O’ Smith House—pada tengah malam, pertengahan bulan March 2015
“BE mine and I will kiss you until the end of my life.”
Annie terbangun untuk yang ketiga kalinya. Dia memimpikan kembali pria asing yang telah mencium bibirnya di Pasar Malam, dua minggu yang lalu. “Kenapa kau selalu mengganggu tidurku? Siapa kau?” bisiknya berbicara pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba lampu kamarnya menyala dan Annie langsung mengedip-ngedipkan mata karena cahaya lampu tersebut menyilaukan matanya.
“Kenapa, Kak?”
Serra bertanya dengan wajah masih mengantuk. Malam itu, Annie meminta Serra untuk tidur sekamar dengannya. Karena sejak kejadian di Pasar Malam, Annie tidak pernah bisa tidur dengan pulas. “Apakah barusan kau bermimpi buruk lagi?”
“Tidak apa-apa, Serra. Aku hanya teringat sesuatu… maafkan aku karena sudah membangunkanmu.”521Please respect copyright.PENANAJRRhb1rUKF
“Kau terlihat sangat gelisah, Kak. Apakah kau tidak mau menceritakannya padaku?”
“Hmm—aku mau menceritakannya kepada-mu, tapi tidak sekarang ya…”
Serra pun tersenyum. “Baiklah, Kak. Aku tidak akan memaksa-mu untuk menceritakannya sekarang. Aku hanya mau bilang, bahwa jika kau membutuhkan bantuan-ku, kau bisa mengandalkanku. Oke?”
Annie menganggukan kepala dan berterima kasih kepada Tuhan karena memiliki adik tiri yang seperti Serra. Meskipun mereka berbeda Ibu, tapi mereka saling menyayangi satu sama lain. Sedari kecil, Serra selalu ada disebelahnya. Selalu mengikuti Annie kemana saja bahkan sampai meniru segala perbuatan yang Annie lakukan. Hal itulah yang terkadang membuat Ibu Tirinya, May, suka kesal karena adiknya itu hanya menuruti perintah Annie.
Setelahnya, Serra kembali merebahkan tubuhnya ke tempat tidur dan mematikan lampu kamar Annie dan melanjutkan tidurnya.
Didalam kegelapan, Annie memanjatkan doa kepada Tuhan agar malam ini dia dapat tidur pulas dan dijauhkan dari mimpi buruk. Siapapun pria itu, Annie tidak mau bertemu dia lagi. Baik di dunia mimpi ataupun di dunia nyata. Semoga Tuhan mengabulkan doanya.
* * * * * * * *
“Anak-anak… ayo bangun! Sudah jam tujuh—apa kalian tidak mau pergi sekolah?”
“Morning, Mom…” sahut Serra menjawab sapaan Ibunya, May Valerie Kleinz, dengan wajah yang masih mengantuk.
“Selamat pagi…” ujar Annie yang sejak lima menit lalu sudah bangun dan sedang menyiapkan pakaian sekolahnya.
“Ayo cepat kalian mandi. Ayah kalian sudah menunggu di meja sarapan. Dan kau, Serra… aku mendapat surat dari Mrs. Melinda. Kita akan membahasnya nanti—setelah kau mandi dan sarapan.”
Mendengar Mrs. Melinda mengirimkan surat kepada ibu-nya, Serra langsung terbangun dari tempat tidur Annie dan berlari menuju kamarnya sendiri. Meninggalkan kakak perempuan dan Ibunya yang langsung menggelengkan kepala karena melihat ulah gadis itu.
“Tak bisakah kau menasehati Serra, Annie? Aku sudah lelah dengan segala kelakuan nakalnya di sekolah. Aku benar-benar sudah menyerah untuk memberitahukan anak itu.”
“Dia masih kecil, Ma… ya, nanti akan aku nasehati.”
“Sebaiknya begitu. Jangan sampai dia membuat keonaran lagi dan membuat dirinya dikeluarkan dari sekolah. Aku tidak mau menambah beban Henry dalam hal ini. Aku sangat mengharapkan bantuan-mu. Sampai sekarang, aku tidak pernah mengerti kenapa dia hanya mau mendengarkan perkataan-mu, padahal, aku Ibu kandungnya.”
“Baik, Ma. Apakah ada lagi yang mau kau sampaikan kepadaku?”
“Tidak ada… cepatlah kau bersiap-siap. Ayahmu sudah menunggu kita semua di meja sarapan,” jawab May setelah beberapa detik mendengar pertanyaan Annie barusan. “Dan jangan lupa untuk membawa sweater-mu, diluar dingin.”
Annie pergi ke kamar mandi sesudah May keluar dari kamarnya. Dia memutar tombol shower untuk mendapatkan air dengan suhu hangat. Dan setelah mendapatkan suhu air yang hangat seperti yang diinginkannya, dia pun melakukan ritual mandi pagi-nya dari menggosok gigi, mengeramas rambut dan mandi.
