BUK!!! 4087Please respect copyright.PENANA3Tn2oztpLW
BUK!!!! 4087Please respect copyright.PENANAInweTxIJ6E
BUUUKK!!!
Dua orang remaja jatuh berguling ke tanah setelah tubuh keduanya tak kuat menahan tendangan dari Boy. Dua remaja itu terlihat beringsut menjauhi langkah kaki Boy yang mendekat. Kabar bahwa Boy merupakan remaja tangguh yang sulit untuk ditaklukan dalam perkelahian ternyata benar adanya, terbukti walaupun sudah dikeroyok oleh 5 orang namun Boy tak juga menyerah, yang terjadi malah 3 orang pengeroyoknya lari tunggang langgang, sementara dua lainnya kini tersungkur mencoba kabur setelah dihajar oleh Boy. Boy mendekati tubuh dua remaja itu, bersiap melakukan pukulan.
"CUKUP!!!"
Sebuah teriakan lantang dari belakang tubuh Boy menghentikan langkah pemuda tampan itu, dan memberi kesempatan pada dua lawannya untuk segera bangkit dan lari kabur.
"Kau lagi, Kau lagi!! Kerjaanmu hanya berkelahi saja!! Mau jadi apa Kau nanti?!"
Boy hanya terdiam berdiri mematung setelah melihat kehadiran Pak Wisnu, Wakil Kepala sekolah yang terkenal galak. Sudah puluhan kali Pak Wisnu memergoki kenakalan Boy, sudah puluhan kali juga Pak Wisnu memuntahkan amarahnya pada Boy saat salah satu siswanya itu membuat kekacauan di lingkungan sekolah, tapi hal itu sia-sia, Boy tak juga menghentikan kenakalannya.
"Ayo ikut!! "
Hardik Pak Wisnu sambil mencengkram lengan Boy, membawanya ke ruangan Kepala Sekolah. Puluhan siswa lain yang melihat ada keributan tampak tak begitu terkejut, sudah menjadi kewajaran jika Boy kembali harus berurusan dengan Pak Wisnu.
"Jadi, masalah apalagi yang Kau perbuat kali ini?" Tanya Pak Harso, Kepala Sekolah SMA Tunas Bangsa, pada Boy yang kini sudah duduk di depan meja kerjanya.
"Saya tadi dikeroyok Pak." Jawab Boy pelan.
"Alah!! Kau ini selalu saja alasan! Sudah berapa kali perkelahian di sekolah ini yang tidak melibatkanmu?! Tidak ada!! Semua kekacauan dan keributan di lingkungan sekolah ini selalu melibatkanmu!" Bentak Pak Wisnu yang berdiri di samping Boy, kesabaran Pak Wisnu tampaknya sudah benar-benar habis menghadapi tingkah salah satu muridnya itu.
"Sudah Pak, tenang dulu." Pak Harso mencoba menenangkan emosi Pak Wisnu.
"Anak ini harus segera diberi tindakan tegas Pak, sudah terlampau banyak kesalahan yang dia lakukan. Kalau sampai dia diberi kesempatan lagi, akan menjadi contoh buruk untuk siswa yang lain." Lanjut Pak Wisnu masih dengan nada yang tinggi. Boy hanya tertunduk sambil sesekali memainkan dua ujung jarinya, kemarahan Pak Wisnu tampaknya tak terlalu dia hiraukan, bahkan mungkin jika dia dikeluarkan dari sekolah, Boy tak ambil pusing.
"Permisi Pak." Terlihat seorang wanita cantik berusia sekitar 30 an berdiri di depan pintu ruang kepala sekolah.
"Oh Bu Rini, silahkan masuk Bu." Kata Pak Harso mempersilahkan Bu Rini memasuki ruangannya.
Penampilan Bu Rini yang mengenakan rok pendek ketat hitam diatas lutut dipadu dengan kemeja putih membuatnya terlihat lebih sexy dibanding guru wanita lain, apalagi rambutnya yang sebahu sedikit dicat merah membuatnya lebih pantas berprofesi sebagai foto model daripada menjadi seorang guru matematika.
"Kamu lagi." Kata Bu Rini singkat setelah duduk di samping Boy, Bu Rini tampak sudah tidak kaget lagi dengan tingkah Boy, siswa kelas 3 IPA, kelas dimana Bu Rini bertanggungjawab menjadi wali kelas.
