Setelah beberapa hari libur karena lebaran, Umik Zahra kembali membuka toko sembakonya. Namun ia hanya membuka tokonya sampai siang hari saja. Biasanya tutup sampai sore.
Umik Zahra masih memberi kesempatan untuk para karyawannya menikmati lebaran. Jadi sementara ini, cukup bekerja sehari saja.
Sekitar pukul 12 siang, Umik Zahra sudah meminta para karyawannya bersiap-siap nutup toko. Karyawan perempuannya diminta mentotal mendapatan hari ini. Sementara karyawan laki-laki diminta untuk memasukan barang-barang yang diluar lalu menutup pintu toko.
Setelah selesai mengerjakan tugasnya, semua karyawan bergegas pulang.
"Feri, tolong bentar aja, kamu angkut kardus bekas ke gudang belakang," ucap Umik Zahra.
"Iya mik," jawab Feri.
Semua karyawan sudah pulang, tinggal Feri yang masih ada perintah terakhir dari Umik Zahra.
Feri menuju ke gudang sambil membawa kardus.
Umik Zahra membuntuti Feri, untuk memastikan, ia menaruh kardus di tempat yang benar. Sebelum itu, Umik Zahra mengunci pintu tokonya, agar tidak ada orang yang masuk.
"Taruh di tumpukan kardus lainnya aja Fer," perintah Umik Zahra.
Feri pun menaruh kardus itu di tumpukan kardus lainnya.
"Sudah ya mik, aku mau pulang juga," kata Feri.
"Fer, kamu masih ada sisa bon (hutang) ya ke saya. Kapan dibayar?" tanya Umik Zahra.
"Iya mik ingat, kurang 500 ribu. Masih banyak kebutuhan mik, jadi gak bisa bayar dulu. Nanti bisa dipotong gaji saya bulan depan," kata Feri.
"Kalau dipotong gaji lagi, nanti kamu bon lagi Fer. Gitu aja terus," jawab Umik Zahra.
"Ya namanya ada kebutuhan untuk anak istri mik. Hehe," kata Feri sambil cengengesan.
Feri adalah karyawan Umik Zahra yang paling muda. Usianya sekitar 30 tahun. Ia memiliki tubuh yang ideal dan paras yang lumayan ganteng.
Umik Zahra pun sedikit memiliki ketertarikan ke Feri.
"Fer, mau gak hutang kamu dianggap lunas, tapi ada syaratnya," kata Umik Zahra.
"Mau dong mik, apa syaratnya? Hehe," tanya Feri masih cengengesan.
"Ini syaratnya," jawab Umik Zahra sambil tangannya memegang penis Feri. Sontak Feri langsung kaget dengan sikap juragannya itu
"Eh, mik, gak apa-apa ini?" tanya Feri kebingungan.
"Mau lunas apa gak hutangnya?" tanya Umik Zahra, tangannya mencengkeram penis Feri.
"Aduh mik, jangan keras-keras. Mau mik, mau banget," jawab Feri. Ia juga tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kapanlagi bisa menyetubuhi juragannya. Ditambah hutangnya dianggap lunas.
"Tapi ini rahasia. Awas kamu cerita ke siapa-siapa," ancam Umik Zahra. Sambil tangannya membuka celana dan CD Feri.
"Iya mik, tenang aja, rahasia kita," jawab Feri.
"Besar ya, sesuai yang saya bayangkan," kata Umik Zahra sambil memegang langsung penis Feri.
"Umik pernah membayangkan punyaku? Haha" tanya Feri.
"Sssttt, diam, jangan dibahas" Umik Zahra sedikit membentak. Ia sebenarnya malu, keceplosan ngomong itu.
Feri kini diam saja. Ia menurut pada perintah juragannya.
Umik Zahra kini menjulurkan lidahnya. Ia mulai menjilati penis Feri.
“Umik Yakin jilat punyaku?” tanya Feri, merasa tidak enak saat juragannya melakukan hal itu.
“Sudah, kubilangin kamu diem aja,” Umik Zahra kembali membentak Feri.
Feri pun kini tak berani bersuara lagi. Ia pasrah menerima perlakuan Umik Zahra.
Setelah menjilat penis Feri, kini Umik Zahra mengulum penis itu. Feri pun langsung merasa geli-geli enak. Sontak tangannya memegang kepala Umik Zahra, tak sadar.
Umik Zahra menghentikan kulumannya. “Jangan pegang kepalaku,” tegasnya sambil menyingkirkan tangan Feri.
