Reno memandangi kotak hadiah di tangannya dengan tatapan kosong. Kotak kecil itu terbungkus rapi dalam kertas bermotif floral lembut, dilengkapi pita biru muda yang ia pilih dengan penuh pertimbangan. Tapi kini, benda itu tak lebih dari simbol kegagalannya.
“Sialan,” gumamnya, menendang kerikil kecil di pinggir jalan. Kerikil itu meluncur ke selokan dengan bunyi "pluk" yang pelan. Ironis. Suara itu terdengar jauh lebih tenang dibanding gemuruh di dadanya.
Renita baru saja menolak mentah-mentah tawarannya untuk bertemu, bahkan hanya untuk menyerahkan hadiah yang ia beli dengan susah payah. Tak ada basa-basi, tak ada alasan. Hanya pesan singkat melalui WhatsApp: "Lagi sibuk, gak bisa."
Padahal, Reno tahu betul Renita sedang tidak sibuk apa-apa. Gadis itu baru saja mengunggah Instagram Story, memamerkan makan siangnya di sebuah kafe sederhana. Kafe itu bukan tempat mahal, tapi jelas bukan level Reno yang kini harus bertahan dengan mie instan sebagai menu utama.
“Dasar binatang, cowok yang bayarin makan aja dia anggap nggak penting,” Reno mendesis sambil memasukkan hadiah itu ke dalam tasnya.70Please respect copyright.PENANA6QxpwbFBk2
70Please respect copyright.PENANAGOXvoNajmw
---70Please respect copyright.PENANAAwLOA2Rv7b
70Please respect copyright.PENANAkzp1rQMu6I
Di tempat kosnya yang kecil dan sumpek, Reno membuka bungkus mie instan dan mulai memasak air. Sambil menunggu, pikirannya melayang ke awal pertemuan dengan Renita. Ia ingat, betapa kurus dan tak terurusnya gadis itu ketika mereka pertama kali bertemu. Reno yang merasa iba, mulai menawarkan bantuan. Awalnya sederhana, seperti traktiran makan siang atau membawakan camilan ketika mengunjungi kos Renita. Lama-lama, ia bahkan membantu membayar sebagian uang sewa kos Renita.
Namun, kelegaan itu berubah menjadi kekecewaan begitu Reno tahu bahwa perubahan fisik Renita membawa perubahan lain: gadis itu mulai menarik perhatian pria lain. Dan bukan sekadar menarik perhatian, Renita tampaknya menikmati situasi itu.70Please respect copyright.PENANA1w41QFVrRj
70Please respect copyright.PENANAsRXPPDirPR
---70Please respect copyright.PENANA6UeCh0hwUI
70Please respect copyright.PENANAc1nA7mUc3i
Beberapa hari lalu, Reno sempat mendengar kabar tentang Tedy, salah satu saingannya. Pemuda itu dikenal sebagai penggemar aksi “serangan kilat”. Baru saja kenal beberapa minggu dengan Renita, dia sudah nekat meminjam motor baru temannya untuk mengajak gadis itu menginap di Puncak. Tapi Reno tahu, rencana itu berakhir tragis.
“Eh, denger-denger, si Tedy kehabisan bensin di tengah jalan, ya?” tanya Doni, teman sekamar Reno, sambil terkekeh.
Reno tertawa kecil, mengingat cerita yang ia dengar. “Iya. Parahnya, dia nggak punya uang buat beli bensin. Renita kabarnya ngamuk sepanjang jalan karena harus jalan kaki sampai ke jalan raya.”
Doni tertawa terbahak-bahak. “Renita nggak kapok, tuh?”
“Belum tahu,” jawab Reno sambil tersenyum tipis. “Tapi kalau otaknya masih lemot seperti biasa, mungkin Tedy bakal tetap jadi kandidat.”
Doni mendengus. “Kadang gue nggak habis pikir, kenapa cowok-cowok kayak Tedy ini suka bertingkah kayak binatang aja. Bawa motor, nggak isi bensin. Mau gaya, nggak mikir!”
