Deni meninju perutku keras-keras. Tubuhku sampai terdorong ke dinding kelas. Aku bisa merasakan cairan asam lambung yang naik ke tenggorokanku. Aku jatuh tersungkur di lantai. Tidak ada yang menolong, tidak ada yang menonton. Hanya tanaman-tanaman hias di kebun halaman belakang sekolah saja yang terus menyaksikan kami dengan membisu.
6082Please respect copyright.PENANA3QuNfoMhv8
“Ingat ya bangsat!” seru Deni sambil menarik kerah bajuku. “Lain kali kalau aku minta uang, ya berarti kamu harus serahkan semua uang yang kamu punya! Bodo amat kamu mati kelaparan atau tidak!”
6082Please respect copyright.PENANAI4iViSDdf2
Aku terus saja diam. Aku yakin aku bakal mati hari ini, tetapi bayangan gelap di wajah Deni tahu-tahu sudah hilang dan tergantikan dengan sinar matahari siang yang mengintip dari rimbunan daun pohon nangka.
Rupanya aku pingsan.
6082Please respect copyright.PENANAMi6bOFFbQc
Sambil memegangi perutku yang mual, aku berusaha berjalan menuju ruang kelas. Halaman belakang sekolah terlihat sepi karena memang tidak ada yang menarik untuk dilihat kecuali kamu adalah penggemar berat tanaman hias. Jam digital berbentuk wajah Mickey Mouse di tanganku menunjukkan pukul 12.45 pm, berarti aku pingsan sekitar sepuluh menit. Lima belas menit lagi bel masuk kelas berbunyi. Aku harus masuk kelas sebelum terlambat.
6082Please respect copyright.PENANAMgdlPxu6Jx
“Kau baik-baik saja?” tanya Boni khawatir. Aku berusaha kuat sambil menahan sakit di perutku yang kini sudah agak berkurang. “Tidak apa-apa. Ada sedikit masalah dengan Deni tadi,” jawabku.
6082Please respect copyright.PENANAviS28waGo4
“Astaga! Kau berkelahi dengannya?” seru Boni tak percaya. “Siapa pun yang berkelahi dengannya pasti langsung tidak masuk sekolah seminggu! Kau baiknya tidak cari masalah dengan anak kelas lima itu.”
6082Please respect copyright.PENANAdjNOFIBcG5
“Setiap laki-laki pasti berkelahi,” kataku. Aku berpikir sejenak. “Hei bukankah Deni tetanggamu? Bagaiamana penampilan ibunya?”
6082Please respect copyright.PENANAy3Nl4htwdf
Boni menatap ke atas seraya berpikir. “Ibu Deni lumayan menarik. Rambutnya dipotong pendek dibawah lehernya, agak gemuk, tetapi ukuran dada dan pantatnya cukup membuat siapa saja menoleh. Kalau kau tahu maksudku.”
6082Please respect copyright.PENANAQx0zSmGqLN
Aku mengangguk-anggukan kepala. Kemudian aku membisikan sesuatu ke Boni. Boni melotot ke arahku, tetapi kemudian ia juga mengangguk-anggukan kepala. “Oke, sepulang sekolah ini kita akan ke rumahnya. Deni juga selalu bermain sepak bola setiap pulang sekolah dan pulang ketika sore. Aku akan membawa ponsel ibuku nanti.”
6082Please respect copyright.PENANAIS21ZZGciW
Begitu bel waktu pulang sekolah berbunyi, kami langsung berlari-lari kecil menuju ke rumah Deni. Rumah Deni cukup besar dan halamannya cukup luas dengan sebuah kolam ikan hias kecil di tengahnya. Aku duduk di dekat pagar sembari menunggu Boni yang mampir dulu ke rumahnya untuk mengambil ponsel ibunya. Tak lama kemudian Boni pun muncul dari balik pagar sembari mengayun-ayunkan ponsel ibunya. Kami lalu bergegas masuk ke halaman rumah Deni melalui pintu pagar di halaman belakang.
6082Please respect copyright.PENANAovr0Q7vYig
Kami tidak perlu khawatir ada yang melihat kami menyelinap masuk ke halaman rumah Deni karena pagar halaman rumahnya cukup melindungi kami dari pandangan luar. Aku mengintip ke dalam rumah Deni lewat sebuah jendela yang terbuka sedikit. Tidak ada siapa-siapa.
6082Please respect copyright.PENANAjcJpVtKNau
“Aman,” kataku.
