
Aku bernama Rudi, seorang suami berusia 30 tahun, bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan X. Isteriku, Lina, berusia 25 tahun, seorang perempuan cantik yang telah mendampingi hidupku selama 5 tahun pernikahan kami. Kami memiliki seorang puteri berusia 4 tahun. Lina adalah seorang ibu rumah tangga dengan wajah cantik, tubuh berisi, rambut pendek berwarna cokelat, dan memiliki payudara yang besar. Lina kadang memakai hijab, tapi lebih sering memakai pakaian ketat yang menonjolkan kecantikan tubuhnya.
Kehidupan kami biasa-biasa saja. Setiap pagi aku pergi ke kantor, sementara Lina di rumah mengurus rumah tangga dan anak kami. Kami melakukan hubungan intim seminggu sekali, kadang dua kali. Kami juga aktif di media sosial, memiliki akun Facebook dan WhatsApp.
Suatu pagi, aku tidak sengaja membuka WhatsApp Lina dan melihat percakapannya dengan seorang lelaki bernama Andi, yang berpakaian polisi. Percakapan mereka panjang, dari siang hingga malam. Dari isi chat, sepertinya mereka sudah lama kenal. Aku pun bertanya pada Lina yang baru selesai mandi.
“Sayang, siapa ini yang chatting sama kamu di WhatsApp? Kayaknya polisi ya? Kok kayaknya sudah dekat banget?” tanyaku.
“Oh, itu Andi, kita kenal waktu aku beli popok anak kita di toko,” jawab Lina.
“Kenapa mesra banget ya?” tanyaku lagi.
“Waktu itu dia minta nomor WhatsApp, jadi aku kasih. Dari situ dia sering chat, tapi cuma obrolan biasa kok. Dia juga pernah nelpon dua kali. Kamu nggak marah kan?” tanya Lina sambil menatapku.
Entah kenapa, aku merasa bangga karena isteriku masih cantik dan banyak yang suka menggoda dia. Setelah Lina bercerita tentang lelaki yang suka menggodanya, aku malah merasa terangsang dan ingin membiarkan Lina digoda, bahkan mendorongnya untuk terus melayani mereka.
“Nggak apa-apa, sayang. Kalau kamu mau chat sama lelaki lain, aku nggak marah. Silakan saja, asal kamu senang. Yang penting kasih tahu aku dulu ya, biar aku tahu,” kataku.
Lina terlihat gembira dan bahagia mendengar itu.
“Benar nih? Kamu nggak bohong ya? Lain kali aku janji akan kasih tahu kamu dulu,” kata Lina sambil memelukku.
Aku semakin terangsang karena mengizinkan Lina dekat dengan lelaki lain, meski hanya melalui chat. Sejak itu, Lina terlihat lebih bahagia, sering senyum-senyum sendiri sambil main HP. Aku pun penasaran dengan kegiatannya. Suatu hari, saat aku pulang kantor dan melihat Lina sedang tidur, aku mengambil HP-nya dan memeriksa chat WhatsApp-nya. Ternyata Andi sering menelpon Lina, siang dan malam. Mereka juga saling kirim foto. Andi bahkan sudah mulai memanggil Lina “sayang”.
Andi: “Sayang, fotomu cantik banget. Kapan kita bisa ketemu?” 166Please respect copyright.PENANAS7pEkIrqTg
Lina: “Hihihi… biasa aja kok. Sabar ya, kita akan ketemu nanti.” 166Please respect copyright.PENANAPgnUB3vf5k
Andi: “Aku tunggu ya, jangan lama-lama. Aku rindu kamu.” 166Please respect copyright.PENANARZd31Qlfl5
Lina: “Aku juga rindu kamu.”
Membaca chat itu, aku semakin terangsang dan Penis ku mulai mengeras, aku ingin melihat Lina untuk terus melayani Andi. Aku pun bertanya pada Lina saat dia bangun.
Suami: "Ma, bagaimana kabarnya, Andi? Apakah dia masih sering menghubungi Mama? Ada banyak lelaki lain yang menggoda Mama?"
Istri: "Ya, Pa. Andi sering mengirim pesan di WhatsApp dan kadang-kadang menelepon. Dia sudah punya istri, tapi tinggal di tempat lain. Istrinya seorang perawat dan bekerja di negeri lain."
