ANDROMEDA.259Please respect copyright.PENANA92sFsP7E9u
.259Please respect copyright.PENANAAPRfHFzOyI
.259Please respect copyright.PENANAF8BgSHBMSh
.
Angin dingin menyelimuti seluruh kota. Satu minggu sudah musim dingin melanda, selimut putih menyetubuhi jalanan sampai ke emperan toko atau gorong-gorong tikus got yang mulai mengungsi. Atap-atap rumah bertambah bobotnya akibat ditumpangi tanpa izin oleh salju yang menggunung, beberapa tak kuat menahan hingga jebol. Musim dingin terlambat datang seminggu begitu datang langsung menghantam kuat.259Please respect copyright.PENANA3wX0XYF4AE
259Please respect copyright.PENANA8Anh5e95de
Sang kapten Divisi yang mengetuai musim dingin terlihat menyeringai di pojok gang. Rajah dirahang kanan nya dengan bentuk kristal salju terlihat berkilau. Wanita itu sudah berjam-jam berdiri disana untuk menyasikan orang-orang yang membenci musim dingin mendapatkan balasan darinya. 259Please respect copyright.PENANAxV7jBlc1x7
“Memang pantas manusia-manusia itu mendapatkannya.” Gumam kecil menyertai langkahnya yang menjauh.259Please respect copyright.PENANAiYoVMYFMeB
Wanita itu berjalan tenang menyusuri gang sempit. Kadang bibirnya menyeringai saat mendapati manusia yang mengumpat musim dingin kembali dia jatuhi bongkahan salju. Wujud nya yang kasat mata membuat orang-orang tak perlu bersusah payah menanyakan sedang membuat film dimana atau ingin mendatangi festival apa karna pakaian yang aneh.259Please respect copyright.PENANAgLqfwal0W3
Tap tap langkahnya terhenti didepan pelataran rumah yang lumayan besar dengan ayunan yang talinya rantas terikat dibatang kokoh pohon dan kayu penopang bobot tubuh cacat karena gerogotan rayap terlihat dipenuhi salju. Yang membuat langkah wanita itu berhenti bukanlah ayunan tak layak pakai, tapi bocah kecil yang meringkuk dibawah pohon dengan memeluk sesuatu didadanya.259Please respect copyright.PENANA3p5e1YJijY
Sang Kapten Utara masih berdiri ditempatnya, dirinya tak ada niat menghampiri, tapi juga tak berniat untuk menjauh. Mutiaranya bergulir mengamati.259Please respect copyright.PENANAd9ICuFSo7d
Beberapa saat terlewat, si bocah berdiri dari ringkukannya, kedua tangannya masih memeluk sebuah benda dari tanah liat didadanya. Sebuah pot dengan bunga matahari yang layu.259Please respect copyright.PENANAPix8BSWawo
. . .
Waktu lebih awal di hari selanjutnya. Sang Kapten Utara berdiri ditempat yang sama seperti hari lalu, menatap pohon yang masih digondeli ayunan keropos. Manik yang sama dengan helai salju sang Kapten mengikuti langkah tiap langkah dari bocah yang baru saja keluar dari rumah menuju bawah pohon dengan benda yang sama dikedua tangannya.
Syal putih kontras dengan mantel dan sarung tangan hitam membelit seluruh tubuh si bocah, walau syal sudah naik dibawah dagu, hidungnya masih memerah karna dingin, seolah pakaian hangat tak dapat menghalau angin yang menelusup hingga tulang-tulang.
Si bocah duduk ditempat yang sama, sang Kapten masih memperhatikan hingga rotasi bumi memaksa matahari yang tersembunyi dibalik bayang bergantian dengan bulan, yang berarti si bocah harus kembali ke rumah.259Please respect copyright.PENANAbkEjkSymHH
. . .
Sembilan kali bumi berputar pada porosnya, terhitung Sembilan kali juga sang Kapten Utara menjalani kegiatan baru memperhatikan si bocah dengan helai hitam yang sewarna dengan sepasang manik yang selalu memancarkan apa yang tak dipunyai sang Kapten, mata itulah yang membuatnya selalu memperhatikan si bocah dari kejauhan. Dari beberapa meter, sekarang hanya berjarak satu meter.
