Cahaya matahari pagi yang hangat mulai menyelinap melalui celah-celah gorden rumah bersahaja milik Mira. Burung-burung berkicau riang di luar jendela, memberi irama untuk memulai hari yang baru. Mira, terlihat penuh semangat, sudah mulai beraktivitas sejak subuh tadi.
Dengan rambutnya yang disanggul rapi, dia memegang kain lap di satu tangan dan pengharum ruangan di tangan lainnya. Sambil mengenakan celemek sederhana, Mira berdiri di ruang tamu, membersihkan setiap sudut dengan penuh perhatian. Dia menghapus debu yang menempel di atas meja kayu dan menyusun kembali pernak-pernik kecil yang terletak di rak dekorasi.
Setelah puas melihat ruang tamu bersih dan rapi, Mira melangkah ke dapur. Aroma sabun cuci masih terasa dari bak cuci piring yang baru saja ia bersihkan. Memastikan dapur tampak rapih, dia segera mulai mempersiapkan sarapan untuk suaminya, Fadli.
"Apa ya yang cocok pagi ini?" gumamnya sambil membuka lemari es.
Dia mengeluarkan beberapa bahan segar, telur, sepotong roti gandum, dan sayur mayur. Namun, dia segera berpikir ulang.
"Ah, Mas Fadli pasti lebih suka nasi goreng pagi ini," pikirnya.
Dengan cekatan, Mira mempersiapkan bawang merah dan bawang putih, mengiris kecil-kecil, lalu menumisnya hingga harum. Dia mencampurkan nasi dingin dengan bumbu, telur, dan sedikit kecap manis di atas wajan panas. Tak lupa, dia juga menyeduh secangkir kopi hitam kesukaan suaminya, memastikan semua tersaji dengan hangat untuk sarapan.
Saat Mira tengah asyik dengan pekerjaannya, tiba-tiba tubuhnya dipeluk dari arah belakang. Dia agak kaget saat itu namun Mira tidak melawan karena tahu itu adalah suaminya. Hanya senyuman terpatri di bibirnya dan membiarkan tubuhnya dipeluk erat.
"Ehhm....Wangi banget badanmu dek."
Ujar Fadli setelah menghirup aroma pada rambut Mira yang sedikit lembab. Nafsu Fadli bangkit karena melihat istrinya hanya mengenakan daster sebatas lutut yang agak ketat membalut tubuhnya. Meskipun bukan daster favoritnya semalam tapi tetap saja penampilan Mira pagi ini cukup membeuat birahi Fadli menggelegak tak karuan.
“Ishh…Aku belum mandi loh Mas…” Mira menggeliat manja, apalagi saat merasakan kontol Fadli yang mulai mengeras menempel pada pantatnya.
“Masa sih? Tapi kok tetap wangi ya?” Goda Fadli sambil berusaha menciumi tengkuk serta leher istrinya itu.
“Aaachhh…Geli Mas…”
Mira berbalik badan, keduanya kini saling berhadapan masih dalam keadaan saling mendekap. Fadli mahsyuk menciumi leher Mira yang mulai mendesis. Di saat itu, Mira baru menyadari jika ada yang berbeda dari penampilan suaminya pagi ini yang sudah sangat rapi. Biasanya saat sepagi ini, Fadli hanya mengenakan kaos dan sarung saja. Suaminya itu baru akan berangkat kerja jika waktu sudah menunjukkan pukul jam 9 pagi.
"Tumben udah rapi Mas? Mau kemana?” Tanya Mira.
"Mas mau ke kampung sebelah. Ada kunjungan kerja dari Bupati nanti siang." jawab Fadli sambil memandangi wajah Mira. Istrinya itu nampak mengrenyitkan dahi.
“Kunjungan Bupati nanti siang tapi kok Mas Fadli udah mau berangkat sekarang? Man rapi banget lagi.” Tanya Mira dengan tatapan menyelidik.
“Ya ini karena anjuran Pak Camat dek, beliau bilang kami para kepala kampung sudah harus ada di lokasi acara sebelum Bupati datang. Kalo nggak ada perintah kayak gitu, Mas nggak mungkinlah berangkat sepagi ini. Mending di rumah dulu sama kamu, enak-enak dulu. Hehehehehe.” Jelas Fadli panjang lebar.
"Hmmm, awas aja kalo Mas Fadli nengokin wanita baru di kampung sebelah ya. Mira cincang kontol Mas!” Rajuk Mira sembari merogoh selangkangan Fadli.
"Ishh…Mana mungkin lah Mas kayak gitu dek??? Cuma Mira yang ada di hati Mas.” kata Fadli lalu mencium leher dan meremas-remas pantat Mira.
“Ah, Mas Fadli pinter banget gombal pagi-pagi…” Mira berusaha menghindari ciuman Fadli yang makin menjadi.