“Iya mik, maaf,” Feri lalu diam lagi.
Umik Zahra kini mengocok penis Feri yang sudah basah oleh air liurnya. Penis itu sudah berdiri dan setengah mengeras.
“Ahhh,” Feri mendesah kecil. Ia sudah menikmati kocokan janda itu.
Tangan Umik Zahra kini lebih cepat mengocok penis itu. Feri makin keenakan. Penisnya pun sudah benar-benar tegang.
Umik Zahra kini mengangkat roknya dan menurunkan CD-nya. Ia kemudian menghadap ke tembok. Tangannya bersandar pada tembok, lalu tubuhnya sedikit membungkuk.
Pantat putih Umik Zahra pun terlihat jelas olef Feri. Juga vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu agak panjang.
“Ayo masukin,” perintah Umik Zahra ke Feri. Memintanya untuk menusuk vaginanya dari belakang.
Namun Feri tak langsung menuruti perintah Umik Zahra. Ia memegang bokong Umik Zahra, lalu menyentuh vaginanya.
“Ayo cepat masukin, malah pegang-pegang,” ucap Umik Zahra sambil menoleh ke arah Feri.
“Bentar mik, di basahin dulu,” kata Feri. Ia pun menjilat jari tengahnya, lalu memasukkan jarinya ke vagina Umik Zahra. Ia obok-obok vagina itu.
“Ngapain sih, pake digituin segala, langsung aja,” ujar Umik Zahra saat terasa jari Feri masuk.
“Bentar mik, biar enak masuknya,” Feri berani menjawab sambil terus mencolok-colok vagina juragannya.
“Ya udah cepetan,” kata Umik Zahra dengan nada pelan. Tak lagi membentak Feri. Ia mulai merasa keenakan dengan jamahan Feri.
Feri mempercepat gerakan jemari tangan kanannya. Sementara tangan kirinya meraba-raba bokong besar Umik Zahra.
“Sssshhhh,” suara desah Umik Zahra akhirnya keluar.
Kini tangan Feri membuka lebar-lebar belahan pantat Umik Zahra. Mulut Feri mengarah ke vagina Umik Zahra. Ia lalu menjulurkan lidahnya. Ia jilat vagina itu.
“Aduh, pakai dijilat segala, kelamaan, masukin aja Fer, bkar gak lama-lama,” ucap Umik Zahra.
“Bentar mik, biar tambah basah,” ucap Feri dan kembali menjilati vagina Umik Zahra. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Kapan lagi ia bisa melakukan ini pada juragannya.
“Ssshhhhh, ahhhh,” Umik Zahra kembali mendesah. Feri lihai soal urusan begini.
Setelah puas menjilati vagina Umik Zahra, ia kini mengarahkan penisnya yang bediri tegak ke lubang vagina Umik Zahra.
“Blessss,” dengan mudah penis Feri masuk ke vagina itu dari belakang. Meskipun penisnya besar, vagina Umik Zahra yang sudah longgar dan becek, membuat penisnya langsung masuk.
Feri pun langsung memompa vagina juragannya itu. Tangannya tetap memegang bokong besar Umik Zahra.
“Ahhhh,” Feri berani mendesah cukup kencang.
“Sssshhh,” Umik Zahra mendesah pelan.
“Daritadi suruh masukin, lama banget… Ahhhh,” kata Umik Zahra sambil mendesah.
“Tenang mi, sabar, jangan buru-buru, dinikmati. Hehe,” Feri berani melontarkan candaan, sambil terus memompa vagina itu.
“Udah cepetan, keluarin, mau pulang. Nanti ada orang gimana. Ada yang curiga gimana. Sssshhhh,” ucap Umik Zahra sambil mendesah. Juga diselimuti rasa khawatir.
Bukannya buru-buru menyelesaikan permainan itu, Feri malah menghentikan aksinya. Ia mencabut penisnya. Lalu membalik tubuh Umik Zahra agar menghadap ke dirinya.
“Loh,” Umik Zahra dibikin kaget. Namun belum sempat berkata-kata lagi, mulutnya sudah disosor mulut Feri.
“Hmmm,” mulut Umik Zahra tak bisa berkata-kata.
Feri terus mencium penuh nafsu juragannya. Ia memainkan lidahnya. Umik Zahra gelagapan menerima serangan ciuman Feri.
Tak lama kemudian ia sedikit mendorong tubuh Feri hingga terlepas ciumannya.
“Kenapa pakai cium-cium segala,” ucap Umik Zahra
“Ayo mik, nikmati juga, jangan buru-buru,” kata Feri.