Si bocah masih meringkuk seperti biasa dengan pot kecil berisi bunga matahari yang sudah tertidur lemah. Petang mulai tampak, si bocah berdiri, tangan kecil sebelah kanannya mengusap-usap salju yang menempel pada celana belakang. Kaki kecil mulai berayun meninggalkan sang Kapten yang masih memperhatikan ditempatnya. Di langkah ke empat si bocah berhenti, “Terima kasih karna selalu menemaniku.” Gumaman manis terdengar, membuat sang Kapten tertegun.259Please respect copyright.PENANA3ZMEeHVYIC
Secara reflek kepala menengok ke sekitar, dan kembali pada posisi semula begitu mendapati tak ada seorangpun di sekitar, lalu ucapan tadi itu untuk siapa? Mata sang Kapten menatap punggung kecil si bocah yang menjauh dari pandangan dan menghilang dibalik pintu kayu.
. . .
Sang Kapten datang lebih awal di hari selanjutnya, hingga bulan merebut area bermain matahari, si bocah tak menampak kan wujudnya.
Hari kemudian sama seperti hari yang lalu, walau begitu sang Kapten tetap berdiri ditempatnya, menatapi ayunan yang kayu penopang tubuh mulai miring sebelah dikarenakan tali kurang ajar tak dapat menahan beban, salju putih terjatuh dari kayu horizontal yang bergoyang pelan, menyisakan butiran butiran yang menyisipi celah-celah bekas kerokotan rayap.
Hari selanjutnya si bocah menampakan dirinya, berjalan kearah pohon dan kembali meringkuk dengan pot tanah liat berisi bunga matahari yang sudah kritis, sang Kapten semakin mempertipis jarak. “Kau dapat melihatku?” pertanyaan yang selama ini menyambangi pikiran terlontar, suaranya tegas.259Please respect copyright.PENANAnQ8CLr7zQd
Tak ada jawaban. Si bocah masih diam masih dengan memeluk pot tanah liat, matanya kadang tertutup sejenak lalu terbuka lagi, beberapa saat terlewat hingga gumaman kecil terdengar, “Tidak, hanya dapat merasakan dan baru ku ketahui ternyata juga dapat mendengar suaramu.”259Please respect copyright.PENANAKTWJAa9vtC
Si Kapten mengernyitkan dahi. Si bocah tergelak kecil, “Awalnya aku merasa aneh, dan sedikit takut, tapi merasakan kau selalu berada di sisiku setiap waktu membuatku bahagia.” Kapten penguasa musim dingin itu tertegun melihat tawa tulus si bocah.259Please respect copyright.PENANAw8SDHxFHbD
“Bahagia?” perasaan apa itu? Yang hanya diketahui sang Kapten adalah rasa puas, jika dirinya puas dia akan merasa senang, tapi Bahagia?259Please respect copyright.PENANAcEQ1oXTVpR
Ekspresi tak mengerti si bocah mengambil eksistensi pandangan sang Kapten. “Kau bertanya apa itu bahagia?” si bocah menelengkan kepalanya sejenak. “Aku juga tak tahu sebenarnya, mungkin rasa hangat disini.” Ucapnya polos sambil meletakan telapak tangannya ke dada.
Hangat ya? Sang Kapten kembali tertegun.259Please respect copyright.PENANAHOYB63tNTe
259Please respect copyright.PENANAfm2mkmx39x
. . .
Hari selanjutnya di waktu yang sama, si bocah berceloteh pada udara kosong di depan, dimana sang Kapten berdiri kasat mata. Dari celotehan itu sang Kapten tahu bahwa bocah ini berumur tujuh, tiga bulan yang lalu. Dan rumah diujung pelataran ini ternyata sebuah panti asuhan.259Please respect copyright.PENANAjx051oQqse
“Maaf, kakak? Kau belum menyebutkan namamu.” Dan satu lagi informasi yang sang kapten dapat, bocah ini bernama Mikhel. Itulah yang baru saja disebut si bocah.259Please respect copyright.PENANAIVGNE3WkLP
“Nasa.” Ucapan singkat tapi dapat mengembangkan senyum si bocah.259Please respect copyright.PENANAitlW6dOwna
. . .
Hari yang berikutnya. Sang Kapten masih berdiri ditempatnya, si bocah kembali tak keluar, berakhir dengan kembali pula manik putih itu menatap kosong papan penopang tubuh pada ayunan yang semakin miring.259Please respect copyright.PENANAlcwCN8sHfS
. . .
