Perkenalkan namaku Fadli, aku adalah anak terakhir dari tiga bersaudara: Fajar Pratama, Fajri Dwi Putra dan Fadli Agnes Tri Handaru. Ibu dan ayahku cukup kreatif mencarikan nama-nama yang berawalan huruf F, hal ini terinspirasi oleh sebuah serial televisi pada tahun 2001 yang berjudul Meteor Garden atau F Se. Kami hidup di sebuah kampung yang masih asri dan jauh dari kesan moderen, saat itu handphone menjadi barang mewah, televisi masih tabung dan mahal harganya, setrika listrik baru banyak dikenal, bahkan banyak diantar warga lebih memilih untuk menggunakan kayu bakar dibanding kompor gas. Kehidupan kami sangat sederhana ibuku seorang ibu rumah tangga dan ayah bekerja sebagai tukang service TV, sering kali saya dan kakak pergi ke sawah untuk mencari ikan, kerang sawah dan udang untuk dijadikan lauk makan. Antara kami bertiga aku dikenal sebagai anak yang lebih kalem dan sangat pilih-pilih teman, berbeda dengan kedua kakaku mereka sangat gaul dan punya banyak sekali teman. Aku sesekali berfikir di usia dewasa ini kenapa aku berbeda...mm mungkin kisah ini sedikit menjawab pertanyaanku.
Pada tahun ke tiga saya di Sekolah Dasar, Siang itu Ibu Guru mengumumkan akan diadakan tes golongan darah bagi yang belum mempunyai Kartu Test Golongan Darah. Golongan darah menjadi penting ketika akan melakukan transfusi darah atau berencana untuk mendonorkan darah, pasalnya menerima darah yang tidak sesuai bisa menyebabkan komplikasi. Rumah dan sekolahku berjarak 850 meter, setiap hari aku berjalan kaki bersama beberapa teman sekaligus tetanggaku percaya atau tidak dulu 850 meter itu tidak membuat anak SD mengeluhkan "ah jauh", "ah capek" loh hihi kami bolang sejati. Sepulang sekolah tidak sedikit anak-anak yang langsung ke sawah dan bermain hingga sore, nah ini tidak untuk ditiru ya. Prestasiku di sekolahpun tidak main-main menjadi tiga besar tiap tahun adalah hobi utamaku, meski teman-teman menyebutku raja kancil. Hari di sekolah berakhir dengan PR meminta perstujuan orang tua untuk surat pemberitahuan mengenai tes golongan darah.
Sesampainya di rumah, sambutan ibu selalu mendahulu lepasnya sepatu dari kakiku, ibuku selalu menyambut anak-anaknya sepulang sekolah hal yang terasa sangat hangat ketikaku sadar saat ini tidak semua anak bisa mendapatkan hal yang serupa. Ketika ibu bertanya mengenai kegiatanku di sekolah dan memastikan ada tidaknya PR, membuatku teringat mengenai surat pemberitahuan mengenai tes golongan darah yang tadi ku bawa. Menurut ibuku aku tidak perlu ikut tes golongan darah, kemudian ibuku menunjukan surat test golongan darah milikiku yang di dalamnya tertulis huruf "O" besar menandakan aku bergolongan darah O. Hari itu ayah tidak di rumah, ayah sedang ada tugas service TV di luar, kakak-kakaku juga belum pulang dari sekolah jadi hanya ada aku dan ibu di rumah membuat ku bisa bercakap-cakap leluasa dengan ibu:673Please respect copyright.PENANALASjBH8ZQB
673Please respect copyright.PENANA8owqvC4BaY
Aku : "Mah kan golongan darah Age O yah, kalau golongan darah kakak apa?".
Ibu : " A Fajar darahnya O, A Fajri darahnya B".
Aku : "Kalau mamah sama bapak apa golongan darahnya?".
Ibu : "mamah A, kalau bapak gk tau mamah juga".
Aku: "Ko mamah gak tau si, gimana si kan suami sendiri iiiii", protesku mencuat karena penasaran. malum anak kecil mulutnya belum bisa direm.