Meskipun mencoba menertawakan keadaan, jauh di dalam hati, Reno merasa ada sesuatu yang mulai berubah dalam dirinya. Bibit-bibit kemarahan dan frustrasi mulai tumbuh. Dia tahu dia bukan pria yang sempurna. Tapi setelah semua yang ia korbankan untuk Renita, dia merasa layak mendapatkan lebih dari sekadar diabaikan.
Reno menatap mie di mangkuknya, uap panas menguap membawa aroma gurih. “Tunggu saja, Renita,” gumamnya pelan, nyaris seperti sebuah janji. “Aku belum selesai.”70Please respect copyright.PENANA1dIAZj87bx
70Please respect copyright.PENANAS86g5Wv357
---70Please respect copyright.PENANANW3pKyJL2D
70Please respect copyright.PENANAWhRsizE652
Di kamar kosnya yang kecil dan berantakan, Reno duduk di depan laptop dengan wajah serius. Ia mengingat kembali bagaimana Renita sering meminta tolong kepadanya untuk hal-hal sederhana, seperti memasukkan nama akun dan password email. Kebiasaan Renita yang pelupa—atau mungkin terlalu malas—membuat Reno dengan mudah mengingat hampir semua akses yang ia gunakan.
“Dasar binatang pelupa,” gumam Reno sambil tersenyum dingin. Ia merasa ini saatnya memberi gadis itu pelajaran kecil.
Reno membuka salah satu akun media sosial Renita dengan mudah. Setelah berhasil masuk, ia menatap layar kosong selama beberapa detik, membayangkan apa yang bisa ia lakukan. Ide jahil yang muncul di kepalanya membuat sudut bibirnya tertarik ke atas.
“Ini harus terlihat cukup konyol, tapi tetap bikin dia panik,” pikir Reno sambil membuka aplikasi editor foto.
Setelah sekitar lima menit berkutat dengan aplikasi tersebut, Reno menatap hasil karyanya. Di layar terlihat wajah Renita yang ia tempelkan pada tubuh seekor sapi betina yang sedang diperah susunya. Editannya memang terlihat amatiran, tapi cukup untuk memberikan efek memalukan. Dengan penuh kepuasan, Reno menambahkan teks ala meme di bawahnya:
"Saatnya gantian kamu yang diperas susunya... wkwkwk."
Reno tertawa terbahak-bahak. "Kalau begini kan Renita siap tempur... wkwkwk," ujarnya sambil menepuk pahanya sendiri.
Setelah memastikan semua terlihat seperti candaan kasar, Reno memposting gambar tersebut di akun Renita dengan caption, “Udah glowing, siap peras hasilnya! #SusuGratis.”70Please respect copyright.PENANASyZo6NzYe7
---
Renita yang sedang asyik berbincang dengan teman-temannya di kafe kecil tiba-tiba dikejutkan oleh notifikasi bertubi-tubi di ponselnya. Dengan raut bingung, ia membuka aplikasi media sosial dan langsung mematung.
“Ya ampun! Apa-apaan ini?” serunya dengan suara tertahan, wajahnya berubah merah padam.
Salah satu temannya melongok ke layar ponsel Renita dan langsung terbahak. “Ren, ini kamu, ya? Kok... jadi sapi?”
Renita segera menyadari apa yang terjadi. Tangannya gemetar ketika mencoba menghapus postingan tersebut, tapi ia merasa seluruh mata di kafe sudah tertuju padanya. Ia tahu siapa pelakunya—tak mungkin orang lain selain Reno.70Please respect copyright.PENANAPSVRMwxX1P
70Please respect copyright.PENANAsCDgkxwcqF
---
Di kamar kosnya, Reno mengamati reaksi di media sosial dengan puas. Komentar dari teman-teman Renita mulai bermunculan, beberapa tertawa, beberapa bahkan menambahkan emoji sapi untuk memperparah situasi.
“Sabar, Renita,” gumam Reno sambil menyandarkan tubuh ke kursi. “Ini baru pemanasan.” Reno tahu betul bagaimana otak Renita bekerja. Gadis itu sederhana—terlalu sederhana untuk memahami strategi rumit. Dia yakin, Renita pasti langsung menuduhnya sebagai pelaku di balik unggahan memalukan di media sosial.
“Gampang banget ditebak,” ujar Reno sambil mengetik di keyboard. “Makanya, kalau mau punya musuh, pikir dulu dua kali.”
