Sampai pada akhirnya aku melahirkan anak perempuan. Anak itu sangat sehat dan besar, dengan berat 3,6 kg. Kami sekeluarga sangat bahagia. Mas Prasojo bahkan langsung memberinya nama Citra Gemintang. Kami memanggilnya dengan panggilan Intang. Indun juga sangat senang dengan kelahiran anak kami. Hampir setiap hari dia mengunjungiku. Bahkan dia lebih sering menjadi pengasuh anakku di rumah kalau dia sudah pulang sekolah. Aku kembali melakukan aktivitasku, seperti fitnes dan yoga. Tidak berapa lama, tubuhku sudah kembali langsing. Untuk kepentingan komunikasi yang aman dengan Indun, anak itu mengajariku menggunakan Yahoo Mesenger. Katanya lebih aman karena aku bisa pakai nama samaran. Dengan sarana itu, aku dan Indun sering berkomunikasi malam-malam, karena dia juga bisa online di kamarnya, dan aku juga sering online menggunakan Hpku. Sesekali aku online menggunakan laptopku, kalau pas rumah sepi dan aku tidak ada kesibukan apa pun. Suatu malam, aku di rumah sendirian.
526Please respect copyright.PENANAt5QQsO3Qei
Mas Prasojo sedang sibuk rapat dengan para pejabat yang sedang persiapan pengamanan Pilkada. Biasanya dia bakalan pulang sekitar tengah malam. Sementara anak-anak memilih pada liburan ke neneknya karena besok hari libur. Aku tidak tahu kemana Indun, makanya aku mencoba untuk membuka laptopku dan memasang modem suamiku. Segera kubuka Ym-ku dan kucari-cari kalau-kalau Indun juga ada di sana. Ternyata di Ym-ku tidak ada teman sama sekali. YM yang kupakai ini memang biasanya hanya untuk ngobrol dengan Indun. Kemana anak itu? Kucoba SMS, dan ternyata dia sedang ada acara kemah dengan sekolahnya. Agak kesal juga, tapi aku juga lagi pengen bersantai malam ini. Akhirnya kucoba untuk masuk ke room yang ada di YM, yang dibagi per regional. Aku mencoba masuk ke room Yogyakarta. Aku jarang masuk ke room, hanya Indun pernah mengajariku. Soalnya aku merasa itu hanya cocok buat anak muda yang lagi cari-cari kenalan, dan gak cocok buat ibu-ibu sepertiku. Pastilah banyak laki-laki iseng di situ, pikirku. Tapi karena lagi santai, dan gak ada kerjaan lain, apa salahnya aku mencobanya. Di room itu ada beberapa orang yang sedang ol. Aku memakai nick dadasemoks, karena waktu itu Indun yang membuatkan sambil tertawa-tawa. Aku sih gak masalah, toh kalaupun nanti ada yang menyapa, mereka cuman teman online, dan tidak mengenal aku yang sebenarnya. Begitu aku masuk room itu, langsung saja beberapa cowok menyapaku. Wah, sekitar 10-an orang. Pasti karena nickku. Agak ribet juga, langsung aku keluar dari room itu. Orang-orang yang menyapaku kubaca satu persatu nicknya, siapa tahu ada yang menarik. Ada yang namanya om_gatel, batang_kaku, need_tante dan sebagainya. Pokoknya yang menjurus ke arah-arah sekslah. Hihihihi, aneh juga orang-orang itu, dan aku berpikir apakah mereka pernah dapat kencan yang serius lewat jaring sosial ini? Pertamanya aku chat dengan seseorang yang mengaku berumur 35 tahun. Tapi aku merasa tidak asyik ngobrol dengan orang itu. Aneh, pengennya kencan tanpa tahu aku siapa. Kayaknya cowok putus asa yang asal dapat cewek apa saja. Hampir saja aku malas melanjutkan ‘petualangan’ku di YM. Yang kedua aku mencoba untuk merespon satu nick yang mengaku namanya Advent. Pikirku cobalah satu lagi, kalau gak asyik tidur aja. Kami berkenalan singkat. Dia umurnya 27 tahun, sudah bekerja di bisnis IT. Aku gak tahu, apakah dia jualan komputer atau HP atau operator internet. Dia katanya asli Bandung tapi lagi di Jogja juga.