"Jadi bagaimana Bu? Saya sebagai kepala sekolah harus meminta pendapat Ibu selaku wali kelas untuk memutuskan sanksi kepada Boy akibat perbuatannya kali ini." Kata Pak Harso.
"Sebelumnya Saya meminta maaf Pak atas tindakan Boy , bagaimanapun hal ini juga merupakan kesalahan Saya sebagai wali kelasnya. Pada dasarnya Saya setuju untuk memberikan sanksi pada Boy, tapi lebih bijak lagi jika sanksi tersebut tidak mengganggu persiapan dia untuk mengikuti ujian akhir sekolah." Jelas Bu Rini.
"Hmmm, bagaimana kalau menurut Pak Wisnu?" Tanya Pak Harso.
"Kalau Saya pribadi lebih suka kalau anak ini dikeluarkan dari sekolah Pak!" Jawab Pak Wisnu penuh emosi.
"Kita ini pendidik Pak, bukan penghukum. Mengeluarkan anak dari sekolah menurut Saya bukan cara yang bijak untuk memberi pelajaran pada peserta didik." Bu Rini mencoba untuk membela Boy.
"Peserta didik macam apa yang selalu membuat keributan di lingkungan sekolah? Dengan tidak mengeluarkan anak ini,maka sekolah telah dengan sengaja memperlihatkan contoh buruk pada siswa yang lain!"
"Wajar jika ada siswa yang bandel Pak, sudah menjadi tugas kita untuk mengarahkan mereka ke arah yang lebih baik, bukan malah melepaskan mereka begitu saja!" Bantah Bu Rini tak kalah sengit.
"Wajar?!! Kewajaran macam apa jika anak ini selalu terlibat dalam tiap keributan yang terjadi di lingkungan sekolah?!" Pak Wisnu tampak masih kekeuh mempertahankan argumentasinya.
"Sudah ! Sudah cukup ! Kita di sini untuk mencari solusi, bukan untuk saling beradu argumentasi apalagi bertengkar !" Pak Harso mencoba menjadi penengah antara Bu Rini dan Pak Wisnu yang berdebat sengit.
"Bu Rini masih sanggup mengontrol anak ini saat berada di lingkungan sekolah?" Tanya Pak Harso.
"Saya tidak bisa menjanjikan itu Pak, tapi saya berkewajiban untuk membuat Boy bisa lulus dengan nilai memuaskan."
"Baik jika begitu, dengan mempertimbangkan bahwa masa ujian akhir akan segera dilaksanakan, saya memutuskan untuk memberikan sanksi pada kamu skors selama 2 hari, setelah itu kamu boleh masuk sekolah lagi. Tapi ingat, jika kamu kembali mengulangi perbuatan ini lagi, Saya tidak akan memberi toleransi lagi!" Kata Pak Harso, sekaligus menutup forum pertemuan itu. Bu Rini tampak puas dengan keputusan yang diambil oleh Pak Harso, namun tak demikian dengan Pak Wisnu yang masih ingin agar Boy dikeluarkan dari sekolah.
******
Boy sudah duduk di tepi tempat tidur ruang kesehatan sekolah, beberapa bagian wajahnya terlihat lebam, bahkan di sela kiri bawah bibirnya sobek dan mengeluarkan sedikit darah, sisa dari perkelahian.
"Kenapa Kamu membelaku?" Kata Boy.
"Kamu duduk sini dulu, biar Aku carikan obat merah untuk mengobati luka-lukamu itu." Bu Rini melangkah menuju lemari obat.
Boy hanya terdiam, dari belakang dia menatap tubuh Bu Rini yang masih terlihat sexy dan padat berisi meskipun gurunya itu sudah berusia 30 tahun lebih, Boy sesaat menelan ludahnya sendiri, entah apa yang ada dalam pikirannya saat menatap tiap lekuk tubuh Bu Rini. Beberapa saat kemudian Bu Rini membalikkan badan, tangannya sudah memegang kapas, alkohol, dan obat merah.
"Sudah menjadi kewajibanku Boy untuk membelamu." Kata Bu Rini pelan sambil mulai membersihkan luka di pipi Boy dengan alkohol yang dioleskan pada kapas.