Raut wajah ibuku berubah menjadi sendu, disambung senyum tipis dan tatapan mata kosong seperti teringat sesuatu, bibirnya sedikit terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu namun ada sedikit keragu-raguan untuk mengatakanya.
Ibu: "mamah bersyukur bisa punya anak Age, mamah mau cerita boleh?".
Aku mengangguk tanda mengiyakan.
Ibuku adalah sosok wanita luar biasa, ia sangat muslimah beliau selalu menggunakan hijab. Kebiasaan berhijab melekat pada ibuku ketika mengandung anak ke tiga, yaitu aku. Sebelum itu ibu adalah gadis yang modis di zamanya, perkerja keras dan sering pulang malam. Jangan salah paham pada tahun 1990 seorang gadis yang sering pulang malam pasti disandingkan dengan ujaran buruk dari penduduk sekitar berbeda dengan sekarang yang terkesan lumrah, apalagi dengan gaya busana yang sangat kekinian di eranya. Ketika muda ibuku bekerja sebagai staf pencatat penjualan di salah satu pusat penjualan es krim. Sedangkan ayah pada saat itu menjadi tukang service di salah satu tempat hiburan di Jakarta. Mereka dipertemukan oleh takdir melalui usaha keras ayah yang ngapel setiap hari. luar biasa sekali ya tekadnya apalagi anaknya kan mhahaha...
tak lama berselang dilangsungkanlah pernikahan sederhana ibu dan ayahku, untuk sementara waktu karena belum memiliki hunian untuk menetap kakek menawarkan agar kedua pasangan baru ini menetap di rumahnya, malum Kakekku ini terkenal punya segudang tanah jadi rumahnya sangat besar. Kakek dari ayah sangat keras dalam mendidik anak, ia tidak suka memanjakan anak, baginya cita-cita harus digapai dengan usah dan keringat sendiri jangan sampai melibatkan orang lain apalagi harus meminta uang kepada orang tua. Tidak lama berselang ibuku mengandung anak pertamanya, wajar ku rasa jika orang tuaku cepat mendapatkan keturunan dikebiasaan orang zaman dulu ada istilah "klw mau nikah liat dulu bibit bebet bobotnya" bibit itu dilihat dari tatanan keluarga juga dilihat dulu ibunya punya anak berapa agar bisa menilai kesuburan si calon istri, bebet itu dilihat dari kekayaan yang dimiliki keluarga sang istri karena wanita punya watak yang lemah lembut maka sang suami yang akan ditugaskan mengurus harta keluarga yang diberikan ke wanita tersebut dan bobot dilihat dari segi sifat dan jenjang pendidikanya. Nenekku punya anak lebih dari delapan baik nenek dari ibu ataupun nenek dari ayah jadi sangat wajar jika dari segi bibit jika bertemu keduanya yaa kemungkinan cepat punya keturunan hehe.. Kabar baik itu menyebar cepat ke seluruh keluarga, semua merasa bahagia dan sangat menjaga kehamilan pertama ibu. dikehamilan pertamanya ibu tetap bekerja dan sering pulang malam, tak baik memang kondisi itu untuk ibu yang sedang mengandung. Beberapa kali ayah meminta ibu untuk berhenti dari pekerjaanya. Namun kondisi tidak memungkinkan karena ayah baru diberhentikan dari tempat kerja lama dan masih luntang-lantung mencari pekerjaan baru. Sebagai seorang suami tanggung jawab menafkahi keluarga tidak bisa dilepas dari pundah ayah, ia mengusahakan kerja apapun itu yang penting halal walaupun menjadi tukang gali sumur. Pergi pagi pulang sore dengan kondisi baju penuh tanah merah, ibu pun tak mengeluhkan pekerjaan ayah yang penting halal dan menjadi suami yang bertanggung jawab.
