“Siap, dokter!” Mercy tanpa buang – buang waktu mengambil apa yang diperintahkan Nerd dari etalase.
Sedangkan Nerd, naik ke lantai dua. Nerd memutar knob pintu baja yang mirip stir kapal dengan jendela kecil kaca anti peluru untuk mengintip.
Ruangan yang kecil dan hanya dinaungi satu lemari baja. Ruangan itu sangat dingin dengan dua pendinging ruangan. Ketika Nerd baru masuk, ruangan itu menyemprotkan droplet yang mengandung antiseptik.
(Hm… ruangan steril dan peralatan juga befungsi dengan baik… #Hah… (sighed) syukurlah…. Planet ini nggak seburuk yang dibayangkan,) pikir Nerd.
Nerd membuka lemari baja itu. Diambilnya termometer berjenis inframerah, statoskop, tiang infus, serta defribillator sebelum kembali turun.
Tampak Mercy yang melakukan pekerjaannya dengan terampil, berhati – hati, dan disiplin. Dua timba kecil dipisahkan, untuk air dan kapas handuk bekas merah darah. Mercy kembali mencelupkan kapas handuk pada timba air bercampur antiseptik untuk membersihkan luka sabetan yang sebenarnya tidak terlalu lebar. Timba air dan antiseptik itu kini juga bercampur kemerah – merahan bekas darah.
Masalahnya, Nerd menyaksikan sendiri bahwa darah si putri duyung masih sampai merembes ke kasur. Tidak seperti pipa bocor yang deras, hanya mirip genting yang bocor karena hujan. Tidak terlalu banyak, namun berkelanjutan.
“Do-dokter! Sepertinya belum menutup!” Mercy sedikit panik. “A-apa ada yang harus saya lakukan?
“Tenang….” Nerd menaruh tiang infus itu di sebelah kasur pasien. Sedangkan defribillator itu ditaruhnya pada kursi yang kosong. “Buang kapas – kapas kotor itu, ganti lagi airnya lalu masukkan kembali antiseptik. Taruh itu menyamping sebentar lalu pasangkan infus terlebih dahulu,”
“Si-siap, dokter!” Mercy dengan sigap segera mengangkat timba itu.
Nerd lalu mengulurkan stetoskopnya tepat pada dada sang putri duyung.
#Deg.. deg.. deg..!
Detakan jantung itu jedanya cukup cepat.
(Ini bukanlah hasil yang bagus, tapi setidaknya aku tahu bahwa dia masih hidup.)
Nerd lanjut menembakkan inframerah pada termometer yang berwujud seperti pistol itu.
#Nit,nit! Nit,nit!
Itu menunjukkan 15 derajat celsius. Nerd merasa janggal dengan hasil itu.
“Mercy, bagaimana kisaran suhu normal Putri Duyung?”
“Baik, dokter. Itu tergantung berapa porsi lama mereka tinggal di daratan atau lautan. Bila di daratan, mereka kebanyakan normal dengan penghuni daratan. Bila dilautan, dikatakan normal sekitar… 15 sampai 24 derajat celsius,”
“Terima kasih,”
(Duh, berarti kondisinya belum bisa dipastikan, dong? Nah, tapi aku akan tetap menganggap karena luka ini.)
Dengan hati agak sangsi Nerd, mengambil sesuatu dari etalase.
#Srek
Nerd mengocok toples plastik yang penamaannya selalu tertulis ‘Pil Elixir’.
(Baik… Elixir Hemostasis untuk menutup luka pendarahan, adalah intinya. Tapi aku perlu sesuatu untuk mempercepat regenerasi dan pembentukan jaringan sel!) Nerd mengambil toples yang dalamnya tampak sesuatu beku. Toples itu dari kaca. “Hm… Elixir IcyMagnon tampak solutif,)
Lantas, Nerd mengeluarkan masing – masing satu pil dari toples plastik, Elixir Hemostasis dan satu toples kaca Elixir IcyMagnon.
Pil Elixir Hemostasis berwarna merah ruby bening, sedangkan satunya pil Elixir IcyMagnon seperti kristal es yang mengeluarkan asap nitrogen kecil.
Nerd menaruh dua pil itu pada alu dan lesung medis. Kemudian Nerd kembali pada etalase untuk mengambil sesuatu yang agak terlupa.