"Kewajiban?" Tanya Boy, tangannya mulai merangkul pinggang ramping wanita yang berdiri di depannya itu.
"Iya, kewajibanku sebagai seorang wali kelas dan kekasih dari murid bandel seperti Kamu." Bisik Bu Rini sambil mencubit mesra hidung remaja pria yang sudah 6 bulan ini menjadi kekasihnya. Boy tersenyum lebar mendengar ucapan Bu Rini, perlahan dia majukan bibirnya mendekati bibir tipis Bu Rini.
"Jangan di sini ! Bahaya tau!" Elak Bu Rini menghindari kecupan dari Boy.
Tak mau kehilangan momen, Boy menarik pinggang Bu Rini, membuat tubuh keduannya berhimpit berdekatan. Dengan sekali gerakan, Boy melumat bibir Bu Rini dengan buas. Rasa perih di sisi bibirnya akibat pukulan tak dirasakan oleh Boy, yang ada kini adalah lidahnya menari-nari di permukaan bibir tipis Bu Rini. Mencoba menghindar dan melepaskan ciuman Boy, perlahan Bu Rini mulai larut dalam permainan lidah kekasihnya itu. Kini dua tangannya sudah bersandar di leher Boy, sementara lidahnya mulai mengimbangi jilatan lidah Boy. Keduanya larut dalam ciuman panas, seolah ada kehausa yang ingin dipuaskan di sana.
Ciuman Boy kini menyasar leher jenjang Bu Rini, dua tangannya kini juga mulai sibuk meremas dua buah payudara Bu Rini yang masih terbungkus dress putih. Bu Rini hanya bisa mendesah mendapat serangan brutal seperti itu, beberapa kali Bu Rini menutup mulutnya sendiri dengan tangan agar desahannya tak terdengar, bagaimanapun melakukan foreplay di lingkungan sekolah adalah kegiatan ilegal dan sangat dilarang, apalagi jika yang melakukan itu adalah seorang guru dan muridnya.
"Eeecchhmmmm ! Sayang, jangan digigit ! Eecchhhmmmm!" Desah Bu Rini saat merasakan ciuman Boy semakin intens di daerah leher.
Boy melepaskan ciumannya, dia tau telah berhasil membuat Bu Rini mulai terbakar birahi. Boy sedikit mendorong tubuh Bu Rini menjauhi tubuhnya, memberi ruang pada dirinya untuk bangkit dari duduk.
"Sayang ! Jangan disini, bahaya!!" Kata Bu Rini saat melihat Boy membuka resleting celana, mengeluarkan penisnya yang sudah mengeras sempurna.
"Bentar aja. "
"Jangan lama-lama ya !" Bu Rini tau ucapannya saat ini tak akan berarti apa-apa buat Boy, nafsu remaja itu sudah sangat tinggi.
"Iyaaaaa, blowjob in aja."
Bu Rini langsung berjongkok di bawah tubuh Boy yang berdiri di depannya, perlahan wanita cantik ini mulai mengocok penis Boy yang sudah sangat keras. Kepala Boy mendongak ke atas, matanya tertutup, merasakan nikmat handjob Bu Rini pada batang penisnya. Pelan-pelan Bu Rini mulai memasukkan batang penis Boy ke dalam mulut, sambil terus mengocok, Bu Rini mulai menghisap penis Boy. Tangan Boy yang sebelumnya hanya meremas pinggiran tempat tidur, kini mulai menekan kepala Bu Rini, mencoba memasukkan batang penisnya lebih dalam masuk ke mulut kekasihnya itu.
"Ooocchhhh ! Yeess baby !Eeecchhmmm ! Ooocchhhh !" Desah Boy keenakan.
Bu Rini terus menggerakkan kepalanya maju mundur, penis Boy yang sudah basah akibat air liur semakin mempermudah gerakan itu. Beberapa kali dia melihat ekspresi lucu Boy saat keenakan, ada kebanggaan dalam diri Bu Rini bisa memuaskan hasrat Boy. Gerakan tangan Bu Rini begitu luwes mengocok batang penis Boy, belum lagi hisapan-hisapan lembut dari mulutnya semakin menambah sensasi kenikmatan yang dirasakan oleh Boy.
