ini selama ini..”, ucap mas Husein dengan penuh kejujuran.
“E’emm.. nggaa.. aku yang harusnya berterimakasih mas..”, kataku sambil menyeka air mata karena haru.
“Duhh.. kok malah nangis..??”, ucap mas Husein panik.
“Ahahah.. ngga lhoo mas.. terharu aja aku tuhh.. jujur aku tuh udah kagum sama mas Husein selama ini.. Cuma baru bisa ngomong tadi.. khawatir ntar kalo ketauan mba Maya juga..”
“Yaah.. rasa suka dengan lawa jenis kan sesuatu yang di fitrahkan Allah pada setiap manusia.. kalo buat aku, sah-sah aja..”, kata mas Husein.
Bagiku jawaban mas Husein sudah cukup. Ia kembali mencium bibirku tanpa ragu dan aku pun tak menolaknya eebelum ia pulang untuk pergi sholat dhuhur.
Hari-hari berikutanya chat kami semakin intens. Kali ini entah aku atau mas Husein, kami berdua saling berebut sapa. Chat WA ku ternyata sudah di privat oleh mas Husein sehingga meminimalisir akses dari mba Maya, dan itu membuatku lebih lega.
“Makan di luar?? Boleh aja mas..”, jawabku yang baru saja bangun.
“Yaudah.. ntar ketemuan di barat kampus aja ya.. biar ga ketahuan”, lanjut mas Husein via WA.
Dan begitulah. Hampir setiap hari aku sarapan dan makan siang dengan mas Husein. Kadang kala mas Husein yang mentraktir, kadang kala aku yang mentraktir. Hubungan kami pun makin intens. Canda tawa selalu menghiasi obrolan kami yang selalu saja ada untuk dibahas. Bahkan tak hanya mas Husein yang selalu menciumku, frenchkiss pun sudah menjadi ‘kewajiban’ ku setiap hari jika bersamanya.
“Met bobo Citraku sayang.. Makasih yah buat hari ini.. ciumannya bikin makin sayang”, kata mas Husein via WA.
“Iyah mas Husein juga.. met bobo.. besok lagi yaahh..”, balasku sebelum kami mengakhiri chat kami dengan emot ciuman.
Meski mas Husein rumahnya hanya beberapa meter di depanku, tapi tetap saja hidup sendiri itu tidak selamanya menyenangkan. Terlebih lagi kalau kita sakit. Kalau dulu biasanya ada orangtua yang selalu standby kapanpun kita butuh, tapi kalau sendiri begini, tak ada yang bisa dijadikan tumpuan. Meski hanya masuk angin, tapi kalau sudah terlalu parah, muntah pun tak bisa dihindari.
“Kok ga ngasih kabar sih??! Bentar ini kita kesitu”, kata mas Husein.
Tak lama berselang, mas Husein dan mbak Maya datang. Tampaknya hubungan antara kami masih belum diketahui oleh mbak Maya. Dengan cekatan, mbak Maya segera menyiapkan air panas untuk mengkompres dahiku. Ia pun tak segan-segan untuk memijat kaki dan tanganku padahal dibalik ini semua aku sudah menusuknya dari belakang.
“Duuh.. mba Citra.. kalo ada apa-apa mbok ya cerita.. aku sama mas Husein tuh siap bantu kok..”, kata mbak Maya yang terlihat cantik dengan setelan serba hitam.
“Mmm.. iya mbak.. ngga enak ehh.. mbak Maya kan punya anak juga.. ntar aku malah ngrepotin..”, kataku sambil tiduran berselimut tebal.
“Ya Allahh.. ga usah dipikir gitu mbak.. inshaaAllah aku sama mas Husein lillah kok.. lagian mba Citra kan lagi proses hijrah, jadi temen deket tuh penting banget..”, kata mba Maya sambil memijit-mijit kakiku.
“Oohh.. iya juga sih mba.. syukron mba ya.. aku jadi ga enak..”, kataku.
“Ehh.. mba Citra suka di kerokin ngga?? Enak lhoo..”, kata mba Maya dengan senyum ramahnya.
“Duh.. aku ga biasa sih mba.. tapi gapapa deh coba..”, kataku.
“Nah gimana?? Sakit ngga??”, tanya mba Maya sambil terus mengeroki punggungku.
“i.. iya sakit.. dikit mba.. gapapa..”, kataku sambil nyengir menahan nyeri dengan punggungku yang putih terpampang di hadapan mba Maya.
“Ngomong-ngomong.. mas Husein kemana mba?”, tanyaku lagi.
“Yaahh.. biasa kalo pagi kan mba.. ngurusin rental.. ehh, mba Citra kalo Ahad sore sibuk ya??”, tanya mba Maya.
“Iya sih mba.. kan buka salon.. kenapa emangnya mba??”, tanyaku penasaran sambil terus mendekap guling.
“Ituhh.. mau aku ajakin kajian ummahat ahad sore.. tapi kalau luang aja waktu mba Citra”.
“Wuaahh.. seru sih mba kayaknya.. ntar deh aku lihat dulu kondisi imanku bisa ngga nya..”, jawabku yang disambut gelak tawa.
Sekitar 1 jam mungkin mba Maya menemaniku. Setelah aku merasa mendingan, ia pun ijin pamit karena harus mengurusi anaknya dan kerjaan rumah. Yaah agak kecewa sih karena aku sendiri lagi, tapi belum juga aku duduk, mas Husein sudah datang.
“Gimana sayang?? Udah mendingan??”, tanya mas Husein yang masih bermandikan keringat.
“E’emhh.. udah mendingan mas.. tadi baru aja dikerokin mba Maya..”, kataku.
“Oohh.. yaudah.. buat istirahat sih..”, kata mas Husein sambil mengikutiku menuju kamarku.
“Waahh.. enak yaa.. udah AC, kasur empuk.. Cuma kurang satu aja.. gak ada lelakinya disini.. ahahah”, celetuk mas Husein yang juga duduk di kasur bersandarkan tembok.
“Eehh.. kan udah ada nih suamiku..”, kataku menggoda mas Husein sambil aku tiduran di kasur berselimut.
“Weee.. suami?? Kalo suami kan bebas yaahh pegang-pegang??”, kata mas Husein sambil mulai memijit kaki kanannku.
“Eeemmhhh.. boleh kokkk.. asal ga ketauan aja..”, kataku yang memang sudah menanti momen ini.
“Lohhh.. malah nantangin..!?”, ucap mas Husein sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku.
“Coba aja kalo berani..”, kataku yang sudah larut dalam suasana.
Ibarat api yang disiram bensin, tangan mas Husein tak hanya memijat sampai lutut saja, ia kini mulai naik hingga pangkal pahaku. Jemarinya pun tanpa ragu menyentuh selakanganku beberapa kali yang membuatku bergidik. Karena aku sedang sakit, jadi siang itu aku hanya mengenakan kaos kuning lengan panjang, jilbab bergo hitam pendek, dan legging hitam tanpa dalaman. Jadi saat jari mas Husein sengaja menyentuh area kewanitaanku, aku bisa merasakannya dengan jelas.
“Kenapa sayang?? Enak atau kenapa tuh kok gelisah gitu tidurnya??”, goda mas Husein yang duduk dengan menjulurkan kedu kakinya dan meletakkan kedua kakiku di atas kakinya bersilangan.
“Ngg.. Nggaa.. Ssshh.. Mmhh..”, jawabku singkat karena mulai terangsang.
Kedua tangan mas Husein bekerjasama dengan apik. Tangan kirinya memjiat lembut kaki kiriku, sementara tangan kanannya memijat tangan kiriku. Ahh.. enak sekali rasanya. Tak hanya nyaman dan enak, tapi disentuh tangan lelaki ajnabi yang juga suami sah istri orang lain memberikan sensasi yang lain. Berbeda jauh dengan dulu yang kurasakan dengan Reno, yang ini lebih membuatku ‘penasaran’, apalagi dengan gelar ustad yang melabeli dirinya. Mas Husein yang sudah menikahi mba Maya selama 9 tahun, tau benar saat seorang wanita terangsang. Bukannya menghentikan pijatannya, tangan kirinya malah memijit-mijit disekitar area kewanitaanku.
“Hemm.. ngapain tangannya sayang? Ga boleh? Atau suruh lanjut nih??”, tanya mas Husein yang tangannya sudah menyelinap di balik selimutku.
“Mmmhh.. masshh..”, jawabku singkat.
Tangan kanannku menggenggam pergelangan tangan kiri mas Husein. Tapi bukan untuk menghentikannya, tapi tidak pula untuk membiarkannya semakin liar. Ahh aku tak tau apa yang terjadi padaku. Namun mas Husein nampaknya sadar kalau aku belum siap untuk melangkah lebih jauh. Dan akhirnya ia kembali memijat kakiku hanya sampai setengah paha saja. Dan sekitar jam 10siang, mas Husein pulang ke rumah setelah sebelumny kami puas berpagutan cukup lama.
“Rere.. kalau kamu disuruh nikah lagi mau gak??”, tanyaku malam itu sambil menyantap mie rebus buatan Rere.
“Napa kamu tiba-tiba nannya pertanyaan absurd kayak gitu Cit??”, kata Rere yang tampil anggun dengan cadar bandana, khimar jumbo, dan abaya hitamnya.
“Yaaa pengen tau aja.. toh kamu uda lama cerai.. gak pengen gitu nikah lagi? Trus tipikal suami yang kamu mau kayak gimana??”, tanyaku sok kepo.
“Ahaha.. jangan-jangan kamu Cit yang pengen nikah ya?? Alhamdulillah..”, jawab Rere sambil cekikikan.
“Yeee.. Apaan sih!? Seriusaaann.. coba kasi tau..”.
“Kalau aku? Mmm.. Yaa pengen sih.. kalo ditanya kriteria suami.. yang pasti sholeh sih wajib, yang bisa jadi panutan aku luar dalam.. paham agama.. bertanggung jawab.. ganteng pastinya.. mandiri.. penyayang.. ga gampang marah.. tapi overall harus yang paham agama dulu..”, jawab Rere yang duduk di kursi dengan menyilangkan kakinya.
“Ohh.. soleh ya?? Hemm.. oke sih.. tapi soleh tuh yang gimana?? Kan banyak tuh sholeh tapj yaa kayak gitu.. yu know laa kasus-kasus sekarang..”, kataku.
“Apaa yaa?? Kalo aku sih paling gampang sekufu dulu..”.
“Apaan tuh sekufu??”, tanyaku penasaran.
“Sekufu tuh selevel.. gampangnya sama gitu kajiannya.. soalnya kalo udah beda guru n kajian tug mesti bakalan ribet.. contoh nih.. kamu di NU trus suami di Muhammadiyah.. yahh.. perang terus tuh hari-hari.. tapi yaa ga semua.. tapi rata-rata mesti gitu.. jadi kalo aku yaa cari suami yang soleh n satu majelis gitu..”, kata Rere.
“Wooo.. emang di tempat kajian kamu ga ada Re yang kayak gitu?? Gak pengen apa kamu dipeluk laki lagi??”, kataku bercanda.
“ishh.. apaan!? Kangen berat tauk! Kamu sih belum nikah.. gatau rasanya ngentot kan?? Makanya buruan nikah.. eehh.. bentar.. kamu dulu sama si Reno sampe gituan ngga??”, kata Rere sambil mencondongkan badannya karena kepo.
“Haahh!!?? Ngentot!?? Yaa nggak laaahh!! Na’udzubillahi min dzalik!!”, kataku tegas.
“Oohh yaudah.. ntar aja deh abis nikah..”, lanjut Rere.
“Emang kenapa Re? Coba deh cerita yang kamu rasain selama ini?? Yaaa siapa tau bisa jadi motivasi aku buat cepet-cepet nikah juga..hahah”, jawabku.
“Sriusan.. ahahaah.. rasanya?? Duhh gimana ceritainnya yah?? Kalo pas pertama lepas perawan sih sakit.. tapi abis itu.. Mmmhh.. Nikmatnyaa ituuhh.. udah kayak orang sakau tau ngga sih?? Makanya kalo kamu pernah nonton bokep tuh ampe teriak-teriak kan?? Yaa gitu.. saking enaknyaaa ituuhh.. aaahh.. apalagi kalo kontol suamimu panjang ampe mentok.. dah lah.. ngangkang aja kamu tiap hari..”, ujar Rere sambil mendekap tubuhnya sendiri membayangkan dulu waktu ia disetubuhi suaminya.
“Seenak itu kah?? Trus kok kamu ga pengen nikah lagi kalo emang seenak itu??”, tanyaku yang juga mulai gelisah.
“Yaaahh.. belum nemu yang sreg aja.. Ehh.. tapi itu yang depan boleh juga tuh.. ustad siapa namanya??”, tanya Rere berbinar-binar.
“Heeehh!!? Jangaann..!! Buat aku ituuuu!!”, kataku spontan.
“OOOOOOOOOOOO.. naahh akhirnyaaa.. ahahahaha..”, kata Rere sambil tertawa ngakak.
“Ehh.. maksudku.. bukan gituu”, kataku salting.
“Iya aja dehh.. gapapa kok.. aku ikhlaaaasssssss..”, kata Rere mendramatisir.
“Toh kalo aku yaa.. aku lebih ridho kamu nikah sama ustad itu.. kamu sendiri pernah cerita kalo dia istrinya pun bercadar sama akhlaknya bagus.. jadi istri kedua pun gapapa selama akhirat kita terjamin.. udah kayak Sayyidina Aisyah gitu..”, kata Rere.
Memang dalam hatiku aku berharap mas Husein sungguh-sungguh nantinya akan menghalalkanku meski kami mengawalinya dengan cara yang ‘haram’. Tapi apalah dayaku yang punya iman tak sekuat mba Maya. Aku hanya khawatir kalau nantinya mas Husein menjadikanku istri kedua, mba Maya malah terpisah darinya padahal ia sudah menjadi partner hidup dalam susah dan duka mas Husein selama 9 tahun ini.
“Mas.. Mmm.. kalau kita kayak gini, mba Maya gimana??”, tanyaku saat mas Husein menstater mobilnya setelah kami selesai sarapan bersama.
“Hem?? Ohh.. santai aja sih sayang.. kalau pacarku tuh udah sepenuhnya percaya sama aku..”, jawab mas Husein santai.
“Umm.. oke deh.. aku percaya kok sama mas Husein sayang..”, kataku yang mencoba tak peduli.
“Iya.. inshaaAllah aku akan jaga selalu hati Citraku sayang.. masih tetep sayang sama aku kan.. sayangku..??”, kata mas Husein sambil menatapku.
“He’emh mashh.. selalu..”, jawabku sambil kugenggam tangan kiri mas Husein dan kuletakkan di pipiku yang tertutup khimar dan cadar.
Sudah lebih dari 3 bulan hubungan gelap kami berjalan. Meski begitu, mas Husein tetap menjaga kontak fisik antara kami. Frenchkiss adalah hal terjauh yang pernah kami lakukan selama 3 bulan terakhir ini. Selain karena aku yang masih mencoba untuk move on, juga karena alhamdulillah salon ku selalu ramai pengunjung, jadi intensitas kami bertemu pun tak terlalu intens.
Setiap seminggu 2 kali, aku selalu ikut kajian kemuslimahan bersama mba Maya dan mas Husein. Kalau Sabtu malam, aku ikut dengan mba Maya, kalau Minggu sore, kami bertiga menghadiri majelis ta’lim ummahat di salah satu rumah teman mba Maya. Memang hijrah butuh pengorbanan. Termasuk aku yang harus menutup salonku di jam-jam kajian itu. Tapi Alhamdulillah, sekarang aku diberikan kekuatan oleh Allah untuk hijrah sempurna secara fisik. Dulunya pakaianku yang super ketat, kini abaya, khimar, dan cadar sudah melekat kuat menjadi identitasku. Bahkan handsock dan kaos kaki tak pernah lepas meskipun aku beraktifitas di dalam ruangan.
“Wuaahh.. MashaaAllah.. adem yaa mas.. baru pertama kali ini aku di Jogja bisa kesini..”, ucapku yang terkesima melihat indahnya Jogja dari salah satu gardu pandang di Kaliurang itu.
“Tau ga yang bikin semuanya jadi indah??”, tanya mas Husein yang tiba-tiba memelukku dari belakang.
“Ehh.. Mmm.. apa tuh mas sayang..??”, tanyaku sambil membelai kepala mas Husein ya g ada di pundak kanannku.
“Semua jadi indah.. karena kehadiranmu disini.. sayangkuu..”, bisik mas Husein.
“Mmhh.. mas sayangghh..”, jawabku sambil terpejam menikmati hangatnya pelukan mas Husein.
“Sayang.. Mau ga untuk hari ini dan seterusnya.. kita merajut dan menjalani hidup bersama..??”, tanya mas Husein nan syahdu.
“E’emmhh.. iyahh mas sayang.. mau.. mau bangethh.. Citra cinta mas Husein banget..”, kataku yang sudah benar-benar jatuh cinta pada mas Husein.
Tak kusangka hatiku akan luluh pada suami seseorang yang aku sangat kenal. Tapi itulah cinta, kadang datangnya tak seperti yang kita perkirakan. Kami menghabiskan waktu beberapa lama di sana dengan berpelukan. Dekapan mas Husein begitu hangat di suasana Jogja atas yang cukup dingin. Bibir kamipun terus saling memanjakan satu sama lainnya. Cadar tali yang kukenakan telah terlepas, menanggalkan statusku sebagai akhwat perawan yang seharusnya diharamkan melakukan hal-hal seperti ini.