526Please respect copyright.PENANAcfHdBTbpdW
Aku bilang saja namaku Shinta. Dan kali ini aku tidak mengaku kalau aku sudah ibu-ibu. Tiba-tiba dia menawariku untuk c2c. Aku agak bingung maksudnya. “Apa tuh c2c?” “Cam to cam, Mbak,” jawabnya. “Ohh,” “Ada, mbak?” “Ada sih, kamu dulu aja,” “Tapi aku lagi gak sopan, Mbak,” “Lho, memangnya kenapa?” “Aku lagi gak pake baju,” ketiknya. “Hehehe,” aku sudah menduganya, “Ya gak papa,” “Sebentar, Mbak,” “Oke,” Dan benar, akhirnya aku menerima ajakan untuk membuka cameranya. Nampak di monitorku dada seorang cowok yang tanpa mengenakan baju. Hanya dadanya, sementara wajahnya tidak nampak. “Lho, lihat apa nih aku, kok cuman dada?” ketikku. “Mbak maunya lihat apa? Tapi aku nanti lihat cam Mbak ya?” “Ya apa aja deh, selain dada. Mukamu atau...” godaku. “Atau apa, mbak?” “Hihihihi... turunin dikit deh cam kamu,” aku benar-benar iseng saja sebenarnya. “Iya, mbak,” jawabnya santai saja. Dia menurunkan arah kameranya dan segera nampak sebatang kontol yang sudah tegak menjulang. Wow, pemuda itu rupanya sudah horny dari tadi, entah apa yang dilakukannya di depan komputer seharian ini. Kontolnya besar juga, hampir sama dengan suamiku, cuman yang istimewa adalah panjangnya. Kontol itu panjangnya mencapai pusar cowok itu dengan ketegangan yang maksimal. Ohhh... seru juga, pikirku. “Wow,” jawabku singkat. Setelah itu kami chat yang berhubungan dengan seks dan semacamnya. Cowok itu chatting sambil memainkan batangnya. Akhirnya dia menawariku untuk bertemu. “Mbak, kita sama-sama di Jogja, ketemu yuk?” “Buat apa?” “Mbak mau kontolku?” “Mmmmmm,” “Ayolah, Mbak. Kamu bakalan puas,” rayunya. “Oke, tapi cuman kuisep ya,” jawabku asal. “Ya gak papa, Mbak. Tapi aku mau remes-remes susumu,” “Tapi bayar dong,” “Ya, okelah. Kamu montok tho?” “Iya dong, 36b!” “Aku bayar satu susu 50rb, gimana?” “Gak ah. Satu susu 100rb,” “Wah, oke deh.” Siang harinya aku dan Advent janjian ketemu di sebuah Indomaret yang ada tempat minum kopinya. Aku sengaja tidak mengendarai mobilku dan naik taxi ke toko itu. Aku masuk ke toko itu dan melihat laki-laki itu sedang menyeduh kopi instantnya. Duh, aku jadi bimbang melihat dia. Tampangnya lumayan seram, kulitnya hitam, dan mukanya cekung di bagian pipi, walapun bukan karena kurus, tapi karena memang karakter wajahnya. Laki-laki itu memakai pakaian kaos ketat lengan pendek dan celana jins biru ketat. Badannya kekar tapi agak kurus dan keliatan keras serta berurat kasar. Mata laki-laki itu terlihat jalang dan liar. Waktu aku masuk dia nampak tidak terlalu memperhatikan, mungkin dia tidak menyangka bahwa teman kencannya adalah seorang ibu-ibu modis dan cantik sepertiku, hehehe. Dia pasti nyangkanya akan bertemu dengan semacam mahasiswi yang butuh duit dan tidak semewah aku. Agak ragu-ragu aku mendekati laki-laki itu dan ikut-ikutan menyeduh minuman panas. Aku memilih membuat coklat panas. Laki-laki itu agak curiga menatapku, tapi kemudian dia melihat ke luar halaman Indomaret.