Suami: "Oh, jadi dia sering menggoda Mama, ya? Siapa lagi yang dekat dengan Mama?"
Istri: "Ada beberapa orang yang sering mengirim pesan di Facebook, tapi Mama hanya membalas biasa saja, tidak terlalu dekat. Hanya Andi yang selalu Mama ladeni. Kan Papa sudah mengizinkan?" sambil melirik suaminya. "Andi suka bercanda dan menggoda Mama. Maklum, istrinya jauh, hehehe…"
Suami: "Andi pernah mengatakan sesuatu yang spesial pada Mama? Misalnya, mengungkapkan rasa suka atau mengajak bertemu? Pasti ada, kan, Ma?"
Istri: "Iya, Pa. Dia bilang dia sangat ingin bertemu dengan Mama. Dia juga sudah beberapa kali mengatakan bahwa dia suka pada Mama. Dia bahkan meminta foto Mama. Papa tidak marah, kan?" menatap suaminya serius.
Suami: "Tidak, Ma. Kan Papa sudah bilang, Papa mengizinkan asalkan Mama memberitahu Papa terlebih dahulu. Mama bisa menentukan waktu untuk bertemu dengannya. Kalau mau memberikan foto, itu terserah Mama. Tidak perlu takut pada Papa. Bahkan jika Mama ingin berbicara di telepon, meskipun Papa ada di sebelah, tidak masalah. Papa sayang Mama. Papa senang melihat Mama bahagia." sambil mencium dahi istrinya.
Istri: "Benarkah, Pa? Jangan bohong ya. Tidak mungkin Papa mengizinkan Mama bertemu dengan lelaki lain. Papa tidak cemburu?"
Suami: "Papa tidak cemburu. Lagipula, Papa tahu Mama tetap mencintai Papa. Yang penting, Papa tahu semua yang Mama lakukan, bukan sembunyi-sembunyi."
Istri: "Terima kasih, Pa. Papa memang suami yang paling pengertian. Mama tidak menyangka cinta Papa pada Mama sedalam itu…" tersenyum sambil memeluk suaminya.
Suami: "Eh, Ma! Kalau begitu, kapan Mama mau bertemu dengannya? Jika Mama mau, dia bisa datang ke rumah kita. Jangan terlalu lama dipikirkan, kasihan Andi. Nanti dia kecewa, hehehe. Dan kalau Mama mau memberinya foto, Kasih foto Mama yang seksi, biar dia semakin terpesona, hehehe…"
istri: "Ih, Papa ini… Nanti Mama tanyakan dan beritahu dia bahwa Mama sudah siap bertemu. Tapi soal foto… Mama malu, Pa. Hihihi…"
Suami: "Ceritakan ya, Ma, apa yang Mama lakukan bersamanya. Mama tidak perlu memikirkan Papa, tidak perlu memberitahu Papa sebelum bertemu. Yang penting, ceritakan setelahnya dan jangan lupa tunjukkan fotonya pada Papa, kalau Mama ada foto bersamanya nanti."
Istri:“Ok pa ,…mama janji…"jawab isteriku.
Sejak saat itu, setiap hari aku merasa semakin bersemangat. Semangat itu tidak hanya dalam menjalani rutinitas harian, tetapi juga karena rasa penasaran yang membara untuk mengetahui sejauh mana hubungan istriku, Lina, dengan Andi, yang kelak akan menjadi kekasihnya. Ya, kekasih, karena aku sudah bertekad untuk mendorong istriku menjalin hubungan resmi dengan Andi.
Setiap kali membayangkan kegiatan istriku dengan Andi, perasaanku menjadi begitu bergelora. Setiap hari, aku memperhatikan istriku yang asyik berchatting dengan Andi di WhatsApp atau berbicara melalui telepon, bahkan ketika aku ada di rumah. Suatu kali, ketika Andi menelepon, istriku sedang menggendong anak kami. Segera saja aku mengambil anakku dan menyuruh istriku untuk segera menjawab panggilan itu.
Hingga pada suatu malam, setelah kami selesai makan malam, istriku memberitahuku bahwa dia sudah bertemu dengan Andi.