Selama perjalanan pulang, kami saling berpegangan tangan. Jemari kami saling membelai satu sama lainnya. Kata-kata manis, cinta, dan sayang saling beruntai antara aku dan mas Husein. Ketika di Traffic Light, kami tak sanggup menahan diri untuk saling berpagutan hingga akhirnya kami hampir sampai ke Salon ku.
“Uwhh.. Makasih mas Husein sayang..”, ucapku sambil turun dari mobil.
“Aahh.. masih kangen padahal.. emang hari ini mau buka Salonnya sayang??”, tanya mas Husein dari dalam mobil.
“Mmm.. Ngga dehh.. libur ajaahh..”, jawabku riang.
“libur yaahh..?? Mas jadi pelanggan satu-satunya boleh kah??”, goda mas Husein.
“He’emhh.. boleh banget.. Citra tunggu yaah mas sayang..”, kataku sambil memberikan kiss-bye pada mas Husein.
Aku bergegas berjalan mengitari Salon ku dan masuk melalui pintu depan. Beberapa orang termasuk tukang parkir di dekat salonku seperti biasa selalu SKSD namun tak seheboh dulu karena outfit syar’I yang kupakai. Bahkan beberapa kios di kiri kananku sudah mulai ta’dzim meskipun aku adalah aku, yang tetap selalu bertegur sapa dengan mereka. Sampai di dalam salon, kembali ku rapihkan cadar, khimar, dan abayaku. Handsock dan kaos kakiku sengaja tak kulepas karena ingin tetap menjaga kesan syar’iku. Parfum cukup banyak kusemprotkan ke sekujur tubuhku.
*Cklekk.. klak* suara pintu dibuka dan dikunci.
“Assalamu’alaykum ukhti Citra sayang..”, ucap mas Husein yang masuk dari pintu belakang masih dengan jubah, rompi, dan surbannya.
“Wa’alaykumsalam mas Huseinku sayaanng..”, ucapku yang sudah berdiri dengan tanganku dibelakang layaknya seorang istri yang sudah menanti kedatangan suaminya.
“Emmmhh.. wanginya.. spesial buat mas aja nih?”, tanya mas Husein sambil mendekatiku.
“E’emhh.. mas Husein suka??”, tanyaku.
“Suka banget sayangkuhh..”, jawab mas Husein sementara wajah kami sudah terlalu dekat.
Dan bibir kami pun tak mampu membendung rasa rindu meski masih terhalang oleh sehelai kain cadar. Layaknya sepasang kekasih yang lama tak berjumpa, kami saling berciuman hebat. Aku tak pernah berciuman se-intens ini. Meski dulu ketika bersama Reno bahkan aku sudah mencicipi kontolnya, tapi tak pernah aku memacu bibirku pada bibir lelaki seperti pagi itu. Cadarku pun basah kuyup oleh liur kami berdua. Aku pun harus berjinjit dan mendongakkan kepalaku untuk mengimbangi tinggi mas Husein meskipun ia sudah membungkuk juga. Kedua tanganku kurangkulkan ke leher mas Husein. Entah setan apa yang merasukiku. Aku tak pernah senafsu ini. Serasa ingin melepaskan pengekang yang selama ini menahanku.
Brukkhh!! Trakk! Klontang! Srrkk!!
Aku terkejut saat tiba-tiba mas Husein mengangkat tubuhku. Padahal aku lumayan berat sekitar 48kg, tapi ia mengangkatku layaknya galon air, begitu mudahnya dan mendudukkanku di meja rias. Spontan tanganku mencari tumpuan hingga membuat beberapa peralatan dan perlengkapan salon jatuh dan berserakan.
“Waduh.. jadi berantakan semua sayanghh..”, ucap mas Husein yang tubuhnya condong ke arahku dengan kedua tangannya bertumpu di meja rias tepat di kiri-kanan pinggulku.
“Gapapaah.. Gapapahh.. Biarin ajaahh.. Sinihh mashh.. Sinihh..”, ucapku yang sudah tak peduli lagi dengan keadaan.
Melihat aku yang sudah bernafsu, mas Husein tersenyum dan kembali melahap bibirku. Kali ini kedua tanganku memegangi pipinya. Mulut kami terus memagut liar. Lidah ku dan mas Husein terus berdansa di rongga mulut kami secara bergantian. Cadar yang kupakai sudah kusibakkan ke atas. Kaki kiriku diangkat mas Husein dan ditahan dengan tangan kanannya. Otomatis abayaku terangkat hingga ke pinggang dan menampilkan kakiku yang putih mulus dan hanya tertutup kaos kaki hitam sebetis. Setiap mili gerakan tangannya membuat nafsuku semakin membara meski hanya meraba betis dan pahaku.
“Ahhh.. Mas Husein.. Mmmhh..”, desahku tertahan.
Entah aku lupa atau memang mas Husein berbeda. Meski leherku masih tertutup khimar, tapi rakusnya mas Husein mencumbu leherku begitu terasa. Aahh.. geli, tapi enak. Tanganku terus mendekap leher mas Husein. Mataku terpejam sementara mulutku penuh dengan desahan. Tak puas, kusibakkan khimarku dengan sedikit kubuka abayaku sehingga menampakkan leher putihku yang sebelah kiri. Dan..
“Aahhnghhh.. Masshh.. Mmhhh.. Shhh..”, desahku dan erangku semakin kuat.
Jemariku mencakar punggung mas Husein yang tertutup jubah putih. Tak kuasa menahan geli dan nikmatnya cupangan mas Husein. Jauh berbeda ketika dengan Reno. Ataukah mungkin karena terlalu lama tubuhku tak dijamah lelaki. Ahhh.. peduli amat! Rasanya aku ingin menggila siang itu.
Mas Husein yang nampaknya sudah sange berat mulai menarik total resleting depan abayaku yang panjangnya hingga dibawah toketku. Aku yang juga sudah sange berat ikut membantu mas Husein untuk melucuti pakaian khas akhwat yang menjadi penjaga marwahku.
“Mhhh.. indahnya tubuhmu.. Citraku sayanghh..”, ucap mas Husein yang berdiri sambil memandangi tubuhku yang putih dengan toket 36C terlihat menggembung padat dikekang bra warna hitam renda.
“Isshh.. apa sih mas sayangg.. kok Citra Cuma dianggurin??”, ucapku sambil meliukkan tubuhku dengan kusilangkan kaki kiriku yang sudah tersibak dari abaya ke atas kaki kananku.
“Duhh.. udah pinter godain yaa sekarang sayangku ini..”, jawab mas Husein yang bagian bawah jubahnya sudah mulai menonjol.
“Gapaapah.. hihihi.. godain dikit calon suami Citraah..”, ucapku menggoda mas Husein dengan cadarku yang masih menutupi wajahku.
Mas Husein sudah seperti singa yang bersiap menerkam mangsanya. Ia kembali mendekatiku dan kembali memagut bibirku yang terlapis cadar. Tapi itu hanya formalitas karena tangannya ternyata tanpa kusadari melepaskan bra ku dan melemparnya ke salah satu sudut ruang salon.
“Awwhh.. Mhh.. Mashh.. Ooohh..”, lenguhku lepas saat mas Husein mulai menyerang dadaku.
Akupun terdorong hingga bersandar pada kaca meja rias. Kedua tangan mas Husein meremasi toketku yang membusung kencang. Puting coklatku pun tak lepas dari pilinan dan sentilan jemari mas Husein yang membuatku menggelinjang. Yang membuatku merem melek adalah lidah mas Husein yang sengaja menjilati mengitari putingku tanpa menyentuhnya. Aahhh.. benar-benar tersiksa rasanya. Beberapa kali tangannku mengarahkan kepala mas Husein, tapi ia tau benar bagaimana membuatku becek banjir di bawah sana hingga akhirnya aku pun harus mengiba.
“Aahh.. Mass sayanghh.. Ahhh.. Isephh.. Ahhh.. Isephh donghh.. Plisss..”, rengekku yang sudah tak bisa membendung syahwat yang memuncak.
“Hemm?? Apanyah sayanghh??”, tanya mas Husein sambil terus lidahnya menari di sekeliling putingku.
“Aahh.. ituhh.. ituuhh.. iyahh.. puting Citraahh.. Oohh.. pliss..”, rengekku seperti anak yang ngebet minta mainan.
Dan kepalaku mendongak, mataku sayu, sementara mulutku melenguh panjang saat merasakan putingku akhirnya tenggelam di mulut mas Husein. Begitu puas rasanya setelah penantian akan siksaan nafsu yang luar biasa. Kujambaki rambut mas Husein setelah kulempar jauh kopyah dan surbannya. Kedua kakiku melingkat di pinggangnya, tak ingin mulut mas Husein terlepas dari dadaku.
“Mhh.. Sshhh.. Oohh.. Masshh.. Mmhh.. Enakk banget..”, desahku.
Rasanya?? Geli-geli nikmat. Tak ada yang bisa menjadi pembanding. Lidah mas Husein lincah dalam membelai putingku. Sesekali ia hisap dan gigit lembut. Aahh.. paduan yang sempurna. Layaknya bayi dahaga, ia tak ingin menyisakan sedikitpun untuk yang lain. Kedua putingku benar-benar menjadi santapan birahi mulut mas Husein. Pantas saja mba Maya betah menjadi pendamping hidup mas Husein selama 9 tahun ini. Sudah sholeh diluar, tapi juga beringas di ranjang.
“Aahh.. ini baru pemanasan aja udah segila ini.. udah mass.. miliki aku seutuhnyaa”, gumamku dalam hati sambil terus merem melek dan mendesah.
Ada mungkin kalau hanya 15menit mas Husein menikmati kedua bukit indahku. Ingin rasanya aku berlama-lama, tapi rasa penasaranku akan ‘terong’ mas Husein yang semenjak tadi menggeliat di bawah sana lebih besar.
“Aahh.. Masshh.. Oohh.. Mmhhh.. Gantian Citraahh..”, ucapku yang sudah terangsang berat.
“Mmhh.. Gantian kenapa sayang..??”, tanya mas Husein yang masih membungkuk.
“Inihh..”, kataku sambil meraih batang kejantanan mas Husein.
Aku terkejut saat menggenggam kontol mas Husein yang masih tertutup jubah dan sarungnya itu. Terasa begitu keras dan besar, bahkan bisa jadi lebih panjang dari milik Reno. Mas Husein pun paham. Ia kembali ke posisi berdiri. Aku pun turun dari meja rias, dan saat aku berdiri di hadapan mas Husein, abayaku yang sedari tadi tersangkut di pinggangku kini tanggal sudah. Mulus dan putihnya tubuhku kini hanya terhalang seonggok CD hitam yang tampak malu-malu menahan keindahan pinggulku.
Sambil kutatap penuh nafsu, jemariku mulai melepasi kancing jubah mas Husein. Dibantu mas Husein, jubah dan kaos yang ia kenakan lepas sudah. Ahhh.. mataku dimanjakan dengan tubuh indah mas Husein. Dadanya yang bidang dengan perut rata nan kencang, agak sedikit berotot di bagian lengan dan perutnya juga,
“Mmhh.. ganteng sih masshh badannyahh..”, ucapku sambil meraba-raba tubuh indah mas Husein yang makin membuatku terangsang.
Hingga kini aku berlutut dihadapan sarung mas Husein yang mengacung. Aku tak ingin buru-buru. Kuremas-remas dan kubelai sambil sesekali kuciumi kontol mas Husein yang tertutup sarung. Sesekali kulihat ekspresi mas Husein yang membuatku semakin penasaran. Perlahan kulepaskan sarung mas Husein dan.. Wuuhh.. mataku terbelalak melihat besar dan panjangnya kontol mas Husein. 18cm panjangnya kalau diameter mungkin ada 4cm. Milik Reno jadi seperti mainan saja.
“Kok diem sayang?? Gede kah?”, tanya mas Husein yang tampak bangga.
“He’emh.. banget masshh.. Uuwhh.. gagah juga ini kontolnya..”, ucapku tanpa ragu sambil mengocok perlahan kontol mas Husein yang kontras dengan warna putih tanganku.
Kembali kuciumi kontol mas Husein yang sudah tegang dan keras. Urat-urat di sekitarnya semakin menampakkan kesan kekar. Madzi yang keluar dari ujung kontol mas Husein ikut membasahi cadar yang kukenakan. Kusibakkan sedikit cadarku dan perlahan mulai kukulum kejantanan mas Husein.
“Aawhh.. Aghh.. pelan-pelan aja sayang.. kena giginya”, kata mas Husein yang nyengir saat gigiku mengenainya.
“Mfhhh.. Mfhhckk.. Ogckk.. Mfhh..”
Sudah terlalu lama aku tak ‘melayani’ kontol dengan mulutku hingga membuatku lupa caranya. Meski beberapa kali saat aku masturbasi sambil mengulum timun, tapi tetap saja berbeda, karena kontol punya saraf yang akan merespon rasa sakit. Butuh waktu beberapa saat hingga akhirnya kini mas Husein terlihat keenakan meski hanya separuh saja dari kontolnya yang mampu kulahap.
“Sshh.. Ahhh.. Naahh.. Gituh sayanghh.. Uuhh..”, desah mas Husein sambil sesekali membelai kepalaku sambil duduk di kursi rias.
Aku yang duduk bersimpuh di antara kedua kaki mas Husein kini lebih mudah menikmati ‘lolipop’ jumbo suami mba Maya itu. Mungkin karena terlalu bernafsu, mas Husein beberapa kali menekan kepalaku agar menelan kontolnya lebih banyak. Tapi aku yang masih awam, malah tersedak dan hampir muntah.
“Ahahaha.. maaf sayang.. enak banget sih emutannya..”, kata mas Husein yang nampak puas dengan seponganku.
“Mffh.. Mfuaah.. Sshh.. iyakah massh?? Hihihih.. kontolnya juga enak inih.. Hammphh.. Mfhh.. Mfhh..”, jawabku sambil mengocok kontol mas Husein sebelum kembali kulahap.
Buah zakar mas Husein pun tak luput dari liurku. Meski mas Husein tak memintanya, namun keseruan ketika melihat wajah mas Husein yang megap-megap seperti ikan justru membuatku semakin terangsang. Ada 8 menitan aku bermain-main dengan kontol mas Husein dengan mulutku sebelum kami berpindah tempat.
“Nghh!! Cari yang empuk-empuk aja yah sayang..”, ucap mas Husein sambil menggendongku di depan layaknya sedang membawa anak kecil.
“Uwwhh.. Iyah mas.. di kamar ajah.. Mfhh.. Mfhh.. Mchh..”, jawabku sambil kemudian kami berpagutan menuju kamar.
Perlahan mas Husein menidurkanku di kasur dengan mulut kami terus berpagutan, membanjiri cadar hitamku dengan liur kami berdua. Foreplay singkat mas Husein daratkan di sekujur tubuku mulai dari pangkal leher hingga berakhir di pusarku. Aku menggeliat keenakan saat cupangan dan buaian lidah mas Husein menyusuri tubuhku.
“Boleh dibuka sayang??”, tanya mas Husein yang sudah bersiap menarik CD hitam renda yang kupakai.
“Shhh.. Mhh.. Ngga bolehh..”, kataku menggoda mas Husein.
“Lohh.. ga boleh?? Kok gituhh..??”, tanya mas Husein yang kebingungan sambil duduk membungkuk di atas pinggulku.
“Ahahah.. iyah mashh.. ga boleh.. kalo bukan mas Husein yang unboxing..”, jawabku yang sudah benar-benar melupakan rasa maluku.
Mas Husein tersenyum. Sambil mengecupi perut bawahku, ia mulai menarik lepas CD hitam ku. Wushh.. CD ku terbang dan menampakkan gundukan memekku yang masih rapat dengan selakanganku yang putih bersih. Kulihat mas Husein melongo. Entah apa yang ia pikirkan saat itu.
“Kenapa mas Husein sayang?? Kok gantian yang melongo sekarang??”, tanyaku sambil kedua tanganku mengatup di kedua bongkahan toketku.
“Indah beneerr.. Mhhh.. pasti seger nih..”, kata mas Husein yang tampak seperti orang kelaparan melihat makanan di hadapannya.
“Uuhhh.. Masshh..”, desahku yang makin terangsang saat mas Husein mulai menekuk kedua kakiku.
“Maunyah diapain sayangkuhh Citraa..??”, tanya mas Husein sambil mendegus ke bibir memekku.
“Mmmhh.. Terserahh.. Terserahh mas Hueeinnhh..”, jawabku dengan nafas memburu.
Memang namanya professional mungkin, mas Husein tak langsung menyergap liang keperawananku. Lidahnya sengaja menjilati dan mengecup pangkal pahaku dan berputar-putar di selakanganku. Sudah tentu aku blongsatan tak karuan. Diriku yang terangsang berat justru di ‘teasing’ seperti itu. Ibarat ikan yang menggelepar di daratan.
“Ahh.. Ahhh.. Awwhh.. Masshh.. Awhh..”, desahku tak karuan.
Pinggulku terus bergerak kesana-kemari, seakan ingin agar mas Husein segera menikmati ‘apem’ segarku yang masih ranum. Namun mas Husein tetap saja tak peduli. Tanganku pun ikut ribut menjambaki dan memaksa mas Husein untuk segera melesakkan lidahnya ke sempitnya guaku. Dan suara desahanku pecah saat lidah mas Husein akhirnya menyapa bibir memekku.
“Aaaaahhhhhh.. Shhh.. Mmhhh.. Masshh.. Oohhh..”, desahku lepas.