Di hari kemudian, si bocah sudah terduduk dibawah pohon begitu sang Kapten datang. Aura Kapten Timur menguar diseluruh badannya saat si bocah berkata merindukan sang Kapten karena kemarin tak bertemu. Kembali sang Kapten menemukan fakta bahwa si bocah akan mengalihkan pembicaraan jika sang Kapten menanyakan perihal pot tanah liat yang bunga mataharinya sudah mengering, atau kenapa si bocah tak keluar.
. . .
Satu hari lagi berlanjut. Musim dingin semakin menjadi, si bocah yang terduduk dibawah pohon terlihat seperti gumpalan kain, dengan jaket yang bertumpuk-tumpuk, dan syal yang dibelit hingga hidung.259Please respect copyright.PENANA7Fe09dBhjU
Celotehan masih terdengar seperti biasa, yang langsung diambil alih keheningan ketika pertanyaan si bocah terlontar. “Kakak? Aku selalu bercerita tentangku, kau tak ingin bercerita tentangmu?”259Please respect copyright.PENANAc7Uhpdlrz5
Sang Kapten Utara tertegun, dirinya tak mungkin berkata sudah hidup ratusan tahun, mengatur musim yang mengharuskannya berdebat dengan orang orang menyebalkan, atau berbohong bahwa dirinya adalah arwah gentayangan yang mati karna tertabrak truk.259Please respect copyright.PENANAhBjwZjJqn8
“Tak ada yang istimewa, duniaku hanya penuh dengan orang menyebalkan.” Dalam pikirannya, terbayang wajah sang Kapten Timur dan Selatan, Barat pengecualian karna dia tak semenjengkelkan kedua Kapten berhelai kuning dan biru lembut itu.259Please respect copyright.PENANAbiBtIJy8PJ
“Sepertinya kakak punya banyak teman.” Sang Kapten menatap wajah si bocah yang berubah sendu, tapi hanya sekilas sebelum cengiran kembali menganti. “Apa kakak suka musim dingin?”259Please respect copyright.PENANAsZfxojmUde
Kembali pertanyaan yang membuat sang Kapten tertegun untuk yang kedua kalinya, “Kalau kau?”259Please respect copyright.PENANA5fU9ZVXVKj
Sang Kapten membalikan pertanyaan sebelum menjawabnya, entah kenapa dadanya berdetak was-was. Si bocah terdiam sejenak, sebelum menjawab si bocah sudah menegakan kakinya, melangkah pergi menuju pintu, meninggalkan sang Kapten yang hanya terdiam.
. . .
Hari berikutnya sang Kapten sudah berdiri di tempatnya dengan si bocah yang juga sudah terduduk di tempatnya, dibawah pohon dengan pot kecil yang hanya menyisakan tanah. “Kakak kemarin menanyakan aku suka musim dingin atau tidak kan?” sang Kapten menatap bocah dalam gulungan kain, entah karna udara atau memang kulit si bocah terlihat tampak lebih pucat.259Please respect copyright.PENANAbLMx3wKB87
Sang Kapten masih terdiam, “Aku- sangat suka musim dingin, karna hanya saat matahari terhalangi awan aku dapat keluar panti.”259Please respect copyright.PENANAWil3ieHIS3
Dahi sang Kapten berkerut, “Kulitku tak dapat terkena paparan sinar secara langsung, jika sampai terkena kulitku akan terbakar.” Si bocah kembali menjelaskan tanpa diminta. “Maka saat musim dingin tiba, aku berusaha keluar walaupun dingin.” Bulir mata terlihat menggantung di sudut mata. “Aku selalu menanti musim ini agar aku tak selalu melihat dinding-dinding kosong.” Nafas sang Kapten tercekat.259Please respect copyright.PENANA8Tug4OJ7ht
“Mi-Mikhel?”259Please respect copyright.PENANA3VAWWdWXpL
“Tapi Kakak, bunga- hik, bunga matahari terakhir pemberian ibu jadi mati.” Manik sang Kapten menatap pot yang berada dipelukan si bocah. “Dua bulan yang lalu aku pindah kemari, kata ibu panti, Ibu sudah pergi ke langit- hik, aku berusaha menuruti kata ibu yang kuingat untuk jadi anak pemberani.” Air mata si bocah mengalir semakin deras, tangan-tangan kecilnya semakin erat memeluk pot. “Hanya bunga matahari kesukaan Ibu yang menemaniku- hik, tapi sekarang bunga nya mati kakak- ibu akan marah.”259Please respect copyright.PENANAKm0thetJDf
Sang Kapten tak sadar bulir yang sama mengalir dari sudut mata miliknya. “Aku-aku memang menyukai musim dingin karna hanya di musim itu aku merasa bebas, tapi aku- hik, aku tak apa terkurung dirumah asalkan bunga pemberian ibu hidup.” Isakan terdengar semakin jelas, wajah si bocah semakin pucat dengan badan yang bergetar.259Please respect copyright.PENANAQtNMzLel1q
“Mikhel, I-Ibumu tak akan marah, bunga matahari adalah bunga semusim, dia memang hanya akan bertahan hingga musim gugur.” Sang Kapten terduduk di depan si bocah yang masih terisak. Jirah peraknya menghantam salju dibawah.259Please respect copyright.PENANAJkkPzEXxXs
“Tapi ini pemberian Ibu yang terakhir kakak- hahh.” Sang Kapten semakin panik saat nafas si bocah tersendat. Air mata semakin mengalir dari manik sang Kapten. “Mi-Mikhel?” sang Kapten ingin menyentuh si bocah, tapi hal itu akan membuat tubuh si bocah dihadapannya menjadi es, lalu harus bagaimana?259Please respect copyright.PENANAmPJ5sF2GjS
Dengan panik sang Kapten berdiri dari dudukannya, air mata masih mengalir. Yang dipikirannya hanya segera kembali ke langit.