* * * * * * * * * *
“Serra—jelaskan padaku kenapa kau membuat keonaran lagi di kelas Kimia? Apa kau masih lupa dengan apa yang kau lakukan di bulan sebelumnya? Percuma Mommy ngomel-ngomel dan memberi nasihat seperti kemarin, kalau kamu tidak mendengar apa yang Mommy bilang.”
“Mrs. Melinda kenapa sih, dikit-dikit pengaduan… memangnya dia tidak bisa menyelesaikan permasalahan-ku tanpa membawa-bawa Mommy dalam hal ini?” kata Serra menanyakan kepada Annie dan Ayahnya dengan wajah kesal sambil menusuk-nusuk roti di piring sarapannya.
“Serra! Kamu itu kalau di kasih tahu ngelawan terus ya?”
“Sudah, Hon… ini waktunya sarapan. Aku mau makan dengan damai—please?”
May mengatupkan bibirnya setelah Henry angkat bicara. Bagi May dan anak-anak-nya, jika Henry sudah menyatakan kalimat please, itu menjadi sebuah perintah yang harus dipatuhi oleh mereka semua.
Henry Alvian O’Smith merupakan pria yang jarang bicara. Pria berumur lima puluh enam tahun itu memang terkenal dengan sikapnya yang tenang, tidak sering memberikan pendapat dan lebih memilih melakukannya didalam perbuatan. Orang-orang terdekat-nya juga tahu bahwa Pria itu sangat menyayangi Annie dan Serra. Dia akan selalu membela putri-putri-nya didalam segala hal. Dan itulah sikap Henry yang sangat tidak disukai oleh May.
Lalu, mereka pun melanjutkan sarapan dengan suasana tenang.
Pagi itu, Henry memilih sarapan dengan minum segelas espresso dan omelet. Annie dengan roti panggang yang diolesi coklat ovaltine. Serra dengan sandwich ham mayonnaise-nya. Dan secangkir green tea untuk May.
Setelah mereka selesai sarapan, Henry langsung berangkat ke kantornya. Sementara, Annie dan Serra pergi ke sekolah dengan diantar supir.
“Jaga sikapmu, Serra. Mommy akan bertemu Mrs. Melinda pada jam istirahat nanti. Kita lihat apa yang akan dikatakan oleh-nya. Semoga bukan sesuatu yang buruk—“ ujar May pada Serra sebelum anak itu masuk ke dalam mobil. “Hati-hati di jalan, Pak!” pesannya kemudian kepada pak supir yang akan mengantar Annie dan Serra.
“Siap, Nyonya! Saya akan ekstra hati-hati!”
Pak supir kemudian menyalakan mesin dan mengunci pintu mobil. Kemudian, setelah agak jauh melewati pintu pagar O’Smith House, Serra duduk menghadap Annie dan berkata : “Aku tidak bersalah, Kak. Semuanya salah si Viki! Sumpah demi TUHAN!”
Annie tersenyum mendengar pernyataan adiknya barusan. Apalagi setelah mengatakan itu, Serra memberikan sinyal dengan kedua tangannya. Seperti seorang saksi di dalam sebuah pengadilan yang bersumpah didepan hukum bahwa hanya kebenaran yang dinyatakan olehnya. Membuat Annie semakin tersenyum lebar melihat ulah adiknya itu.
“Aku sebenarnya tidak mau menanyakan hal ini kepadamu, Ser… karena ku pikir, kau pasti memiliki alasan tersendiri untuk perbuatanmu itu. Well, karena kau tadi sudah mengatakan bahwa kau tidak bersalah bahkan sampai menyatakan sumpah demi Tuhan, aku tidak akan menambah beban lagi dengan ikut mengomeli-mu.”
“Thank you, Kak… kau Kakak yang sangat pengertian sekali. Aku berharap Mommy bisa seperti dirimu. Sekali lagi, ini semua gara-gara si Viki. Gara-gara dia aku sampai hampir membakar ruang Kimia.”
“What—membakar ruang Kimia??! Serra… why did you do that? Ya, Tuhan… Mama bisa marah besar padamu!”
“Kak! Itu salahnya si Viki! Kalau dia tidak menggangguku dengan mencampur sodium hidroksida ke dalam cairan yang sedang kuteliti, semuanya akan baik-baik saja. Gara-gara dia, aku disalahkan oleh Ms. Evelyn dan Mrs. Melinda.”
“Apa kau sudah menjelaskan perkara ini kepada mereka berdua?”
“Sudah, Kak. Tapi karena si Viki tidak mau mengakui perbuatannya, aku yang jadinya disalahkan. Padahal mereka tahu, kalau senyawa yang kugunakan di bahan percobaanku tidaklah berbahaya.”
“Kau seharusnya menjelaskan hal ini kepada Mama. Maksudku, sesudah kejadian tersebut. Dengan begini, Mama jadi tahu permasalahan yang sebenarnya.”