Tentu, berikut adalah versi yang telah diubah gaya bahasanya dengan lebih halus
Istri: "Pa, aku sudah bertemu dengan Andi kemarin. Aku memintanya datang ke rumah, dan dia berada di sini hampir dua jam."
Suami: "Bagaimana, Ma? Apa yang kalian lakukan? Ceritakanlah!" tanyaku dengan penuh semangat.
Istri: "Ya, kami hanya berbincang-bincang, Pa. Lalu, kami berfoto bersama. Fotonya ada di handphone Mama. Saat dia hendak pulang, tiba-tiba dia memeluk Mama dari belakang…" istriku terdiam sejenak, lalu melanjutkan. "Dia mencium pipi Mama. Mama sempat terkejut, tapi Mama hanya tersenyum padanya. Dia bilang dia ingin menjalin hubungan dengan Mama… ingin Mama menjadi kekasihnya. Dia sudah beberapa kali mengatakan hal seperti itu."
Mendengar penjelasan istriku, perasaanku menjadi begitu Nafsu. Aku kemudian meminta handphone-nya dan melihat foto-foto mereka berdua. Ada sekitar sepuluh foto, mulai dari yang diambil sambil berdiri hingga yang duduk di sofa. Dalam foto-foto itu, istriku terlihat merapatkan badannya pada Andi. Selain itu, di WhatsApp, aku juga melihat mereka saling bertukar foto. Yang membuatku semakin terangsang adalah kenyataan bahwa Andi meminta istriku untuk mengirimkan foto-foto yang seksi, dan istriku mengirimkan dua foto di mana dia mengenakan singlet hitam tipis. Perasaanku pun semakin tidak terkendali.
Suami: "Ma, sekarang bagaimana? Jika Mama ingin menjalin hubungan dengan dia, Papa izinkan. Yang penting, Mama memberitahu Papa secara terperinci apa yang Mama lakukan bersamanya."
Istri: "Ah, Papa ini… Mama takut, Pa. Lagipun, dia sudah punya istri, dan Mama tidak ingin menjadi istri yang curang…"
Suami: Dengan suara meyakinkan, "Tidak apa, Ma. Mama tidak perlu takut. Istrinya kan tidak ada di sini. Mama tidak perlu khawatir karena Papa sudah mengizinkan. Papa juga akan merahasiakan hal ini agar tidak diketahui orang lain. Ini semua agar rumah tangga kita lebih ceria dan tidak membosankan. Papa akan semakin sayang pada Mama. Mama bukan curang, ini semua dilakukan dengan sepengetahuan Papa, secara terang-terangan," kataku sambil meyakinkannya.
Istri: "Sekarang bagaimana ni, Pa?"
Suami: "Sekarang, Mama bisa bertemu dengannya lagi. Mama bisa bilang bahwa Mama setuju untuk menjadi kekasihnya. Kapan dan di mana bertemu, itu terserah Mama. Papa izinkan Mama melakukan apa saja. Jika nanti Mama sudah menjadi kekasihnya, Mama bisa melakukan apa pun yang Mama mau, sesuka hati Mama. Papa hanya ingin mendengar cerita Mama dan melihat fotonya, meskipun hanya beberapa foto saja," kataku sambil menciumnya.
Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa. Aku memperhatikan istriku tampak begitu bersemangat. Hingga pada suatu hari, ketika aku pulang dari kantor pukul tiga sore, aku melihat mobil Andi terparkir di depan rumah. Aku memasuki pagar dan melihat pintu rumah terbuka, dengan sepasang sepatu pria tergeletak di depan pintu. Aku yakin Andi sedang berada di dalam rumah bersama istriku. Tanpa ingin mengganggu, aku memutuskan untuk keluar lagi dan berkeliling dengan mobilku hingga pukul lima sore, sebelum akhirnya kembali ke rumah.
Suami: "Ma, tadi Andi datang ke sini?"
Istri: "Ya, Pa. Tadi malam, setelah Papa tidur, dia mengirim pesan di WhatsApp sampai tengah malam. Mama sudah menjawab dan menyetujui untuk menjadi kekasihnya. Pagi tadi, dia menelepon ingin bertemu dengan Mama, dan Mama setuju. Dia datang pukul 12 siang dan berada di sini sampai pukul 4 sore."
