Fais hanya dapat memacu mobilnya dengan kecepatan sedang, arus lalu lintas cukup padat sore itu kembali menuju kota Malang. Hingga butuh waktu hampir 2 jam hingga dia akhirnya keluar dari kota Batu, Fais memang memilih jalur alternative yang tentunya lebih lancer jika dibandingkan dengan melewati jalur utama. dilihatnya mendung masih menggelayut diatas dome kampus putih. Hujan mengguyur sepanjang perjalanannya sore itu, namun begitu hendak memasuki kota Malang, hanya tinggal rintik-rintik kecil.
“kalau kondisi sepi bisa lebih cepat harusnya” gumam Fais lirih, matanya tetap focus pada jalan raya yang ada didepannya karena banyak muda mudi yang dimabuk cinta sering seenaknya saja berpindah haluan tanpa memberi tanda menyalakan lampu sign terlebih dahulu. Ternyata bukan hanya emak-emak saja yang tidak bisa memahami teknologi lampu sign, hehehe…
Masuk kota malang lebih jauh ternyata disana sama sekali tidak hujan, hanya saja mendungnya tetap gelap dan angin berhembus cukup kencang menggugurkan dedaunan yang sudah cukup kering dari ranting-rantingnya.
“akhirnya sampai juga dirumah” ujar Fais saat membuka pintu pagar rumahnya. Bergegas Fais memasukkan mobilnya ke halaman rumah dan turun untuk mengambil berkasnya proposal perijinan Disha untuk pembangunan unit baru dilingkungan tempat tinggalnya. Oleh perusahaan Disha dipercayakan untuk melakukan ekspansi pasar dan kebetulan lokasi yang ditetapkan berada dikelurahan tempatnya tinggal.
Cukup lama Fais berusaha mencari dokumen yang tertinggal tadi karena dia sendiri lupa menaruhnya dimana. Karena ditempat yang dia kira ternyata sudah tidak ada. Memang seingatnya dia sudah memindahkan dokumen tersebut. Dibolak baliknya tumpukan kertas yang berserakan dimeja kerjanya, dan akhirnya dokumen tersebut berhasil didapatnya berada di dalam kamar.
“kapan ya aku bawa dokumen ini ke kamar?” gumam Fais heran.
‘ah sudahlah, sebaiknya aku bergegas kerumah pak Bono saja, biar berkasnya segera selesai’ batin Fais. Tak lama kemudian Fais kebelakang mengambil payung karena kawatir hujan mendadak turun saat dia masih dijalan.
Angin yang dingin terasa menusuk pori-pori kulitnya meskipun Fais sudah memakai jaket tebal. Ditentengnya map berkas ditangan kirinya dan dibawanya paying yang lebih berat dengan tangan kanannya. Rumah pak Bono tidak jauh dari rumahnya, hanya beberapa blok saja sudah sampai dirumah pak RT.
‘tok tok tok’, diketuknya pintu rumah pak Bono dan sejurus kemudian terbukalah pintu tersebut setelah sebelumnya terdengar suara kunci diputar.
“eh, dek Fais ada perlu apa?” sambut bu Rina dengan ramah, bu Rina adalah istri dari pak Bono. Wanita paruh baya, meski tidak lagi muda namun sisa-sisa kecantikan di masa mudanya masih jelas dalam guratan-guratan wajahnya.
“ya ampun, sampai lupa mempersilahkan dik Fais, mari masuk dulu dik” sambung bu Rina
“iya bu Rina terima kasih” jawab Fais yang kemudian melangkahkan kakinya masuk keruang tamu.
“jadi begini bu Rina, ini saya ada perlu dengan pak Bono. Mau minta surat pengantar untuk pengurusan ijin, kebetulan istri saya ditunjuk untuk mengerjakan proyek ekspansi perusahaannya” sambung Fais menjelaskan keperluannya kemari.
“wah, pak Bono nya pas tidak dirumah itu dik. Tadi baru saja keluar, mau beli rokok katanya” jawab bu Rina dengan mimik agak kecewa.