“Dokter, infus telah terpasang. Selanjutnya apa yang saya lakukan?”
(Woah! Cepat sekali! S-sudah kuduga Soul Core Beta….)
“Bersihkan kembali lukanya seperti tadi,”
“Siap!” Mercy kembali mencelupkan kapas handuk ke dalam air antiseptik itu lagi.
Nerd mengambil dan membawa tiga toples plastik, sebagai tambahan.
Nerd duduk dan siap meracik ramuannya. Nerd menumbuk pil hemostasis dan pil IcyMagnon. Warna serbuk merah dan putih itu dicampurkan. Kemudian Nerd menambahkan dua kapsul lunak dari toples bertuliskan ‘Gelatine Fuel’ dan ‘Collagen Fuel’ yang ketika ditumbuk mengeluarkan cairan bening.
(Toping yang terakhir adalah Madu!)
Nerd menuangkan madu secukupnya. Lalu diaduknya sampai teksturnya lembek berwarna putih dengan kilauan merah. Sangat kental dan kemungkinan mengendap di kerongkongan bila ditelan.
Nerd lantas mengambil sedikit air dari kran wastafel untuk dicampurkan pada racikannya itu agar lebih encer.
“Mercy, tolong bantu aku membuka mulut wanita ini,”
“Dimengerti, dokter,” Mercy tidak jadi mengambil handuk kapas. Sebagai gantinya ia membuka berlahan mulut sang putri duyung sesuai perintah Nerd dengan tulus.
(Eh sebentar… kok rasanya kurang pas ya? Kenapa nggak dilepas dulu helmnya?) Nerd alisnya terangkat.
“Mercy, bisa kamu buka helm perang wanita ini?”
Mercy diam sejenak. Wajahnya merespon dengan keberatan. Untuk pertama kalinya, ia menolak.
“Mo-mohon maaf yang sebesar – besarnya, dokter! S-saya tidak bisa melakukan prosedur itu!?” Mercy spontan bersujud dan menolak dengan gemetaran. Wajahnya yang tenang kini menjadi sangat ketakutan. “Me-meski-ki i-itu sa-saya katakan… bila dokter me-meminta… sa-saya akan u-usahakan….”
(Huh? Apakah sesusah itu? Atau barangkali ada yang kurang kumengerti? Nah, meskipun ini untuk pertama kalinya melihat putri duyung, sih)
“H-hey, angkat badanmu! A-aku nggak akan memaksa, kok!”
“B-baik… terima kasih.” Mercy kembali berdiri dan mulai menjelaskan, “Sebenarnya…”
Mercy mengatakan bahwa ras wraith dengan merpeople jarang sekali berhubungan. Di sejarah dan etherealm manapun, mereka bahkan jarang bertemu. Tidak semua Wraith bisa menyentuh perairan secara mereka sangat lemah dengan air suci yang bahan dasarnya adalah air.
Wraith sangat takut dengan air karena permusuhan mereka yang lama dengan sekte okultis gereja yang menggunakan air suci, rasa trauma itu terpatri di setiap wraith dan keturunannya.
(OI, OI, YANG BENAR SAJA!? INI MEMBUKTIKAN BAHWA SEMAKIN LAMA DI DUNIA INI, SEMAKIN LAMA PENGALAMAN, OTAKKU MASIH SAJA BODOH DONG?)
“K-kok kamu nggak bilang!? A-aku nggak tahu soal itu…. A-apa kamu terluka karena air was-wastafel!?” Nerd kini yang grogi, menghampiri Mercy, dan memegang kedua tangannya.
“Terima kasih telah mengkhawatirkan hamba, dokter. Tapi tangan saya tidak ada masalah. Tidak semua air bisa melukai kami. Tapi sejujurnya, setiap kami menggunakan air memang ada rasa takut tertentu. Itu karena air meski diisi mantra sedikitpun dapat berpengaruh langsung bagi para wraith…” tambahnya. “Juga, melalui pengetahuan ras wraith dan mungkin juga pengetahuan umum bagi semua ras, putri duyung memang merpeople tapi berbeda. Mereka cenderung berkelompok di tempat putri duyung dan bukannya merpeople secara umum. Mereka adalah individual yang sangat tertutup dan menghargai privasi. Hanya bila setiap dari mereka percaya pada orang – orang tertentu,”
(O-oi…! I-itu malah membuatku tampak seperti makhluk terbodoh di Etherealm dong!? T-tapi… itu informasi yang baru bagiku… hm…)
“O-oh.. Ah…! Te-tentu saja! Ye-yeah, yang itu! Be-berapa o-orang per-pernah memberitahuku soal itu…! Uh-huh!” Nerd bersikeras menutupi ketidaktahuannya. Nerd bersikap seolah tahu meski terdengar meragukan.