Kenapa dia begitu lama di sini? pikirku dalam hati.
Suami: "Sekarang bagaimana, Ma? Mama kan sudah menjadi kekasih Andi. Apa yang Mama lakukan bersamanya tadi?" tanyaku sambil menarik istriku ke dalam kamar.
Istri: "Ih, Papa ini kenapa sih? Tadi kami lama berbincang. Dia sangat senang ketika Mama setuju menjadi kekasihnya. Dia bilang ingin hubungan ini berlangsung lama dan meminta Mama membuktikan cinta Mama padanya. Mama jawab bahwa Mama setuju dengan permintaannya dan akan selalu setia bersamanya. Mama juga berpesan agar foto-foto yang Mama kirim jangan sampai dilihat orang lain. Dia bilang akan menjaga semua foto Mama. Terus kita foto bareng lagi, nanti Papa bisa lihat sendiri. Saat dia hendak pulang, dia memeluk Mama, Pa. Mama juga membalas pelukannya, dan kami berciuman di sofa. Dia mencium pipi Mama, lalu mencium mulut Mama. Setelah itu, dia baru pulang. Tidak apa-apa kan, Pa?" jelas istriku sambil terlihat malu dan sedikit takut.
Kemudian aku terus terangsang dan memeluknya,
Suami: Hanya itu yang terjadi tadi, Ma? Papa tidak masalah, kok. Mama boleh melakukan apa saja sesuka hati Mama. Jika Mama ingin melakukan lebih dari itu, silakan. Papa sudah berkali-kali bilang, Papa mengizinkan Mama untuk melakukan apa pun bersama Andi, asalkan Mama menceritakan semuanya pada Papa. Buatlah Andi bahagia, Ma, dan Mama juga akan bahagia nantinya," kataku sambil mulai melepas pakaian istriku dan pakaianku sendiri. kemudian kamu bersetubuh dengan sangat hebat.
Malam nya, aku mengambil handphone istriku dan melihat foto-foto mereka berdua. Aku terpana melihat betapa mesranya istriku bersama Andi dalam foto-foto tersebut. Melihat mereka berpelukan membuat perasaanku bergelora. Sejak hari itu, istriku secara resmi menjadi kekasih Andi, aku merasa senang bisa menjadi penyemangat bagi istriku.
Aku sering melihat istriku asyik berbincang atau bertukar pesan dengan Andi melalui handphone. Aku juga tahu bahwa istriku sering mengirim foto dan bertemu dengannya. Aku kerap mengambil handphone-nya hanya untuk melihat apakah ada foto-foto istriku yang dikirimkan kepada Andi. Dadaku berdebar kencang saat menemukan foto-foto istriku yang hanya mengenakan bra dan celana dalam tipis, ada juga foto di mana dia hanya mengenakan handuk, bahkan beberapa foto telanjang bulat.
Aku kemudian memanggil istriku dan mengajaknya ke kamar. Aku mulai mengusap-usap pantatnya sambil bertanya apakah mereka berdua sudah melakukan hubungan intim. Istriku menjawab belum, karena mereka baru bertemu tiga kali, dan pertemuan terakhir siang tadi hanya dihabiskan dengan bermesraan di sofa, tanpa melakukan hubungan seksual. Istriku hanya membuka bajunya, dan Ari menghisap serta memainkan payudaranya.
Istri: Lihat ini, Pa... ini semua hasil perbuatan Andi. Katanya dia sangat menyukai payudara Mama... besar, putih, lembut, dan masih kencang. Papa tidak marah, kan?" tanya istriku sambil menunjukkan payudaranya yang masih terdapat bekas gigitan Andi.
Suami: Tidak apa, Ma. Papa suka. Biarkan Andi melakukan apa yang dia mau. Suruh dia membuat lebih banyak lovebite, di leher atau di mana saja yang dia inginkan. Lovebite itu adalah tanda bahwa Mama sekarang adalah miliknya," jawabku sambil mencium bekas gigitan yang ditinggalkan Andi di payudara istriku.
Suami: Kalo Andi mengajak Mama melakukan hubungan intim, layani dia sebaik mungkin, Ma. Mama bisa melakukannya di sini, di rumah kita, bahkan di kamar ini, di atas tempat tidur pengantin kita. Papa tidak akan marah," bisikku gemetar di telinga istriku sambil terus mengusap vagina yang sudah basah.