“lama apa tidak bu kira-kira?, tadi sempat saya hubungi namun tidak dijawab”
Bu Rina menggelengkan kepala tanda kurang tahu
“mungkin lama dik karena jika ketemu orang pak Bono suka lupa waktu, ini hp nya juga ketinggalan dirumah” sahut bu Rina menunjukkan hp suaminya yang tergeletak diatas meja disudut ruangan.
“waduh, saya telat berarti” sahut Fais menggaruk rambutnya tanda dia sedang berfikir.
“butuh segera diurusi berkasnya dik Fais?” Tanya bu Rina
“iya bu, ini tadi saya lupa tidak segera mengurusi padahal besuk selasa sudah harus beres. Ini tadi saya ada acara ke Batu jadinya balik lagi dan istri saya tingggal disana” balas Fais cemas
“ya ampun, sudah berkasnya ditinggal saja dik, nanti biar diurusi sama pak Bono” sambung bu Rina menenangkan kegundahan Fais. Bu Rina merasa kasihan dengan Fais karena harus bolak balik Batu – Malang sore ini.
“bener tidak apa-apa bu?nanti saya merepotkan pak Bono jadinya” Fais sedikit kawatir dia merepotkan tetangganya itu
“sama tetangga kan harus saling membantu dik” sambung bu Rina lagi
“tteerima kasih banyak bu untuk bantuannya, saya permisi dulu” Fais senang karena telah dibantu oleh bu Rina yang memang terkenal baik dan sopan dengan tetangganya itu.
“hati-hati dijalan dik Fais, salam buat Disha” pesan bu Rina yang mengantarkan Fais hingga ke depan pintu.
‘Syukurlah, bisa kembali ke Batu lebih cepat dari perkiraan’ gumam Fais, hatinya terasa lega karena masalahnya sudah selesei dengan bantuan bu Rina. Saat itu pulalah hujan mulai turun, meski tidak deras namun cukup membasahi baju juga bila dia tidak bergegas.
‘duh, payungnya lupa ketinggalan dirumah pak Bono lagi’ Fais kembali menggerutu karena saking senangnya hingga dia lupa meletakkan payung dibalik daun pintu rumah pak Bono.
‘harus cepat ini, lewat jalur belakang saja lah, lebih cepat dan cukup banyak pohon peneduh’ pikir Fais dalam hati. Jalur belakang yang dimaksud Fais tadi adalah jalur yang dapat menembus lewat halaman belakang rumahnya. Hanya saja cukup sepi jika akhir pekan karena yang tinggal disana kebanyakan adalah mahasiswa yang kos ataupun karyawan yang pulang ke kampung halaman setiap akhri pekan. Beberapa rumah sudah ada yang menyalakan lampunya, kadang mereka memang saat pulang selalu meninggalkan rumah dalam kondisi lampu menyala sebagai penerang jalan agar tidak gelap.
‘lho, pagar rumah mbak Aryanti kok terbuka?’ batin Fais penasaran, apalagi dilihatnya ada sepeda motor tua terparkir tertutup tanaman perdu.
‘mbak Aryanti apa dikunjungi saudaranya ya, tapi mbak Aryanti kan bukan orang asli malang. Ini kok nomor polisinya N xxxx BC’ Fais semakin penasaran
‘lho ini kan motornya pak Bono yang pernah sekali dia pamerkan dulu waktu kerja bakti’ Fais terkejut mendapati motor pak Bono ada dihalaman rumah mbak Aryanti. Fais celingak celinguk kiri kanan sebelum dia akhirnya memberanikan diri masuk kehalaman rumah Aryanti
‘deeggghh’ dada Fais semakin bergetar, jantungnya berdegub lebih cepat dari biasanya karena dia mengenali sandal yang ada di teras rumah mbak Aryanti adalah sandal pak Bono karena terdapat inisial namanya terukir disana. Pikiran Fais berkecamuk dengan apa yang terjadi didalam rumah mbak Aryanti, mungkinkah…mungkinkah… mbak Aryanti…pikiran tersebut berputar-putar dikepalanya saat melihat pintu rumah Aryanti tertutup rapat.