Untungnya diluar salon, lalu lalang kendaraan cukup sering sehingga suara desahan dan eranganku teredam oleh kerasnya suara kendaraan. Benar-benar pengalaman pertama yang luar biasa. Tak pernah kubayangkan rasanya akan se-meledak ini. Dengan penuh kesabaran, lidah mas Husein menyapu dari pangkal dan berakhir ke klitoris ku. Rasa geli yang sangat tapi enak kurasakan tiap kali mas Husein bermain-main dengan lidahnya di ‘kacang’ku. Ahhhh.. tubuhku tak terkontrol lagi. Pinggulku menggila kelojotan kesana kemari. Semuanya semakin menjadi saat kedua jempol mas Husein menguak bibir memek perawanku dan menjilat habis semua lendir yang mengalir akibat diriku yang sudah nafsu berat.
“Oohh.. ohhh.. Mashh.. Terushh.. Ahh.. Enakk.. Mmhh..”
Desahan dan racauanku berpadu dengan beceknya lidah mas Husein mengobok-obok memekku di bawah sana. Beberapa kali lidah mas Husein menusuk masuk. Tanganku terus meremasi kepala mas Husein. Sungguh kenikmatan yang tiada tara. Mataku merem melek sementara kepalaku beberapa kali terbanting kiri-kanan menahan gelombang kenikmatan yang dihantarkan mas Husein. Hingga akhirnya aku tak tahan lagi untuk ke tahap berikutnya. “Main Course”
“Aahh.. Aahh.. Mau kontol.. Mau kontol mas Huseinnhh..”, ucapku yang sudah kepalang nafsu.
“Mfhh.. Mfhh.. Mchh.. kontol mas mau diapain sayangh??”, tanya mas Husein yang belepotan madzi ku.
“Masukin masshh.. Masukinnn.. kesiniiihh..”, ucapku dengan nafasku memburu sembari kubuka lebar selakanganku.
“Owwhh.. Sinihh sayang?? Udah ga tahan yaa??”, kata mas Husein yang sengaja mengulur waktu sementara jemarinya terus menstimulasi memekku.
“Aahh.. Aahhh.. Sshhh.. Uuwhh.. Ga Tahannhh Masshh.. Mau kontollhh..”, jawabku yang sudah gelap mata.
“Okey sayang..”, ucap Mas Husein.
Mas Husein kemudian berlutut tepat di depan selakanganku dengan kedua pahanya dibuka lebar. Perlahan ia mulai menggesekkan kepala kontolnya, membelah sempitnya bjbir memekku yang tampak seperti garis itu. Meski ada kekhawatiran akan rasa sakit di awal penetrasi seperti cerita Rere, tapi kuatnya syahwat dalam diriku telah membuyarkan racun panik yang kualami.
“Awwhh.. Ughhh!! Akhhhh.. Sshhh.. Pelaanhhh Masshh..”, ucapku lirih menahan pedih saat kontol Jumbo mas Husein mulai melesak.
“Eehh.. masih perawan kah sayang?? Belum pernah dientot sebelumnya??”, tanya mas Husein yang tiba-tiba berhenti bergerak.
“E’emh.. belum mashh..”, jawabku sambil menggelengkan kepala.
“Ya Allaahh Ya rabbii.. MashaaAllah.. makasih yah sayang.. sebegitu percayanya sama mas..”, ucap mas Husein yang tampaknya agak ragu.
“iyahh mas Husein sayang.. tolong sayangi Citra selalu yah..”, kataku sembari menarik tangan mas Husein memberikan sinyal untuknya terus lanjut.
Sepertinya mas Husein masih terkejut kalau aku masih perawan. Kembali kontol mas Husein menggesek lembut bibir memekku sebelum ia mulai menusukkan kontolnya penuh kehati-hatian. Hanya untuk melesakkan separuh kontolnya saja, mas Husein butuh berkali-kali memaju mundurkan kontolnya dengan sangat perlahan. Air liurnya beberapa kali ia tumpahkan sebagai pelumas. Mataku terpejam kuat dan kugigit bibirku menahan pedihnya saat lubang pipisku dipaksa mekar. Rintihanku ku tahan sebisa mungkin supaya tak menghilangkan mood mas Husein. Dan.. Sleebb!!
“AAWWGHHH!!!! Uuunnghh.. Sshhh.. Mmaasshh..”, pekikku sesaat cukup keras saat mas Husein dengan 1 hentakan melesakkan kontolnya sepenuhnya.
Panas, perih, nyeri, semua bercampur menjadi satu. Kalau digambarkan mirip rasa nyeri ketika teriria pisau, hanya saja ini pisaunya tetap menancap, tidak lepas. Aku sudah tau kalau aka terasa sakit, tapi tetap saja ini yang pertama kalinya kurasakan. Sebisa mungkin kutahan air mataku karena perih yang kurasa. Benar-benar terasa sobeknya. Kontol mas Husein yang berdenyut bisa kurasakan dengan jelas.
“Mfhh.. Mfhh.. Mchh.. Relax dulu sayang..”, ucap mas Husein yang aegera mendekapku.
Cupangan demi cupangan segera mas Husein lancarkan ke setiap titik sensitif di tubuhku. Kemampuannya yang terasah selama 9 tahun bersama mba Maya, dengan cepat kembali membakar libidoku yang sempat padam.
“Ahhh.. Shhh.. Mashh.. kok diem aja?? Emg dientot Cuma gini aja ya??”, godaku yang sudah terangsang kembali.
“Oohh.. Udah pengen sayang?? Kok diem aja bokongnya??”, balas mas Husein menggodaku.
Yaah.. aku kok ditantang? Langsung saja pinggulku mulai bergerak mengulek kontol mas Husein. Bukannya mas Husein yang mendesah, justru aku yang gelagapan karena nikmat yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
“Bener banget kata Rere.. Nghh.. Enaknya dikontolin.. Ahhh.. pantes pada seneng banget ngentot.. seenak iniiihh!!”, gumamku dalam hati.
Mas Husein tetap tenang mendekapku dengan telungkup. Sepertinya ia memberiku waktu untuk mengeksplor rasa nikmat dari zina. Bukan main nikmatnya! Tanganku mendekap erat kepala mas Husein, mulutku terus mendesah dan mendesis, mataku merem melek menikmati pinggulku yang ‘ketagihan’ dengan kenikmatan ngentot. Perutku terasa penuh, tapi enak diwaktu yang sama. Tiap detik gesekan kontol mas Husein di dalam memekku, terus menerbangkanku di langit-langit kenikmatan Zina.
Tak nyaman dengan posisi itu, mas Husein dengan mudahnya mengangkat tubuhku dan membalikkan posisi kami hingga kini aku menduduki mas Husein dengan gaya Woman On Top. Layaknya orang kesurupan, aku terus menggoyangkan pinggulku tanpa henti. Benar-benar tak bisa kuhentikan. Pinggulku bergerak dengan sendirinya. Nafsu syahwat yang sudah memuncak, membuatku tenggelam dan menjadi diriku yang lain, yang kini terbius untuk mengejar puncak kenikmatan seks.
“Yakin nih sayang baru pertama kalinya?? Kok bisa se-liaarrrr ini..??”, tanya mas Husein yang nyengir melihat aksiku.
Sudah pasti tiap lelaki akan berekspresi yang sama. Aku yang baru pertama kali ngentot, tapi sudah selihai ini. Yaahh bisa jadi seringnya aku nonton bokep membuat alam bawah sadarku menjadi cukup ‘berpengalaman’.
“Awhh.. Ahh.. Ahh.. Shh.. Oohh.. Enak bangeth.. Aahh.. Mashh.. Ahh..”
Kedua tangan mas Husein terus meremasi kedua gunungku yang membusung bulat. Sesekali ia memilin putingku yang membuatku semakin keenakan. Hampir 5 menitan lamanya aku menggoyang kontol mas Husein hingga kurasakan sesuatu seperti ingin kencing. Tapi rasa ini bukan kencing. Kalau kencing biasaya orang akan berupaya untuk menahannya, tapi rasa ini justru memancingku untuk segera mencapainya.
“Ahh.. Ahhh.. Mashh.. Enaknyahh.. Ahhh.. Duhh.. Mau pipishh.. Ahhh..”, desahku sambil terus menggerakkan pinggulku maju-mundur cepat.
“Nahh.. iyah sayang.. gak usah ditahan.. kluarin aja pipisnyahh.. sinih pipisin mas..”, kata mas Husein.
“Ahh.. Ahhh.. Tapi kan najishh.. Ahh.. Ahh.. Duhh.. Ga bisa tahan.. Nggghhhhhhh..!!”, ucapku sebelum aku mengerang.
Tubuhku mengejang kuat. Rasa puas nan nikmat meledak kuat di tubuhku. Mataku terpejam dan kugigit kuat bibirku merasakan orgasme pertamaku seumur hidup. Pantas aja Rere ketagihan, ternyata memang senikmat itu. Setelah beberapa saat, tiba-tiba tubuhku terasa lemas. Seperti tak ada tenaga sama sekali.
“Aaahh.. Ssshh.. Mashh Huseinn sayanghh.. Shh.. Aahhh..”, desahku lemas sambil telungkup di atas dada mas Husein.
“Lohh.. kenapa sayang?? Udahan??”, tanya mas Husein sambil meremasi bongkahan bokongku.
“Ngga tau.. lemes aja.. tapi pengen lagi.. tapi lemes..”, ucapku yang bingung dengan nafas tersengal-sengal.
“Enak kan?? Pengen lagi ngga??”, tanya mas Husein.
“Iyaahh.. enak bangethh.. puashh.. mauk.. mau lagiihh.. tapi gimanah??”, tanyaku.
“Yaudah.. giliran mas yang main yaahh.. sayangku Citra enjoy aja pokoknya..”, kata mas Husein .
Benar saja, sesaat kemudian pinggul mas Husein mulei menghantam perutku di bawah sana. PLAK! PLAK! Suara hantaman tubuh kami menggema. Aku kembali mendesah merasakan kontol mas Husein yang begitu gagah mengempur liang peranakanku. Aku hanya bisa pasrah. Kalau tau rasanya senikmat ini, mungkin Reno sudah menjebolnya dari dulu. Tapi mungkin ini ketetapan Allah kalau keperawananku menjadi rezeki mas Husein. Makin lama genjotan mas Husein makin cepat. Kurasakan orgasmeku sudah diujung sana. Aahh.. ingin rasanya segera kulepaskan.
“Ahh.. ahhh.. Ahhh.. mashh.. Aahh.. Shh.. Enak.. Enak.. Mau pipis lagihh.. Ahhh.. Aanghhh!!”
Kucengkram kuat pinggir perut mas Husein bersamaan dengan ledakan orgasme keduaku. Mas Husein pun membenamkan kontolnya sepenuhnya yang membuat klimaksku semakin hebat. Tubuhku mengejang dengan sendirinya. Bisa kurasakan jelas pipisku mengalir, meleleh membasahai perut mas Husein.
“Aaahh.. Enak banget mashh.. Shhh.. Oohh.. Ahh.. Ahhh.. Ahh.. Shh.. Mmhh.. Ahhh..”
Tak menungguku menyelesaikan orgasme, mas Husein kembali menggenjot memekku. 15menit aku telungkup di dekapan mas Husein dan mas Husein terus memacu birahinya sebelum kami berganti posisi. Kini berganti dengan posisi missionary. Dan kerennya lagi, kita berganti posisi tanpa kontol mas Husein dicabut.
“Awnghh.. Ahh.. Ahh.. Aahh.. Mashh.. Oohh.. Enakk.. Kontolh.. Aahh.. Ahhh.. Kontol..”
Mas Husein terus menggempurku dengan posisi duduk berlutut sementara aku terlentang di kasur dengan kedua kakiku mengangkang. Kedua tangan mas Husein mencengkram kuat perutku dan ia menggenjotku layaknya mesin. Tiada habisnya aku mendesah dan mengerang siang itu. Toketku terus bergoncang mengikuti perkasanya mas Husein menggagahiku. Sesekali ia menampar bokong ataupun toketku yang entah kenapa aku semakin terangsang. Entah berapa kali aku orgasme. Entah berapa kali kakiku mengejang hebat dan memekku memuntahkan mani. Yang kutau, siang itu adalah pengalaman seks pertamaku yang terhebat. Dan semua berakhir dengan mas Husein memuntahkan spermanya di rahimku.
“Aghh.. Aghh.. Ga tahan lagi sayanghh.. Dalem yahh..??? Aarrghhhh!!!”
“Aghh.. Ahh.. Ahh.. Iyahh Mashh.. Terserah.. Ahh.. Ahhhh..”
Croott.. crooottt..
Mas Husein menggeram kuat. Kontolnya menusuk jauh dan menghantam pintu rahimku dengan kuatnya. Kurasakan sperma panas mas Husein menghangatkan perutku bersamaan juga dengan lenguhanku mencapai klimaks. Adzan Dhuhur berkumandang bersamaan dengan tumbangnya mas Husein di pelukanku dan kami pun tidur bersama karena letih yang luar biasa.
“Sayang bangun..”, kata mas Husein.
“Nghh.. Eehh.. Jam berpaa ni mash??”, tanyaku kebingungan.
“Jam 2 siang..”, kata mas Husein sambil bangun dan kurasakan kontolnya lepas dari jepitan memekku.
“Wuaahh.. beneran dong masih perawan.. Sshh.. ada tissue kah sayang?”, tanya mas Husein yang berdiri mencari tisu dan kulihat kontol lemasnya berlumuran darah.
“Disana masshh..”, jawabku sambil menunjuk ke arah meja.
Mas Husein dengan cekatan membersihkan memekku dan kontolnya. Ia juga memperlihatkan tisu yang berwarna kemerahan karena darah keperawananku. Sesaat aku kembali teringat dengan pesan orsngtuaku. Kembali rasa bersalah datang menghampiriku. Tapi mas Husein tiba-tiba memelukku dari sisi kiri.
“Makasih yah Citraku sayang.. makasih udah percaya sama mas.. mas pasti akan nikahin Citraku.. pasti..”, kata mas Husein yang semakin erat mendekapku.
“E’emhh.. makasih mas Husein.. makasih banget..”, jawabku sambil mendekap erat mas Husein dan tak ingin melepasnya.
“Tapi mba Maya gimana mas?? Citra gamau ntar jadi pengganggu di rumah tangga mas Husein.. tapi Citra juga gamau jauh dari mas Husein..”, ucapku egois.
“Tenang aja sayangku.. inshaaAllah dalam waktu dekat nanti kita akan duduk bersama di pelaminan.. dan pastinya Maya akan jadi kkak Citra..”, jawab mas Husein yang membuatku lega.
“Hanya saja.. sampai saat itu datang, tolong bersabar dan banyak berdoa.. semoga Allah mudahkan.. dan juga kita harus saling menguatkan.. yahh..??”, lanjut mas Husein.
“Iyah mas.. inshaaAllah..”, jawabku.
“Udah yu.. mandi dulu.. udah mau masuk waktu Ashar nih..”, kata mas Husein.
“Ehh iya mas.. yuu..”, ucapku.
Saat hendak bangun, selakanganku terasa nyeri. Seperti ada lubang yang menganga dan tak bisa tertutup kembali. Dan juga terasa seperti kram. Mas Husein yang melihatku kesusahan, dengan sigap membopongku. Dan jelas saja ketika ada ikhwan dan akhwat bugil dalam satu ruangan, maka setan akan ramai-ramai membakar syahwat keduanya.
“Ahh.. Ahhh.. Ahhh.. Shh.. Oohh.. Mas Huseinn.. ga jadi mandi..”, kataku sambil mendesah cekikikan.
“Biarin deh.. Ahh.. yang penting enak kan sayang??”, lanjut mas Husein.
Sesaat setelah masuk kamar mandi dan shower mulai mengguyur kami. Mas Husein mendekapku dari belakang. Ia membalurkan sabun cair ke seluruh tubuhku. Tapi nakalnya jemari mas Husein tentu saja beraksi. Di titik-titik sensitif rangsangan, jemari mas Husein lihai merangsang diriku. Apalagi dibantu dengan sabun cair, Aaahh.. diriku langsung ‘ON’ dan siap untuk dihantam kembali. Aku mulai menggeliat saat mas Husein mencumbu leherku dari belakang sementara kedua tangannya meremasi toketku. Desahanku pun lepas merasakan syahwat yang mulai membakarku bersamaan dengan kontol mas Husein yang mengeras dan menekan bokongku.
“Aaahh.. Awwhh.. Sshh.. Oohhh.. Masshh..”, lenguhku saat air shower menyiram memekku.
Kakiku kanannku menapak pada pinggir bak mandi Sehingga menampilkan memekku yang tampak agak menggembung. Mas Husein dengan segera membasuh memekku dengan air hangat dari shower dan langsung membenamkan wajahnya untuk melumat seluruh ‘apem’ku sambil berjongkok. Oohhh.. betapa nikmatnya. Tanganku tanpa henti meremasi toketku sementara mataku merem melek karena keenakan.
Puas dengan gurihnya memekku, kini berganti mas Husein yang duduk di pinggiran bak. Giliranku kini menjadi pelayan kontol mas Husein. Dengan berlutut, mulutku kini sibuk mengocok kontol mas Husein yang luarbiasa besar. Setauku ukuran rata-rata kontol orang indo hanya 15cm. Tapi ini 18cm dan full berurat! Aahh.. decak becek mulutku terdengar erotis di telinga mas Husein nampaknya. Ada sensasi tersendiri ketika melihat mas Husein merem melek keenakan karena servisku. Entah, tapi itu membuatku rela melakukan apapun agar bisa melihat ekspresi puasnya. Termasuk saat mas Husein memaksaku untuk menelan seluruh kontolnya. Beberapa kali aku tersedak, tapi itu tak membuatku menyerah. Hingga akhirnya aku bisa menelan semuanya. Tapi hanya bertahan beberapa detik saja karena aku tak bisa bernafas. Gak terlalu enak sih, tapi seru aja waktu liat wajah mas Husein yang nampak puas melihat aksiku.