. . .
“Timur, dimana?” dengan masih berlimpahan air mata sang Kapten Utara memasuki gerbang Devisi Timur. Menabrak beberapa anggota berseragam putih dengan lencana berwarna kuning di dada kiri.259Please respect copyright.PENANAZvv9pDdX2S
“Utara? Apa yang kau lakukan?” badan sang Kapten Utara berbalik dengan cepat begitu terdengar suara yang dikenalnya, dengan cepat sang Kapten Utara menghampiri pria bersurai mentari yang bersebelahan dengan pria bersurai biru lembut, sedangkan kedua pria bergelar Kapten devisi itu tertegun begitu melihat sang Kapten Utara berurai air mata.259Please respect copyright.PENANAdrfLATZOQN
“Kumohon, tolong, tolong aku-” sang Kapten Utara menatap kedua pria di hadapannya dengan pandangan putus asa.
. . .
Pelataran berhias ayunan reot itu dipenuhi isakan sang Kapten Utara. Kapten Timur sudah berusaha menghangatkan si bocah yang berada di pelukan Kapten selatan, hingga salju disekitar pohon mencair, menampilkan rerumputan hijau. Ini tak mudah karna jika terlalu menggunakan tenaganya, kulit si bocah akan terbakar, bahkan sang Kapten Timur harus berdiri dari jauh.259Please respect copyright.PENANA7YhjDGbJzF
Wajah pucat si bocah sudah terlihat barwarna, tapi deru nafasnya masih memburu. “Kakak?” gumaman lirih terdengar, “Bunga ku?” sang Kapten Utara menatap bocah dengan deru nafas yang masih menderu dalam pelukan sang Kapten Selatan dengan pilu. Tatapannya mengarah pada sang Kapten berambut biru lembut itu.259Please respect copyright.PENANAmOVuLaaZto
“Bungamu sudah waktunya untuk tidur nak, sebagai gantinya akan ku berikan sesuatu, ulurkan tanganmu!” si bocah mengernyitkan dahinya begitu suara yang terdengar tidak sama dengan suara kakak yang selalu menemaninya, walau begitu tangan kanannya tetap terulur, karna dia yakin, siapapun itu, dia pasti teman kakak baik hati yang selalu menemaninya. 259Please respect copyright.PENANAgHDMQ6o6JZ
Secara ajaib biji bunga matahari mengisi telapak tangan mungil yang semula kosong. “Ku berikan kau bibit bunga matahari ajaib, kau bisa menanamnya saat musim semi tiba nanti.” Sang Kapten Utara melihat dengan sendu interaksi dihadapannya, sedangkan sang Kapten Timur terus memperhatikan wanita yang berdiri memunggunginya, sebenarnya apa yang terjadi selama beberapa hari ini?259Please respect copyright.PENANA4FbmSrHg6D
“Tapi kakak, bunga matahariku itu pemberian ibu.” Bulir-bulir air mata kembali menggenangi sudut mata si bocah.259Please respect copyright.PENANA02PYNCwyGP
“Mikhel-” jangan seperti ini. Sang Kapten Utara merasakan sesak melihat mata bocah yang biasanya dipenuhi harapan mengebu-gebu sekarang hanya diisi air mata. Karna mata penuh harapan yang tak pernah dapat dimiliki sang Kapten itulah yang membuat wanita pemimpin devisi dingin mengamatinya berhari-hari. Menungguinya, selalu penasaran dengan apa yang akan di ceritakan si bocah dengan semangatnya.259Please respect copyright.PENANA8Tu2Tx1SrQ