Samar-samar Fais mendengar suara bercakap-cakap dari dalam rumah. Suaranya pelan, cukup jauh didalam ruang tengah. Fais berjalan pelan, berputar mencari celah agar dapat mendengar lebih jelas. Fais pernah beberapa kali main kerumah Aryanti semasa almarhum mas Yudha masih hidup, Fais tau ruang tengah ada disisi kanan dalam rumah.
Fais melihat jendela ruang tengah rumah Aryanti kacanya terbuka, hanya tertutup selambu. Fais semakin hati-hati memilih langkah untuknya berpijak agar tidak menimbulkan suara, karena suara bercakap-cakap tadi semakin jelas terdengar dari jendela yang terbuka. Dengan perlahan Fais menempelkan telinganya didinding luar rumah dekat jendela kaca yang terbuka tersebut.
“mas hari pergi kemana mask kok tidak sama-sama?” Tanya seorang perempuan pada lawan bicaranya. Namun apakah yang didalam sana adalah pak Bono saja Fais belum berani meyakinkan karena rasanya mustahil bagi Fais jika Aryanti berani memasukkan laki-laki kedalam rumah dengan pintu tertutup rapat, apalagi Aryanti adalah muslimah yang taat dan meskipun Aryanti kemarin telah berhasil digauli oleh pak hari, apakah mungkin Aryanti berubah 180 derajat.
“katanya sih tadi hari ke kekecamatan, ada selamatan kayaknya karena tadi pakai baju rapi banget” balas lawan bicara sang perempuan yang tadi sempat memanggil ‘yan’ nama panggilan Aryanti. Hati Fais bergemuruh mendengar suara pak Bono didalam rumah Aryanti. Namun Fais tetap berpikiran positif, mungkin saja mereka tidak melakukan apapun dan ada hal serius yang dibicarakan dan bersifat rahasia sehingga diputuskan menutup pintu rumah.
Namun ternyata diluar dugaan, Fais berusaha menyingkap sedikit kain korden dengan ujung ranting yang diambilnya dari bawah. Fais terperangah dengan apa yang dilihat mata kepalanya sendiri. Aryanti dengan santainya menemani pak Bono ngobrol tanpa baju muslimahnya bahkan Aryanti tidak mengenakan hijab yang biasa menutupi rambut dan kepalanya. Aryanti yang dilihatnya sekarang sedang mengenakan daster tanpa lengan dengan potongan diatas paha, belahan dadanya pun terlihat dengan sangat jelas, montok dan putih seperti halnya milik Disha.
Sementara pak Bono tengah duduk santai menikmati sebatang rokok diseberang Aryanti yang juga duduk bersandar di sofa melihat kelayar kaca. Keduanya begitu akrab, seolah-olah tidak ada jarak diantara mereka berdua. Tidak ada lagi rasa jengah dan malu pada diri Aryanti berduaan dengan lawan jenisnya dengan pakaian yang mengumar aurat tubuhnya. Apa yang terjadi dengan Aryanti? Mungkinkah Aryanti yang sekarang tidak lagi sama dengan Aryanti yang dia kagumi dulu, sebagai istri yang sholeha, menjaga marwah dan kehormatan suaminya.
Fais berkali-kali mencubit lengannya sendiri, berharap apa yang dilihatnya ini adalah mimpi. Namun rasa sakit yang justru Fais rasakan karena itu bukanlah mimpi. Fais tidak lagi merasakan tubuhnya yang berubah dingin karena baju dan celananya telah basah terkena tetesan air hujan karena apa yang dilihatnya saat ini mampu membuat panas hatinya.