“Makin manteb mas pengen nikahin Citraku nih..”, kata mas Husein yang kemudian berdiri dan memposisikan aku untuk menghadap ke bak mandi.
Tubuhku condong ke depan sehingga bokongku yang bulat putih menantang ‘terong’ mas Husein yang kekar nan gagah, siap membombardir liang peranakanku lagi. Dan.. Bleshh.. kontol mas Husein lebih mudah masuk kini karena memekku sudah becek sekali. Aku harus berjinjit untuk menyesuaikan tinggiku dan memudahkan mas Husein. PLAK!! PLAKK!! Suara benturan pinggul mas Husein di bokongku terdengar sangat jelas. Desahanku pun lepas saat kenikmatan seks mendekapku.
Hampir 30an menit lebih mas Husein menggenjotku di kamar mandi. Rasanya benar-benar capek tapi juga puas disaat yang sama. Benar-benar pengalaman first time sex yang gak akan kulupakan.
“Ehh.. kenapa kamu Cit?? Kok jalannya gitu..??”, tanya Rere yang keheranan esoknya saat melihatku berjalan agak pincang.
“Ohh.. itu.. anu.. tadi keseleo dikit sih waktu di Salon..”, kataku beralibi sambil duduk di salah satu kursi resto.
“Aaahh.. Hihihih.. aku tau nih.. enak kaann?? Enak kaann??? Sama ustad depanmu itu ya??”, tanya Rere yang mengejutkanku.
“Hah!!?? Apaan sih kamu Re!?? Maksudnya apa??”, tanyaku yang panik.
“Mmhh.. sehebat itu pasti genjotan sang ustad.. sampe kamu aja susah jalan gitu.. Nnghh.. Oohh.. Ustad.. kenapa aku gak diajak?? Hihihih..”, kata Rere mengejekku.
“Apaan sih Re!?”
“Udahh.. aku tau kok.. kan aku juga pernah ngrasain Cit.. iya kan?? Jujur aja.. kan kamu tau sendiri rahasia kita selalu aman.. hem??”, tanya Rere yang buatku tak bisa berkutik lagi.
“iihh.. iyaa.. yaa gimana?? Setannya juga banyak..”, jawabku sambil menutupi wajahku.
“Ahahah.. yaudah sih.. toh katanya kamu juga mau dinikahin dia kan?? Cuma yaa aku kaget aja.. kukira kamu maunya setelah halal aja gitu.. secara kan kamu udah ‘bercadar’ juga Cit..”, kata Rere santai dan tak menyalahkanku.
“Iya sih.. Iyaa pengen banget lah dinikahin mas Husein..”, jawabku.
“Ooohh.. jadi namanya Husein?? Ketauan deh.. hihihih..”, celetuk Rere.
“Eeehh.. Aduuhh.. mau kamu apain Re?? Punyaku itu.. harus jadi punyaku..!!”, kataku agak kesal dengan Rere.
“Ahahah.. santai sih Cit.. Cuma kamu harus bener-bener pastiin dia konsekuen sama kata-katanya.. trus jadi madu tak seindah itu.. bukannya salah, Cuma butuh kesabaran lebih.. semoga aja istri pertama si Husein bisa terima kamu.. trus jangan pernah cerita ‘aib’ mu ini sama siapapun! SAMA SIAPAPUN!! Paham??”, tegas Rere.
“Iya iyaa.. tapi kan Rosulullah juga punya banyak istri Re.. trus istri-istrinya bisa akur tuh..”, jawabku mencari pembenaran.
“Yaa itu kan sekelas Rosulullah.. makanya aku bilang kamu harus pastiin dia bener-bener nikahin kamu ntar.. trus kamu harus sabar kalau jadi istri kedua.. harus pinter-pinter ambil hati istri pertama.. sebener apapun kamu, kamu tetep pendatang di rumah tangga dia..”, lanjut Rere.
“Aku gatau sih si Husein tuh kayak gimana.. tapi kalo dari ceritamu dan outfit yang dia pake hari-hari, semoga aja dia bisa adil seadil-adilnya tingkat manusia.. jadi jangan berharap sempurna ya Cit..”, hibur Rere.
“Iyaa siap ustadzah!”, kataku sambil cemberut.
“Ahahah.. kan aku Cuma cerita.. kalo ntar di real-life nya malah lebih bagus kan juga gapapa toh??”, lanjut Rere.
“Aahh.. udahlah.. mau pesen apa??”, kataku mencoba mengganti topik.
“Kayak biasanya aja.. Ehh.. tapi seriusan nih.. segede apa tuh ‘kontol’ nya..??”, tanya Rere sambil berbisik saat bilang kontol.
Sebuah percakapan yang cukup absurd melihat hanya kami berdua yang bercadar di resto itu pagi itu. Rere mengenakan set French Khimar warna coksu, sementara aku masih mengenakan cadar tali, khimar syar’I jumbo pet antem, dan abaya yang semuanya berwarna hitam. Yaa karena aku belum ada budget untuk beli pakaian syar’i sebenarnya.
“Heeehh!!?? Pertanyaanmu itu lhooo..!!”, jawabku agak kesal.
“Ayoo dong.. cerita dikitt.. iihh.. ga seruu ahh kamu Cit sekarang..”, kata Rere.
“Yaaa kenapa gitu kamu pengen tau??”, tanyaku.
“Yaaa pengen tau laahh.. masak situ yang enak sendiri aku ga dibagi?? Kan kata Rosulullah kalo ada cerita-cerita baik untuk disebarkan.. lha ini ada temen dapet rejeki nomplok kok gak cerita-cerita.. plisss.. dikit aaajjaaaaa..”, kata Rere yang kayak anak kecil sambil menggoyang-goyangkan tanganku dengan kedua tangannya.
“iisshh.. mau tau banget?? Kontolnya mas Husein puanjaaang n gedeee.. dah puas??”, jawabku.
“Uuwwhh.. seberapa?? Seberapa?? 17cm?? 16cm?? Berpaa siihh..??”, rengek Rere.
“Heemm.. 18cm.. diameter e sekitaran segini..”, jawabku sambil jari tanganku membentuk lingkaran menunjukkan ukuran diameter.
“Yaa Allaahh.. segitu!?? Guedeeeenyyaaa!! Mmmhh.. becek gak tuhh.. Aahh.. malah aku yang becek nih.. ada videonya ngga??”, pinta Rere yang makin rewel.
“Lah kok malah kamu yang ngebet?? Hu’umm.. emang gede banget.. langsung mentok sampe ujunnggg.. penuh banget dibawah.. goyang dikit langsung muncrat tuu aku.. ahahaha..”, jawabku menggoda Rere.
“Aaahh.. curang iihhh.. masak kamu doang yang enak!!?? Bagi dikit videonya.. lumayan buat fantasi akuu!! Apalagi pas nyodok kamu masih pake full-sunnah.. aahh fantasi aku banget.. yaah?? Yaaah?? Minta yaa?? Bole kaaann??”, rengek Rere yang udah kebelet dengan fantasinya.
“Aahh kamu Re.. kalo uda kebelet yaa nikah sana.. kan banyak tuh temen kajianmu..”, kataku sambil asik menjawab chat mas Husein.
“Ngga adaa.. Ngga ada yang kayak mas Huseinmu.. ishh.. dikit aja lah.. kan Citra temenku yang paling baik.. iyaa kan?? Iyaa kaann??”, pinta Rere.
“Haalahh.. kamu tuh.. yaa besok yaa.. tapi aku ngga janji..”, jawabku.
“Oke deh Sayaang.. btw waktu pertama kali nyampe brapa menit sampe mas Husein muncrat tuh Cit??”, lanjut Rere.
“Mmm.. brapa yaa?? 30an menit kayaknya.. lama pokoknya..”, jawabku santai karena lupa detilnya.
“Eehh.. buset! 30menit!!? Perkasa banget mas Husein.. itu kamu pasti sampe muncrat-muncrat gitu kan?? Uuhhh.. enaknyaaa..”, jawab Rere sambil mendekap tubuhnya sendiri seperti orang kedinginan.
“Yaa.. maksudmu klimaks gitu? Ngga sih.. lebih kayak pipis gitu.. tapi emang enaaaaakk banget.. aahh ga sabar ntar malem dientot lagi.. hihihih..”, jawabku menggoda Rere.
“Yaa itu.. harusnya muncrat.. kalo aku sih.. iihh.. kamu kok gitu sih Ciitt.. maen bertiga aja yokk.. heheh”, kata Rere yang makin menggila.
“Yyeee.. ogah.. mas Husein Cuma buat aku aja.. cari sendiri aja.. siapa tau dapet yang kontolnya dua langsung.. “, kataku.
“Mana adaaa!!? Kalo ada sih aku nya yang gak bakal keluar rumah.. bayangin aja.. satu lubang aja enak banget apalagi dua lubang diisi semua.. aaahhh.. fantasi aku jugaa..”, jawab Rere yang bergidik hanya dengan membayangkannya.
Dan pembicaraan kami pun terus membahas soal perlendirian pagi itu yang juga lambat laun membuatku becek juga. Aku pun menjadi tak sabar untuk bisa segera disetubuhi mas Husein lagi. Meskipun awalnya hanya bercanda, tapi malah membuatku sengsara karena harus menanti saat yang tepat.
Sejak saat itu, mas Husein dan aku semakin tenggelam dalam cinta yang mendalam. Tak hanya itu, selakangan kami pun tak bisa dipisahkan. Sebisa mungkin kami memadu kemaluan. Marwahku sebagai seorang muslimah pun tanggal di hadapan mas Husein. Namun Allah berkata lain. Entah apapun yang kami rencanakan, selalu aja ada kendala. Hingga bisa jadi hanya seminggu sekali ataupun dua minggu sekali kami bersetubuh.
“Dek Citra sayang.. nanti malam tidur sini aja ya??”, WA mas Husein tiba-tiba.
“Lohh.. mba Maya kemana mas??”, tanyaku keheranan.
“Pacarku nginep di rumah ortunya.. udah biasa kalau pas liburan panjang atau kalo toko tutup dia pengen tidur di rumah ortunya.. gimana??”, lanjut mas Husein.
“Emm.. tapi gapapa kah mas?? Ntar kalo ketauan gimana? Tiba-tiba mba Maya pulang gitu??”, tanyaku yang agak sedikit khawatir.
“Amaann.. udah mas pastiin kok.. oke yah??”, kataku.
Rencana pun sudah dibuat. Dan menjadi kebiasaan kami kalau malamnya kita ngentot, maka seharian mas Husein akan Chat Sex dengannku. Lebih sering mas Husein yang mulai sih, tapi aku juga ga menolaknya. Dan kalau malam tiba, aku hanya bisa pasrah mendesah, merintih, menikmati genjotan hebat mas Husein. Kontol yang gagah ditambah performa yang luar biasa perkasanya, aaahh.. sebuah kombo kenikmatan yang memastikan aku muncrat setiap saat. Dan apa yang ditanyakan Rere baru kuketahui belum lama ini.
“Aahh.. Ahh.. Mashh.. Oohh.. Enak banget! Aahh.. Ahhh.. Enak.. Ahh.. Kontol.. Ahhhhhhngh!!”
SUUUUUUUUUUURRRRRRR..
Saat mas Husein mencabut tiba-tiba kontolnya, entah kenapa tubuhku mengejang begitu kuatnya. Rasa orgasme yang kurasakan tak perkira kuatnya dan tanpa kusadari memekku menyemburkan mani dengan begitu kuatnya layaknya air mancur. Uuhh.. bagaimana aku harus menggambarkannya?? Seperti menggapai sesuatu yang sudah lama diusahakan. Rasa puas yang benar-benar membuatmu lemas sekaligus melayang.
“Wuuhh.. bisa squirt juga yah sayang.. enak banget kan?? Mau lagi??”, tanya mas Husein yang terlihat bangga bisa membuatku muncrat seperti itu.
“Aaahh.. E’emhh.. mauk.. mau lagihh..”, ucapku lirih sesaat sebelum mas Husein kembali menggenjotku dengan cepat dan kuat.
Malam itu berkali-kali aku dibuat mas Husein muncrat. Kasurku pun basah kuyup layaknya kehujanan. Ternyata masih banyak dunia seks yang belum kujamah. Kenikmatan yang tak mungkin bisa terlepas dari diriku lagi.
“Mas.. Mas Husein.. udah bobo kah??”, tanyaku via WA sekitar jam 00.25 malam itu.
“Masih melek dong sayang.. biasa, masih me time depan laptop.. udah siap sayangku?? Bentar ya mas bukain gerbang dulu..”, jawab mas Husein.
“Tapi malu ehh mas.. ntar kalo kliatan orang gimana??”, tanyaku yang baru pertama kali akan masuk rumah mas Husein malam-malam begini.
“Kan dek Citra uda cek kiri-kanan toh?? Uda pada tutup kan?? Yaudah sih aman kok.. ntar mas cek dulu yaa..”, jawab mas Husein.
Tak berselang lama aku mendengar suara folding gate khas milik garasi mas Husein dibuka. Beberapa menit kemudian mas Husein bilang kalau diluar sepi. Malam itu aku mengenakan khimar jumbo 2 layer, cadar yaman 2 layer, dan abaya berumbai jumbo yang semuanya berwarna hitam. Tidak hanya karena aku ingin mencoba tampil lebih syar’i dihadapan mas Husein, tapi juga karena itu request mas Husein langsung. Setelah celingak-celinguk, qku segera mengambil langkah seribu tapi tak berlari supaya tak menimbulkan suara langkah kaki meskipun aku mengenakan sneaker.
“Assalamu’alaykum mas..”, ucapku sambil mengecup tangan mas Husein sudah layaknya suami-istri.
“Wa’alaykumsalam.. istri mas yang sholehah.. yuk masuk..”, jawab mas Husein yang segera menutup folding-gate garasinya.
“Lagi apa sih mas? Kok jam segini masih melek aja??”, tanyaku genit.
“Ngapain yaahh?? Pengen tau kah sayangku??”, tanya mas Husein sambil merangkulku.
“E’emhh..”
“Yaudah.. yuu.. btw cakep banget sih.. pas banget yah kalo dipake Citraku ini.. makin ga sabar buat duduk di pelaminan bareng..”, ucap mas Husein sambil menatapku.
“Aaahh.. mas Husein sayang.. E’emhh.. buruan yahh.. Citra uda ga sabar..”, jawabku sambil mendekap mas Husein.
Garasi mas Husein di lantai 1 berisikan unit-unit kendaraan yang menjadi inti bisnis mas Husein. Lanjut ke lantai 2 itulah rumah mas Husein dan mba Maya. Sangat sederhana. Hanya terdiri dari 3 kamar, 1 ruang serba guna yang terhubung dengan dapur dan tempat cuci, dan 1 ruang tamu yang minimalis. Satu hal yang kurasakan ketika masuk ke rumah mas Husein. Tenang dan Nyaman.. tak banyak ornamen, namun begitu kental terasa suasana ‘Agama’ di dalam rumahnya.
“Udah berapa kali sih kesini sayang??”, tanya mas Husein sambil membuka tirai pembatas antara rumahnya dan jalan akses naik-turun.
“Berapa ya? Ini yang Ke-empat kayaknya deh.. Ahh.. Bikin betah lohh rumahnya..”, kataku yang tetap merasa nyaman meski tak mewah.
“Alhamdulillah.. yaa beginilah rumah mas sayangku.. yakin masih mau nikah dengan mas kah??”, kata mas Husein sambil menggenggam kedua tangannku.
“Iyah mas.. ga ada hubungannya sama bentuk rumah kok.. justru Citra seneng yang minimalis gini.. ntar uangnya bisa dipake buat yang lain..”, kataku yang memang tak terlalu peduli dengan kemewahan dunia.
Mas Husein tersenyum dan menarikku masuk ke rumahnya. Di ruang tamu itulah mas Husein biasa me time di depan Laptopnya. Tak kusangka, meskipun sudah berumur 30an tahun lebih ia masih suka main game. Yaahh kata orang.. Boys will be boys after all.. Aku paham juga terkadang kita memang butuh waktu tersendiri untuk menghilangkan kepenatan dari seharian kita bekerja.
*Cklekk..* suara pintu dibuka.
“Mari sayang..”, kata mas Husein.
Aahhh.. betapa ternyuhnya diriku ketika masuk ke kamar mas Husein. Tak ada sesuatu pun yang berlebihan. Semuanya serba minimalis. Hanya ada rak buku kecil yang berisikan buku-buku islami dan beberapa novel, sebuah lemari baju, meja kecil, dan springbed. Ada beberapa gantungan baju yang berisikan berbagai macam cadar, abaya, dan khimar. Kemungkinan besar pakaian yang sudah dipakai mba Maya dan belum kotor.
“Baru pertama kali kan sayang disini??”, ucap mas Husein sambil membelaiku.
“E’emh mashh..”, jawabku yang masih tak menyangka akan berada di kamar tempat mas Husein dan mba Maya memacu syahwat selama 9 tahun.
“Makasih sayang.. udah memberikan kenangan indah buat mas..”, kata mas Husein sambil merangkulku dan membelai wajahku.