“Kakak?” suara parau si bocah mengadarkan sang Kapten Utara yang kembali mengalirkan air mata, wanita itu mendekatkan dirinya pada si bocah. “Kakak belum menjawab pertanyaanku, apa kakak suka musim dingin?” si bocah melanjutkan celoteh pelannya.259Please respect copyright.PENANAJrliFqTC8J
Sang Kapten terdiam sejenak, Kapten Timur dan Selatan memandang wanita bersurai putih dihadapan mereka. Dalam hati dia memang merasa tak terima karna musim dingin selalu dibelakangkan, banyak orang yang tak menyukai musim dingin karna sangat mengganggu, padahal dalam setiap butir salju yang turun, tersimpan doa untuk orang-orang, Devisi Utara melakukan dengan sebaik mungkin, tapi malah dibalas umpatan. Sang Kapten Utara menatap bocah dihadapannya. “Aku menyukainya, karna di musim dingin aku bertemu denganmu bocah.” Suara lirih sang Kapten diikuti gelakan si bocah. “Karena itu, kau harus menghabiskan musim dingin yang akan datang denganku lagi.” 259Please respect copyright.PENANAOHZSgdVcVn
Gelakan si bocah terhenti, tangan kanannya yang menggenggam butir biji bunga matahari terulurkan, melihat isyarat itu sang Kapten Utara menengadahkan tangannya dibawah kepalan sang bocah, beberapa saat berlalu, tangan mungil itu terbuka, membuat biji bunga matahari meluncur ke telapak tangan sang Kapten Utara. “Hari pertama aku merasakan kakak adalah hari dimana aku untuk pertama kali mencoba melarikan diri dari kamar panti secara diam-diam-” Si bocah menerawang kedepan. “-Dan hari selanjutnya aku terus keluar karna ingin bersama kakak.”259Please respect copyright.PENANAxd0kf1v6ot
Kedua pria bergelar Kapten mengamati dengan diam, merasa kagum dengan bocah yang bersikap lebih dewasa dari umurnya, mungkin karna kehidupan beratlah yang memaksa. “Selama ini walau dipanti banyak teman, tak ada yang mau dekat-dekat denganku, mereka bilang aku aneh-” si bocah menatap udara kosong dihadapannya tak tentu arah, mencoba merasakan dimana posisi kakak baik hatinya. “-Tapi kakak selalu menemaniku, aku senang saat bercerita banyak hal bersama kakak walau kadang aku tak bisa keluar karna tak enak badan.” Senyuman mengikuti celotehan ringan si bocah. “Maaf kakak, aku sangat ingin menghabiskan musim dingin yang akan datang denganmu, tapi-” senyuman si bocah hilang. “Aku tak kuat lagi.” Buliran si bocah mengaliri pipi tembamnya yang memerah.259Please respect copyright.PENANALI3aFLjB4h
Sang Kapten Utara tercekat, begitu pula dengan kedua rekannya. “Biji itu untuk kakak-, kakak harus menanamnya di musim semi nanti ya-, hik kakak harus janji padaku.” Sang Kapten Utara tak bisa lagi menahan perasaannya yang semakin menjadi melihat seseorang yang entah sejak kapan berusaha dia jaga.
. . .