“kenapa kok nyari pak hari yan?, kangen ya?” goda pak Bono
“ah pak Bono kayak tidak tahu saja” Aryanti menyilangkan kakinya tersenyum malu-malu sehingga kain dasternya semakin tertarik keatas memperlihatkan paha mulusnya. Dilihatnya pak Bono meneguk ludah disuguhi pemandangan yang menggiurkan oleh Aryanti. Ibarat seekor kucing garong yang tengah melihat ikan tenggiri yang berada diluar tudung suji.
“oia yan, kayaknya si Fais ada simpati sama kamu lho” sahut pak Bono sesudah bisa menenangkan diri, namun tonjolan dicelananya masih tetap tegak berdiri
“simpati bagaimana mas?” Tanya Aryanti kemudian
“ya ada rasa sama kamu yan, kira-kira kamu mau tidak bila Fais kapan-kapan aku ajak kesini?” tawar pak Bono
“ah, jangan lah mas, dik Fais itu sudah seperti sepupu bagi mas Yudha, masak mas Bono mau mengajak dik Fais kemari”jawab Aryanti keberatan, dari pembicaraan mereka, Fais dapat menangkap maksud dari kata ‘mengajak kemari’ itu adalah mengajak untuk menyetubuhi dan bukan bersilaturahim.
“tapi, kamu kalau boleh jujur bagaimana memandang si Fais itu yan?” pancing pak Bono lagi. Fais yang diluar semakin panas mendengar percakapan mereka dengan perasaan tak menentu menunggu jawaban dari Aryanti.
“buat apa sih mas Tanya begitu?” balas Aryanti
“aku ingin tahu bagaimana kamu memandang Fais karena si Fais sendiri terlihat ada rasa sama kamu yan” jelas pak Bono
“dik Fais ya? Dia suami yang baik, sayang dengan istrinya. Sejujurnya aku juga ada sedikit rasa kagum pada diri dik Fais karena sifatnya itu mas, dik Fais sedikit mengingatkanku pada almarhum mas Yudha” jawab Aryanti cukup panjang
“namun jika untuk ‘itu’ aku tidak sanggup mas, selain itu Disha juga sangat baik denganku” sambung Aryanti. Hati Fais berbunga-bunga mendengar jawaban dari Aryanti, dia tidak menduga jika selama ini ternyata janda mas Yudha itu menaruh perasaan terhadapnya. Memang jika kita berbuat baik itu tulus tanpa mengharap sesuatupun, maka aka nada yang diam diam menilai diri kita dan menaruh perasaan simpati jika kita beruntung, hehehe sedikit pesan moral.
“wah kalian sebenarnya ada kecocokan lho yan, kalau kubantu mendekatkan kalian mau ndak?” jawab pak Bono
“gak usah ah mas, biarlah seperti ini saja” tolak Aryanti
“gak apa-apa yan, santai saja” tawar pak Bono lagi
“kenapa mas Bono semangat sekali sih?” Tanya Aryanti penuh selidik
“hehehe” pak Bono hanya menyeringai mesum mendapat pertanyaan dari Aryanti
“jangan bilang mas Bono dan mas hari ada rencana pada dik Disha? sergah Aryanti
“wah kamu kok bisa baca maksud hatiku sih yan” balas pak Bono tersenyum tanpa rasa bersalah
“aku tahu siapa mas Bono dan mas hari, baik juga pasti ada maunya. jangan lah mas, mereka orang yang baik. Jangan dirusak, cukup aku saja yang menjadi korban kalian berdua” Aryanti sedikit berbicara dengan nada tinggi
“korban kenikmatan maksudmu yan, hehehe…” goda pak Bono yang kemudian duduk berpindah disebelaj Aryanti
“apa sih mas” sergah Aryanti ketika pak Bono mengelus pahanya
“ndak usah marah gitu lah yan, santai aja” pak Bono sambil berusaha menciumi pundak dan leher Aryanti yang terbuka. Posisi aryati yang terpojok pada sofa tidak memungkinkannya menghindar, hanya bisa menepis lemah pak Bono yang berusaha mencumbunya.