6082Please respect copyright.PENANANKpGtjQzDh
Boni menggerak-gerakan ganggang pintu yang sepertinya merupakan jalan masuk ke dapur. “Dikunci dari dalam,” bisiknya. Aku mengintip di lubang kunci yang berukuran besar tersebut. Sepertinya batang kuncinya dibiarkan masuk ke dalam lubang kunci. Aku buka tas ranselku dan mengambil beberapa kertas dari buku gambar yang berukuran lebar lalu menaruhnya di celah bawah pintu. Kemudian aku memasukkan pensil ke lubang kunci dan mendorongnya.
6082Please respect copyright.PENANAzHyp3WDMRm
Pluk! Terdengar suara batang kunci yang jatuh. Aku cepat-cepat menarik kertas di bawah celah pintu dan kunci itu pun aku dapatkan. “Cerdas!” seru Boni tertahan. Aku menaikkan dagu dengan sombong. Dengan kunci itu, kami bisa membuka pintu dapur dan kami buru-buru masuk ke dalam.
6082Please respect copyright.PENANAwd0fxoVdrt
Suasana dapur itu sedikit menyeramkan karena lampu-lampunya dimatikan dan hanya ada seberkas cahaya matahari saja yang merembet masuk ke dalam melalui celah ventilasi udara. Kami merangkak masuk menuju ke ruang tamu. Dari kejuhan terdengar suara televisi yang menyala dan suara dengkuran seseorang. Karena Boni sudah pernah berada di rumah ini sebelumnya, aku cukup mengikutinya dari belakang.
6082Please respect copyright.PENANAtUPBC7ZMQE
“Itu ibunya,” bisik Boni. “Sesuai dugaan, ini adalah jam tidur siangnya.”
6082Please respect copyright.PENANAxrEhYHiIhX
Aku menatap tubuh seorang wanita berambut pendek seleher yang sedang tertidur pulas di sofa dengan hanya mengenakan celana hotpants ketat berwarna hitam dan tanktop merah muda. Wajahnya cantik juga; hidungnya mancung dan bibirnya tertutup walau sesekali mendengkur. Ibu Deni jelas seorang yang pandai merawat dirinya. Aku bisa melihat dari kulit wajahnya yang tanpa kerutan dan masih terlihat kencang.
6082Please respect copyright.PENANANie99Pn5ql
“Oke siapkan ponselmu,” aku memberi aba-aba. Aku membuka baju seragam sekolahku dan menggulungnya kecil-kecil hingga menyerupai seutas tali. Dengan sangat perlahan, aku mengangkat tangan kanan Ibu Deni yang tersampir di pinggangnya. Untung saja ia tidur dalam keadaan miring ke kiri, jadi aku bisa melakukannya dengan mudah.
6082Please respect copyright.PENANArI2w0QW549
Yang sulit justru menarik tangan kirinya yang tertindih oleh tubuhnya sendiri agar bisa berada di belakang bersama dengan tangan kanannya. Boni membantuku dengan mengangkat tubuh Ibu Deni sampai pinggangnya terangkat beberapa senti dari sofa. Aku langsung menarik tangan kirinya secepat yang aku bisa. “Hmmmm…” gumam Ibu Deni. Aku dan Boni menarik nafas. Misi ini bisa gagal total bila ia terbangun. Tapi kemudian Ibu Deni menarik nafas teratur kembali, aku dan boni menjadi lega. Kedua tangannya kini sudah berada di belakang tubuhnya. Aku mengikat kedua tangannya dengan menggunakan gulungan baju seragamku. Aku mengangguk puas.
6082Please respect copyright.PENANAD5Kt1mIMjV
Aku masukkan tanganku ke dalam tanktop Ibu Deni dan mencari-cari pentilnya. Teteknya cukup besar juga dan masih terbungkus beha, jadi agak sulit untuk meraba masuk ke dalam. “Aha ini dia!” kataku. Aku segera memencet gumpalan daging kenyal di antara jari jempol dan jari telunjukku. Ibu Deni sontak terbangun.
6082Please respect copyright.PENANA1RMDLUpbTB
“Ad… ada apa ini? Eh kalian temannya Deni bukan? apa yang kalian lakukan di sini?” ia terperangah. Ketika ia sadar kalau kedua tangannya terikat, ia langsung berusaha melepaskan diri. “Kenapa aku diikat? Tolong!”
6082Please respect copyright.PENANAS7YNgLjnjX
“Ibu jangan berteriak begitu,” kataku tenang. “Kalau ibu masih berniat berteriak, Boni akan meng-upload semua kejadian ini ke dunia maya.”
