“Eh, Jon mau kemana? Lepasin aku!” tolakku namun tenagaku tak berarti apa-apa.
“Ikutlah denganku maka kamu akan selamat!” seru Jon dengan kegilaannya yang membuatku semakin muak dan marah.
“Lepasin Jon, aku tidak mau ikut kamu,” teriakku sambil menepis tangan Jon yang berjanji.
“Ini adalah pagar penyelamat,” ucap Jon sambil menunjuk pagar yang ada di belakang sekolah.
“Gila kamu, Jon,” desisku. Jon benar-benar gila. Apa iya aku diajak lompat pagar sekolah yang cukup tinggi.
“Ini solusinya.” Jon tiba-tiba menunjuk tangga kayu yang tersembunyi di balik semak-semak.
Dengan gesit ia ambil lalu letakkan di pinggir pagar.
“Ayo cepat dan susul aku,” ucap Jon yang berlari menaiki tangga. Ia seperti melakukan atraksi yang sengaja ditunjukkan kepada saya. Tutorial menaiki tangga dengan berlari tanpa memegang apapun.
Anehnya aku yang dalam kilatan keajaiban dengan surga ajaib yang dilakukan Jon menyambutnya dengan tepuk tangan seolah berkata, kamu hebat Jon.
Jon sudah sampai di atas pagar. Tangannya memberi kode melambai ke arahku. Memintaku untuk segera menaiki tangga.
Aku ragu. Toleh kanan-toleh kiri.
Jon kembali memberi kode. Ekspresi wajahnya mengirim pesan kalau keadaan aman dan terkendali.
Aku tidak langsung naik. Berpikir dan ragu.
Bagaimana kalau aku jatuh?
Aku harus membuat alasan apa untuk ibu?
Bagaimana kalau aku mengetahui pihak sekolah?
Buku pasti akan dipanggil kepala sekolah.
Semuanya berputar memanggilku dalam lingkaran keraguan.
“Ayo cepat, aku yang bertanggung jawab. Bersamaku, kamu aman!”
DUAAAR
Kalimat sakti yang mampu menghipnotisku itu seolah menarik tubuhku untuk segera menaiki tangga anak. Aku yakin hampir semua cewek akan mengikuti keinginan laki-lakinya ketika mendengar kalimat maut itu.
Satu-dua anak tangga aku naiki dengan kaki gemetar. Aku yang tidak pernah menaiki anak tangga modelan seperti ini pertama kali diajari Jon yang menyebalkan itu. Belum lagi menyentuh rasa hawatir sekaligus panik yang mengganggu psikologi bagaimana kalau seandainya ketahuan sama Pak Horel yang garangnya minta ampun itu.
“Ayo tinggal satu anak tangga lagi. Kamu akan semakin mempesona jika bisa melewati tangga anak itu.”
Sialan, cowok kaku itu tidak takut-takutnya merayuku. Aku yang mendengar ocehan pasaran yang keluar dari satu mulut untuk sepeluh perempuan itu juga sedikit terbuai karena momennya tepat disampaikan. Semacam dianugerahi namun dikemas dalam bentuk rayuan. Atau semacam rayuan namun disampaikan pada saat dimana saya berjuang menyelesaikan suatu misi.
Tapi perempuan mana yang peduli dengan masalah yang begitu-gitu. Perempuan itu yang penting senang ya. Kalian para cowok silakan memegang rumus ini.
“Nah kan, sinar wajahmu sedang adu mekanis dengan sinar matahari.” Jon cekikikan.
Reflek menyampaikan menjitak kepalanya yang botak itu. Gombalannya tidak bermutu. Membuatku semakin muak.
“Serius amat sih,” elaknya langsung melompat.
“Baiklah, Jon.”
Kekagetanku dibalas dengan senyumnya yang menyebalkan.
“Kamu turun pelan-pelan. Kakimu tergeletak di bahuku. Begitu juga kaki yang satunya,” perintah Jon sambil mendekatkan tubuhnya ke dinding pagar.
Aku dengan gemetar menurunkan kaki kananku untuk mencari bahu Jon. Tanganku memegang erat ujung pagar.
“Yah dapat,” bisikku pelan. Maka perlahan demi perlahan aku mendaratkan kakiku.
“Aduh, Nona, itu kepala bukan bahu,” keluh Jon dari bawah karena tanpa sengaja kepala botaknya kena injak kakiku.
“Eh, maaf Jon,” jawabku reflek yang langsung menarik kakiku namun tertahan oleh tangan Jon.
Dengan kakiku yang sedikit menarik, Jon sambil berkata, “Taruh sini, baru benar.”