526Please respect copyright.PENANAt6vKjA6FGn
Pasti pikirnya tidak mungkinlah ibu-ibu kaya ini yang mengajaknya kecan buta. Aku sengaja diam saja sambil menyeruput Milo-ku. Laki-laki itu melihat ke jam tangannya dengan gelisah. Kami janjian jam 2 siang, dan sekarang tepat jam 2 kurang satu menit. “Jam berapa, Mas?” tanyaku padanya. “Eh, jam dua kurang dikit, Bu.” jawabnya sambil menatapku menyelidik. “Oh, udah jam dua ya? Lho, masnya nunggu siapa, kok gelisah gitu?” tanyaku. “Eh, gak kok, Bu. Nunggu teman aja kok,” “Hmm... nunggu Shinta ya?” tanyaku. Laki-laki itu kelihatan terkejut, dan menatapku lekat-lekat. “Oh, Ibu Shinta ya?” nampak sekali laki-laki itu sangat senang melihatku. “Iya, Mas Advent. Gak suka ya lihat saya seperti ini?” godaku. “Oh, Bu. Anda cantik sekali. Nggak nyangka saya janjiannya dengan Ibu,” jawab Advent gugup. “Oke... terus kita ke mana nih?” tanyaku. Mata Advent jelas melototi payudaraku yang menyembul di balik baju kaos ketat. Dasar mata keranjang, pikirku. Pasti dia sudah berpikir macam-macam dengan dua bukitku ini. “Ayo, Bu. Ibu naik apa kesini?” “Aku naik taxi tadi,” “Ayo, Bu. Bonceng saya. Tapi saya naik motor. Gak papa khan, Bu?” tanyanya khawatir. “Ya gak papa sih,” Kami segera keluar dari toko itu. Advent mengambil motornya dan memberiku sebuah helm. “Kita ke tempatku aja ya, Bu?” katanya kemudian. “Ayo,” kataku sambil naik ke boncengannya. Aku diajak oleh Advent menuju ke kantornya di dekat sebuah kampus swasta. Advent bekerja di sebuah jasa jual-beli dan servis komputer. Kantor itu adalah sebuah ruko kecil yang berdekatan dengan beberapa ruko yang lain. Sore itu area itu sepi dan hanya ada seorang karyawan Advent di kantor itu. Dia seorang mbak-mbak gemuk berjilbab yang tidak nampak keheranan melihat kedatanganku. “Sari, kenalin ini tanteku,” kata Advent sambil memperkenalkan kami berdua. Advent lalu mengajakku masuk ke bagian belakang ruko. “Sepi kok, Bu, santai aja di sini. Tenang saja, Mbak Sari itu gak masalah kok. Dia yang membantuku dan tidak banyak ngomong,” katanya menenangkan ketika aku kelihatan khawatir melihat-lihat sekeliling ruangan. Rumah itu penuh dengan perangkat komputer yang sedang diservis dan beberapa kardus berisi CPU dan monitor serta barang-barang lainnya. Aku diajaknya masuk ke sebuah kamar yang ternyata dijadikan tempat Advent tidur dan mengerjakan tugas-tugas servis komputernya. Aku menyandarkan diriku di sofa di kamar Advent. Advent nampak sangat nafsu menatap tubuhku. “Wow, Bu. Kamu seksi sekali,” “Iya dong,” Tiba-tiba Advent dengan bernafsu memelukku, namun aku mencegahnya. “Eh, bentar, Vent. Udah kamu kunci pintunya?” “Udah, Bu, tenang aja. Aku cuci-cuci dulu ya,” “Iya sana, gih,” suruhku. Advent pergi ke kamar mandi yang ada di belakang ruko. Setelah itu dia masuk dan segera memelukku. “Vent, aku sore ini tidak punya waktu banyak. Langsung saja ya,” kataku. Aku mengingatkan dia, bahwa kencan kami hanyalah oral seks. “Ini cuman oral lho, tidak lebih.” “Iya, Bu. Itu aja aku udah senang banget,” katanya cengengesan. “Ya udah gih, sana buka celanamu,” Advent segera membuka celananya, segera tersembullah batangnya yang besar dan panjang. “Gimana, Bu?” tanyanya sambil cengengesan. “Serem!” “Heheh, kenapa?” “Gede banget, muat gak nih mulutku?” Ngeri juga aku melihat kontol Advent. Ternyata lebih gede ketika melihat aslinya. Berurat dan hitam, serta panjangnya minta ampun. Aku yang biasa dengan punya suamiku yang menurutku sudah besar, bergidik juga melihat batang itu. Aku mendekatinya dan segera menciumi dan mengulumnya. “Kalau mau keluar bilang ya, aku gak mau kena bajuku,” ancamku disela-sela aktivitas itu. “Iya, Bu.” Nafsu juga aku melihat batang itu lama-lama. Tapi aku gengsi juga untuk berlanjut ke senggama. Bagiku, untuk hari ini cukuplah bikin dia merem melek lewat keahlian mulutku. Aku terus menghisap dan mengulunya hingga sekitar setengah jam kemudian, Advent pun mengerang, “Buuuu... aku mau keluar!!” Dia bermaksud untuk menarik batangnya, tapi aku mencegahnya dan justru kutekan sedalam-dalamnya ke mulutku. Dia tahu maksudku, dan kemudian muncratlah seluruh spermanya ke dalam mulut dan tenggorokanku.