“ayolah yan, nikmati saja…” bisik pak Bono ditelinga Aryanti
“kamu sudah berubah sejauh ini, percuma kembali dan menolak-nolak seperti dulu namun pada akhirnya kamu malah menikmati” bisiknya lagi. Pipi Aryanti merona merah dilecehkan sedemikian rupa oleh pak Bono
“tttiiiddakk mmaass” Aryanti menggelengkan kepalanya berusaha menolak rangsangan yang dilakukan pak Bono pada pahanya yang tengah dielusi tangan kiri pak Bono
“bayangkan saja aku ini Fais yan yang tengah mencumbuimu” bisik pak Bono lirih namun cukup bagi Fais mendengarnya
“aagghhh dik Faisss…” desah Aryanti tiba-tiba. Fais yang mendengar namanya disebut oleh Aryanti menjadi dag dig dug, seperti nano nano.
‘mbak Aryanti menyebut namaku…’ batin Fais lirih. entah karena Aryanti yang sudah mulai terpancing gairahnya karena dirangsang pak Bono ataukah karena Aryanti terbuai oleh imajinasinya sendiri yang tengah bermain dengan Fais, namun kini penolakan Aryanti sudah mengendur, bahkan terlihat menikmati apa yang sedang dilakukan oleh pak Bono.
Dan dalam sebuah kesempatan, pak Bono mendaratkan ciuman pada bibir Aryanti dan kemudian melumatnya. Tangan pak Bono yang kasar mulai merabai payudara Aryanti yang telah terbuka bagian atasnya. Aryanti dibuatnya belingsatan dengan cumbuan dan rangsangannya. Meski awalnya Aryanti pasif meladeni ciuman pak Bono, namun dia tidak dapat mombohongi dirinya sendiri, perlahan-lahan bibirnya bergerak pelan dan membalas ciuman pak Bono yang menggairahkan itu. Dan bahkan ketika tangan pak Bono menurunkan tali daster dipundak Aryanti, ia tidak keberatan sama sekali hingga payudara bulatnya yang terbungkus BH hitam terpampang dengan jelas. Pak Bono kemudian mengangkat kedua lengan Aryanti dan melepaskan kaitan BH hitam yang dipakainya dan dengan cepat melepasnya.
Fais merasakan sesak nafas melihat tayangan ‘live action’ didepan mata kepalanya sendiri. Melihat Aryanti perempuan yang sangat dikaguminya itu tengah bercumbu dengan orang tua yang seharusnya pantas menjadi ayahnya. Fais melihat pak Bono merebahkan Aryanti dan menciumi lehernya dan turun mengarah pada payudaranya. Diciuminya dan dikulumnya kedua putting susu Aryanti yang telah tegak mengacung dengan gemas.
“aagghhhh…asshhhh….” Aryanti menjerit kecil sambil menggigit bibir bawahnya
Ciuman pak Bono terus turun hingga mencapa perut Aryanti yang ramping, Aryanti mengerang penuh nikmat dicumbui pak Bono. Daster Aryanti yang masih tersangkut diperutnya tersebut lantas kembali ditariknya kebawah, bukannya menolak Aryanti justru membantu pak Bono mengangkat pantatnya supaya pak Bono lebih mudah melepaskan dasternya sendiri.
Kini Aryanti hampir sepenuhnya telanjang bulat, hanya celana dalam mini berwarna hitam yang senada dengan BH nya tadi yang masih terpakai rapi pada tempatnya. Fais hanya bisa meneguk ludah melihat pemandangan indah dihadapannya. Kini dia dapat melihat tubuh wanita idamannya telah setengah telanjang, dan tanpa disadari penisnya pun ikut menegang keras yang kemudian dia keluarkan karena mengganjal celananya.
