Pernah sesekali
Kedua bola mata ku terduduk hampa, menjeda angka melihat kembali cerita-cerita brutal dan gila dari mereka yang menggantungkan makna di ujung-ujung bunga.
Sepanjang trotoar pantura, sekelebat kisah tertulis ria, melayari samudra, melautkan luka dalam secangkir tawa.
Kini rindu telah durjana, merebah, memisah sanghyang kala, mengotori merah muda ruang wajah cakrawala.
Lagu-lagu pilu menyeru,
kesuwungan memenjara,
Dilantunkan sebagai kesumat dendam
Bagai merona langit sembilu
menumbuhkan kembang kamboja,
Meninggalkan jejak seisi lamunan
Namun doa tetaplah doa walau keluar dari bibir para bedebah —basah nya tetap melimpah ruah, menyulam wajah rasa paling purba untuk terus saling bersapa
Cerita setelah nya telah mengangkasa, mengudara aksara tapa reda, tanpa cela.
Sajak menelaah gerangan
Melukis bayang dari abu-abu sisa-an.
Teman, Apa kabar dengan api mu di sana?
Bekasi, 15 jan 2024.