"Udah ah Mas, nanti terlambat loh! Mas Fadli sarapan dulu ya, nasi gorengnya udah siap nih.” Mira menolak manja tubuh Fadli agar bibir suaminya tidak lagi menciumi lehernya.
Mira sebenarnya juga mulai terangsang saat diperlakukan begitu, namun dia enggan melanjutkan aksi tersebut karena khawatir suaminya akan terlambat dengan tugasnya sebentar lagi. Mira mendorong tubuh Fadli sehingga mereka terlepas dari pelukan. Suaminya nampak sedikit kecewa, tapi pada akhirnya menuruti permintaan Mira untuk menyudahi aksi mesumnya.
Fadli pun duduk di kursi dengan mata yang gelisah menyaksikan tubuh Mira yang sedang menuangkan kopi ke dalam cangkir. Dalam hati, Fadli menyesali perintah Camat yang menyuruhnya datang lebih awal pagi ini karena kalau tidak sudah pasti sekarang dia bisa menikmati tubuh istrinya sampai puas. Apalagi semalam dia belum sempat menyutubuhi Mira dan langsung tertidur setelah hanya mendapat oral seks dari istrinya itu.
Mira juga menyadari kegelisahan suaminya itu apalagi saat menyaksikan kontol Fadli mengeras dari balik kain celana. Tapi tugas adalah tugas, pantang bagi Mira untuk mengganggu pekerjaan suaminya. Apalagi baru tiga bulan dilantik jadi kepala kampung, Fadli harus menunjukkan kinerja memuaskan sebagai seorang pemimpin. Menolak perintah atasan sekelas Camat tentu bukan hal yang bijak untuk saat ini.
"Acaranya lama nggak Mas di kampung sebelah?" tanya Mira setelah menyajikan sepiring nasi goreng untuk Fadli.
"Entahlah dek, tapi kalo liat persiapan sama jadwal acara, kayaknya bakal lama sih. Bisa sampai sore mungkin." Ujar Fadli menjelaskan sembari mengambil satu suapan nasi goreng.
"Ermm...Lama juga ya." Terlihat ekspresi sedikit kecewa di wajah Mira.
"Emangnya kenapa to dek?"
"Mira mau minta tolong Mas Fadli beliin kebutuhan dapur sepulang dari kampung sebelah. Beras, gula, sama minyak kita udah habis sepertinya.”
"Oohh gitu, bisa aja sih dek. Tapi masalahnya Mas nggak tau bakal pulang jam berapa, kalo kesorean takut toko kelontong di pasar udah tutup." kata Fadli.
"Ya udah biar habis ini Mira pergi ke pasar aja deh." Balas Mira.
Mira menopang kedua sikunya di atas meja dan tubuhnya mulai dilenturkan sambil memperhatikan Fadli menyeruput kopi yang ada di atas meja. Payudaranya tercetak jelas dalam balutan kain daster tipis, apalagi Mira tak mengenakan BH. Pandangan Fadli langsung terfokus pada aset paling indah milik istrinya itu. Mira sadar dengan tatapan tajam suaminya, sudah pasti Fadli terangsang saat ini. Sengaja Mira bertingkah menggoda untuk melihat sejauh mana Fadli mampu menahan diri.
"Kamu makin tua malah makin nafsuin ya dek. Nggak tahan Mas liat kamu kayak gini." kata Fadli sambil meletakkan cangkir kembali ke atas meja.
"Gombal ih, badanku udah banyak lemaknya kayak gini kok." balas Mira, meskipun dalam hatinya berbunga-bunga mendapat pujian dari suaminya.
"Bener…Mas nggak bohong dek." Fadli bangkit dari kursi dan mendekati Mira, duduk di sampingnya. Pria itu kemudian mengelus punggung istrinya, lalu jemarinya menyusur turun menuju area pantat sekal milik Mira. Fadli meremasnya dengan gemas.
"Hmmm…Katanya ada acara penting di kampung sebelah. Mas mau sekarang?" goda Mira, lalu tangannya mulai meraba dan meremas kontol Fadli yang masih terkurung kain celana.
"Aduuhh…Jangan dek, nanti Mas terlambat. Bisa dimarahin Pak Camat." kata Fadli. Buru-buru Fadli menjauhkan tangannya dari pantat Mira, begitu pula dengan tangan Mira yang menyasar selangkangannya.
"Sebentar aja nggak apa-apa kok Mas…" Mira langsung menggoda. Sengaja dia bertingkah seperti itu hanya untuk mengganggu suaminya.
"Aduh dek, jangan dong. Mas takut terlambat, nanti aja ya kalo Mas udah pulang. Kita maen sampek pagi!” kata Fadli yang sudah sangat tersiksa menahan gejolak birahinya pada Mira.