“oouugghhh…mas boonooo…” Aryanti kembali mendesah saat pak Bono menyingkapkan tepian celana dalam Aryanti dan mulai mengoralnya. Pak Bono yang sudah berpengalaman tahu mana titik-titik rangsang pada tubuh wanita hingga membuat sang wanita yang tadinya menolak, namun kini terlihat menikmati.
Dibawanya Aryanti kelangit ketujuh, paha Aryanti terlihat dengan kuat seperti menjepit kepala pak Bono seolah tidak mau lidah sumber kenikmatannya beralih tempat. Meskipun demikian, pak Bono tidak kesulitan melanjutkan aktifitasnya menjelajahi rongga liang senggama Aryanti dengan lidahnya. Tangan Aryanti berusaha menggapai-gapai sekenanya, diremasinya tepian kursi sofa untuk meredam rasa geli yang dirasakannya, dan Aryanti tak berhendi mendesah menikmati.
Setelah beberapa lama, akhirnya pak Bono menghentikan jilatannya pada liang senggama Aryanti, dilihatnya perempuan itu tergolek disofa terengah-engah kehabisan nafas. Pak Bono hanya tersenyum melihaht kondisi Aryanti, dan kemudian dia melepaskan celana panjang dan kemejanya. Terlihatlah senjata rahasia pak Bono yang menggantung besar dan panjang, meski belum ereksi sempurna namun sudah terlihat kegagahan dari batang penis pak Bono. Ada rasa minder dalam diri Fais melihat ukuran penis pak Bono yang diatas miliknya itu.
Aryanti tersipu malu melihat ketelanjangan pak Bono meskipun bukan untuk yang pertama kalinya, namun saat pak Bono menyodorkan batang penisnya dan mengoles-oleskannya ke pipi Aryanti, janda itu dengan tanggap langsung meraih dan memasukkan kedalam mulutnya. Pak Bono terlihat sangat menyukai cara Aryanti mengoralnya. Tangan kanannya meremas remas kepala dan rambut panjang Aryanti dan sesekali menyingkirkan rambut yang menutupi mukanya sehingga menghalangi pak Bono yang ingin melihat wajah cantik Aryanti yang tengah mengoral penisnya.
Setelah hampir 15 menit dioral oleh Aryanti, pak Bono menarik batang penisnya hingga terlepas dari bibir Aryanti. Aryanti memandang pak Bono dengan tatapan sayu, Nampak jelas oleh Fais bahwa Aryanti tengah dilanda oleh birahinya. Aryanti Nampak berusaha berdiri setelah sebelumnya dia melepas celana dalamnya yang sudah tidak rapi lagi dan kemudian dipeluknya pak Bono yang masih mengenakan kemeja. Aryanti melepasi satu persatu kancing kemeja pak Bono dan kini mereka berdua telah sepenuhnya telanjang. Pak Bono mengusap-usap rambut yang berada dipunggung Aryanti dan kemudian Aryanti membalas dengan mencium bibir pak Bono penuh gairah, dan bibir mereka saling berpagutan. Penolakan Aryanti saat awal permainan tadi telah hilang sepenuhnya, dan tidak Nampak sama sekali pemaksaan oleh pak Bono pada diri Aryanti bahkan tangan Aryanti dengan spontan merangkul leher pak Bono.
Pak Bono kemudian kembali merebahkan Aryanti diatas sofa, lalu membuka paha Aryanti yang sintal lebar-lebar hingga liang senggama Aryanti jelas terlihat oleh Fais dari luar jendela. Liang senggama dari wanita pujaan hatinya kini siap dinikmati oleh pak Bono. Ada rasa marah, kecewa dan benci namun juga bernafsu berkecamuk dalam dirinya seperti saat dia memergoki melihat dengan mata kepala sendiri, Disha istrinya yang cantik tengah dengan rela dan pasrah digauli pria-pria yang jelas bukan suaminya. Aryanti benar-benar pasrah saat pak Bono menjilati leher hingga payudaranya sebelum dia mulai memasukkan batang penisnya yang telah ereksi sepenuhnya saat dioral olehnya.