Setelah kekonyolan itu, Nerd kembali pada topik utama.
Mercy membuka mulut sang putri duyung dengan lembut. Obat racikan Nerd kini telah dimasukkannya ke dalam gelas kecil. Nerd menyodorkan gelas itu dan menuangkan pada mulutnya perlahan.
Pipi sang duyung mengembang. Pertanda ramuan itu masih mengendap di mulut dan belum tertelan. Dari dekat, Nerd menyadari bahwa pipinya nyaris seperti manusia. Hanya saja bila diperhatikan lebih dekat, terdapat sisik – sisik ikan walau sedikit.
“Mercy, tolong pegang mulutnya jangan sampai terbuka,”
“Dimengerti, dokter,”
Kesekian kalinya Mercy menurut dan mengucap yang sama. Mercy, yang kini menjadi familiar, perangainya lebih seperti asisten professional yang patuh dan lembut daripada robot atau mayat hidup yang mematuhi tuannya seperti budak.
Nerd kembali menuju etalase. Diambilnya jarum, benang, dan satu botol berjenis semprotan tertulis ‘alkohol 70%’.
Nerd kini membungkuk, menggumpalkan kapasnya cukup tebal lalu menutup luka itu. Dalam hitungan dua menit, kapas itu basah darah dan selalu diganti oleh Nerd.
(Tch! Kumohon telanlah obatku, wanita!) Nerd mulai mengeluarkan keringat dari dahinya meski dalam ruangan itu cukup dingin.
Khawatir bila putri duyung ini kehabisan sel darah merah, maka dapat menimbulkan masalah serius berkelanjutan meski dia sembuh.
“Mercy, apakah obatnya sudah ditelan!?”
“Belum, dokter.” Mercy menengok pada leher putri duyung. “Nggak ada tanda – tanda ia menelan… obat dari tadi,”
Nerd kembali menunggu dan terus menunggu. Dengan sabar, juga perasaan yang tidak tentu.
.
.
20 menit…
40 menit…
Nerd tetap menanyakan pada Mercy hal yang sama, “Apakah obatnya sudah ditelan?”, meski jawabannya selalu “Maaf, dokter.” Tidak lebih daripada itu.
.
Hingga…
.
1 jam 30 menit berlalu…
Nerd yang sudah menghabiskan jatah kapas sebanyak lima bungkus besar. Sementara Mercy tetap memegangi mulut sang putri duyung. Itu lebih sulit dari yang Nerd perkirakan. Dan tidak hanya Nerd, Mercy juga semakin merasakan rasa khawatir dan panik.
Hingga, 3 tiga jam…
“Dokter, dokter! Pipinya mengempis, tapi mulutnya kaku, membiru, dan ta-tampak dingin seperti es!” sahut Mercy tiba – tiba, ketakutan.
“Be-benarkah!?” Nerd mulai mengcek kapas yang ia pegangi.
(Mantap! Darahnya udah beku! Itu tandanya kulitnya mulai regenarasi!)
Nerd memperhatikan bekas sabetan tombak harpy itu dengan hati – hati.
Masih terlihat merah mengkilat, namun ketika sarung tangan medis Nerd menyentuh bagian itu, tampak sedikit darah yang menempel. Itu hanya meninggalkan bercak – bercak darah yang nyaris mengering.
“Mercy! Berita bagus!”
Nerd melakukan instrumentasi medis selanjutnya segera setelah kejadian itu.
Dengan jarum… benang… sangat sedikit alkohol agar lukanya tidak terbuka lagi, antiseptik, dan… beberapa menit waktu, Nerd berhasil menjahit luka yang cukup membuat putri duyung melewati masa – masa kritisnya.
***
ns 15.158.61.39da2