Aku langsung menurunkan satu kakiku lagi. Sekarang tidak salah lagi, kaki mendarat tepat di bahu Jon.
“Dua kakimu aku tarik, kamu melepas pagar, dan langsung duduk di pundakku. Jangan lupa langsung memegang erat kepalaku,” perintah Jon saya yang terlanjur gemetar karena takut.
“Tiga, dua, satu, pindah,” perintah Jon dengan semangat 45 karena mengira misinya sebentar lagi tuntas.
Aku dengan segenap jiwa mengikuti Arahan dari coach Jon. Sepersekian detik. Berhasil. Tanganku berhasil mendarat di kepala Jon yang licin bagai kelereng besar itu.
“Yes kita berhasil,” bisik Jon cekikikan dengan misinya yang sukses.
Aku duduk di bahu Jon seperti putri ratu yang sedang menunggang kuda. Tas sekolahku tiba-tiba berubah menjadi sarung pedang yang indah dan elegan. Seragam sekolahku tiba-tiba berubah menjadi kostum kerajaan yang harum bertabur bunga keabadian. Cekikikan Jon berubah seperti suara cekikikan suara kuda.
Ah, indahnya pagi ini sebelum akhirnya disadarkan bentakan keras Pak Horel.
“Hei, jangan lari kalian!”
Sontak aku terbangun dari hayalanku. Aku dan Jon melihat pada sumber suara.
“Pak Horel,” seru kami bersamaan melihat mata merah Pak Horel yang menyala karena marah.
Wajahku terkejut karena terkejut sekaligus panik. Tapi tidak dengan Jon. Sialan. Anak itu malah tersenyum sambil membawa aku menghadap Pak Horel. Momen yang menurut aku sangat lucu karena aku duduk ditas pundak Jon sementara Jon berjalan membawaku ke hadapan Pak Horel. Untuk menjaga keseimbangan memegang erat kepala yang botak itu.
“Tenang Pak, jangan marah dulu, bisa saya jelaskan dengan jujur dan detail,” ucap Jon dengan tegas. Aku bisa merasakan getaran suara di balik sentuhan pahaku di pundaknya.
Aku yang diatas bahu Jon memukul kepalanya yang super botak meminta diturunkan. Namun tangan Jon memberi kode untuk tenang dan diam.
“Saya salah, Pak. Saya di seberangnya, Pak. Maafkan saya, Pak,” teriak Jon dengan suara lantang.
“Berarti kamu siap dihukum?” tanya Pak Horel dengan suara hasnya yang ditakuti siswa-siswi di sekolah ini.
“Saya siap dihukum tapi tidak untuk penumpang ini,” bantah Jon. Pikiranku berkecamuk antara malu, muak, takut, panik, namun sekaligus penasaran dengan setting drama Jon.
“Lah kalian kan sama-sama melanggar?” Pak Horel keheranan.
“Saya melanggar, Pak. Dia tidak mau ikut namun saya culik dan saya paksa untuk ikut dengan saya. Akar masalahnya sudah jelas. Biarkan dia kembali ke kelas limpahkan ke saya semua hukumannya karena saya adalah dalang kejahatan ini.” Begitulah Jon menyampaikan lebar lebar tentang fenomena pagi ini.
“Peraturan adalah peraturan. Kalian ikut saya. Cepat,” bentak Pak Horel langsung meninggalkan aku dan Jon.
“Tuh kan, semuanya karena gara-gara kamu,” ucapku sambil memukul kepala yang botak itu.
“Iya, maafkan aku, Tuan Putri,” bisik Jon sambil menurunkan aku dari pundaknya.
BRAAAK
Ingatanku tentang kegilaan Jon dikagetkan oleh suara tas sekolahku yang terjatuh dari atas lemari.
Eh, ketakutanku semakin menjadi-jadi.
Maka aku langsung menelfon Jon. Dan seketika itu, tidak sampai satu detik si gila itu langsung mengangkat telfonku.
“Ada yang bisa saya bantu, Tuan Putri,” jawab Jon diseberang sana. Suara menyebalkannya terdengar di seberang sana.
“Aku butuh bantuanmu. Tolong tolong ke sini sekarang, Jonku yang ganteng,”
Mendengar ucapan mesraku Jon yang awalnya tiduran langsung koprol berdiri dan berlari mengambil kunci motornya.
“Siap dan otw sekarang,” bisik Jon. Aku mendengar bunyi motor gedenya menyala dan bersiap meluncur.
Aku menghela napas. Setidaknya aku punya Jon untuk ditaruh digarda depan melawan hantu dan aura mistik ini.[]
Semoga ceritanya menghibur ya. ..
ns 15.158.61.11da2