Dalam studio seninya yang dipenuhi cahaya alami, Risa tengah larut dalam karya seninya. Sapuan kuasnya yang halus menghidupkan kanvas putih dengan warna-warna yang berpadu indah. Namun, saat ponselnya bergetar dan pesan dari Adam muncul di layar, dunianya berhenti sejenak. Rasa kaget, cemas, dan penasaran menyelimuti dirinya.
"Risa, apakah kamu masih ingat aku?" isi pesan dari Adam.
Risa membaca pesan tersebut berkali-kali, merasakan getaran emosi yang begitu kuat, seolah-olah waktu berputar kembali ke masa lalu. Akhirnya, dia memutuskan untuk menjawab dengan gemetar.
Risa menjawab pesan sambil gemetar. "Tentu saja aku masih ingat kamu, Adam. Bagaimana kabarmu?"
Balas Adam "Sudah lama sejak kita berpisah. Aku merindukanmu, Risa."
Jawab Risa "Aku juga merindukanmu, Adam. Bagaimana kehidupanmu selama ini?"
Adam dan Risa mulai bertukar pesan, mengobrol tentang kehidupan masing-masing setelah berpisah. Mereka berbagi kisah-kisah tentang keberhasilan dan kegagalan, tentang perubahan dalam hidup mereka.
Adam duduk di ruang kerjanya dengan ekspresi tegang. Bisnisnya baru saja menghadapi kegagalan besar, yang membuatnya merasa hancur.
Lalu dia berkata, "Risa, aku baru saja menghadapi kegagalan besar dalam bisnisku. Semuanya berjalan buruk."
Risa merasa khawatir melihat Adam seperti itu. Dia menjawab, "Aku minta maaf mendengarnya, Adam. Kegagalan adalah bagian dari hidup. Bagaimana kamu mengatasinya?"
Adam merasa sedikit lega bahwa dia memiliki seseorang yang peduli dengannya. "Aku belajar dari kesalahan dan mencoba lagi. Ini sulit, tapi aku tidak akan menyerah."
Risa tersenyum, dengan penuh empati dan memberikan dukungan yang tulus. "Itu semangat yang baik, Adam."
"Aku mendengar kamu telah menjadi pelukis terkenal. Aku sangat bangga padamu," tulis Adam tulus.
Risa tersenyum bahagia membaca pujian tersebut. "Terima kasih, Adam. Aku bahagia mengejar passion ku," balas Risa.
Tak mau ketinggalan, Adam mengungkapkan prestasi yang baru saja ia capai. "Aku baru saja menulis buku pertamaku. Sudah dalam proses penerbitan."
Sontak Risa merasa bangga. "Wah, aku bangga padamu, Adam. Apa judulnya?"
Adam menjelaskan, "Buku itu berjudul 'Barangkali Kamu Ingat. Aku! Yang Kamu Buat Mati di Hati.' Seperti kisah kita, Risa."
Rasa haru memenuhi hati Risa. Ia berdoa, "Semoga kamu menjadi penulis yang hebat, Adam. Dan kisah kita selalu menjadi kenangan yang indah bagi pembacanya."
Risa dan Adam terus berkomunikasi melalui pesan selama beberapa minggu. Mereka menemukan kenyamanan dalam berbagi cerita tentang kehidupan mereka. Setiap malam, mereka duduk di depan ponsel mereka, menciptakan hubungan yang semakin dekat dan akrab. Mereka berbicara tentang pekerjaan, impian, dan apa yang mereka inginkan dalam hidup mereka.
Risa duduk dengan senyuman di wajahnya. "Adam, kamu tahu, rasanya aneh bahwa kita bisa begitu dekat lagi setelah begitu lama."
Adam merespons dengan hangat. "Sama, Risa. Jujur, aku merindukan momen-momen seperti ini bersamamu, Risa. Bagaimana kamu bisa menjadi seorang pelukis terkenal?"
Risa bersemangat. "Aku mengejar passion-ku setelah perpisahan kita, Adam. Lukisan membantu aku menyampaikan perasaan yang sulit diungkapkan. Seni adalah bagian tak terpisahkan dari hidupku sekarang. Aku telah menyelesaikan beberapa lukisan baru, dan satu di antaranya sudah dipamerkan 2 bulan yang lalu."
Adam bangga. "Itu luar biasa, Risa! Aku sungguh bangga padamu. Apa tema lukisan yang akan dipamerkan?"
Risa bercerita panjang. "Temanya tentang perubahan dan evolusi, tentang bagaimana kita sebagai manusia berkembang seiring waktu. Aku berharap pesan itu akan tersampaikan kepada mereka yang melihatnya."
Adam tersenyum lembut. "Aku yakin lukisan-lukisan mu akan menginspirasi banyak orang, Risa. Aku juga merasa bersalah, Risa, karena kita harus berpisah."
Risa dengan penuh yakin. "Jangan, Adam. Waktu itu adalah bagian dari perjalanan hidup kita. Kita mungkin berpisah, tetapi kita tetap memiliki kenangan indah bersama."
Setelah mengenang masa lalu, Adam mengajak Risa untuk bertemu. "Apakah kamu ingin bertemu, Risa? Aku ingin melihatmu lagi."
Risa menjawab, "Aku juga ingin, Adam. Bagaimana kalau kita bertemu di kafe tempat kita dulu sering bertemu?"
Mereka setuju untuk bertemu di kafe tempat yang selalu menjadi saksi kenangan manis mereka. Adam merasa cemas dengan pertemuannya kembali dengan Risa. Sejak mereka berpisah, kata-kata Risa, "Barangkali kamu ingat. Aku! Yang kamu buat mati di hati," selalu menghantuinya. Kata-kata itu menjadi beban berat yang sulit dia hilangkan. Ia merasa seperti telah membuat kesalahan besar dalam hubungan mereka yang dulu penuh cinta.
Namun, rasa ingin bertemu dengan Risa akhirnya mengalahkan keraguan Adam. Dia merindukan Risa lebih dari apapun, meskipun perpisahan mereka menyakitkan. Ia tahu bahwa pertemuan ini memiliki potensi untuk membawa kembali kenangan yang indah atau mungkin menguak luka lama. Hanya waktu yang akan memberi tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.