6082Please respect copyright.PENANAEjqZ5WKEVF
Aku menunjuk ke arah Boni yang sedang memantau kami dengan kamera ponselnya yang menyala. Boni melihat balik ke arah kami berdua. “Say hello!” katanya terkekeh.
6082Please respect copyright.PENANAFjsejbNwit
Ibu Deni akhirnya diam. Ia menatapku dan berkata, “Jadi apa yang kalian malu?”
6082Please respect copyright.PENANAHoV5QP7zBX
“Kami tidak mau apa-apa,” jawabku. “Kami hanya ingin Ibu Deni yang cantik ini bisa menuruti keinginan kami berdua. Apa pun keinginan itu.”
6082Please respect copyright.PENANA7WTx4rFDJB
“Jelas saja aku tidak mau!”
6082Please respect copyright.PENANAy8zNCyYhbN
“Ibu tidak punya pilihan apa-apa selain ‘mau’,” kataku. “Hanya dengan sekali tekan, maka video ini akan streaming ke seluruh dunia.”
6082Please respect copyright.PENANA4WBJqKZF80
“AKU TIDAK MAU!”
6082Please respect copyright.PENANAoaNqjKQ1dR
“Oke, Bon tekan tombolnya,” kataku tajam.
6082Please respect copyright.PENANAYndbl3Y916
“Baik boss,” tanggap Boni. Ia membuat gerakkan seakan-akan hendak menekan tombol ponselnya.
6082Please respect copyright.PENANAp9hgYeINPg
“Tunggu!” seru Ibu Deni. Wajahnya pucat pasi. “Baiklah, akan aku turuti semua keinginan kalian. Ja… jangan pernah tekan tombol streaming itu.”
6082Please respect copyright.PENANAevjxXQDoq6
“Apa saja?” aku mencoba meyakinkan. “Termasuk bugil di tempat umum?”
6082Please respect copyright.PENANATwAughqTNj
Ibu Deni menghela nafas. “Iya, selama itu masih wajar,” jawabnya memelas.
6082Please respect copyright.PENANAjNzcDwy3bc
“Oke, deal!” seruku sambil meremas-remas payudaranya. “Sebenarnya tidak ada kata wajar di kepalaku. Kita akan bersenang-senang dengan sangat tidak wajar.”
6082Please respect copyright.PENANAj5DhwWkGrt
Aku raba-raba bagian memek Ibu Deni yang masih tertutupi celana hotpants. Saat jariku tepat mengenai belahan memeknya, aku segera menggesek-geseknya. “Hhnngh…” desah Ibu Deni. Aku terus menggeseknya sampai celananya terasa lembap. Setelah dirasa cukup, kupelorotkan celananya sampai betis dan ah, Ibu Deni ternyata tidak memakai sempak.
6082Please respect copyright.PENANAb49CwKgjxv
“Terus merekam,” kataku ke Boni. Boni mengacungkan jempolnya sambil terus memfokuskan pandangan ke layar ponselnya.
6082Please respect copyright.PENANAisracmd8Tr
Berbeda dengan mama dan Ibu Boni, memek Ibu Deni dicukur habis hingga benar-benar bersih. Lubang memeknya terlihat menutup dan meneteskan sedikit cairan bening. Aku meraih ranselku dan mengambil sebuah timun yang ukurannya melebihi pergelangan tanganku. Aku memetiknya di kebun halaman belakang sekolah tadi saat jam pulang sekolah.
6082Please respect copyright.PENANA3yVqWtgHKZ
Aku duduki perut Ibu Deni dengan menghadap ke arah memeknya. Celananya sudah aku lepas dari kakinya sehingga kakinya bisa direnggangkan. Ia bisa saja menendang kami berdua, tapi ia tetap pasrah saat kedua kakinya aku perlebar sampai lubang memeknya ikut melebar. Ia pasti ingat ancamanku tidak main-main.
6082Please respect copyright.PENANAwedCyOCvHA
“Aa... apa yang kamu lakukan?” tanya Ibu Deni cemas saat melihatku mengarahkan ujung timun ke memeknya. “Nah silakan menikmati produk sekolah kami,” jawabku sambil menghujamkan timun itu ke dalam memeknya.
6082Please respect copyright.PENANAGeBfYqBumR
“Aduh!” erang Ibu Deni. Timun itu masuk sampai setengahnya dan memek Ibu Deni semakin melebar. Aku gesek-gesek timun tersebut sambil menjilati pinggiran memeknya yang kasar karena ada beberapa bulu kecil yang baru tumbuh. “Aaaah… jangan terlalu dalam,” erangnya lagi.