"Beneran nih Mas nggak mau sekarang?" Mira melanjutkan godaannya.
Mira bangkit berdiri, dengan tatapan binal perlahan dia mengangkat kain daster melewati kepala. Sengaja Mira melakukan gerakan itu seerotis mungkin layaknya bintang film panas yang menghibur penontonnya. Begitu kain daster sudah terlepas dari tubuhnya, Mira melempar kain itu ke wajah Fadli.
Sempat kaget, tapi Fadli hanya bisa tercengang menyaksikan gerak gemulai Mira yang meremasi payudaranya sendiri dengan kedua tangan. Sembari meremasi payudara, pinggul Mira yang berukuran lebar bergoyang seperti penari ular. Melenggok kanan dan kiri, menggoda serta menggelitik birahi Fadli yang terlihat makin gelisah. Jemari Mira turun ke bawah, menyasar selangkangannya. Hanya dalam satu gerakan kecil, ujung jarinya menggesek-gesek area paling intim pada tubuhnya itu.
"Sayang….Yakin nggak mau ini?" suara Mira mengalun lembut bak godaan syahwat yang sulit untuk ditolak. Jemarinya lincah menggesek-gesek kelentit. Fadli terlihat menelan ludah berkali-kali.
"Aduh Mira!!! Mas harus pergi sekarang kayaknya, kalo nggak bisa terlmabat ini." Gerutu Fadlu sambil bangun dari tempat duduknya.
“Hihihihi…Buruan pulang ya Mas. Mira ada di rumah terus kok.”
“Ah kamu ini paling pinter bikin kepalaku pusing dek.” Ujar Fadli dengan raut wajah kecewa.
“Kepala mana sih Mas yang pusing? Yang atas apa yang bawah?” Celetuk Mira amsih dnegan raut wajah menggoda.
“Atas bawah dek….Udah Mas berangkat dulu ya. Kamu hati-hati di rumah. Oh ya, uang belanja masih ada?” Tanya Fadli sebelum keluar dari rumah.
“Masih ada kok Mas.” Ujar Mira dengan senyum tipis di wajahnya.
“Mas berangkat dulu ya dek. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam. Hati-hati di jalan Mas…”
“Iyooo…Pake dasternya Dek! Jangan telanjang kayak gitu.” Pesan Fadli sebelum menyalakan motornya. Mira tertawa kecil melihat tingkah Fadli yang pusing tujuh keliling karena birahi.
Selepas kepergian Fadli, Mira mengambil kain dasternya yang teronggok di atas meja. Ketika mau memakainya kembali tanpa sengaja ujung jarinya menyentuh permukaan vagina yang terasa lembab cenderung basah. Mira menunduk ke bawah, melihat area selangkangannya dan kembali menyentuhnya dengan ujung jari.
"Ehh... basah?" gumam Mira seorang diri.
Mira kembali duduk di kursi. Kain daster diangkat sampai ke pinggang. Kakinya dibuka lebar-lebar layaknya orang yang mau melahirkan. Sekali lagi jarinya menyentuh permukaan vaginanya. Memang benar, vaginanya basah dengan cairan lendir. Niat untuk menggoda Fadli malah justru membuatnya terangsang seorang diri.
Saat mengingat tingkahnya menggoda Fadli tadi yang seperti pelacur, semakin basahlah vaginanya. Semakin lama jarinya menyentuh vagina, semakin terasa birahi dalam dirinya. Tiba-tiba Mira teringat kembali peristiwa dia diperkosa pada malam kemarin. Matanya mulai terpejam erat, jari tengahnya perlahan mulai masuk ke dalam vaginanya, pikirannya membayangkan peristiwa tersebut.
"Urrhghhhhhh…" Mira mendesah lepas.
Entah kenapa, dia tiba-tiba merasa terangsang. Pikirannya mulai membayangkan dirinya diperkosa. Jarinya dengan cepat bergerak masuk ke dalam vaginanya seperti cepatnya si pemerkosa menghentak tubuhnya semalam. Lubang vaginanya terasa sedikit longgar dari biasanya. Mungkin karena masuknya kontol si pemerkosa. Kontol yang lebih besar dari suaminya.
"Nggak! Nggak! Aku nggak boleh kayak gini!” kata Mira dalam hati.
Setengah mati Mira menguasai jalan pikirannya. Semalam sebelum tidur dia sudah bertekad untuk melupakan insiden pemerkosaan yang menimpanya. Wanita bertubuh sintal itu menghentikan aksi cabul jemarinya pada area vagina lalu bangkit berdiri dari kursi kemudian melangkah ke kamar mandi.
821Please respect copyright.PENANA3EpyU9VoQp
BERSAMBUNG
Cerita "GODAAN MILF BINAL" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DISINI821Please respect copyright.PENANAId01sLKVcm