“Iyah.. Citra juga.. ohh ya.. khusus malam ini, Citra pengen mas Husein pakai gamisnya..”, kataku.
Mas Husein pun paham maksudku. Tapi ia lebih memilih kurta putih daripada jubah karena kalau jubah akan susah untuk bergerak. Surban yang menjadi ciri khasnya pun sudah membalut kepalanya. “calon suamiku yang sholeh..” gumamku dalam hati sembari menerima pagutan hangat mas Husein. Sembari berdiri di tengah malam, kami mulai membakar libido masing-masing. Tangan mas Husein terus meraba dan membelai punggungku, bahkan bokongku yang terbalut abaya pun tak lepas dari remasan tangannya yang kekar. Seperti biasanya, nafsu yang memburu tak mengindahkan bibirku yang masih terhalang cadar. Alhasil, cadarku kembali basah kuyup oleh liur kami berdua.
“Ahhh.. Mas Huseinn.. Aahh.. Malam ini milik kita berdua kaann..??”, kataku yang sudah mulai menuruti setan yang bersemayam dalam diriku.
“Iyah Sayang.. yuk sekalian abadikan momen ini..”, kata mas Husein.
Aku pun hanya mengangguk. Tak kusangka ekspektasiku ternyata terlalu kecil. Dibalik minimalisnya ruma mas Husein, ternyata ia punya perlengkapan fotografi yang lengkap. Mulai dari tripod, kamera, lighting. “ini sih mau bikin film aja” gumamku yang hanya bisa duduk terpana di ranjang kamar menyaksikan semua setup yang dilakukan mas Husein.
“kaget yah sayang?? Sama kayak pacar mas dulu waktu awal-awal kita bikin video..”, ucap mas Husein sambil mendorongku perlahan hingga terlentang di ranjang.
Tak lama ia kemudian bercerita tentang hobinya dulu ketika masih kuliah. Meski jurusannya teknik, tapi kegemarannya untuk fotografi sangat kuat. Hingga akhirnya ia memberanikan diri membuka bisnis fotografi. Namun semuanya tak berjalan sesuai rencana. Teman dekatnya mulai menipunya hingga peralatan fotografi yang Ia miliki harus dijual untuk menutup hutang.
“Yaahh.. namanya usaha sayang.. harus siap dengan semua resikonya.. ini sisa-sisa masa jaya dulu.. ahahah..”, kata mas Husein dengan santai
“Uuhh.. yang sabar mas yaahh.. trus hasilnya kayak apa mas??”, kataku yang penasaran sambil merangkul leher mas Husein yang tiduran miring di sisi kananku.
“Ohh.. bentar sayang..”, kata mas Husein sambil meraih smartphonenya.
Ia segera membuka beberapa file di HPnya. Betapa terkejutnya aku ketika melihat begitu banyak cuplikan video dirinya ngentot dengan mba Maya. Semua kualitas videonya lumayan jernih, dan pengambilan sudut pandang yang tepat hingga membuatku terangsang dan berfantasi kalau aku yang menjadi bintangnya. Semua video berisikan mba Maya dientot dengan berbagai gaya dan fetish. Tapi kebanyakan fetish akhwat syar’I atau bercadar.
“Banyak banget masshh.. Mmhhh.. buat apa videonya??”, tanyaku yang nafasku sudah tak karuan.
“Yaaahh.. awalnya dulu buat konsumsi pribadi, tapi kini mulai ada yang kita jual sih.. ahaha..”, kata mas Husein sambil meremasi toketku.
“Aaaahh.. Ssshh.. Dijual mashh?? Aahh.. dapat uang banyak??”, tanyaku yang sudah tenggelam dalam syahwat.
“iyaa.. per video bisa 200-300ribu.. dek Citraku mau jadi bintangnya?? Puas luar dalam lohh..”, bisik mas Husein di telinga kiriku yang langsung menyulut ledakan birahiku.
Aaahh.. desahku lepas menandakan tubuhku mengiyakan untuk kembali dinikmati mas Husein malam itu. Kurang lebih ada 3 kamera yang siap mengabadikan momen persetubuan kami, itu tidak termasuk kamera HP milikku dan mas Husein.
Bibir mas Husein tanpa ragu melumat bibirku yang tertutup cadar. Kedua tanganku segera merangkul leher mas Husein yang membungkuk di atasku. Aahh.. tak puas rasanya kalau tak bersentuhan langsung. Kusibakkan sedikit cadarku yang akhirnya bibir kami pun bersatu. Betapa nikmatnya.. pagutan panas kami lancarkan satu sama lain. Lidah kamipun berdansa, membakar syahwat pasangannya.
“Aaaahh.. Masshh.. Oouuhh.. Mmhhh..”
Mataku merem melek saat mas Husein mulai mencumbu leherku dengan buasnya. Karena kepala mas Husein tertutup kopyah dan surban, alhasil tanganku hanya bisa meremas sprei dan guling, menahan gelombang birahi yang menerpa. Saat aku tengah blingsatan menahan nikmatnya cumbuan suami mba Maya itu, mas Husein sudah selesai menelanjangi dadaku. Toket 36C ku membusung kencang dengan putting kecoklatan. Tak ingin buru-buru, mas Husein masih sibuk menikmati leher putihku yang beraroma ‘menantang’ libido lelaki itu.
“Parfum apaan nih Re??”, tanyaku yang bingung.
“Udah.. pake aja.. ntar kamu bakalan makasih banget sama aku deh..”, kata Rere penuh makna.
“Ahh.. masa?? Ga mungkin gratis kann??”, tanyaku
“Ahahahah.. pandai sih kamu Cit.. murah aja.. video kamu ngentot sama mas Husein.. mintak yaa.. plisss.. tapi kalian tetep pake atribut syar’inya..”, ucap Rere.
Aahh.. dasar otak ngentot si Rere.. bikin mas Husein makin liar aja nih.. gumamku menikmati cumbuan mas Husein yang lebih liar dari biasanya. Sudah tak ada lagi bagian pangkal leher dan sekitaran dada yang tak dipenuhi ruam kemerahan. Tangan mas Husein pun lihai meremas kedua gunungku sembari menunggu gilirannya.
“Aaaahh.. Masshh.. Semangat banget sih malam iniihh..??”, tanyaku memancing mas Husein.
“Mcch.. Mchh.. Aahah.. Gatau nih sayang.. bawaanya jadi saange banget.. aroma parfumnya calon istriku ini bikin semangat!!”, kata mas Husein sebelum kemudian ia melahap putingku.
OOOOOOUNGHHH.. Lenguhku lepas dan kencang. Serasa beban yang tertahan sedari tadi terlepaskan. Layaknya bayi yang kehausan, sedotan, kuluman, jilatan, semuanya mas Husein lancarkan. Kuhempaskan kepalaku ke kanan kiri. Sesekali kugigit bibirku sementara mulutku terus mendesah karena nikmatnya foreplay mas Husein.
“Aaahh.. Aaaahh.. Sshhh.. Gantian yang inihh.. Masshh.. Oohhh.. nakal bangett sihhh.. Aahh.. Oohh.. Enaknyaahh.. Oohhhh.. Terushh.. Aaahhh..”
Kakiku terus menjejak apapun yang bisa kuraih. Beberapa kali tanganku meremas lenfahan mas Husein, tak jarang juga mencakarnya karena kelewat nikmat. Terlebih lagi saat mas Husein melahap kedua putingku bersamaan. Aahhh.. aku tak peduli lagi kalau malam itu aku masih belum halal untuknya. Bagiku tubuhku sudah kuserahkan untuk mas Husein seluruhnya setelah merasakan ‘panasnya’ lidah dan mulut mas Husein.
Tangan mas Husein yang berpengalaman menelanjangi akhwat bercadar seperti mba Maya, hanya butuh waktu kurang dari 5 detik untuk melucuti abaya yang kupakai. Hanya tersisa manset hitam dan stoking hitam renda yang melekat di badanku.
“Hihihi.. kenapa mas sayang?? Seindah itukah tubuh Citraaa..??”, godaku sambil meliukkan tubuhku sementara kedua tanganku meremas toketku sendiri.
“Goddess has fallen..”, ucap mas Husein yang tampak jelalatan melihat putih dan mulusnya tubuhku.
“AAAAHH.. SSHH.. OOOHH.. MAASSHH.. MMHH.. AAAHHH.. GELIIHH.. AAHHH”
Tak mau kutahan lagi. Kulepaskan desahanku sekuatnya. Mas Husein begitu ganas tapi lihai disaat yang sama. Tak ada satupun titik rangasangan di tubuhku yang terlepas dari sapuan lidahnya. Bak disengat listrik ribuan volt, seluruh tubuhku bergidik saat birahi meledak kuat membakar imanku. Ibarat ikan bakar, badanku di bolak-balik oleh mas Husein. Baik gunung kembarku, perutku, ketiak, punggung, pangkal leher, aaahhh.. tak ada yang lepas dari jilatan lidah mas Husein. Baru kali ini aku dibuat ‘kelojotan’ oleh mas Husein meski kami sudah berkali-kali bersetubuh.
“Aaaahh.. Mashhh.. Ooohh.. Kok beda siihh.. Aahhh.. Malam ni liarnyaahh..”, ucapku yang sudah kepalang nafsu berat.
“Ahaha.. dek Citra ngga suka kaahh???”, ucap mas Husein yang masih mencupangi punggungku dengan posisi nungging dan mas Husein pun sama persis diatasku.
“Aahhh.. Nggaaaa.. Jangannhh.. Terusshh Masshh.. Oohhh.. Enak bangethh..”, jawabku sambil terpejam menikmati foreplay mas Husein yang luar biasa.
Kini aku dihempaskan kembali. Aahh.. aku pasrah.. kuserahkan tubuhku pada mas Husein sepenuhnya. Tampak mas Husein begitu hebatnya menahan aksinya, padahal aku sendiri sudah blingsatan gak karuan dan ingin segera disodok.
“Aaawhh.. Aaaahh.. Mashh.. Mmmhh.. Ooohhhh..”
Mulutku tak bisa berhenti mendesah. Kini berganti kakiku yang dibalut stoking menjadi mangsa mas Husein. Mulai dari jemari kaki terus turun dan ditahan dipangkal pahaku. Secara bergantian kaki kanan dan kiriku digilir. Tanganku mencengkram kuat sprei karena menahan nikmatnya diperlakukan seperti itu.
“Gimana sayang..?? Kok kayaknya pasrah gitu??”, ucap mas Husein yang kepalanya sudah berada di depan selakanganku.
“Aaahh.. Mashh Huseinn.. masih nannyaa siiihhhh.. Aaahh.. Udaahh..”, ucapku tak mampu menahan syahwat.
“Udah apa sayangkuhhh?? Maunya diapainn?? Coba kasih tau donghh..”, jawab mas Husein sambil meniup memekku yang sudah banjir bandang hingga lendir birahiku meleleh.
“Aaahh.. Aaaahh.. isshh.. Ituuhh.. Aahh.. Perkosahh akuu Maasshh.. Sshh.. Buruaannhh..”, ucapku yang sudah hilang akal.
Mas Husein kembali tersenyum puas penuh kemenangan. Tanpa basa-basi, ia langsung membenamkan kepalanya. Layaknya singa kelaparan, memekku dihajar habis-habisan. Lidah mas Husein terus menjilati, membelah, dan menyusup ke sempitnya liang peranakanku.
“AAAHH.. AAHHH.. SSHH.. MMHH.. OOOHH.. MASSHH.. TERUUSSHH.. AAHH.. ENAKK.. AAHH.. ENAKK..”
Racauanku makin liar. Pinggulku kelojotan semakin kuat. Aku berkali-kali menghempaskan kepalaku karena nikmat yang luar biasa. Hingga akhirnya aku tak tahan lagi. Tak peduli lagi dengan mas Husein yang masih sibuk menikmati legitnya memek coklatku.
“AAAANGHHHHHH..!!!”
Kujepit kuat kepala mas Husein dengan kedua pahaku sementara pinggulku agak terangkat saat orgasme meledak. Sungguh luar biasa nikmatnya. Selama beberapa saat tubuhku terus mengejang layaknya orang epilepsi. Maniku muncrat beberapa kali meskipun tak sederas ketika digenjot kontol.
“Mmnghh!! Beehh.. udah muncrat sayang?? Ga biasanya??”, tanya mas Husein sambil menyeka wajahnya yang berlumuran maniku.
“Aahh.. Sshh.. Mash jugaa.. ga biasanya se liar iniihh.. Mmhh..”, jawabku sambil menggeliat merasakan sisa-sisa orgasme.
“lohh tadi minta diperkosa.. yaudah sih.. lagi aaahh..”, kata mas Husein.
Dan lagi-lagi mulut mas Husein melahap memekku dengan ganasnya. Tapi kini jemari mas Husein ikut bermain. Aahh.. aku semakin dibuat blingsatan tak karuan. Jilatan lidah mas Husein di kelentitku, sementara kedua jari mas Husein mengobok-obok liang memekku. Uuhhhh.. pinggulku terus kelojotan keenakan. Terlebih lagi saat jari mas Husein sengaja menyerang G-spotku.
“AAAHH.. AAHH.. SHHH.. MAASHH.. OOHH.. ENAK BANGETHH.. AAHH.. DIKIT LAGIHH.. OHH.. NAKAALLHH.. OOOONNGHHHHHHH..!!”
Creep! Crepp!! Creeepp!! SSSSEEERRRRRRRRRR..
Mendengar racauanku yang makin keras, mas Husein hanya fokus dengan jarinya. Tapi kecepatan kocokan jarinya tak terkira lagi. Sudahlah, kulepaskan kembali orgasme keduaku. Lenguhan hebatku menggema di kamar mba Maya itu. Ranjang peraduan mas Husein dan Mba Maya itu kini ternodai oleh lendir dan banjir mani akhwat lain.
“Mffhh.. Mfhh.. Mchh.. Mfhh.. Ahhh.. Enak mas ihh.. kontol.. lezat.. Mmfhh.. Mfhh..”, ucapku yang kini berganti menikmati lolipop mas Husein.
“Naah gitu sayang.. Sshh.. Mmhh.. Mantabbb”, ucap mas Husein merem melek menikmati aksiku sembari merekam dengan HP nya.
Aku diperintah untuk nungging, persis seperti orang yang sedang sujud. Sudah pasti bokong bulat putihku menjulang sementara kepalaku ada di selakangan mas Husein. Tanganku oun tak boleh banyak bergerak dan hanya boleh meremasi zakar mas Husein. Lebih mirip Blasphemy sih karena cadar dan khimarku masih menempel serta posisiku yang bersujud. Tapi aku tak peduli. Suara desahan puas mas Husein membuatku terangsang hebat. Kepalaku agak kumiringkan supaya cadar tak mengganggu aksiku. Sesekali kujilati batang mas Husein dari zakar sampai ke ujungnya sembari menatap nakal ke arahnya. Aahhh.. sensasi saat melihat wajah mas Husein itu benar-benar membakar adrenalinku.
“Nghh.. Mfhh.. Ockk.. Ockk.. Ockk.. Ockk.. mfhh.. Mfhh.. Ockk..”
Kutelan sejauh mungkin kontol Mas Husein hingga decak becek mulutku terengar jelas. Tiap kali suara becek tenggorokanku keluar, desahan mas Husein makin menjadi-jadi. Sepertinya bukan karena nikmatnya, tapi lebih ke rasa puas melihat aksi akhwat bercadar yang melakukan Deep-Throat.
“Beehh.. baru beberapa hari aja udah seliar ini kamu sayang.. nihh mas kasi Hadiah..”, kata mas Husein yang tiba-tiba mengambil posisi duduk berlutut dengan tubuhnya membungkuk ke depan.
Kedua tangan mas Husein menggenggam kepalaku. Dan mataku dibuat terbelakak ketika mas Husein tiba-tiba menggenjot cepat mulutku. Ingin rasanya berontak karena mas Husein terlalu kasar hingga membuatku tersedak beberapa kali, tapi kedua tanganku ditindih kedua kakinya yang membuatku hanya bisa pasrah mendapatkan face fuck pertamaku.
“MFHH!! MFHH!! OCKK!! UHUK!! UHUKK!! OCK!! MFFUAAHH.. Aahh.. Uhukk.. Aaaahh.. Ssshhh.. pelan-pelan siihh masshh.. Sshh..”, ucapku sambil kembali duduk bersimpuh dengan cadarku yang belepotan air liur.
“Aaahhh.. maaf yah sayang.. dek Citra sih bikin mas jadi nafsu.. aksinya itu lhoo.. Mhh.. lanjut ga nih??”, kata mas Husein yang duduk bersandar agak landai dengan kontolnya yang mengacung kekar.
“Uuuh.. Tapi kan jadj batuk-batuk.. Sshh.. Iyaahh dongghh.. yang inih udah kangen banget lohh sama kontol perkasah mas Husein sayanghhh..”, kataku sambil mengambil posisi ngangkang di atas pinggul mas Husein dan membelai memekku sendiri.
“Ohohohoh.. coba deh.. mas mau lihat aksinya..”, kata mas Husein.
“Nghh.. Iyahh.. Shhh.. Gedeh banget sih mass kontolnyahh.. bikin.. ke.. ta.. gi.. haaannhhhh.. Oooohhhh.. Sshhhh.. Ooohhhhh.. mentookkhhh.. Sshhh..”, ucapku sambil melesakkan kontol mas Husein ke dalam memekku.