6082Please respect copyright.PENANAoIBLwVdOJf
Aku biarkan timun itu berada di dalam memeknya. Kuputar tubuhku dan kutatap mata Ibu Deni yang memelas. Kaos tanktopnya aku sibak ke atas sampai ke atas payudaranya sampai teteknya menyembul keluar. Sebuah kait berwarna putih terletak di antara kedua pembungkus payudaranya. Kulepas kait itu dan… Tak! Behanya otomatis terbuka dan kini tidak ada yang melindungi kedua tetek Ibu Deni yang bulat. Pentilnya seperti tenggelam di aerolanya. Jelas ia jarang dihisap. Aku tutul pentil kanannya dan Ibu Deni mengejang karena geli.
6082Please respect copyright.PENANAlXJdMFULhe
“Sayang sekali tetek sebagus ini jarang digunakan,” kataku. Dengan lahap, kumasukkan pentil Ibu Deni ke dalam mulutku lalu kuhisap kuat-kuat. “Sssss…hhhhh… pelan-pelan,” kata Ibu Deni sambil menutup salah satu matanya. Sembari menghisap, tanganku menarik-narik pentil lainnya. Pentilnya begitu kenyal dan lunak, aku harus berhati-hati agar jangan sampai menggigitnya terlalu keras.
6082Please respect copyright.PENANAyRJUqVf6zQ
Plop! Pentil Ibu Deni menyembul keluar ketika aku melepas mulutku. Pentilnya merekah dari dalam aerolanya dan sekarang terlihat merah kecokelatan. Aku berdiri sebentar dan menurunkan celanaku. Ibu Deni menatapku tak percaya. “Oh tidak, jangan masukan kontol ke dalam memekku.”
6082Please respect copyright.PENANAVeFZK71sf8
“Siapa yang mau mengentot ibu?” kataku sambil mengarahkan batang kontolku yang sudah mengeras ke mulutnya. Ibu Deni menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia terus menutup mulutnya saat ujung kontolku bersentuhan dengan bibirnya. “Ayo bu buka mulutnya,” kataku dengan sabar. Ia masih saja menutup mulutnya. Aku oles bibirnya dengan ujung kontolku. “Kalau tidak mau, Boni akan.... aaaah…”
6082Please respect copyright.PENANA2bHh46RnOT
Mendadak Ibu Deni membuka mulutnya dan melahap batang kontolku. Lidahnya yang basah bermain-main di bagian bawah kontolku dan itu membuatku sampai menutup mata keenakan. Aku pompa pinggangku agar kontolku bisa keluar masuk di mulutnya. Semakin lama mulutnya semakin basah. Aku semakin mempercepat gerakanku.
6082Please respect copyright.PENANAf9MDrDvx4G
“Huuaah…” Ibu Deni melepas hisapannya dan meludahkan cairan spermaku dari mulutnya. Aku mengocok kontolku dan menumpahkan sisa sperma tepat di wajahnya. Spermaku mengalir dari pipinya yang tirus menuju ke bibirnya yang merah seperti bekas lipstick. Aku mengusap-ngusap pentilnya yang masih mengacung. Setelah puas, aku memakai kembali celanaku.
6082Please respect copyright.PENANAzp13xwxNmk
Boni merekam adegan itu sambil menganga. Aku menepuk pundaknya, ia terkejut dari lamunannya lalu mengacungkan jempol. “Hebat bosku,” katanya.
6082Please respect copyright.PENANASnX7BMVQ3P
Tak lama kemudian terdengar suara pintu pagar terbuka. Boni mengintip dari balik jendela. “Deni sudah pulang! Ayo kita balik!” serunya. Aku cepat-cepat merapikan bajuku. Setelah selesai, kami bergegas pergi.
“Eh tunggu dulu!” seru Ibu Deni. “Lepaskan dulu ikatan ini, nanti anakku bisa kaget kalau melihatku seperti ini!”
6082Please respect copyright.PENANAZxUlyEAfcn
Aku tertawa mendengarnya. “Lha memang itu tujuan kami kemari,” kataku sembari berjalan menuju dapur. Aku dan Boni segera keluar melalui pintu dapur dan menunggu sebentar.
6082Please respect copyright.PENANA8VspSr9q6f
“1… 2… 3…” Aku memberi aba-aba.