526Please respect copyright.PENANAtIXMLQN15y
Setelah kusedot-sedot sampai tandas, aku keluarkan batang itu dari mulutku. Advent nampak sangat puas dan kelelahan. Aku tersenyum dan mengambil tisu dari tas tanganku. Sambil membersihkan mukaku, aku meminta Advent untuk mengantarku mencari taxi. “Entar Bu, aku pengen pangku kamu,” rayu Advent. “Iya deh, tapi sono, cuci dulu tuh batangmu.” Advent buru-buru lari ke kamar mandi. Setelah itu dia duduk dengan tetap telanjang bulat. “Sini, Bu,” Aku pun duduk di pangkuannya, dengan posisi hadap-hadapan. Advent segera memeluk pinggangku. Tangannya kemudian berpindah ke dua gundukan payudaraku. “Hayooo... bayar lho. Satu bukit 100rb,” kataku menggodanya. “Iyaa. Boleh aku netek, Bu?” rengeknya. “Silakan. Kayaknya udah mulai keluar kok susunya,” Advent lalu membuka kaos dan behaku. Segera dengan rakus disedotnya puting susuku. Benar saja, susuku sudah mengalir dan segera mengisi mulut rakus laki-laki itu. “Vent, aku harus pulang nih. Aku ada bayi yang menungguku di rumah,” “Iya deh, Bu. Besok ketemu lagi ya?” “Oke,” jawabku. Lalu dia mengantarku mencari taxi. Besoknya aku datang lagi ke tempat Advent. Dia memberiku hadiah pakaian yang biasa dipakai oleh mahasiswi-mahasiswi sekarang, celana skinny, kaos ketat, dan sepatu. Malam itu dia mengajakku menonton sebuah konser musik di kafe. Sebelum berangkat, aku memeras dulu susuku untuk diberikan pada anakku kalau-kalau dia minta minum pada malam hari. Di rumahku sekarang ada baby sitter yang menjaga anakku sampai malam. Aku biasa memeras susuku karena produksi ASI-ku sangat banyak dan selalu terasa bengkak. Aku memakai pakaian seperti mahasiswa, dan bodyku memang lama-lama tak kalah dengan anak-anak muda, bahkan sekilas orang akan menyangka aku adalah mahasiswa yang berusia 25 tahun. Malam itu aku mengenakan celana skinny putih yang ketat membentuk pantat dan kaki jenjangku. Atasannya adalah kaos ketat dibalut baju mungil yang nyaris tidak dapat membungkus tubuh molekku. Sengaja malam itu aku mengenakan jilbab, karena aku tidak ingin terlalu dikenali di jalan. Kami berboncengan dan akhirnya bertemu dengan beberapa kawan Advent yang masing-masing membawa pacarnya. Aku dikenalkan oleh Advent sebagai pacarnya, dan karena lampu dalam keadaan gelap, aku menduga mereka tidak tahu kalau aku adalah seorang ibu-ibu rumah tangga yang berusia 42 tahun. Jam 9 malam aku merasa sakit di payudaraku karena bengkak. Aku meminta Advent untuk mengantarku pulang ke rumah. Advent menungguku di teras rumah sementara aku menyusui bayiku. Rumah masih sepi, dan hanya ada bayiku dan babby sitter serta Indun. Malam itu Advent memelukku dari belakang. Kami sedang menikmati pemandangan dari perbukitan di Kaliurang. Udara sangat dingin, tapi badanku terasa hangat karena pelukan Advent begitu erat di belakangku. Advent sangat senang memelukku dari belakang. Dia begitu tergila-gila pada gumpalan pantatku dan lekuk pinggangku. Kami saling berbisik mesra. Aku merasakan batangnya sangat keras menempel di belahan pantatku. “Bu, aku sangat tergila-gila padamu,” bisik Advent. “Hm... iya, aku tahu,” Advent menciumi tengkukku. Kemudian aku membalikkan badanku. Kami berpelukan erat. Tangan Advent meremas pantatku kencang-kencang. Celanaku yang ketat menampilkan tonjolan pantat yang menggemaskan. Kami berciuman dengan panasnya. Ohh... aku merasakan batang Advent begitu keras menempel di perutku. “Ohh, Advent...” bisikku. Sebenarnya