Meski memekku sudah kebanjiran lendir, tapi tetap saja terasa seret. Entah karena aku sedang sange berat atau kontol mas Husein yang tiba-tiba membesar. Aahhh.. mataku terpejam dan kugigit bibirku, merasakan nikmatnya kontol mas Husein membelah rapatnya ‘gua’ kenikmatan milikku hingga menghantam gerbang rahim. Kami saling bergenggaman tangan saat pinggulku mulai menari, mengulek kontol mas Husein dengan lihainya.
“Aaahh.. Aahh.. Shhh.. Ooohh.. Enaknyah.. Aahhh”, desahku sambil mataku merem melek keenakan.
“Mhh.. Nghh.. Yeshh.. Terush goyang sayangh”, ucap mas Husein menikmati liukan tubuhku.
Seluruh tubuhku dimanjakan oleh kenikmatan kontol keras mas Husein yang merangsang dinding memekku. Mau bergerak maju ataupun mundur, semua sama enaknya. Toketku yang membusung dan terus bergoyang nampaknya membuat mas Husein gemas. Tangannya pun kini beralih meremasi dan memilin putingku yang jelas membuatku makin keenakan.
“Aahh.. Ahh.. Enak banget mashh.. kontolnya.. Ahh.. Ahhh..”, ucapku yang terus menggoyang cepat pinggulku maju mundur.
“Enak banget sayang?? Yuukk.. Pipisin mas sinihh.. Mas mau dimandiin pake pipis Citraku sayangh..”, ucap mas Husein yang semakin membakar birahiku saat mendengarnya.
“Aahh.. Ahhh.. Iyah Masshh.. Aahh.. Awwhh.. Kontoollh.. Aaahhh.. Aaaannghhhhhh!!”
Suuurrrrrrr.. Sssuuuuurrrrrr..
Kuangkat pinggulku dan mas Husein justru menarik bokongku hingga akhirnya maniku muncrat membasahi dada dan leher mas Husein. Tanganku bertumpu pada tembok dengan posisi tubuhku berlutut dan condong ke depan. Badanku masih mengejang tapi mas Husein justru membenmkan dan meratakan sisa lendir memeku di wajahnya.
“Wuuhh.. Segernyah sayaanghh.. Mmhh.. lanjuutt”, kata mas Husein membantuku mengarahkan dan blesshh kontol mas Husein kembali ditelan memekku.
Plak! Plakk!! Plakk!!*suara tamparan tangan ke bokongku.
“Ayok sayang.. yang liar dong!! Masa di rekam kok ngga liar..!?? Udah let it freeee.. ga ussah ditahan..”, kata mas Husein sambil terus memilin-milin putingku.
“Gak ada yang liat.. Gak ada yang denger.. puasin aja.. ga usah malu-malu sayangg.. lepas aja desahannya.. ayok seliar mungkin..”, lanjut mas Husein.
Aku pun makin liar dan cepat menggoyang pinggulku entah maju mundur, memutar, naik turun, semuanya kulakukan. Otakku sudah dibius total oleh syahwat yang mendekap erat diriku. Aahh.. begitu nikmatnya seks. Mungkin ada 3-4 kali aku orgasme hingga muncrat dan lagi-lagi mas Husein selalu beringas untuk melahap setiap tetes maniku.
“Woohh.. Seksi banget bokongmu sayang!! Nihh.. makan nih kontol!!”, kata mas Husein menggenjot kuat dari belakang sambil beberapa kali menampari gemas bokongku.
“AAHH!! AAHHH!! E’EMH MASHH.. OOHHH.. SSHH.. OHHH.. YANG KENCENGHH!! OOOHH.. SHIT!! OOHHH.. ENAK BANGETHH!! OOHH.. ENAK.. ENAK.. MHH.. OHH”, racauku keenakan merasakan kewanitaanku tengah diperkosa.
PLAK! PLAK! Suara gempuran pinggul mas Husein dibokongku begitu kerasnya. Derit ranjang pun tak kalah pilunya menahan kuatnya genjotan mas Husein. Kusandarkan kepalaku dibantal dengan tanganku meremas apapun yang bisa kuraih karena begitu nikmatnya di entot kasar begini. Seluruh syaraf memekku serasa dimanjakan. Putingku yang terus bergesekan dengan sprei menambah kenikmatan yang kurasakan.
“AAHH.. AHHH.. MAS HUSEINN!! AHH.. OOHH.. PIPIS LAGIHH.. AHH.. ENAKK.. AANGHHH..”
Seeerrrr… Ssseeeeerrrrrr..
Mataku terpejam, kugigit bibirku dengan lenguhanku kuat menahan kuatnya ledakan orgasme. Kedua tanganku mencengkram bantal, sementara sprei ranjang mba Maya, istri mas Husein, kembali ku banjiri dengan maniku. Tapi meski mas Husein tau aku sedang mengejang orgasme, ia tetap menggenjot cepat bokongku.
“Aahh.. Ayok sayang!! Malam masih panjang..”, kata mas Husein yang seperti tak kelelahan sama sekali.
Tiba-tiba khimarku di tarik mas Husein yang membuatku harus mendongak supaya tidak tercekik. Kucoba menahan tubuhku dengan kedua tanganku. Dibelakang sana, kontol mas Husein keluar masuk cepat, membelah memekku yang mendekap erat batangnya. Ada sekitar 10an menit aku digenjot dengan doggy sebelum aku benar-benar lemas karena orgasme kembali.
“AAAHH.. MASSHH.. OOHH.. PERKASAH BANGET SIHH.. AAHH.. AAHHH.. SHH.. KONTOLHH.. OHHH..”, racauku yang kini pasrah terlentang ngangkang.
“Hiyahh.. Enak kan sayangghh?? Suka dizinahi gini haaahh?? Nghh.. Nghh..”, ucap mas Husein sambil terus menggenjotku dengan posisi missionary.
“AAHH.. IYAHH.. ENAK BANGET MASHH.. AAHH.. E’EMHH.. ENTOTT.. AAHH.. AHHH..”, Racauku yang sudah dimabuk kenikmatan seks.
Kedua kakiku melingkar di pinggang mas Husein, tanganku mendekap dan terkadang mencakar punggung mas Husein karena begitu enaknya. Kontol mas Husein seperti batu kerasnya. Tak sepeti di video porno yang kulihat milik orang luar negeri yang panjang besar tapi agak letoy. Ini keras berurat benar-benar seperti batu. Tapi justru itu yang membuatku blingsatan keenakan. Aku terus meracau, mendesah, berteriak sesukaku malam itu. Mas Husein juga semakin bernafsu kalau akunya juga liar begitu. Waktu sepertinya sudah berjalan hampir 1 jam sejak dari foreplay tadi.
“Agh!! Aghh!! Kluarin manah sayangkuhh..!!??”, tanya mas Husein yang makin kuat dan cepat mengocok memekku dengan kontol 18cm miliknya.
“AHH.. AHHH.. AAHHH.. TERSERAHH.. TERSERAHH MAS AJAAHH..”, jawabku yang sudah ngeblank.
Mas Husein makin cepat menggenjotku yang membuat klimaksku pun makin dekat. Dan tiba-tiba mas Husein mencabut kontolnya. Tak pelak, memekku langsung berkedut kuat menyemburkan orgasmeku yang entah sudah berapa kalinya.
Croott.. crooott..
Mas Husein menggeram kuat menyemburkan sperma kentalnya yang sangat banyak ke wajahku yang tertutup cadar. Aaahhh.. entah kenapa aku juga ikut puas saat mendapati cadar yang kukenakan berlumuran sperma.
“Aahh.. Aaahh.. Sshhh.. Bisa gituh masshh sekuat inihh..”, ucapku dengan nafas tersengal-sengal.
“Hahah.. ini sih belum seberapah.. besok kalo udah jadi istri mas, baru keluar yang sebenarnya..”, kata mas Husein yang terduduk dengan kontolnya masih menjulang.
“Hahh?? Mmmhh.. waahh pantesan mba Maya kewalahan..”, kataku.
“Ahahah.. bisa jadi itu juga alasan dia deketin dek Citra..”, jawab mas Husein yang mulai mencumbuku lagi.
“Aaahhh.. Masshh.. ga istirahat dulu..??”, tanyaku yang kedua tanganku dipegangi mas Husein dan diletakkan diatas kepalaku sehingga ketiakku terbuka.
“Loohh.. malam masih panjang sayangkuhh.. waktuny ronde 2..”, kata mas Husein.
“Aaaaaahhh.. Massshhh.. Mhhhhh.. Seraaahh deehhh..”, ucapku sambil menggeliat merasakan syahwat yang kembali datang.
Mas Husein terus menggenjotku hingga 45menit kedepannya. Berbagai gaya ia terapkan, namun aku lebih banyak pasif karena seluruh sendiku seperti tak ada tenaga. Lebih dari 10kali aku dibuatnya muncrat di ronde kedua. Benar-benar letih, namun sebuah pengalaman seks yang luar biasa. Dan kami pun terlelap dengan aku bugil dan hanya menyisakan stoking saja yang masih menempel.
Besoknya aku tak langsung pulang. Selama seharian aku ‘menemani’ mas Husein di rumahnya. Ia meyakinkanku kalau mba Maya akan tinggal di rumah ortunya bersama kedua anaknya sekitar 3hari, jadi ada waktu 48jam untukku disana. Tapi namanya dua pasang anak adam yang berlawanan jenis berada di satu rumah dan keduanya tidak terikat ikatan suci pernikahan, sudah pasti syahwat dan setan yang membersamai.
“Aahh.. Ahhh.. mas Hueseinn.. Aahhh.. ntar kedengeran karyawan di bawah gimanaa?”, ucapku sambil kedua tanganku bertumpu di pinggir meja makan.
“Santai aja sayangku.. teriak pun gak akan dengar dia sihh.. ahahah.. Nghh.. Uhh.. seksinyaa”, jawab mas Husein sambil terus menyodokku dari belakang.
“Aahh.. Ahh.. Iyaahh.. Tapi inihh sarapan gimana mas sayanghh?? Aahh..”
“Sarapan entar duluhh.. sarapan ini duluhhh..”, kata mas Husein yang kini kedua tangannya meremasi toketku dari belakang.
Dan acara sarapan pagi itu berubah jadi acara memadu kelamin. Bukan hanya pasrah, aku pun justru menikmati perzinahan kami selama 24 jam itu. Yaa tidak sepenuhnya 24jam, tapi hampir tiap saat mas Husein menyumpalkan kontolnya di memekku. Entah itu di kamar, kamar mandi, dapur, tempat cuci baju, di ruang tamu, dll. Bahkan setelah sholat saat aku masih mengenakan mukena pun aku harus melayani nafsu buas mas Husein.
“Aahh.. Masshh.. Aaahh.. Aahhh.. baru juga kelar sholat lohh.. Sshh.. Aaahh..“, ucapku yang doggy di atas sajadah.
“Aaahh.. Abisnya dek Citra bikin mas nafsu terus sihh.. Shh.. masak sholat ga pake daleman”, jawab mas Husein yang terus menyodokku ba’da maghrib malam itu.
“Yaahh gimanaahh.. Ahh.. Ahhh.. Semuanyahh.. Aahh.. Ahh.. Cd nyah.. najis.. Aahh.. Ahh.. enakk.. Ahh..”, jawabku sambil merem melek keenakan.
Selama 24jam aku di rumahnya, kami benar-benar memaksimalkan waktu untuk menyatukan tubuh kami. Tak ada bagian dari rumah mas Husein yang tidak kunodai dengan siraman ‘air suci’ ku. Besoknya, sekitar jam 3 pagi, aku minta ijin untuk kembali ke Salon karena khawatir keburu si Tukang Parkir berjaga. Mas Husein juga paham dan membantuku mengamankan situasi.
“Mffhh.. mfhhh.. Mmchh.. Aahh.. Makasih mas yaahh.. love yuu..”, ucapku sebelum melangkah cepat meninggalkan rumah mas Husein.
“Love you too dek Citra sayang..” jawab mas Husein setelah kami berpagutan sebentar.
Sekitar jam 11 siang aku bangun untuk kembali menjalankan aktifitasku. Yaah karena aku pengusaha perempuan sendiri di lingkungan itu, maka hampir semua tetanggaku menannyakan kenapa kemarin seharian tutup. Yaahh aku jawab sedanya saja lagipula tidak ada yang curiga. Kelakuanku dengan mas Husein terus berlanjut tiap kali mba Maya pulang ke rumah orang tuanya. Ranjang milik mas Husein dan mba Maya sudah menjadi ranjangku juga. Benar-benar sensasi yang mendebarkan sekaligus membuat ketagihan.
“ternyata selingkuh se-menyenangkan ini.. aahh.. pantas pada suka selingkuh..”, gumamku sambil menggoyang kontol mas Husein yang menancap di memekku di malam isro’ mi’roj itu.
Pagi harinya..
“Assalamu’alaykum mba Citra..”, ucap mba Maya yang masuk ke salon.
“Wa’alaykumsalam mba Maya.. eehh.. udah lama yaa ngga main kesini..”, tegurku sambil menyalami tangan mba Maya.
“Iya nih.. ahahah.. sibuk ngurusin anak..”, jawab mba Maya dengan senyum manisnya meski ia bercadar serba hitam.
“Ohh.. iya.. ini ada oleh-oleh dari Magelang mba.. nanti buat anak-anak yaa..”, kataku sambil menyerahkan tas kresek berisi snack yang lumayan banyak.
“Waaahh.. makasih banget ya mba Citra.. ohh iya.. ngomong-ngomong saya mau tanya sesuatu.. boleh??”, ucap mba Maya sambil duduk di sofa.
“Mmm.. boleh aja sih mba.. mau tanya apa ya??”, jawabku dengan jantungku yang mulai berdegup.
“Tapi maaf sebelumnya.. jadi.. mmm.. mba Citra kalo lihat suami saya.. mas Husein.. apa yang mba Citra rasakan??”, tanya mba Maya dengan nada serius.
Duarrr!! Jantungku berdegup kencang. Aku kira pagi itu mba Maya sudah mengetahui perselingkuhanku dengan mas Husein. Wajahku langsung pucat pasi. Keringat dingin mulai muncul. Namun, saat aku kebingungan mau berkata-kata, mba Maya ternyata memiliki maksud lain.
“Mmm.. maksud saya gini mba.. mau ngga kalo mba Citra jadi madu saya.. istri kedua mas Husein??”, lanjut mba Maya.
“Eehh.. Ahh.. Anuu.. Kook tiba-tiba banget sih mba??”, jawabku berupaya menutupi panikku.
“Aahh.. iya juga ya.. duuhh.. maaf mba ya.. soalnya saya sudah mengamati mba Citra selama dua tahun ini dan inshaaAllah saya melihat mba Citra bisa jad partner saya untuk menjadi pendamping mas Husein bersama”, ucap mba Maya tanpa ragu.
“Ehh.. tapi ga perlu buru-buru loh jawabnya..”, lanjut mba Maya berupaya menenangkanku.
Sebenarnya aku malah sangat lega ketika mba Maya tak curiga padaku. Dan sebenarnya itu pertanyaan yang kutunggu selama ini. Tapi kalau aku langsung mengiyakan, khawatir mba Maya curiga. Setelah bertanya alasan utama mba Maya ingin poligami ternyata karena ia juga kewalahan dalam urusan ranjang. Yaahh.. aku sih sudah tau setelah kemarin seharian bersama mas Husein. Pertimbangan yang lain adalah aku satu-satunya akhwat yang menarik buat mas Husein dan juga mba Maya. Selain masih cukup muda, aku juga sekufu dengan mereka. Sama-sama mengikuti majelis kajian yang sama.
“Gimana mba Citra? Kalau butuh waktu gapapa kok..”, kata mba Maya dengan senyum manisnya.
“Ga usah mba Maya.. inshaaAllah saya mau kok..”, kataku sambil menggenggam kedua tangan mba Maya.
“MashaaAllahh.. Alhamdulillah.. Laa Quwwata illabillaahh.. jazakillah mba Citra.. Jazakillah..”, ucap mba Maya sambil memelukku erat.
Aku tau benar itu keputusan yang berat bagi mba Maya untuk berbagi hati denganku. Maka dari itu ini juga keputusan yang berat bagiku. Tapi mba Maya menekankan bahwa ada yang lebih berat, yaitu dari keluargaku. Dan benar saja, saat kuungkapkan keinginanku untuk jadi ‘madu’ mba Maya, pecahlah amarah keluargaku. Terutama kakakku.
“KOWE GOBLOK PO PIYE!? KENTEKAN LANANGAN HAH!!?? GELEM BANGET DI GOBLOK-GOBLOKI MUNG TEKNO DI CELUK USTAD WAE!!”, (kamu goblok apa gimana!? Kehabisan lelaki hah!? Mau banget di goblokin Cuma karena di panggil ustad aja!!) pekik kakakku saat mengetahuinya.
Yaah aku memang sudah tau akan seperti ini. Tapi yang tidak membuatku habis pikir, kakakku justru meracuni pikiran orangtuaku dan alhasil aku di sidang oleh keluarga besarku. Pakaianku yang sudah ‘ekstrim’ menurut mereka yang islam ‘abangan’ makin menjadi sasaran. Dunia serasa sempit bagiku. Air mataku tak ada henti-hentinya berderai. Kuungkapkan semuanya pada mas Husein. Aku tak tau lagi harus kemana. Bahkan orangtuaku mengancam akan mengusirku kalau aku melanjutkan keinginanku untuk dipoligami.