6082Please respect copyright.PENANANAfomZh2VQ
“Lho i… ibu sedang apa? kok ada timun di itunya ibu?!” seru Deni dari dalam ruang tamu. Aku dan Boni tertawa cekikan. Boni memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Sebenarnya kami berbohong soal akan men-streaming-kan adegan saat mencabuli Ibu Deni, tetapi dia tetap percaya pada kami. Tetapi Boni benar-benar merekam adegan itu. “Dan kini, kita bisa memakai ibunya sebagai mainan baru. Enaknya besok kita apain yah?” tanyaku. Boni berpikir sebentar.
6082Please respect copyright.PENANApPUtrV6vng
"Ingat janji kemarin bukan?" kataku ke Ibu Deni. Ibu Deni menganggukan kepalanya tanpa berkomentar. Boni merogoh tas ranselnya dan mengeluarkan dua buah walkie talkie. Satu walkie talkie diserahkan ke Ibu Deni, sementara satunya lagi ia pegang sendiri. Boni kemudian menekan tombol ON di walkie talkie miliknya. Bzzzzzz! Terdengar suara echo dari walkie talkie di tangannya dan di tangan Ibu Deni.
6082Please respect copyright.PENANA27zb3KMzMO
"Bagus," komentarnya. "Walkie talkie mainan ini bisa menangkap sinyal dalam radius hingga lima meter. Jadi kita tidak perlu berdekatan."
6082Please respect copyright.PENANANuv78eQmKl
"Nah," sahutku puas. "Sekarang bibi harus berjalan melewati gang ini, terus saja, dan bibi harus melakukan apa saja yang kami katakana lewat walkie talkie ini. Bila tidak... yah bibi tahu sendiri kan tentang video kemarin."
6082Please respect copyright.PENANAQctJXLyBjW
Ibu Deni memandang kami geram. "Sudah lakukan saja sekarang! Semakin cepat semakin baik!"
6082Please respect copyright.PENANAHeLjos0Lzd
"Oke oke," aku dan Boni tertawa. " Kami akan mengawasi dari belakang. Bibi dilarang menoleh ke belakang. Anggap saja kami tidak ada. Baiklah ayo kita mulai!"
6082Please respect copyright.PENANAO6dCzWOeJk
Ibu Deni segera berjalan menuju ke arah gang sempit yang dikelilingi oleh pagar beton milik rumah warga. Aku dan Boni mengikuti dari belakang dengan hati-hati. "Oke, bibi silakan gulung kaos bibi sampai di atas pusar lalu ikat di samping," kataku melalui walkie talkie. Ibu Deni mengangguk tanda mengerti. Ia menggulung bagian bawah kaosnya ke atas. Setelah dirasa melewati pusarnya, ia mengikat gulungan kaosnya di samping kiri. Aku dan Boni bisa melihat punggung bawahnya yang mulus tak bercela dari belakang.
6082Please respect copyright.PENANAt6pcQNYkk4
Dari arah berlawanan, terlihat dua bocah laki-laki sedang asik bermain kelereng di pinggiran jalan gang. Aku meraih walkie talkie. "Ada dua bocah di depan, bibi harus bisa merayu mereka untuk memegang perut bibi," kataku.
6082Please respect copyright.PENANA0WWVZnWeK2
Ibu Deni memasukan kembali walkie talkie-nya ke dalam saku celana. Ia memandang kedua bocah itu dengan gugup. Ia berjalan perlahan-lahan mendekati kedua bocah yang asik melempar bola-bola kelerengnya. Setelah cukup dekat dengan kedua bocah tersebut, Ibu Deni menepuk pundak salah satu dari mereka. "Wah ada apa ya bi?" tanya salah satu bocah itu. Ia menjatuhkan kelerengnya karena terpana dengan penampakan di depannya. "Bibi seksi betul!" pujinya seraya menelan ludah.
6082Please respect copyright.PENANAAZRlqRFPe0
"Jadi... ngg... begini..." kata Ibu Deni gugup. "Bibi mau minta tolong kalian berdua."
6082Please respect copyright.PENANAJZUQOHOp2V
"Minta tolong apa bi?" tanya mereka serempak.
6082Please respect copyright.PENANALGAQwJFTwU
"Bisa tolong elus perut bibi?" pinta Ibu Deni sambil mengusap perutnya yang tak tertutup pakaian. Kedua bocah itu saling berpandangan dengan ragu. "Tentu saja bisa!" sahut mereka. Kedua tangan mereka mulai bergerak mengusap perut Ibu Deni yang terlihat kencang. Tubuh Ibu Deni menggigil geli. Ketika salah satu tangan bocah itu menyentuh pusarnya, ia spontan mendesah. "Aaaah..." erangnya.