Tanpa menunggu jawaban dari Umik Zahra, ia kembali menciumnya dengan nafsu.
Tubuh Umik Zahra terdorong ke dinding. Feri mendesak tubuhnya hingga seakan terhimpit dalam posisi berdiri.
Sementara tangan kanan Feri, memainkan vagina Umik Zahra. Ia colok-colok lubang kenikmatan juragannya itu.
Sedangkan tangan kirinya, berani meraba payudara Umik Zahra.
Tangan Umik Zahra memegangi tangan Feri. Seolah menolak namun sebenarnya ia sudah menikmati sentuhan dan ciuman Feri.
Umik Zahra pun mulai membalas ciuman Feri. Ia menggerakkan bibir dan lidahnya.
Merasa Umik Zahra sudah terbawa suasana permainannya, Feri makin berani berbuat lebih. Ia menyibak kerudung bawah Umik Zahra lalu mencium lehernya.
Umik Zahra seketika menggelinjang. Ditambah Feri memainkan lidah di lehernya. Ia menjilati leher itu.
“Sssshhhh, udah ayo masukin lagi fer,” pinta Umik Zahra sambil memegang penis Feri yang masih berdiri tegak.
Feri seakan tak mendengar ucapan juragannya itu. Kini ia mengangkat baju Umik Zahra. Kemudian menarik BH-nya.
Payudara Umik Zahra yang besar dan mulai kendor terpampang jelas di depan mata anak buahnya.
Feri pun langsung melahap payudara itu. Ia raba dan jilati. Ia mainkan lidahnya di puting. Lalu mengenyotnya.
“Ahhhh… Ssshhhh,” Umik Zahra tambah keenakan. Tanpa sadar ia memeluk tubuh Feri dan sudah pasrah dengan apa yang dilakukan anak buahnya.
Kini lidah Feri pelan-pelan turun ke perut, hingga ke vagina Umik Zahra. Ia kembali menjilati vagina itu.
“Ahhhhh,” Umik Zahra terus keenakan. Ia menekan-nekan kepala Feri.
Setelah puas mengeksplor tubuh juragannya, kini Feri meminta Umik Zahra menghadap ke tembok lagi dan menungging.
Kemudian Feri langsung menancapkan penisnya ke vagina Umik Zahra dari belakang dan segera menggenjot.
“Ahhh, enaknya mik,” desah Feri sambil tangannya menggerayangi tubuh Umik Zahra.
“Sssshhhh,” Umik Zahra ikut mendesah pelan sambil menggigit bibirnya. Tangannya terus menumpu pada tembok.
Feri terus melakukan aksinya hingga mencapai klimaks.
“Croooot…. Crotttt… Crottt.....,” Feri menyemburkan spermanya ke dalam vagina Umik Zahra.
“Uhhhhhhhhh….,” Feri mendesah panjang, lega.
“Ssshhhhh…. Ahhhhh,” Umik Zahra ikut mendesah.
Feri kemudian mencabut penisnya.
“Kok dikeluarin di dalam? Siapa yang nyuruh? kata Umik Zahra sedikit protes dan melihat ke arah Feri.
“Enak di dalam mi, lagian umik gak akan hamil kan? Hehe,” jawab Feri sambil cengengesan.
“Kalau hamil, gimana?” tanya Umik Zahra menggertak Feri. Padahal ia memang sudah tak bisa hamil lagi.
“Kalau hamil ya enak, aku punya anak dari umik. Anakku langsung jadi anak orang kaya. Haha,” jawab Feri kembali dengan guyon.
“Besok-besok lagi ya mik,” ucap Feri.
“He, jangan macem-macem. Jangan berharap lagi ya,” Umik Zahra sedikit membentak.
“Ya udah aku ngutang lagi, nanti dibayar gini lagi. Haha,” jawab Feri.
“Kamu nih, gak tau diuntung, udah dibantu malah ngelunjak,” ucap Umik Zahra.
“Umik kan juga butuh ini. Haha,” kata Feri.
“He, ngomong yang sopan Fer, aku ini bosmu. Awas kau, jangan cerita ke siapa-siapa. Jangan pernah bahas ini. Anggap ini tak pernah terjadi. Awas pokoknya,” Umik Zahra sedikit marah.
“Ya mik, maaf,” Feri tertunduk lesu. Umik Zahra nampaknya marah beneran.
Mereka pun segera berberes dan pulang meninggalkan toko.
***
ns 15.158.61.48da2