Istri: Sshhh… iya pa… ahh…. masukkan pa…”
isteriku kelihatan horny seperti aku juga. Aku terus merangsangnya sambil menyuruhnya supaya berbuat lebih lagi dengan Andi, kerana aku akan lebih sayang padanya.
Suami: Lakukanlah hubungan intim bersama Andi di sini, Ma. Nodai tempat tidur pengantin kita ini. Biarkan hubungan Mama dengan Andi menjadi lebih suci daripada pernikahan kita," ujarku lagi.
Istri: Ssshh… iya, Pa… iyaaa… Mama akan melakukan lebih banyak lagi, Pa…" jawab istriku dengan suara bergetar.
Setelah itu, aku dan istriku pun melanjutkan hubungan intim kami.
Beberapa hari kemudian, ketika aku sedang dalam perjalanan pulang dari kantor, istriku mengirim pesan agar aku tidak pulang dulu karena dia dan Andii ingin melakukan hubungan intim. Dia kemudian mengirimkan beberapa foto dirinya bersama Andi yang sedang bertelanjang , terlihat sangat mesra sambil berpelukan di atas tempat tidur pengantin kami. Mereka tampak baru saja memulainya. Aku segera menghentikan mobilku dan membayangkan apa yang sedang terjadi di dalam kamar kami.
Sekitar satu jam kemudian, istriku mengirimkan foto melalui WhatsApp. Dalam foto itu, dia terlihat berpelukan dengan Andi, tubuhnya basah oleh keringat, dan ada bekas air mani di payudaranya. Seketika itu juga, aku tidak bisa menahan diri dan melepaskan hasratku crott.... air mani ku keluar.
Suami: "Bagaimana, Ma? Puas? Apakah Ari juga puas? Sedapkah bersetubuh dengan Ari? Mana yang lebih sedap, Ari atau Papa?" tanyaku begitu sampai di rumah dan langsung masuk ke kamar, melihat istriku masih bertelanjang dan terlentang dengan kaki terkangkang di atas tempat tidur. Pantatnya terlihat lebam, /basah, dan sedikit terbuka.
Istri: "Iya, Pa… Mama puas sekali. Konek Ari itu sedap, Pa. Lebih besar dan panjang daripada milik Papa. Ari bilang dia ingin melakukannya lagi nanti. Papa izinkan dan tidak marah, kan?" balas istriku dengan wajah bersemangat.
Suami: "Kalau Ari mau lagi, ya… layani dia sebaik mungkin, Ma. Papa izinkan dan Papa tidak akan marah. Kan Papa sudah bilang, buat Ari bahagia, nanti Mama juga akan bahagia. Keinginan Ari harus didahulukan, keinginan Papa bisa menunggu," ucapku dengan suara bergetar sambil memeriksa pantat istriku sebelum mulai menjilatnya.
Istri: "Ahhh… itu kotor, Pa. Bekas batang Andi… biar Mama bersihkan dulu, ya?" istriku mencoba menghentikanku.
Suami: "Tidak apa-apa, Ma. Papa memang suka vagina yang seperti ini," jawabku sambil terus menjilat dengan penuh semangat.
Istri: "Oohhh! Papa… enak banget, Pa… jilat lagi, Pa… bagaimana rasanya vagina bekas batang Andi? Sedap tidak, Pa?"
Suami: "Ermmm… nikmat, Ma. Papa suka vagina yang begini, Ma."
Istri: "Ohhh… teruskan, Pa… iya shh, Pa. Nanti Mama akan berikan Papa Vagina bekas batang Andi lebih sering lagi…"
Ringkasnya, setelah tiga bulan berlalu, istriku semakin sering melakukan perzinahan dengan Andi di rumah kami. Istriku kerap mengirimkan foto-foto dirinya yang telanjang bersama Andi di berbagai sudut rumah—di dapur, kamar mandi, ruang tamu, bahkan di atas meja makan. Yang paling mengejutkan adalah ketika istriku mengirim foto saat dia sedang memeluk anak kami yang tertidur, sambil melakukan hubungan intim dengan Andi.