Sembilan bulan kemudian lahirlah putra pertama ayahku, lahir di subuh hari dan menjadi anak pertama, nama putra itu Fajar yang berarti matahari dan Pratama yang berarti pertama berkaitan dengan waktu kelahirannya. Nama adalah doa semua orang meyakini hal tersebut, seperti Fajar yang terbit dan menerangi dunia seperti itulah doa sang ibu untuk anak dan suaminya agar anak pertama ini menjadi penerang keluarga dan menjadi semangat baru untuk suami. Ketika itu pengetesan golongan darah sedang ramainya seperti trend baru di masyarakat bahkan kakaku yang belum genap 1 bulan sudah diambil darahnya untuk dites. Tangan mungil itu tersentak kaget tatkala jarum kecil menusuk jari tangannya, tangisan mungilpun terdengar di lobi puskesmas saat itu. Ibu dengan sigap mengalihkan perhatian a Fajar agar berhenti menangis. Sepuluh menit berlalu munculah keterangan golongan darah kakaku a Fajar, ia bergolongan darah O, tak ada yang aneh di sana semua normal-normal saja.
Di rumah semua keluarga menanti kepulangan cucu pertamanya yang habis imunisasi. Bukan main kakek dan nenek ingin bergantian menggendong bayi gemas itu yang belum bisa membedakan orang dengan matanya yang masih setengah tertutup. Semua detail kejadian di puskesmas ditanyakan ke bayi mungil itu, yang kadang membalas dengan menguap kecil yang membuat gemas semua orang di sekitar. Tak hanya membicarakan detail kejadian di puskesmas kartu golongan darah kakaku pun tak kalah jadi sorotan utama, bibi berteriak waah golongan darahnya O, disambut girang anggota keluarga lainya. Ibuku kembali bekerja setelah masa cuti melahirkanya rampung, seperti biasa pergi pagi pulang malam alhasil cuitan-cuitan masyarakat mulai mencuat dan cuitan yang sangat berbisa pun terdengar dari tetangga yang tak bisa ku sebutkan namanya "mana mungkin bisa itu ibunya golongan darah A bapaknya AB anaknya masa O". Lidah itu tak bertulang tapi bisa menusuk sangat tajam dan melenyapkan identitas seseorang walau orang itu masih bernafas. Sangat cepat pandangan-pandangan sinis menusuk ibuku dan mulai menghantui hari demi hari. Ayah awalnya teguh percaya kepada ibu dan tidak menggubris fitnah tersebut, hingga suatu hari yang mengucapkan hal itu teman ayah sendiri timbulah retakan kecil di dinding pernikahan itu.
Di usia 4 bulan kakakku a Fajar sudah tidak mendapatkan ASI dari ibu, hal ini karena ibu terkena paru-paru basah. Kesulitan hidup tidak mengindahkan ibuku untuk mengadukan keadaanya kepada sang suami, untuk bisa sembuh butuh sembilan bulan pengobatan dengan biaya yang terhitung mahal. Nasib baik perusahaan ibu mau menanggung seluruh biaya pengobatan ibu tapi sebagai gantinya selama sembilan bulan itu ibu harus tetap bekerja. Bukan tidak mau menyusui ujar ibuku tapi a Fajar tidak suka rasa ASI ibu, mungkin karena obat yang ibu konsumsi. Bulan-bulan berikutnya a Fajar disusui oleh tetangga yang rela menjadi ibu susuannya. Tidak ada seorangpun kecuali ibu yang tahu mengenai kondisi ini sehingga para tetangga semakin menjadi memfitnah ibu dengan kalimat " ibu macam apa itu anaknya sendiri gak dikasih ASI ". Geramnya ayah karena semakin mantap saja fikirnya kalau a Fajar ini bukan anaknya. Rumah tangga yang harmonis dan nyaman sedikit demi sedikit terkikis melalui prasangka kecil yang tidak pasti kebenaranya hingga ber bulan-bulan terjadi pertengkaran hebat dalam keluarga kami. Bayi kecil mungil itu tidak tau apa-apa ia tak pernah melihat kalian sebagai orang yang mendzolimi keluarganya, bayi kecil itu tetap suci tak bercelah. Tes DNA belum populer pada zaman itu, sehingga pertaruhan yang diambil ibuku adalah memilih untuk hamil untuk ke dua kalinya dan menunjukan kalau anak ke dua bergolongan darah O. Kehamilan ke dua ibu tidak seindah kehamilan pertamanya penuh tekanan dan pandangan miring dari banyak pihak. Sembilan bulan kemudian lahirlah anak laki-laki yang bernama Fajri Dwi Putra namun takdir berkata lain darah kakakku ini bergolongan "B".