“Hemm.. iyaa mas paham kok.. makanya harusnya kemarin dek Citra kasih kabar ke mas dulu..”, kata mas Husein sambil membelai lembut kepalaku.
“Yaahh.. hiks.. hikss.. gimana mas ya?? Kan Citra ditanya kapan nikahh gitu.. trus uda kelewat seneng.. malah jadinya.. hiks.. hiks..”, jawabku sambil sesenggukan.
“Yaah gitulah sayang.. kalau keluarga ga paham agama, akhirnya yang main Cuma logika dan nafsu aja.. yaudah, sekarang dek Citra santai aja.. nanti mas yang atur.. cup.. cupp.. udaahh.. yuu.. masa pemandangan bagus gini mau dibiarin aja sih??”, ucap mas Husein yang terus mendekapku dari sisi kiri.
Yah pagi itu mas Husein sengaja mengajakku hang-out keluar. Aku bilang kalau aku mau cerita sesuatu yang serius dan selama perjalan menuju bukit ‘Teletubbies’ Jogja aku tak banyak menyinggung maksudku. Tapi mas Husein nampaknya sudah tau apa yang mau kusampaikan.
“Mmhh.. Iyah ya mash.. bagus pemandangannya.. Citra baru pertama kali kesini”, ucapku mencoba mengalihkan pikiranku.
Karena itu adalah bukit, maka pemandangan dihadapanku adalah hamparan kota Jogja. Meski di kota sana terasa sekali hiruk-pikuk manusia, tapi diatas sini kurasakan begitu tenang. Meski perkotaan kota Jogjakarta cukup padat, namun bisa terlihat tetap hijau asri dari atas sini. Pemerintah kota Jogjakarta tetap mempertahankan kesan “Green-Living” yang menambah kesejukan kota pelajar itu.
“Iyaa juga sih sayang.. tapi yang mas maksud ‘pemandangan’ yang ini..”, celetuk mas Husein yang tangan kanannya menyelinap dari ketiak kananku dan meremasi toket kananku.
“Aaahh.. Masshh.. Ntar kalo kliatan orang gimanaaahh??”, tanyaku sambil sandaran dan berglendotan di dada mas Husein.
“Santai sayangg.. biar semua tau kalau mas udah cinta banget sama Citraku ini.. apapun akan mas perjuangkan untuk menghalalkan cinta kita sayang..”, ucap mas Husein di telinga kananku.
“Aaaahh.. Mas Huseiinhh.. Makasiih Mashh.. Citra sayang mas Husein bangethh..”, jawabku yang sudah mulai ‘panas’.
Aku berpindah duduk di depan mas Husein dengan menghadap ke arah view pemandangan Jogja. Karena kami diatas bukit, maka tak ada yang menghalangi aksi kami pagi itu. Bahkan pepohonan pun sudah ditata rapi melingkar di pinggir bukit. Tangan kanannku menumpu tubuhku yang agak miring ke kanan dengan tangan kiriku merangkul leher mas Husein. Bibir mas Husein terus mencumbu leherku dari sisi kiri meski masih tertutup khimar. Pagi itu aku kembali mengenakan set abaya hadiah mas Husein dengan cadar yaman long 2 layer, khimar syar’i jumbo, dan abaya yang semua berwarna hitam. Mas Husein sendiri tak kalah kerennya dengan setelan peci, surban, jubah Haramain, dan sirwal yang semuanya berwarna putih. Mataku terpejam menikmati birahi yang mulai datang ditambah nikmatnya remasan kedua tangan mas Husein dari belakang.
“Aaahh.. Masshh.. Sshhh.. dibuka ajaahh.. Aahhh..”, ucapku sambil menyibakkan khimarku ke belakang.
Mas Husein dengan cekatan menarik resleting abayaku hingga gunung kembarku yang putih namun tertutup bra pink tampak jelas. Desisanku makin menjadi saat kedua tangan mas Husein menyelinap masuk dan menguak toketku yang tertekan oleh kencangnya bra yang kupakai.
“Aaahhngg.. Sshh.. Mnhh.. Nakal yaahh.. Sshh.. Mashh.. Ooohh”
Tangan mas Husein begitu lincah meski terhalang abaya dan bra. Dalam hitungan detik saja kurasakan CDku sudah basab kuyup. Tubuhku menggeliat, menikmati syahwat yang makin memuncak. Outdoor seks juga termasuk fantasiku, jadi sudah tentu aku terangsang berat dengan cepatnya.
Khimar bagian leherku sudah basah kuyup oleh liur mas Husein. Toketku diremasi tangan kiri mas Husein. Dan kini ditambah tangan kanan mas Husein menyelinap masuk ke CDku dan melesakkan jari tengahnya untuk mengocok memekku. Sejak aku ‘silaturahmi’ di rumah mas Husein selama seharian itu, kini tiap kali aku pergi dengan mas Husein, aku tak lagi mengenakan dalaman celana panjang, tapi stoking hitam renda se-paha. Selain lebih nyaman dan tidak gerah, mas Husein lebih suka aku seperti itu.
“Aahh.. Masshh.. Mmhh.. Enakk.. Aahh.. Sshh.. Aahhh.. Ngghhh..”
Bagaimana aku tidak terangsang hebat!? Baik leher, putting, dan memekku di rangsang secara ersamaan, ditambah lagi lokasi kami bercumbu yang memancing adrenalin. Kakiku yang membuka lebar dari tadi mulai kelojotan menahan syahwat yang tak bisa terbendung lagi. Desakan orgasme mulai memuncak, dan mas Husein pun sigap membaca suasana. Kocokan jemari mas Husein makin cepat, ditambah lagi G-Spotku menjadi sasaran utama. Alhasil, tubuhku melengkung, kudekap erat leher mas Husein dengan mataku terpejam dan mulut melenguh keras saat klimaks pertamaku datang.
“Aahh.. Masshh.. Ahh.. Shhh.. Enak.. Enakk.. Ahhh.. Aahh.. Ga tahan.. Ahh.. dikit lagihh.. Aahhh.. AAAAANNGHHHHHHH!!”
Mas Husein segera mencabut jemarinya dan malah menggesekkan jemarinya cepat di kelentitku. Rasanya?? Ga kebayang nikmatnya. Maniku menyembur deras dan kuat, membasahi seluruh abayaku karena tangan mas Husein yang terus menggesekknya tanpa henti. Rerumputan dibawah pun tampaknya senang mendapat ‘nutrisi’ dari akhwat bercadar.
“Aahh.. Hhh.. Hhh.. Sshhh.. Masshh.. Mmhhh.. Basah semua dehh..”, kataku mencoba mengumpulkan tenaga.
“Hahah.. tapi enak kan sayang?? Nih bersihin duluh jari mass..”, kata mas Husein sambil menyodorkan jarinya yang mengkilap oleh lendir.
Tanpa ragu kusibakkan sedikit cadarku dan langsung kukulum jemari mas Husein dengan penuh nafsu. Setelah bersih, giliran mas Husein yang kini berdiri dengan kaki kanannya bertumpu di meja kayu tempat kami bercumbu. Sirwalnya sudah terlepas daritadi hingga memamerkan kegagahan kontol 18cm miliknya yang kekar berurat dan dihias bulu kemaluan yang cukup lebat.
Aku tau benar yang mas Husein inginkan. Tanpa perlu diminta, aku segera duduk bersimpuh seperti duduk tahiyyat awal tepat dibawah selakangan mas Husein. Kedua tanganku kuletakkan diatas pahaku sementara mulutku kini sibuk digenjot mas Husein layaknya memek. Kaki kanan mas Husein menapak di pinggiran meja taman, sementara kaki kirinya menapak di tanah. Tangan kanan mas Husein dipinggangnya dan tangan kirinya memegangi kepalaku.
“Aaah.. Sshh.. Yeshh sayanghh.. Mmhh.. Ini yang mas mauh dari calon istrii.. binal”, ucap mas Husein yang sesekali mendongak menikmati outdoor seks denganku.
Aku makin terangsang saat melihat wajah mas Husein yang begitu puas. Ujaran tak senonoh yang beberapa kali terlontar dari mulut mas Husein pun ikut membakar birahiku. Decak becek tenggorokanku makin menjadi dan menambah erotisnya perzinaan kami. Mas Husein sendiri masih mengenakan jubah dan surbannya saat menggenjot mulutku. Hingga pemandangan syar’i erotis terjadi dimana seorang akhwat bercadar sedang asik menikmati dikontoli mulutnya oleh lelaki ajnabi.
“Aaahhh.. Mmhh.. Sshhh.. OOOOHH.. MASHH.. AAAHH.. AHHH.. AHHHH.. NGHHH.. KONTOLHH.. AAHHH..”, desahku lepas sesaat setelah kontol mas Husein kembali menyesaki memekku.
Aku disodok dari belakang oleh mas Husein dengan aku berdiri dan kaki kanannku ditekuk diatas meja taman. Kedua tanganku bertumpu di meja, menahan tubuhku yang agak condong ke depan dan terus berguncang akibat gempuran kuat mas Husein. Cadarku yang basah kuyup tak bisa menutupi kerasnya desahan dan eranganku. Kedua tangan mas Husein mencengkram erat bokong putihku yang beberapa kali ditamparinya. PLAK! PLAK! PLAK!!
“AGH! AGHH!! ENAK MASHH.. AHH.. AHH.. TERUSHH.. AHH.. KONTOL.. AHH.. KELUARH.. AHHH..”
SRRRRRR.. SSSSRRRRRRRR..
Tak lama aku bertahan karena kenikmatan yang luarbiasa. Aku mengerang sekuatnya saat orgasmeku datang. Majaku terpejam, tubuhku bergetar hebat sementara di bawah sana kakiku basah kuyup disiram maniku sendiri. Mas Husein berhenti sesaat menikmati pemandangan diriku yang tengah kelojotan. Kudengar tawa kecil mas Husein sambil mengatai aku ‘lonthe’. Dan Bleshhh.. kembali memekku keenakan disesaki kontol jumbo mas Husein. Ada mungkin sekitar 15menit lamanya aku bertahan berdiri sambil disodok dari belakang. 2 kali kualami klimaks saat itu sebelum kini aku terlentang di atas meja taman dengan kedua kakiku mengangkang lebar.
“Aaahh.. Masshh.. Maluu iihh.. Sshh.. Mmhh..”, ucapku sambil spontan menutupi wajahku dengan tangan padahal aku masih bercadar.
“Ahaha.. Kenapa sayang? Kan masih pake cadar.. malu kenapa?”, tanya mas Husein yang berdiri tepat didepan memekku dengan kontolnya mengacung menyibakkan jubahnya.
“Nnghh.. kliatan giniihh.. Uuh.. Nghh..”, jawabku yang kadang bingung sendiri.
Disisi lain ini juga salah satu fantasiku bisa ngentot outdoor begini. Ini tak lepas dari banyaknya suplemen bokep dari Reno dulu yang menancap kuat hingga kini. “Kayaknya seru deh outdoor”. Tapi disisi lain, sisi kewanitaanku tetap berontak untuk berupaya mengembalikan marwahku.
“Yakin sayangh mau nolaakk?? Sshh.. Mfhh.. Mfhh.. Srrpp.. Mchh..”, tanya mas Husein singkat.
Belum sempat kujawab, lenguhanku lepas merasakan lidah mas Husein yang mulai menari, memanjakan bibir memekku di bawah sana. Kedua tanganku bergerak sendiri meremas toketku yang sudah terlepas dari kekangan abaya dan bra. Kini tubuhku sendiri yang menjawab pertanyaan retoris mas Husein. Dan.. AAAHH.. SSHH.. AAAHH.. AAAHHH.. aku mendesah sekuatnya. Kulepaskan semua hasrat birahiku saat kontol mas Husein menggepur kuat rahimku. Suara malaikat yang berbisik lemah, tak mampu membendung kuatnya ‘pecutan’ setan pada syahwatku.
“AAHH.. AHHH.. YESHH!! MASHH.. OHHH.. ENAK.. ENAKK.. TERUSHH.. AHH.. SODOK MASHH.. AHH.. ENAK BANGETTHH!!”
Racauanku semakin liar tak karuan. Cadar hitam yang seharusnya menjadi identitas seorang akhwat sholihah, kini hanya selembar kain yang tak lebih berharga dari kain lap untuk membersihkan lendir memek atau sperma. Meja taman tempat kami bergumul ikut berguncang seiring derasnya hantaman pinggul mas Husein. PLAK!! PLAK!! Kedua tangan mas Husein mencengkram kuat pinggangku sebagai tumpuan. Seluruh tubuhku dibajiri rasa nikmat luar biasa. Benar saja kalau aku sampai 3 kali muncrat hanya dengan disodok diposisi itu.
“AAAHH.. LAGI MASSHH.. AAHH.. AHHH.. NNGHHHHHH!!”
Plop.. SEERRR.. SEEERRRRRRR..
Abaya dan cadar yang kukenakan kini beraroma khas mani akhwat. Tiap kali aku klimaks, semburan maniku memancar kuat keatas, menyirami abaya, khimar, dan cadarku. Terlebih lagi saat mas Husein dengan sengaja memainkan kelentitku, Aahhh.. seperti nyawaku terlepas dari raga. Begitu nikmaaaattttttt!!
Aku terus mendesah, mengerang, mendesis, meracau sepuasku. Mas Husein lebih mirip singa buas yang tengah menikmati mangsanya. Begitu kekar nan perkasa. Tubuhku sudah lunglai parah, namun mas Husein tetap tak ada tanda-tanda akan berakhir. Saat itu aku tengah disodok dengan posisi miring ke kiri. Kaki kananku menjulang ke atas dan ditahan tangan kiri mas Husein, sementara kaki kananku kutekuk di atas meja, saat tiba-tiba mas Husein mendegus cepat.
“Aghh! Aghh!! Kluarin manah sayang?? Mulut aja yaahh??”, tanya mas Husein yang nampaknya sudah mau ejakulasi.
“AAHH.. AHH.. IYAHH.. BOLEHH MASHH.. AHH.. AHH.. SINIHH.. AAHH”, ucapku sambil mencoba menahan tubuhku yang berguncang dahsyat.
Mas Husein segera mencabut kontolnya dan memutar tubuhku 180° hingga kini kepalaku menggantung tepat dihadapan selakangan mas Husein. Entah apa setan yang merasuki calon suamiku. Ia tanpa pikir panjang langsung menyumpalkan kontolnya beserta cadar yang menutupi mulutku.
AAARRRGGGHHHHHH!!
CRRTTTT.. CRRRRRTTTTTTT..
Selama beberapa saat kurasakan kontol mas Husein berdenyut. Aroma khas sperma mulai membelai hidungku. Aku tak bisa sepenuhnya merasakan sperma mas Husein karena kain cadar yang memenuhi mulutku. Setelah beberapa saat, aku pun berdiri sambil merapihkan abaya dan khimarku. Mas Husein terpana puas saat melihat cadar yang kupakai berlumuran sperma kental. Dan pagi itu ditutup dengan adegan aku menjilati cadarku yang penuh dengan sperma.
Sebulan berikutnya, mas Husein memberi kabar padaku kalau ia akan segera menemui orangtuanya. Aku sendiri masih belum yakin kalau orangtuaku akan menerima kedatangan mas Husein atau tidak sehingga aku tak segera memberikan jawaban. Namun semua itu ternyata sudah menjadi ketetapan Allah. Aku pun juga terkejut bukan main saat orangtuaku memberikan jawaban dari tawaran mas Husein.
“Nggih.. inshaaAllah.. Sak dangune anak kulo kerso, kulo nggih ikhlas.. piye nok??”, (Ya.. inshaaAllah.. selama anak saya mau, saya juga ikhlas.. gimana nak??) tanya ayahku dengan senyum yang tak pernah kulihat sebelumnya.
Aku tak mampu berkata-kata. Hanya derai air mata bahagia yang membuatku tanpa sadar langsung memeluk erat ayahku. Tak pernah kulihat senyum ayahku yang begitu indah seperti hari itu. Mba Maya yang juga hadir tanpa cadar dan hanya mengenakan masker, terlihat menyeka air matanya yang ikut terbawa suasana haru siang itu di rumahku di Magelang. Kakakku sendiri lebih memilih tidak hadir saat mas Husein menyatakan khitbahnya padaku saat itu. Dan rencana pernikahan pun telah disusun rapi hingga detil terkecil.
“Kok bisa sih mas??”, tanyaku bingung sambil meminum es teh yang kupesan.
“Iya tuh bii.. kasih tau dong manuver abi buat taklukin ayah mba Citra..”, timpal mba Maya yang wajahnya bersinar cantik seperti biasanya.
“Aaahh.. jadii gini..”
Mas Husein bercerita kalau sebenarnya ia sudah melakukan pendekatan ke keluargaku selama sebulan. Bahkan ia minta tolong teman-teman se-majelisnya yang ada di Magelang dan beberapa ustad untuk pendekatan kesana. Dan virus fitnah yang menghinggapi ayahku tentang poligami sirna saat ustad yang menjadi rujukan ayah menerangkan secara detil dan gamblang. Ditambah lagi ternyata mas Husein juga sering mengirimkan hadiah ke rumah melalui teman-teman kajiannya yang berkunjung ke rumahku.
2 bulan dari khitbah, akhirnya aku resmi duduk di pelaminan bersama mas Husein. Aahh.. hatiku berdegup kencang saat mas Husein mengucapkan akad nikahnya. Tak banyak yang ku undang untuk hadir. Dan statusku sebagai istri kedua pun ditutup rapat-rapat oleh keluargaku agar tak terdengar oleh tetangga sekampung yang cukup ramai datang di acara Walimahan.