6082Please respect copyright.PENANAiu2zaBkE3z
Tangan-tangan kedua bocah itu semakin menggerilya; tidak hanya mengusap perut Ibu Deni, mereka juga memasukan tangan mereka di sela-sela celana pendek Ibu Deni. Aku bisa melihat salah satu tangan bocah itu masuk di antara belahan pantat Ibu Deni. Setelah dua puluh menit berselang, aku menyalakan walkie talkie dan menyuruhnya berhenti. "Sudah cukup," kata Ibu Deni terengah-engah. Ia membetulkan letak celananya yang sedikit turun akibat tingkah kedua bocah tersebut. "Bibi harus melanjutkan perjalanan lagi, kalian lanjutkan permainan kalian," katanya sembari beranjak pergi. Kedua bocah itu tampak tak puas. Mereka memandang Ibu Deni sambil bergumam tak jelas.
6082Please respect copyright.PENANA8mh90pymx3
Aku dan Boni menyelinap di antara tumpukan kardus bekas sambil terus mengawasi Ibu Deni dari belakang. Jalan di gang ini cukup panjang dengan tembok beton yang tingginya hampir setinggi orang dewasa. Lagipula di ujung jalan ini agak tertutup oleh tikungan tajam sehingga hanya warga sekitar sini saja yang mengetahui jalan ini. Tempat yang cocok untuk mengadakan pameran berjalan.
6082Please respect copyright.PENANAYbROyrKetZ
"Sekarang, ayo turunkan bagian belakang celana bibi sampai di bawah pantat," perintahku. "Sempaknya juga?" ia sedikit ragu. "Jelas saja iya, turunkan sampai aku benar-benar bisa melihat pantat bibi," kataku. Ibu Deni melihat ke sekelilingnya. Suasana sangat sepi padahal ini menjelang sore. ia kemudian membuka resleting celana pendeknya lalu menurunkan bagian belakang celananya termasuk sempaknya. Setelah kedua bongkahan pantatnya benar-benar menyembul seutuhnya, ia mengancingkan kembali kancing celananya.
6082Please respect copyright.PENANAacpijhT8aO
Baru saja ia mengancingkan celananya, tiba-tiba terdengar dentingan suara sendok yang dipukulkan ke mangkok. Teng teng teng! Suara dentingan itu semakin mendekat. Dari kejauhan muncul sebuah gerobak bakso yang mendekati Ibu Deni dengan kecepatan cukup tinggi. Rupanya sebuah gerobak bakso yang dilengkapi dengan sepeda. Ibu Deni reflek menaikan kembali celananya. "JANGAN!" teriakku dari walkie talkie. Ia mengurungkan niatnya dan tetap berdiri di tempatnya.
6082Please respect copyright.PENANASPUdhXpaid
Gerobak bakso itu ternyata berhenti sekitar beberapa meter dari tempat Ibu Deni. Tukang bakso itu turun dari gerobaknya dan memasang payung besar yang dibentangkan di atas gerobaknya agar tidak kepanasan. Rupanya ia sedang menunggu pembeli.
6082Please respect copyright.PENANABC1havbnuA
"Sekarang bibi harus menggoda tukang bakso itu," kataku lagi. "Bibi cukup bilang ' mas pantatku gatal nih, minta tolong garukin dong'"
6082Please respect copyright.PENANAfFTM57ucCe
"Gila kalian," seru Ibu Deni kesal.
6082Please respect copyright.PENANAdhprkEJULA
"Eits menghina kami? Berarti bibi harus menungging saat tukang bakso itu menggaruk pantat bibi. Bibi juga harus melebarkan belahan pantat bibi sampai anusnya kelihatan."
6082Please respect copyright.PENANA1JGRKEXdx1
"Tapi..."
6082Please respect copyright.PENANAPTfHyQ0seQ
"Gak ada tapi. Cepat lakukan."
6082Please respect copyright.PENANADiPVmzfDJf
Aku menutup walkie talkie dan mengamati Ibu Deni. Ia terlihat sangat gelisah. Meski begitu, ia terus berjalan mendekati tukang bakso yang sedang mengelap mangkok-mangkoknya. "Mas..." sahut Ibu Deni malu-malu. "Mau beli baksonya mbak?" tanya si tukang bakso datar. Rupanya ia belum menyadari bagian belakang Ibu Deni. "Ah gini mas, aku mau minta tolong sama masnya," ujar Ibu Deni. "Wah minta tolong apa ya mbak?" tanya si tukang bakso bingung. Ibu Deni menarik napas dalam-dalam lalu berujar: "Bisa tolong garukin pantatku?"