aku sudah sangat tidak tahan untuk merasakan batang itu menyodok tempikku. Advent lalu mengajakku ke sebuah bangku yang tersembunyi di balik pepohonan. Aku lalu dipangkunya dan kami saling berhadap-hadapan. Kami berciuman kembali dengan ganasnya. Tangan Advent menjalari dua buah payudaraku. Oh Tuhan, aku sangat ingin bersetubuh dengan pemuda perkasa ini. Batang Advent terasa keras di selangkanganku. “Bu, maukah kau jadi kekasihku?” tanya Advent. “Ah, aku kan sudah bersuami. Lagian kamu pasti juga sudah punya pacar,” bisikku. “Iya, Bu. Tapi aku dan pacarku sudah agak renggang.” “Lha, memangnya kenapa, Vent?” Dia lalu cerita mengenai hubungannya sama Sekar, pacarnya yang mahasiswa kedokteran di sebuah kampus swasta. Sekar lama-lama sering menuntut masa depan yang lebih jelas dari Advent. Sebagai pemuda yang masih merintis pekerjaan, Advent merasa sangat terpukul. Apalagi kemudian keluarga Sekar yang kaya raya ikut memprovokasi Sekar untuk meninggalkannya. “Ya udah, Vent. Sementara kau belum punya pengganti Sekar, aku mau kok jadi kekasihmu...” bisikku mesra. Sementara tempikku sudah mulai senut-senut membayangkan kontol besarnya masuk dan mengobok-oboknya. “Iya, Bu. Aku sayang banget sama Ibu.” bisik Advent sambil mengulum bibirku. “Tapi aku takut, Vent..” “Kenapa, Bu?” “Punyamu itu gede banget, apakah pacarmu kesakitan waktu kamu masukin?” tanyaku dengan wajah memerah. “Ah, ibu.. pacarku belum mau kumasukin. Tapi aku kira bisa kok masuk ke tempiknya Ibu, khan elastis!” Wajahku semakin memerah.
526Please respect copyright.PENANAhS3W8iPSqF
Aku tetap khawatir. “Tapi nanti suamiku tahu nggak ya kalau aku pernah dimasukin barang segede ini?” tanyaku sambil meraba selangkangannya. “Gak papa, Bu. Temanku punya jamu yang mujarab untuk mengencangkan tempik. Dia juga punya kontol segede aku, dan pacarnya juga tidak masalah kok,” “Ihh... Gimana yaa..” “Nanti kita coba dulu, Bu. Bisa kita coba kepalanya aja dulu,” bisik Advent. “Iya... ahhh...” aku mendesis karena Advent menciumi leherku. Kemudian kami berangkulan menuju ke tenda yang dibuat berdampingan dengan tenda-tenda kawan-kawan Advent. Kami menyewa sebuah wisma di Kaliurang tetapi kami sengaja membuat tenda-tenda di halaman untuk merasakan keindahan alam luar. Teman-teman Advent sedang bercengkerama sambil saling memangku pacar masing-masing. “Aku masuk tenda dulu ya,” kata Advent pada teman-temannya. “Yuhuuuu..... wah, mau olahraga niyee,” goda teman-temannya. Aku memeluk lengan Advent untuk menyembunyikan mukaku, malu juga aku digoda seperti itu. Kami langsung berpelukan sambil bergulat di dalam tenda. “Masukin sekarang saja, Vent,” bisikku. Aku sudah sangat bernafsu dan banjir meleleh di celah tempikku. Advent lalu membuka celananya dan menurunkan celanaku. Langsung diarahkannya kepala kontolnya ke celah tempikku. Dadaku berdebar melihat kepala kontol itu disodorkan ke celah sempitku. Advent mendorongnya pelan, tapi ujung kepala itu meleset ke atas, celah itu terlalu sempit untuk kontol segede lenganku itu. Berulang kali Advent mencoba, tetap saja celah itu tidak bisa menerima batang besar itu. Aku hampir putus asa, walau banjir semakin mengalir deras dari celah tempikku. “Sebentar ya,” kata Advent sembil membetulkan celananya dan keluar dari tenda. Aku dengar teman-teman Advent tertawa-tawa di luar. Lalu Advent masuk dan membawa sebotol pelumas. “Aku pakai ini dulu ya,” Diusap-usapnya kontol itu dengan pelumas. Lalu