Hambar sudah semua rasa makanan yang ditelan ibu, membayangkan betapa sedihnya nasib anak pertamanya yang tak diakui suami sendiri, di tengah kesedihan itu ibu tetap konsisten mengasuh dan mencintai ke dua putranya. Teguran demi teguran dilayangkan ayah ke ibu mengenai pekerjaanya yang mengharuskan ibu pulang malam. Beberapa perkataan ayah yang terbawa fitnah itu begitu menusuk hati ibu, dari prasangka hingga tuduhan keluar dari mulut ayah. Perasaan perempuan kepada anak sendiri sewajarnya memang sangatlah tulus dan kuat, ketika fitnah datang dari sana sini ke dua neneku malah berujar " cucu ya cucu, mau dikata apa ya aku percaya sama menantu ", mungkin kalimat inilah yang menjadikan ibu menaruh sedikit harapan untuk terus maju. Sama halnya dengan a Fajar, a Fazri pun tidak mendapatkan ASI ibu walaupun sudah lewat sembilan bulan pasca pengobatan ibu a Fazri tetap menolak untuk meminum ASI ibu. Kondisi ekonomi keluarga kini membaik, pekerjaan ayahku sebagai tukang service TV mulai ramai dan besar pelanggan dari sana-sini berdatangan untuk service alat elektroniknya. Wajah rumah kakek berubah menjadi ramai di kala pagi hingga petang didatangi warga yang ingin service elektronik namun ketika malam semua berubah menjadi sendu dan kelabu. Sudah kering rasanya air mata menetes setiap malam merasa disalahkan tanpa sebab yang nyata, hanya anak keduanya lah yang dianggap sang suami sebagai anak kandungnya dan diperlakukan sangat baik oleh ayah sedangkan untuk a Fajar ayah seperti memandang sebelah mata. Mata yang terus melihat dengan tanya mengenai kebenaran anak itu.
Kini ayah dan ibu sudah membangun sebuah rumah sederhana beralas tanah, dengan dinding yang masih kasaran adukan semen. Rumah itu hanya memilki satu kamar tidur, ruang tamu untuk service dan kamar mandi. Tanah tempat rumah berdiri adalah murni hasil pemberian kakek mudah saja bagi kakek memberikan ayah tanah yang ia mau, sudah banyak buntutnya sudah harus punya rumah sendiri ujar kakek. Pindahnya ayah dan ibu ke rumah sederhana itu membawa semua PR atas tudingan warga, tudingan itu kini bertambah kalimat yang lebih tak masuk akal "gk tau malu, udah kebukti bukan anaknya masih aja ngikut pindah kerumah baru". Saat itu ibuku hanya bisa pasrah lalu untuk menjawab semua fitnahan itu ibu memutuskan untuk berhenti bekerja, tak lama ibu mengandung aku anak ketiganya. Sadar akan kehidupan ibu yang dahulu itu bukanlah kehidupan yang benar, baik dari segi berpakaian, teman sejawatnya sampai kebiasaan pulang malam. Ibu meninggalkan semua dan pada masa mengandungku ibu hanya diam di rumah, keluar hanya untuk ke warung membeli belanjaan untuk memasak. Kegiatan ibu sedari pagi hingga malam hanya membaca Al- Quran khusus di malam hari ibu bersujud bertaubat dan berserah diri ke pada Allah, memohon agar Allah mau menegakan keadilan bagi ibu dan anaknya a Fajar. Karena fitnah yang begitu kuat ibu pun memutuskan jika kali ini yang terlahir bukan anak bergolongan darah O maka ibu rela dicerai.