Untuk memastikan dirinya tak mudah tertuduh, Reno memutuskan membuat alibi sempurna. Ia membuka salah satu folder di laptopnya, mencari foto lama dirinya yang pernah diunggah di akun media sosial miliknya beberapa bulan lalu. Setelah menemukannya, ia membuka aplikasi edit foto dan mulai bekerja. Kali ini, ia membuat sebuah meme baru.
Di layar terlihat wajah Reno yang diambil dari fotonya sendiri. Ia memblur bagian mata layaknya pelaku kejahatan yang wajahnya disensor. Di bawahnya, dia menambahkan teks yang kejam:
"Cowok bego pacarnya si sapi."
“Genius,” gumamnya sambil tertawa kecil.
Setelah selesai, Reno membuat email gratisan dengan nama acak. Dengan email itu, dia membuat akun anonim di media sosial, lengkap dengan foto profil generik dan nama yang tak mencurigakan. Akunnya dia atur menjadi private agar terlihat misterius.70Please respect copyright.PENANAiQDyKlFjDl
70Please respect copyright.PENANA4RQnlAXfes
---
Beberapa menit kemudian, Reno kembali membuka unggahan Renita yang telah menjadi viral. Jumlah komentar terus meningkat, sekarang sudah mencapai 458. Reno tersenyum puas. "Waktunya menambah bumbu," ujarnya pelan.
Dari akun anonimnya, dia ikut bergabung dalam keramaian komentar. Reno sengaja memancing dengan kalimat-kalimat provokatif:
"Ada apa ini? Si sapi glowing sekarang jadi bahan meme, ya?"
"Wajah mulus sih, tapi otak di mana? Wkwkwk."
Tak butuh waktu lama, komentarnya mulai mendapat respons dari warganet. Beberapa membalas dengan emoji tawa, yang lain menambahkan komentar sarkastis. Ketika perhatian sudah cukup ramai, Reno memposting meme baru yang dia buat sebelumnya:
"Cowok bego pacarnya si sapi."
Postingan itu langsung meledak. Orang-orang mulai berspekulasi siapa yang berada di balik unggahan itu. Reno bahkan sengaja meninggalkan komentar dari akun anonimnya:
"Kayaknya medsos Renita di-hack, deh. Ini ada yang dendam sama dia atau pacarnya."
Strategi ini berhasil. Reno tidak hanya berhasil membuat Renita malu, tetapi juga menciptakan keraguan bahwa dirinya mungkin bukan pelaku. Ia mengamati semua reaksi itu dengan puas sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.
“Kalau begini, siapa yang bisa nuduh aku? Semua serba kemungkinan, kan?” ujarnya sambil tertawa kecil.70Please respect copyright.PENANA80WI0V1QgE
70Please respect copyright.PENANAw1qL8yTUOB
---70Please respect copyright.PENANAy1rTa9y9vB
Sementara itu, di kosnya, Renita panik luar biasa. Wajahnya memerah, bukan hanya karena malu, tetapi juga karena marah. “Siapa yang berani ngelakuin ini?!” teriaknya sambil membanting ponsel ke atas kasur.
Teman sekamarnya, Ika, menatap Renita dengan raut bingung. “Ren, udah-udah... Mungkin medsos kamu di-hack?”
Renita mendengus, tangannya gemetar memegang ponsel. “Mana mungkin! Siapa yang mau nge-hack akun aku? Aku kan bukan selebgram!”
Ika mencoba menenangkan, tapi dalam hati, dia juga menahan tawa. Foto sapi dengan wajah Renita benar-benar viral, dan kini meme "cowok bego pacarnya si sapi" malah semakin ramai di kolom komentar.
“Mungkin Reno, kali?” kata Ika dengan nada hati-hati.
Renita menggeleng. “Nggak mungkin. Dia mungkin sering kesel sama aku, tapi dia nggak punya nyali buat ngelakuin ini!”
Meski mencoba menyangkal, Renita tak bisa menghilangkan rasa curiga terhadap Reno. Tapi tanpa bukti, ia hanya bisa menggertakkan gigi, menahan malu, dan berharap situasi ini cepat mereda.
70Please respect copyright.PENANAUarz6zDXyP