“Sayang !” Protes Bu Rini saat Boy dengan sengaja menekan pinggulnya ke depan, hampir membuat seluruh batang penisnya masuk ke dalam kerongkongan Bu Rini.
“Ups, sorry.” Jawab Boy sambil menunjukkan wajah konyolnya.
Bu Rini kembali mengocok batang penis kekasihnya itu, sesekali sambal memainkan ujung lidahnya pada lubang kencing batang penis Boy. Tak ayal apa yang dilakukan oleh Bu Rini membuat Boy kelejotan, sensasi geli, basah, hangat serta ngilu seolah bercampur menjadi satu. Remaja tampan itu hanya bisa mendesah pelan sambil terus menikmati apa yang tengah dilakukan Bu Rini pada daerah vitalnya.
"Eeeecchhhmmm ! Sayang, aaacchhhh ! Aacchhh, Aku mau keluar ! Eecchhmmm !!!" Kata Boy sedikit kencang. Bu Rini kemudian dengan cepat melepaskan kulumannya, tubuhnya bangkit dan berdiri. Bibirnya kembali melumat bibir Boy dengan lembut, sementara tangan kanannya mengocok cepat batang penis Boy.
"Eeeecchhhhmm !!! Eeecchhhmmm!!!" Boy melenguh panjang saat enam semprotan sperma berhasil dia muntahkan dari dalam penisnya.
Bu Rini tersenyum melihat kekasihnya itu mengalami ejakulasi, semantara nafas Boy masih terengah-engah. Guru matematika itu kembali berjongkok di bawah tubuh Boy yang masih berdiri mengejang. Bu Rini kembali menjilati batang penis Boy, membersihkan sisa-sisa sperma yang masih tercecer pada ujung penis kekasihnya itu dengan lidahnya.
“Ucchhhh yaaaang !” rintih Boy menahan rasa ngilu akibat hisapan mulut Bu Rini pada batang penisnya.
"Udah yuk !Aku harus ngajar lagi." Kata Bu Rini sambal mengelap bercak sperma yang tertempel di bibirnya.
"Bentar doong, Aku masih pengen sama kamu dulu." Rengek Boy dengan ekspresi manjanya.
"Iihhh...Kebiasaan!! Manjanya kumat!! Nanti malem kan ketemu lagi sayang." Bu Rini membelai lembut rambut Boy.
"Aku masih kangen kamu tau." Balas Boy dengan memberikan ekspresi manyun, membuat Bu Rini tersenyum dan tak tahan untuk kembali mengecup mesra bibir Boy.
"Udah ah, ntar kalo ada yang masuk ke sini bisa bahaya ! Beresin tuh !" Perintah Bu Rini.
"Iyaa, iyaaa !" Kata Boy tak ikhlas sambil memasukkan kembali batang penisnya ke dalam celana.
"Hihihihihi, Kamu tuh lucu kalo ngambek kayak gini." Bu Rini kembali tertawa melihat tingkah Boy yang masih terlihat tak rela menyudahi permainan.
"Ya udah aku ke kelas dulu ya. Kamu habis ini langsung pulang, jangan nongkrong-nongkrong nggak jelas, inget, Aku udah belain kamu biar nggak dikeluarin dari sekolah ini." Kata Bu Rini dengan intonasi tegas, lebih mirip wejangan seorang guru pada muridnya.
"Iiyaaaa Bu Guruku yang cantik." Jawab Boy dengan tersenyum.
"Janji ya?!"
"Iyaa Bu Guru, Aku janji langsung pulang, nggak pake nongkrong. Tapi ntar malem aku nongkrongnya di kamar kamu..hehehe..."
"Ihhh, dasar!! Udah bandel, genit pula!!"
"Tapi kamu sayang kan sama murid yang bandel dan genit ini.?" Tanya Boy dengan mesra, membuat Bu Rini kembali mendekati tubuhnya, memberinya ciuman lembut pada bibir Boy.
"Iya, Aku sayang Kamu." Jawab Bu Rini.
"I love You."
"I love You too." Keduanya kembali berciuman mesra, melepas haus yang tersisa sebelum sesaat dipisahkan oleh waktu.
4087Please respect copyright.PENANAAEz0QmGgMS
BERSAMBUNG
Cerita "BU GURU I LOVE YOU" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DISINI
ns 15.158.61.46da2