Istriku juga bercerita bahwa mereka pernah melakukannya di depan anak kami, bahkan pernah sambil mengenakan hijab/kerudung. Aku sendiri sudah tidak lagi melakukan hubungan intim dengan istriku karena aku tidak ingin energinya terkuras hanya untuk melayaniku, sehingga dia tidak bisa melayani Andi dengan maksimal. Aku pun mengambil alih sebagian besar pekerjaan rumah tangga, sementara istriku hanya kusuruh berdandan dan beristirahat di kamar, mempersiapkan diri untuk melayani Andi.
Suami: "Mah, lubang vagina Mama sekarang besar sekali. Pasti sudah tidak sesuai lagi sama kontol Papa, kan? Mulai sekarang, biarkan hanya kontol Andi yang masuk ke vagina Mama, ya? Papa hanya minta izin untuk berhubungan intim… boleh kan, Ma?" ujarku sambil membelek dan menjilat vagina istriku , sudah sekitar sebulan setelah istriku menyerahkan tubuhnya sepenuhnya kepada Andii.
Istri: "Iya, Pa. Kontol Andi itu besar, dan vagina Mama hampir setiap hari dimasuki olehnya. Pasti lubang Mama juga ikut membesar. Nanti Papa belikan jamu untuk mengetatkan lubang vagina Mama, ya? Supaya Andii selalu puas dan senang dengan vagina Mama," jelas istriku tanpa rasa malu.
Suami: "Iya, Ma. Nanti Papa belikan. Papa juga akan belikan jamu dan obat-obatan untuk menambah tenaga Mama, biar Andi semakin sayang dan mencintai Mama," balasku.
Hingga suatu ketika, istriku memberitahuku bahwa Andi ingin memiliki anak bersamanya—tentu saja jika aku mengizinkannya.
Istri: Paa… Andi ingin Mama mengandungkan anaknya. Bagaimana ini, Pa? Andi ingin melihat bagaimana wajah anaknya yang dilahirkan oleh Mama. Apakah Papa akan mengizinkan?" tanya istriku dengan ragu-ragu, meminta persetujuanku.
Aku terdiam mendengar permintaan itu. Lama aku memikirkannya.
Suami: "Mama bagaimana?" tanyaku kembali pada istriku.
Istri: "Kalau Papa izinkan… Mama bersedia, Pa. Anak kita kan baru Lisna aja. kasihan kalo dia ga ada temannya gimana kalo kita berikan Lisna adik?. Bayangkan, Pa… perut isteri Papa ini membesar, dan di dalamnya ada bayi dari benih lelaki lain yang setiap hari berzinah dengan isteri kesayangan Papa. Papa pasti juga ingin melihat bagaimana wajah anak hasil hubungan Mama dan Andi. Betul kan, Pa?" tanya istriku sambil mengusap-usap kontol yang menegang dari luar celana.
Suami: "Iya… iyaaa… Papa izinkan. Untuk mengandung anak Andi, ya Ma… buatkan adik untuk Lisna dan anak untuk Papa… ooughhhh…" antara terangsang, ragu, dan gembira, tanpa kusadari aku telah memberikan izin kepada keinginan mereka berdua. Kontol ku pun memancutkan air mani saat aku memberikan izin itu.
Istri: "Tapi nanti anaknya bagaimana, ya Pa? Kalau Andi yang membawa nya, takut istrinya tahu dia berbuat curang," tanya istriku lagi.
Suami: "Tidak apa, Ma. Anak itu akan jadi anak Papa. Biar Papa yang merawatnya. Kan lahirnya dari rahim isteri Papa," jawabku singkat.
Istri: "Oohhh… terima kasih, Pa…" istriku begitu gembira sambil mencium pipiku berulang kali.
Suami: "Tapi nanti kalau Andi sudah selesai di vagina Mama, jangan dibasuh ya… biar Papa yang membersihkannya dengan lidah Papa. Uhhh… pasti enak menjilat vagina Mama yang masih ada air mani Andii di dalamnya," bisikku di telinga istriku.
Istri: "Eeee… Papa tidak jijik?" tanya Erin singkat.166Please respect copyright.PENANAuDS3vyfqI0
Suami: "Tidak, Ma. Papa suka begitu," jawabku.
166Please respect copyright.PENANANuebMCPF3n