“aakkhhh mass pelaan pelaan” Aryanti dengan reflek menjerit saat pak Bono mulai mendorong batang penisnya maju menyusuri liang senggamanya. Fais melihat ekspresi kenikmatan yang terpancar dari wajah Aryanti, kepalanya mendongak keatas dan membusungkan dadanya hingga kedua payudaranya semakin maju dan dapat dilumat olehpak Bono.
Dapat ditebak, Aryanti mendesah desah penuh gairah saat disetubuhi pak Bono sama seperti saat Fais melihat rekaman video di hp pak hari tempo waktu lalu. Tubuh keduanyanya sama-sama bersimbah peluh, begitu juga dengan Fais. Meski dirinya terkena tetesan air hujan namun tubuhnya panas dingin melihat adegan memilukan tersebut. Aryanti terlihat meraba dada pak Bono yang bidang meski dia sudah tua. Nampak sorot kekaguman terlihat dikelopak mata Aryanti pada pria tua itu dan larut dalam nikmatnya birahi.
Setelah beberapa lama, pak Bono memberikan kode untuk mengganti posisi, Aryanti mengerti maksud dari pak Bono dan dengan bergegas merubah posisi mengikuti kemauan pak Bono. Rupanya pak Bono ingin menyetubuhi Aryanti dari belakang. Aryanti terlihat bertumpu pada bahu sofa sementara pinggulnya dengan erat telah dicengkeram pak Bono.
“aakkhhh… ahhhh… aahhhh…” desahan Aryanti bersahutan dengan deru nafas pak Bono, desahan Aryanti semakin terdengan keras hingga terdengar sampai ke halaman rumahnya. Entahlah, birahinya mungkin sudah menguasai pikirannya hingga Aryanti seolah tidak perduli apabila ada tetangga yang mendengarnya. Dalam posisi doggy style pak Bono semakin diuntungkan karena batang penisnya yang sudah panjang itu semakin mudah menerobos dinding vagina Aryanti dan membuat tubuhnya meliuk-liuk tak beraturan. Tubuh Aryanti mulai lemas dan bergetar pertanda dia hampir meraih orgasmenya namun tanda-tanda pak Bono hendak keluar belum kelihatan.
“aahhh…aahhh lebih cepat masss” ujar Aryanti lirih
Aryanti mendesah-desah tidak karuan saat pak Bono menggenjot liang senggamanya lebih cepat. Tubuhnya melengking keatas dan kemudian jatuh kebawah begitu berulang-ulang. Dan kemudian Aryanti juga merasakan jika pak Bono hendak keluar, dapat dirasakan oleh dinding vaginanya jika penis pak Bono terasa sekamin keras dan membesar.
Pak Bono memeluk punggung Aryanti dengan kuat, kedua tangannya meremasi payudara Aryanti. Dipercepatnya genjotan dalam liang senggama Aryanti hingga beberapa saat kemudian…
“aaaahhhhhhh!” Aryanti mendesah keras sambil mendongak keatas dan membusungkan dadanya. Aryanti merasakan kenikmatan yang luar biasa, tubuhnya bergetar hebat saat cairan orgasmenya menyiram hangat pada batang penis pak Bono yang masih terus menggenjotnya dari belakang.
“ah nikmat sekali dik yanti, aakkhhh!” pak Bono melesakkan dalam-dalam batang penisnya kedalam liang senggama Aryanti dan menumpahkan beberapa semprotan sperma membanjiri rahim Aryanti. Rupanya mereka meraih orgasme hampir bersamaan. Pak Bono dan Aryanti sama-sama terdiam, nafas mereka terengah-engah, menikmati sisa-sisa puncak orgasme yang diraihnya. Tanpa sadar Fais juga telah berejakulasi sendiri dengan batuan tangan kirinya, ditumpahkannya spermanya pada dinding sang tuan rumah yang masih tergolek lemas disamping sang pejantan.
ns 15.158.61.8da2