6082Please respect copyright.PENANAIfHrYuHiMo
Ibu Deni memutar tubuhnya dan menunggingkan pantatnya. Ia juga melebarkan belahan pantatnya dengan kedua tangannya sampai anusnya yang kecokelatan terlihat menganga. Tukang bakso itu begitu kagetnya dengan kelakuan Ibu Deni sampai-sampai ia nyaris terjatuh dari tempatnya berdiri.
6082Please respect copyright.PENANAJcrPgCW28f
"Ap...apa yang mbak lakukan?" ia memandang pantat Ibu Deni tanpa berkedip.
6082Please respect copyright.PENANADGX5IcUBr6
"Cepat mas garukin," kata Ibu Deni dengan wajah memerah.
6082Please respect copyright.PENANA9lpCi6jZlh
Si tukang bakso tidak mau kehilangan kesempatan itu. Ia segera meraih bongkahan pantat Ibu Deni lalu meremasnya. Celakanya, saat tukang bakso itu berusaha meremas, celana Ibu Deni meluncur turun hingga ia benar-benar tidak memakai celana. "Kyaaaa!" teriak Ibu Deni sambil menutupi memeknya. Karena tangannya gantian menutupi memeknya, belahan pantat Ibu Deni menutup kembali. Tukang bakso itu menahan pantat Ibu Deni lalu membuka lebar-lebar lubang pantatnya sampai lebih lebar dari sebelumnya.
6082Please respect copyright.PENANAcXUO6DTHbO
"Yang... yang mana yang gatal mbak?" tanya si tukang bakso penuh nafsu.
6082Please respect copyright.PENANArNc83viwSE
"Yang mana saja," jawab Ibu Deni sambil memejamkan matanya menahan malu.
6082Please respect copyright.PENANA9R8OTmTICl
Bukannya menggaruk, tukang bakso itu malah membenamkan jari telunjuknya ke dalam anus dan jari tengahnya ke memek Ibu Deni. Tubuh Ibu Deni mengejang kesakitan. Tukang bakso itu menggerakan jari jemarinya keluar masuk. Tangan lainnya ia gunakan untuk tetap memperlebar belahan pantat Ibu Deni. Tak lama kemudian, cairan bening mengalir dari memeknya dan turun perlahan-lahan di kedua kaki Ibu Deni. Ia mengejang lagi, lalu ia mendesah agak keras, "Ough..."
6082Please respect copyright.PENANAxJxCqfxATD
Tubuh Ibu Deni mulai melemah. Sepertinya ia sudah orgasme. Aku menyalakan tombol ON di walkie talkie dua kali tanda berhenti. Ibu Deni segera meraih tangan si tukang bakso. "Lepaskan," katanya. Tukang bakso itu menurut dan mencabut jari-jarinya dari dalam lubang pantat dan memek Ibu Deni.
6082Please respect copyright.PENANAeEvEXGHnm1
"Lain kali ngentot yuk," kata si tukang bakso dengan penuh harap.
6082Please respect copyright.PENANAu4wPYGVLYp
"Tidak. Terima kash," ujar Ibu Deni sambil mengenakan kembali celana pendeknya. Ia menyibak rambutnya yang jatuh menutupi wajahnya yang tirus. Tukang bakso itu terus menatap Ibu Deni dengan kagum. "Berapa nomor teleponmu?" tukang bakso itu masih saja bertanya.
6082Please respect copyright.PENANAvedOGOSARG
"Itu rahasia," jawab Ibu Deni. Ia mengambil beberapa lembar tisu yang berada di atas gerobak bakso lalu mengelap kedua kakinya yang jenjang agar tidak ada cairan yang menempel. Setelah dirasa beres, Ibu Deni meninggalkan si tukang bakso yang masih memandangi bokong Ibu Deni yang kini tertutupi celana.
6082Please respect copyright.PENANAFkfaB6Qys2
Aku dan Boni hampir saja tertawa terbahak-bahak kalau saja aku tidak segera menyadarinya. Kami nyaris saja ketinggalan jauh dari Ibu Deni. Aku dan Boni langsung bergegas mengikuti sambil memasang wajah pura-pura tidak tahu saat melewati si tukang bakso yang masih tersenyum-senyum sendiri.