“Ehmm.. Ehmm.. yang udah halal nihh.. makin panas dong ntar malem..”, kata Rere menggodaku yang pagi itu mengenakan set cadar, khimar, dan abaya warna coksu dengan motif renda yang cukup ramai khas pakaian kondangan.
“Iyaa nih.. duuhh.. yang bisa ngrasain ena-ena ntar malem.. ahahaha..”, celetuk Mutya yang tampil sholehah namun tetap seksi.
“Hehh.. Hehhh.. isshh.. paann sih!?”, jawabku yang panik kalau kedengaran mertua karena aku berdiri disamping mertuaku.
“Ehh, tapi pinter milih lohh.. udah sholeh, muda, sukses, ganteng pula..”, celetuk si Naya.
“Tau ngga sih?? Sebenernya aku duluan yang nargetin lohh.. tapi ditikung sama Citra”, kata Rere sambil sandaran di pundak Naya.
“Oooooooo.. gitu sekarang?? Main culik-culik gitu yaaa sama temen??”, lanjut Naya yang membuatku agak emosi.
“Ehh!! Apasih!? Becanda jangan kelewatan dong!!”, kataku yang agak emosi karena sudah agak capek juga dengan semua acara akad dan walimah.
“Lohh.. Lohhh.. siapa aja ini sayang? Kok mas ga dikenalin sih??”, celetuk mas Husein sambil merangkulku untuk meredakan emosiku.
“ini nihh mass.. sahabat deket Citra semua.. tapi becandanya itu lhoo..”, kataku sambil mendekap balik mas Husein meskipun kami masih di atas panggung.
Yaah melihat aksiku yang seperti itu, membuat ketiga sahabatku makin cemburu. Tapi mas Husein dengan pesona khas ikhwan-ikhwan soleh genit dengan cepatnya membuat kita semua berbaur. Tak banyak orang kampung yang kami undang. Lebih banyak teman-teman kajian mas Husein. Dan beruntungnya aku karena Rere tampaknya masih setuju untuk menutupi rahasia pernikahanku dengan mas Husein.
Malam pertama kami sudah seperti malam-malam biasanya. Namun malam itu aku memang seperti tak bernafsu untuk ngentot dengan mas Husein. Dan mas Husein pun paham dengan alasanku. Dengan berbagai alasan, mas Husein akhirnya bisa meyakinkan ortuku untuk membolehkan kami segera kembali ke Jogja, namun setidaknya kita harus tinggal dulu selama 3 hari.
Di Hari ke-4, aku dan mas Husein segera pamitan untuk menuju Jogjakarta. Satu hal yang membuatku tidak nyaman selama 3 hari ini adalah karena ketidakhadiran mba Maya di pernikahanku. Memang jauh-jauh hari mba Maya tidak akan hadir. Ia sendiri yang menjelaskan alasannya tidak bisa hadir yaitu untuk meminimalisir berita tentang poligami yang mana warga disekitar situ belum paham dengan poligami.
“Gapapa kok mba Citra.. ana ikhlas.. pokoknya harus tetep fun yah nanti dengan mas Husein disana.. jangan sampai ketauan dulu..”, kata mba Maya dengan senyumnya yang tulus.
Meski begitu, aku tetap saja tak sampai hati, dan mas Husein sudah bisa melihat gelagatku selama 3 hari itu. Sesampainya di rumah mas Husein, aku segera masuk menuju ke lantai 2. Sempat kujumpai si kecil yang lagi asik dengan HPnya, dan selepas mengucap salam aku langsung mendekap mba Maya sekuatnya.
“Wa’alaykumsalammhh.. lohh.. lohhh.. kenapa nih mba Citra??”, tanya mba Maya.
“Maafin Citra yang egois mbaa.. Gara-gara Citra, mba Maya harus jauh dari mas Husein..”, kataku sambil menahan air mata.
“Cup.. Cupp.. udah selesai kan nikahnya? Lancar semua kan?? Gapapa mba Citra.. kan udah sepakat kita bakal laluin semuanya bareng-bareng.. Ehh.. baru nyampe ya?? Minum dulu sihh..”, kata mba Maya yang terdengar santai menanggapiku.
Namun entah kenapa aku masih merasa bersalah. Mungkin aku kurang sungguh-sungguh dalam menyampaikan maaf. Aku pun segera bersujud dihadapan mba Maya. Mba Maya pun terkejut melihatku seperti itu. Begitu pula mas Husein yang baru saja masuk rumah. Akhirnya kusampaikan saja apa yang kurasakan selama 3 hari itu. Dan siang itu aku dan mba Maya sama-sama saling mengikhlaskan.
Malam harinya, setelah kedua anak mas Husein tidur, aku bersama mba Maya melakukan selebrasi yang seharusnya kami lakukan 3 hari yang lalu. Sesuai request mas Husein, aku mengenakan Jilbab segi empat kecil, cadar tali, dan tiara putih yang kupakai saat walimah, sementara mba Maya mengenakan khimar mini dan cadar yaman hitam yang semakin menampakkan meindahan sempurna tubuhnya.
Mas Husein yang sedang tiduran terus melenguh menikmati servis kami berdua. Secara bergantian aku dan mba Maya menggilir kontol mas Husein dengan mulut kami. Saat mba Maya sibuk mengulum seluruh kontol mas Husein, maka aku yang bertugas men’servis’ zakar mas Husein. Begitu pula sebaliknya. Dan di malam itulah aku bisa melihat keindahan tubuh mba Maya yang putih mulus dengan toket jumbonya yang berukuran 36D dihias puting kecoklatan muda dengan memeknya yang tembem dan bulu kemaluan ysng tercukur rapi. Sembari menunggu obat kuat mas Husein bereaksi, mba Maya mengajakku untuk berlesbi ria.
“Aahh.. mba Mayaahh.. Sshhh.. Aahhh.. Gelihhh.. Aahh”
Mba Maya tanpa ragu mencumbuku yang terlentang di ranjang sementara ia terus menciumi leher dan ketiakku. Awalnya risih, namun lambat laun aku pun tak bisa menolak sensasi nikmat yang dihantarkan istri pertama mas Husein itu. Terlebih lagi melihat mas Husein yang terpana melihat aksi kami berdua semakin membuatku bersemangat untuk lesbi dengan mba Maya.
“Nahh gituh sayang.. ajarin dulu nih dedek Citra”, kata mas Husein sambil mengocok perlahan kontolnya yang tegang keras menjulang.
Sembari menanti obat kuat mas Husein bekerja, mba Maya terus menjelajahi tubuhku. Aku hanya bisa pasrah menjadi bulan-bulanan lidah mba Maya yang tak kalah lihainya dengan mas Husein. Terlebih lagi saat ia menggarap memekku. Aahh.. desahanku meledak. Meski bukan mas Husein, tapi sensasi geli nan nikmat ini tak bisa berbohong.
“Mffhh.. Mfhh.. Srpph.. Srpphh.. Mmnghh!! Abiihh.. Aahh.. Jangan ke umiihh.. ke dek Citra duluhh abi sayaanghh.. Aahh.. Ahh.. ”, kata mba Maya yang tiba-tiba mendesah.
“Aahh.. Ga bisa nahan sih miw.. bokong mimiw seksi bangethh!!”, jawab mas Husein yang sudah menyodok mba Maya yang nungging dari belakang.
Mba Maya segera berganti posisi dengan duduk miring disampingku dan menarik kedua kaki putih mulusku hingga tertekuk ke perut dan membukanya lebar.
“Yang inih dulu abi sayang..”, kata mba Maya sambil menawarkan memekku yang tampak merekah ke mas Husein.
“Ohh,. Yakin ga mau duluan miw?”, tanya mas Husein dengan kontolnya yang mengacung tegak.
Btw, mas Husein biasa memanggil mba Maya dengan kata ‘umi’ atau panggilang sayang ‘mimiw’.
“Mau dongg.. Cuma kan malam ini khusus buat dek Citra duluh.. iya kan dek??”, goda mba Maya.
“Aahh.. Mhh.. Terserah mba Maya ajahh”, jawabku yang sudah sampe ubun-ubun syahwatku.
Mas Husein menyeringai puas. Sepertinya ini fantasi mas Husein juga ketika ada dua akhwat saling menawarkan memeknya untuk disenggamai. Mba Maya dengan penuh nafsu mengulum kontol jumbo mas Husein tanpa kesulitan sama sekali dan.. Aaaahhhh.. desahanku kembali menggelegar saat kontol mas Husein menembus jauh hingga mentok.
“AAAHH.. AAHH.. MASHH.. OOHH.. MHH.. OHHH.. AAHH.. ENAKK.. AAHH..”, desahku lepas.
Mas Husein menggenjotku dengan posisi duduk berlutut sementara aku terlentang. Kedua pahaku mas Husein genggam sebagai tumpuan. Mba Maya sendiri terus mengulum putingku dari sisi kiriku sambil tangan kirinya terus menggesek kelentitku. Alhasil tak butuh waktu lama hingga aku mengejang karena orgasme.
SEERRR.. SSEEEERRRRR..
Saat aku tengah orgasme, mas Husein yang sudah dibutakan birahi segera mencabut kontolnya dan langsung berganti menggenjot mba Maya yang ada di samping kiriku. Bleshh.. kontol mas Husein melesak cepat menggagahi memek indah mba Maya.
“Ayok Citraku sayang.. kangkangin kakak ipar tuh..”, kata mas Husein.10973Please respect copyright.PENANAk2u4XMTkJx
Mba Maya pun penuh antusias mengarahkanku untuk berjongkok diatas wajahnya. Dan benar saja, lidah mba Maya kembali memanjakan memekku yang basah kuyup oleh lendir.
“Aahh.. Ahhh.. Mbaakk.. Ahhh.. Shh.. Mfhhh.. Mchh..”
Belum tuntas aku mendesah, mas Husein menarik kepalaku dengan tangan kirinya dan memagut bibirku meski tertutup cadar. Baru kali ini aku melakukan seks serumit ini, tapi disaat yang sama begitu seru. Mas Husein yang terus menggenjot mba Maya, tanpa pamrih juga berpagutan dengannku yang doggy diatas badan mba Maya. Aku terus dibuat merem melek oleh jilatan lidah mba Maya yang juga kedua tangannya terus meremasi toketku.
“Aah.. Ahh.. Haemmfhh.. Mfhh.. Mckk.. Ockk.. Ockk..”
Memek mba Maya menyemburkan mani nya saat aku disodori kontol. Tanpa dikomando, mulutku secara nalurish langsung melahap kontol mas Husein yang mengkilap karena lendir. Tapi yang membuatku syok adalah setelah itu. Mba Maya tiba-tiba menekuk kakinya dan memintaku untuk menahannya. Dan mataku terbelalak saat melihat kontol mas Husein melesak ke lubang anus mba Maya.
“AAANNGHH.. NNGHH.. OOHH.. MNHH.. ABIIIHH.. OHH.. MFFHH.. SRPPTT.. SRRPPTT..”
Erangan mba Maya pun hilang karena tersumpal memekku lagi. Mataku tanpa berkedip melihat keajaiban itu. Bagaimana bisa lubang sesempit itu disesaki kontol sebesar milik mas Husein. Dan mba Maya tak terlihat kesakitan sama sekali, malah justru enjoy. Namun malam itu mas Husein hanya menikmati memekku saja.
Aku dan mba Maya dibuat kelojotan keenakan semalaman penuh. Mas Husein terus menggilir kami berdua tanpa henti. Saat kami saling berdekapan dengan mba Maya diatas dan aku dibawah, memek kami berdua digilir mas Husein semaunya. Setelah memek mba Maya, kemudian melesak ke memekku, dan begitu seterusnya.
Setelah ejakulasi pertama mas Husein yang hampir sejam lamanya, berganti kami yang aktif menggilir kontol mas Husein. Dimulai dari aku yang meliuk indah diatas perut mas Husein dengan WoT. Memeku menggigit kuat kontol mas Husien yang terasa keras nan nikmat. Desahan dan racauanku begitu keras hingga aku mengejang kembali setelah 5 menit bergoyang. Kini berganti mba Maya yang menelan kontol mas Husein dengan memekknya setelah sebelumnya kukulum dulu.
“Aahh.. Ahhh.. Sayang kluarin mana!!??”, tanya mas Husein yang menggenjot cepat memekku dengan posisi doggy.
PLOKK!! PLOKK!! PLOKK!! KREEETT.. KREEETT..
“TERSERAH MAS HUSEINNHH.. AAHH.. AHHH.. AYOK MASHH.. AHH.. ENAKNYAA.. AHH”
“Kluarin dalem ajah Bii.. biar dek Citra ngrasain angetnya sperma Abii..”, kata mba Maya yang terlentang di bawahku.
Dan mas Husein pun menggeram, memuntahkan semua spermanya di rahimku yang juga dibarengj diriku mengejang karena klimaks. Tubuhku langsung ambruk di dekapan mba Maya setelah sekitar 1 jam lebih aku dan mba Maya digilir tanpa henti oleh mas Husein. Namun itu bukan puncaknya, setelah 20menit istirahat, ronde dua dengan mas Husein kembali berlanjut hingga hampir 2,5jam lamanya.
“Aahh.. pantesan ajah mba Maya harus nyari temen lagi”, kataku.
“Hihihih.. iyakan?? Padahal adek juga uda sering toh ngrasain di genjot mas Husein tanpa obat kuat kayak gimana??”, kata mba Maya yang tiduran di sisi kiri mas Husein sambil memeluk mas Husein dari kiri.
“Eehh.. maksudnya gmna mba??”, tanyaku yang memeluk mas Husein di sisi kanan.10973Please respect copyright.PENANA5AWflfqBTv
"Ahahah.. sayang.. kan uda abi bilang jangan cerita ke Citra dulu..”, celetuk mas Husein yang kontolnya mulai layu setelah 3x ejakulasi malam itu.
“Gapapa kan bi?? Toh lambat laun juga bakalan tau.. ituuhh..”
Dan ternyata memang mba Maya sudah tau kalau selama ini mas Husein selalu meluangkan waktunya untuk ‘bersilaturahmi’ kelamin denganku. Salah satu tujuannya adalah agar mas Husein bisa makin mantab untuk menikahiku setelah mencoba tubuhku beberapa kali. Ternyata itu awalnya juga saran dari mba Maya sendiri.
“ahahaha.. afwan ya dek.. soalnya Cuma adek aja yang menurut mba paling pas bhat jadj partner ranjang kedua buat mas Husein yang super setroonnggg ini..”, jawab mba Maya ringan.
Yaahh.. mau dikata apa? Toh ini juga sesuai impianku untuk bisa bersanding dengan mas Husein. Dan ternyata meski di luar mas Husein dan mba Maya terkenal dengan solehnya, ketika urusan seks pun lebih liar lagi fantasinya. Selama ini mba Maya tak bisa memenuhi fantasi seks mas Husein, termasuk threesome FFM, namun setelah aku menjadi istri keduanya, kini salah satu fantasinya terpenuhi. Termasuk outdoor seks bertiga.
Pernah sepulang dari tengok jama’ah dakwah, aku, mba Maya, dan mas Husein mampir kembali di bukit Teletubies hanya untuk mengumbar nafsu saja. Dengan aku dan mba Maya yang mengenakan set abaya, cadar, dan khimar serba hitam, kami mengangkang, mempersembahkan ‘kewanitaan’ kami untuk dinikmati mas Husein bergiliran.
Tak hanya itu, ketika ta’lim di rumah pun malah berubah menjadi ta’lim kelamin dimana aku yang sedang membaca kitab Ta’lim harus sambil mendesah karena disodok mas Husein dengan posisi doggy. Mba Maya yang ada didepanku malah justru colmek ria sambil melihat aku yang disodok mas Husein. Benar-benar sesuatu yang tak pernah terpikirkan olehku.
Selama 2 tahun dari pernikahanku, mas Husein menikahi 2 ummahat lain yang berumur lebih tua dari dirinya. Namanya mba Diana dan Mba Nina. Keduanya tak kalah cantikny dengan mba Maya dan sudah memiliki anak. Keduanya adalah Janda. Hanya saja untuk mba Diana ini ia ditinggal mati suaminya saat Covid, sementara mba Nina karena cerai. Akhirnya kami bertiga pun ikut dalam kajian yang sama. Tak hanya kami belajar untuk urusan agama saja, kajian tentang ranjang pun sering mas Husein sampaikan dan praktikan secara langsung.
Terkhusus setiap kamis malam maka mas Husein akan melakukan seks MaleDom, dimana mas Husein ngentot dengan salah satu istrinya disaksikan ketiga istrinya yang lain yang diikat dengan tali dan semua titik rangsangan dirangsang dengan dildo.
Awal mula, dimulai dengan mas Husein yang menggila di atas ranjang melawan mba Maya. Aku, mba Niba, dan mba Diana hanya bisa pasrah terikat di kursi, mendesah, melenguh, mengerang karena merasakan nikmat dari getaran dildo yang menyumpal memek dan anus kami. Ohh iya, selama aku menjadi istri mas Husein, anal seks pun harus kami kuasai. Itupun berkat ajaran dari mba Maya sendiri. Dan kini sudah berjalan 4 tahun lamanya. Aku sudah punya anak dari sperma mas Husein yang berumur 3 tahun. Saat kami hendak ‘main’ berempat, biasanya seluruh anak-anak kami akan diasuh oleh seorang baby sitter. Dan setelah itu, selama hampir setengah hari kami berlima pun meluapkan hasrat seksual kami sepuasnya.
10973Please respect copyright.PENANANsel18Pf5y