Advent kembali mencoba menusukkan batang itu ke tempikku. Aku menahan nafas. Dan perlahan-lahan ujung kepala kontol itu tengelam dalam tempikku. “Ohhhhh... aku tak kuat lagi. Cepat masukkan!!” perintahku. Perlahan-lahan semua batang Advent masuk ke dalam tempikku. Ohh... rasanya sungguh luar biasa. Ada bagian-bagian yang belum pernah dirambah suamiku, terasa diterobos oleh batang Advent. Aku berteriak penuh kenikmatan. Malam itu akhirnya aku bercinta dengan segala posisi dengan Advent. Advent merasa sangat beruntung karena sebagai cowok, dia termasuk cowok yang tidak disukai cewek-cewek. Wajahnya tidak ganteng, pekerjaan tidak menjanjikan, dan perawakannya tidak simpatik. Tapi bersamaku, Advent menjadi seperti punya pacar yang cantik luar biasa. Aku sering menemani Advent di tempat kerjanya. Sari, anak buahnya juga sudah akrab denganku. Sari sering cerita padaku bagaimana Advent kerap disakiti cewek-cewek karena dianggap cowok yang aneh dan tidak menarik. Advent lebih sering menghabiskan waktunya dengan mengutak-atik komputer dan online di dunia maya. Aku semakin sayang pada cowok itu. Walaupun kasar dan tidak ganteng tapi aku menyukai Advent. Pada suatu hari, aku datang ke toko Advent dan kulihat laki-laki itu sedang bercakap-cakap dengan seorang cewek di dalam kamar. Mereka tidak tahu kehadiranku. Aku yang sudah terbiasa datang ke situ, langsung saja duduk dengan Sari di dekat konter. Aku menanyakan ke Sari siapa cewek itu. Sari menjelaskan bahwa itulah yang namanya Sekar, cewek yang menyakiti hati Advent. Kedua pasangan itu nampak sedang bertengkar tentang sesuatu. Tiba-tiba pikiran iseng datang di kepalaku. Waktu itu aku seperti biasa memakai celana skinny, kaos ketat dan baju tanpa kancing. Tanpa basa-basi aku langsung masuk ke kamar dan menyapa Advent. “Hai, sayang,” begitu masuk aku langsung duduk di pangkuan Advent. Pemuda itu nampak terkejut tapi dia membiarkan aku duduk di pangkuannya. “Sayang, kok gak telepon-telepon sih. Katanya kangen,” bisikku manja ke Advent sambil merangkul lehernya, tanpa menghiraukan kehadiran Sekar.
526Please respect copyright.PENANAhcKmlkfrai
Aku melirik Sekar sebentar yang nampak terkejut dengan kehadiranku. Sekar menurutku tidak menarik. Bahkan lebih cantik Sari yang menjaga konter. Hanya saja Sekar lebih berdandan dengan memakai baju ketat yang menonjolkan tubuh gendutnya. Aku bisa bilang gendut karena kalau dibandingkan dengan pingganggku, pinggang Sekar kalah jauh kelangsingannya. Sekar nampak cemberut, tanpa diduga kemudian dia pergi meninggalkan kami berdua. Setelah Sekar pergi, aku langsung menciumi bibir Advent dan mengajaknya bercinta. Aku duduk di atas Advent dan bercinta dengan posisi itu sampai sore. Semenjak itu, aku praktis mempunyai tiga laki-laki yang mengisi hidup dan ketiga lobangku. Kalau siang aku dengan Advent, sore dengan Indun, dan malam dengan suamiku. Hasrat seks-ku semakin menjadi-jadi, dan tubuhku justru semakin lama semakin langsing dan singset seperti remaja. Aku semakin terbiasa memakai celana skinny dan kaos ketat. Aku juga membeli breast up dan cream pengencang payudara. Cream itu sangat manjur sehingga payudaraku lebih terangkat dan semakin kencang. Walaupun aku masih menyusui, tetapi orang tak bakalan mengira kalau aku adalah seorang ibu-ibu dengan tiga anak. Tubuhku sangat langsing dan menggiurkan bagi laki-laki.
526Please respect copyright.PENANAKrCPfWzDm6
526Please respect copyright.PENANA8KI3hdeWq8