Perlahan tapi pasti ibu meninggalkan semua kebiasaan lamanya, rambut ibu yang di ikal ditutup kerudung sambil sesekali melihat kearah kaca memantapkan diri untuk istikomah memakainya. Selepas solat lima waktu disela kesibukan ibu rumah tangganya ibu terus berdoa dan berdialog dengan sang maha kuasa, mana ada di dunia ini seorang ibu yang bisa memastikan kalau anaknya harus lahir bergolongan darah O, masalah jenis kelamin bayi yang dikandung saja mustahil ditentukan. ketika terpuruk Ibu merasa mungkin tuhan sudah memanggilku untuk bertaubat sejak dahulu tapi aku tak mau dengar sehingga kini ia memaksaku. Mustahil bagi seorang manusia untuk bisa mengatur bayi dalam kandungan harus memiliki ciri tertentu, mustahil jika manusia yang mengusahakannya tapi jika Allah yang mengerjakan hal ini sangat mudah tidak ada sulit-sulitnya. Doa orang yang terdzolimi pasti di ijabah oleh Allah, namun setan tidak akan diam ia akan menggoda dan menghalangi kebenaran itu untuk turun kemuka bumi. Selama sembilan bulan kehamilan ibu berdiam di rumah, hanya beribadan, berdoa dan pasrah kepada Allah semata. Benar saja persalinan ibu melahirkanku adalah perjuangan hidup dan mati yang paling berat ibu rasakan aku lahir sungsang. Sungsang adalah sebutan jika anak bayi lahir dengan posisi kaki terlebih dahulu dan potensi keselamatan ibu atau anak sangat rendah dengan teknologi saat itu. Masyarakat percaya bahwa anak yang lahir sungsang akan terlahir dengan kelebihan khusus seperti dapat melihat mahluk halus, bisa menyembuhkan penyakit akibat mahluk halus, memiliki rambut dan kuku yang lebih cepat tumbuh dibanding anak pada umumnya bahkan di masyarakat tertentu anak sungsan sangat dikeramatkan.
Enam jam lamanya proses persalinan berlangsung, bibir ibu memutih, lemas dan mata ibu terlihat sayu. Ibu yang sedang melahrikan akan dilanda rasa kantuk yang sangat parah yang menyebabkan sang ibu bisa tertidur kapan saja ketika persalainan konon katanya rasa kantuk itu adalah jelmaan dari rasa sakit yang sangat dicampur lelah. Setiap kali ibu ingin terpejam nenek selalu mencipratkan air dan mengajak ibu untuk berzikir. Kaki kiri ku sudah berada diluar rahim sedangkan kaki satunya tersangkut inilah yang membuat persalinan menjadi sangat panjang. "Ya Allah jika saya mati di sini tidak mengapa, tapi selamatkan anak saya ini" begitu rintihan ibu yang sontak ditampis oleh keluarga yang menyaksikan persalinan. Hingga akhirnya aku terlahir dan ibu selamat. Kelahiranku sekaligus menjadi ujung dari semua fitnah itu, hasil cek golongan darahku O yang menghancurkan semua fitnah masyarakat terhadap keluargaku. Ibuku sangat senang karena dengan begini ayah bisa menyayangi semua anaknya dengan sepenuh hati.
673Please respect copyright.PENANA2oXNcGks5Q
" Tidak pernah ada permasalahan yang tidak memiliki jalan keluar, jika logikamu sudah tersudut maka sertakan doa dalam usahamu, berdoalah kepa Tuhan yang Maha Bisa"
673Please respect copyright.PENANAIwzYu3dFSm
673Please respect copyright.PENANASiCRCXqsZi
673Please respect copyright.PENANAH8FrHfgB2B
673Please respect copyright.PENANAuWiirdyUj2
673Please respect copyright.PENANAuv8ByhvF6u