6082Please respect copyright.PENANAPMnZfp4Hd6
Akhirnya kami tiba di ujung jalan gang. Jalannya sekarang terasa lebih longgar dibandingkan sebelumnya, tetapi tetap saja sepi. Di ujung jalan ini adalah jalan raya, kami bisa mendengar suara kendaraan yang saling melintas.
6082Please respect copyright.PENANAyvBGL2va20
"Astaga! Itu Deni!" kata Boni sambil menunjuk ke depan. Aku memicingkan mata. Benar. Deni tampak sedang berjalan kaki bersama ketiga temannya. Mereka sepertinya baru saja selesai bermain sepak bola, itu bisa dilihat dari pakaian mereka yang kotor oleh lumpur. Ibu Deni terpaku melihat anaknya. Untungnya Deni masih belum menyadari kehadiran ibunya.
6082Please respect copyright.PENANAYJsc0O14Z3
"Ini tugas terakhir," kataku. Lalu aku mengatakan ke Ibu Deni lewat walkie talkie.
6082Please respect copyright.PENANAtSceqeaIl2
"Be... betulkah aku harus begitu..." suara Ibu Deni terdengar gemetar saat mendengar perintahku. Aku mengiyakan. "Tugas terakhir untuk hari ini. Tapi bukan yang benar-benar terakhir. Setelah ini bibi bisa beristirahat," kataku kalem.
6082Please respect copyright.PENANADo7mpzrRbQ
Ibu Deni menaruh walkie takie-nya ke atas drum kosong di sampingnya. Lantas, ia melepas celana pendeknya sekaligus sempaknya lalu menaruhnya di atas drum itu juga. Kemudian ia menggulung kaosnya lebih tinggi lagi hingga melewati teteknya yang masih terbungkus beha berwarna ungu. Dengan sekali gerakan, ia melepas kait behanya dan kedua teteknya yang tadinya tertahan oleh beha kini jatuh menggantung di dadanya. Kedua putingnya sudah bulat sempurna seakan-akan siap dihisap.
6082Please respect copyright.PENANAkkb9LnDd1Q
Ia benar-benar hampir telanjang bulat. Pakaian yang menempel di tubuhnya cuma kaosnya yang tergulung sampai di atas teteknya, sementara tetek dan memeknya yang tanpa jembut terlihat polos tanpa penutup. Ibu Deni menarik napas panjang lagi dan melangkah maju mendekati anaknya.
6082Please respect copyright.PENANAPtOl6MVxLv
"Wwwooowww... coba lihat ke depan," kata salah satu teman Deni sambil menganga tak percaya. Deni dan ketiga temannya langsung berhenti dan mengamati sesosok wanita setengah telanjang yang mendekati mereka.
6082Please respect copyright.PENANAQRWpt0BIsX
"Loh ma... mama ngapain kok telanjang kayak gitu?!" seru Deni kaget saat menyadari bahwa wanita itu ternyata ibunya. Ibu Deni menundukkan kepalanya karena malu. "Mama mau menjemput kamu nak. Ayo kita pulang," kata Ibu Deni dengan suara nyaris terisak.
6082Please respect copyright.PENANAayjnRG5fiU
"Tapi... tapi pakaian mama..." kata Deni terbata-bata. Ketiga temannya menatap Ibu Deni dengan wajah mupeng. "Hehehe, bibi keterlaluan beraninya," kata mereka.
6082Please respect copyright.PENANAumeYtu2rKl
"Tidak ada tapi tapi, ayo pulang," kata Ibu Deni. "Oh ya, untuk teman-temannya Deni, bibi mau menunjukkan sesuatu sebagai tanda terimakasih karena sudah menjadi teman Deni selama ini."
6082Please respect copyright.PENANAThKSKGSu99
Ibu Deni segera membalikan badan dan mengarahkan pantatnya ke arah Deni dan ketiga temannya lalu membuka lebar lubang pantatnya dengan menggunakan kedua tangannya. Deni dan ketiga temannya terpana melihatnya.
"Nah silakan dilihat sepuasnya," kata Ibu Deni sambil menangis.
6082Please respect copyright.PENANA7JD9A5ENF7
"MAMA!" teriak Deni.
6082Please respect copyright.PENANAk02rwx1izt
Melihat itu, aku dan Boni saling bersalaman dan tertawa cekikikan. Misi hari ini selesai dengan sangat sempurna.
ns 15.158.61.5da2