“Yah… aku bukannya tidak mau menjelaskan kepada Mommy, Kak. Selain aku sudah melupakan kejadian itu, aku juga malas membicarakan hal ini dengannya. Karena Mommy tidak pernah mendengarkan aku selama ini. Bisanya cuma ngomelin aku.”
“Oke. Aku akan WA si Mama untuk menjelaskan perkara-mu ini. Semoga beliau mengerti. Next, jika kau bermasalah dengan si Viki lagi, tolong kasih tahu aku dan Mama. Aku kebetulan sekelas dan cukup kenal sama Reizo, Kakaknya si Viki. Dari dulu, anak itu memang biang onar.”
“Baik, Kak.”
“Kamu yang semangat ya, Ser… Aku turun duluan,” ujar Annie memberikan semangat kepada adiknya ketika turun dari mobil. “Terima kasih, Pak Gondo. Hati-hati di jalan ya pak.”
“Siap, Non.”
“Bye, Ser… yang pinter ya di sekolah.”
“Ihhh, kaya Mommy aja cara bicaranya.”
Annie langsung mengusap kepala Serra sampai rambut adiknya itu terlihat berantakan. Kemudian setelah memberikan salam perpisahan dengan melambaikan tangan, gadis itu berjalan memasuki pintu gerbang dan halaman sekolahnya. Beberapa murid yang mengenal Annie langsung menyapa gadis itu dengan menegur dan memberikan salam ‘selamat pagi’ padanya. Lalu, Annie pun membalas salam mereka dengan senyuman di bibir-nya.
Melihat itu, Serra merasa cemburu dengan kehidupan Kakak perempuan-nya. Cemburu bukan karena iri hati, dengki ataupun merasa tersaingi. Tapi karena Annie merupakan sosok Kakak perempuan yang memang pantas diteladani oleh siapapun. Serra ingin seperti kakak-nya, tapi sepertinya hal itu tidak akan mungkin terjadi.
“Pak… Kak Annie itu baik banget ya orangnya. Sabar lagi.”
“Iya, Non. Orangnya juga cantik dan pintar. Perfect kalau kata orang-orang,” jawab Pak Gondo membenarkan pendapat Serra.
“Pak Gondo bisa aja… belajar Bahasa Inggris sama siapa, pak?“
“Sama siapa lagi? Ya sama Non Serra, dong.”
“Hahaha—Good, Good, Good. Ayo, pak, kita c’mon lagi.”
“Siap Non!” seru Pak Gondo mengulang perkataan ‘siap’ yang sering diucapkan berkali-kali olehnya.
* * * * * * * * * *
“Annie… homework ini mau dikumpulin ke siapa?”
“Hmm—coba langsung dikumpulin ke Edo aja ya. Soalnya tadi dia yang disuruh sama Ms. Laura,” jawab Annie kepada Chris yang merupakan teman sebangkunya.
“Oke... Guysss—homework-nya Ms. Laura dikumpulin ke Edo ya!” teriak Chris ke seluruh ruangan kelas.
“Gak usah teriak kenceng-kenceng, Chris… bikin malu aja. Anak perempuan kok teriak-teriak seperti itu,” kata Edo begitu dia mendengar namanya disebutkan keseluruh antero kelas 2A.
“Whatever… “ balas Chris dengan raut muka cuek dan kemudian menjulurkan lidahnya ke arah Edo.
“Owh… I almost forgot about that. Annie, there’s something for you… this is entrusted by a man to me. He said, to give this letter to you.”
“From who?” tanya Annie kepada temannya setelah gadis itu menerimanya dari Chris.
“I do not know, Annie. He did not tell me his name. I think he’s an Englishman. His accent sounded very thick in my ear.”
“Okay. Thank you, Chris…” ujar Annie langsung terdiam ketika mendengar dari temannya bahwa orang yang memberikan surat tersebut memiliki logat Inggris yang sangat kental. Satu-satunya yang langsung terpikir oleh gadis itu adalah bahwa orang yang mengiriminya surat mungkin pria asing yang bertemu dengannya di Pasar Malam. Jantung Annie langsung berdetak dengan begitu kencang.
“Hmm—kau tidak langsung membacanya, Ann?” tanya Chris dengan wajah penasaran.
“Later…”
“Tapi aku penasaran, Ann. Di jaman sekarang, masih saja ada orang yang mengirim surat dengan menyemprotkan parfum-nya. Itu bau Giorgio Armani Acqua Di Gio Pour Homme. Itu bukan parfum merk sembarangan, Ann. Hanya pria-pria keren dan sukses yang menggunakannya,”
“I think, I’ll read this letter after I get home from school. Yes, maybe later, after I get home.”521Please respect copyright.PENANA82JZ2HbKtl
(To Be Continued . . . #Chapter Four)521Please respect copyright.PENANA0RQVspKHg5