Adam duduk sendirian di meja kafe yang telah menjadi saksi bisu bagi sejumlah kenangan indahnya bersama Risa. Tempat ini adalah tempat di mana mereka sering bertemu, tertawa, dan berbagi cerita. Hari ini, ketika matahari mulai tenggelam dan cahaya senja memeluk meja kayu itu, Adam tidak bisa tidak merenung tentang masa lalu.109Please respect copyright.PENANAnNJtpxl9Dd
Monolog : Renungan Adam
Dia menyentuh meja kayu dengan lembut, sebagai upaya untuk merasakan kehadiran Risa yang tak lagi bisa ia jumpai. Adam menghela nafas dalam, menghantam oleh kenyataan bahwa Risa tidak lagi bersamanya. Namun, di tempat ini, dia selalu merasa seolah-olah mereka masih bersama.
Adam menatap matahari yang tenggelam dengan penuh kerinduan, senja selalu mengingatkannya pada senyuman Risa. Risa adalah cahaya senja dalam hidupnya, dan dia merindukan senyuman itu lebih dari yang bisa diungkapkan kata-kata. Terkadang, dia tersenyum sendirian, mengingat bagaimana Risa dulu menatapnya dengan cinta, membuat hatinya berdebar.
Dia menggenggam cangkir kopi, alat yang selalu menjadi teman setianya dalam setiap pertemuan dengan Risa. Adam mengingat momen-momen indah bersama Risa, seperti ketika mereka pertama kali datang ke kafe ini.
"Risa, ingat ketika kita pertama kali datang ke sini?" ujarnya, tersenyum dalam kenangan.
Dia memegang cangkir kopinya lebih erat, mencoba merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang pernah dia rasakan di meja ini.
"Aku tak bisa melupakan tatapanmu yang penuh cinta dulu," katanya, sambil mengenang bagaimana mata Risa selalu membuat hatinya berdebar.
Adam juga mengingat momen lucu yang pernah mereka alami, seperti ketika mereka mencoba makanan eksotis pertama kali.
"Risa, ingat ketika kita mencoba makanan eksotis pertama kali? Kau terlihat begitu lucu saat mencoba sambal pedas," kata Adam dengan tawa lembut.
Dia menggenggam erat cangkir kopinya, mengejar kenangan-kenangan mereka yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dirinya.
"Untukmu, Risa, dan semua kenangan indah yang kita bagi di meja ini," ucapnya, seperti mengangkat cangkir sebagai penghormatan kepada wanita yang pernah ada dalam hidupnya.
Adam meniup secangkir kopi, menghembuskan napasnya dan menghentikan sejenak renungannya. Dia melihat sekeliling kafe, mengakui betapa tempat ini telah menjadi saksi bagi begitu banyak momen bahagia dan sedih dalam hidupnya.
"Ini adalah tempat yang penuh kenangan. Kita telah menghabiskan begitu banyak waktu di sini," gumamnya, merenung tentang semua yang telah terjadi.
Tapi saat dia tersenyum pahit, dia tidak bisa menghindari perasaan kehilangan. Ada begitu banyak hal yang ingin dia bicarakan kepada Risa, tapi perpisahan mereka terjadi terlalu cepat.
"Ada banyak hal yang ingin kubicarakan padamu, tapi kau sudah pergi terlalu cepat," katanya, suara hatinya penuh dengan penyesalan.
Adam merenung tentang perpisahan mereka, mengenang momen terakhir ketika mereka harus berpisah. Air mata mengalir di pipinya, dan dia menyeka air mata itu dengan lembut.
"Aku mencintaimu, Risa," katanya dengan suara lembut. "Dan aku akan selalu merindukanmu di sini, di meja ini, di tempat di mana cinta kita dulu tumbuh subur."
Pemandangan di luar jendela kafe terasa begitu kosong tanpa Risa. Saat itulah, Adam teringat pada sebuah surat yang pernah Risa tinggalkan untuknya ketika mereka masih bersama. Surat itu tergeletak di laci meja di rumahnya, dan dia belum pernah membacanya lagi sejak Risa pergi. Dengan hati yang berat, Adam pulang ke rumah dan mencari surat itu.
Saat dia membuka surat tersebut, air mata mulai mengalir dari matanya. Kata-kata Risa begitu indah, penuh dengan kenangan tentang masa-masa bahagia mereka bersama. Risa menulis, "Barangkali Kamu Ingat, Aku! Yang Kamu Buat Mati di Hati." Kata-kata itu begitu dalam, dan Adam merasakan kehilangan yang mendalam.
Membaca surat itu, Adam merasa seperti dia kembali pada saat-saat indah bersama Risa. Dia memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat yang pernah mereka datangi bersama, mengenang kenangan-kenangan manis yang pernah mereka bagikan. Meskipun perasaan cinta mereka telah berubah, kenangan itu tetap berharga.
Adam juga merenung tentang bagaimana perasaan mereka berubah seiring berjalannya waktu. Dia menyadari bahwa meskipun cinta mereka tidak lagi sekuat dulu, mereka tetap memiliki tempat khusus dalam hati satu sama lain. Mereka telah tumbuh dan berkembang sebagai individu, namun kenangan cinta mereka akan selalu ada.
Seiring waktu, Adam mulai memahami bahwa Risa adalah bagian penting dari hidupnya, bahkan jika mereka tidak lagi bersama. Dia merasa bersyukur atas kenangan-kenangan indah yang mereka bagikan dan berjanji untuk menjaga mereka dengan baik.
Meskipun perasaan cinta mereka telah berubah, Adam dan Risa akhirnya menemukan kedamaian dalam kenangan-kenangan mereka. Mereka mungkin telah berpisah, tetapi cinta mereka yang pernah begitu mendalam tetap hidup di dalam hati mereka, menjadi bagian dari siapa mereka sekarang.
Beberapa tahun telah berlalu sejak Adam dan Risa berpisah. Saat itu, Adam duduk sendiri di sudut kamarnya, memandangi foto-foto masa lalu mereka, dan menghela nafas dalam-dalam. Kehidupan telah membawa mereka ke arah yang berbeda, tetapi kenangan bersama selalu menghantui pikirannya.
Suatu hari, Adam merasa bahwa dia harus mencoba menghubungi Risa. Dia tahu bahwa Risa telah menjadi seorang pelukis terkenal, namun, tidak ada yang bisa menghentikannya untuk mencoba mengulang hubungan mereka yang lama.
Menggenggam ponselnya dengan hati berdebar, Adam mencari nomor Risa dalam daftar kontaknya dan mulai mengetik pesan.
Adam menghela nafas dalam-dalam "Risa, apakah kamu masih ingat aku?"