Awan yang mengganggu matahari tergesek penghapus, sinar kekuningan menyinari hijaunya musim semi setelah musim dingin yang menghantam selesai dalam bulan kedua, sudah sebulan terlewat dimana bumi kembali pada perputaran awal. Devisi Selatan sedang sangat sibuk, semua orang berbaju serba putih dengan lencana hijau di dada kiri bersliweran.259Please respect copyright.PENANAS6Py48RJMu
Sang Kapten Utara melangkahkan kakinya memasuki gerbang Selatan, yang disana sudah berdiri sang Kapten Divisi Selatan dengan rambut biru lembutnya. “Bagaimana kabarmu?” sang Kapten Utara memulai acara basa-basinya.259Please respect copyright.PENANAiTBX34nDyl
“Kau bisa melihatnya sendiri, sangat sibuk.” Sang Kapten Selatan terkekeh kecil. Mereka berjalan bersisihan menuju ruangan penuh gumpalan-gumpalan awan lembut berterbangan transparan dengan pendar biru lembut dengan hijau mendominasi. Ditengah terdapat pot tanah liat berdiri di atas ukiran beton dengan tinggi satu meter. Pot tanah liat yang menopang kehidupan bunga matahari berkelopak kuning besar.259Please respect copyright.PENANARjcaPZvZXb
“Diakhir tahun aku menemukan apa yang disebut harapan, diakhir tahun juga aku kehilangannya.” Raut sang Kapten Utara berubah sendu, maniknya menatap bunga matahari yang mekar indah, mengingatkannya pada bocah yang mengajarkannya tentang berharap. Walaupun harapan itu nantinya hanya sebuah kekosongan, tapi dengan berharap seseorang akan mempunyai semangat dalam melanjutkan hidupnya. Harapan-harapan tentang masa depan, tentang hari yang akan datang, tentang nanti-259Please respect copyright.PENANAkFyM1E6YOM
Air mata menetes dari mata sang Kapten Utara. “Dia hebat ya Utara.” Sang Kapten Selatan ikut membayangkan si bocah manis yang mungkin sudah bahagia dengan ibunya. Sang Kapten Selatan sekarang paham, jiwa suci yang mendekati ajalnya, itulah sebabnya bocah itu dapat merasakan dan mendengar suara para Kapten Devisi.259Please respect copyright.PENANAjBM0mFHr1U
“Ya, dia memang hebat.” Terimakasih. Sang Kapten Utara melanjutkan ucapannya dalam hati, dia bersyukur dipertemukan bocah itu. Janjinya untuk menanam bunga milik si bocah sudah dia tepati, setiap hari dia menyempatkan untuk melihat bunga matahari yang tertanam di Devisi Selatan. 259Please respect copyright.PENANAZ11oyIMdsm
Di perputaran bumi mengelilingi matahari yang baru dimulai kembali ini sang Kapten Utara mengetahui apa itu harapan. Rasanya, baunya, semuanya menggambarkan sosok bocah cilik yang meringkuk sendirian dibawah pohon. Kali ini, untuk pertama kalinya ditahun yang baru, dia berharap kehidupan semua orang menjadi lebih baik, dan semoga si bocah bahagia selamanya.
259Please respect copyright.PENANA1D7wrjJqZD
SELESAI~
Epilog
Gelakan tawa menjadi latar ruangan sewarna susu kental yang baru didapatkan dari memerah sapi betina di peternakan. Bedanya yang ini macam sudut-sudutnya diberi pijar neon mahal, hingga sinarnya memantul indah.259Please respect copyright.PENANA4INMA0Pkpy
“Disini menyenangkan.” Gelakan kembali terdengar. “Ibu juga suka kan?” kepala mungil mendongak, menatap senyum di wajah wanita yang sedang memangkunya. Bibir mungil ikut tertarik keatas. “Kau tau aku?” Matanya menatap kedepan, senyum masih bertengger tak bosan. “Aku Mikhel.” Kikikan terdengar.259Please respect copyright.PENANAlhENGcOWek
“Sekarang ibu sudah bersamaku.” Kepalanya mendongak lagi, hanya beberapa saat. “Walau pernah meninggalkanku tapi akhirnya ibu kembali bersamaku.” Cengiran manis semakin melebar.259Please respect copyright.PENANAdiDOf0pd6H
“Disini juga terang.” Matanya menatap senang sinar yang menyala apik di sudut, kakinya yang tergantung diayunkan kedepan-belakang, kedua tangannya memeluk jemari sang ibu yang tersimpan di depan perutnya, kadang tangan-tangan itu bergerak tak tentu arah karna terlalu bersemangat mengungkapkan suatu hal. “dan aku masih baik-baik saja.” Wajah bangga tercipta. “Tak seperti dulu, ya kan ibu?” kepala itu mendongak lagi. “Dulu aku sering sakit jika terkena sinar, hanya ibu yang selalu menemaniku.” Tangannya memeluk erat lengan sang ibu. “Siang ibu bekerja dan aku tertidur, pulang bekerja ibu menemaniku main kembang api diluar rumah.” Tawa bahagia terdengar. “Tapi hanya beberapa kali karna setelah itu aku malah sakit dan ibu tak mengijinkanku main malam-malam lagi dengan kembang api.” Ekspresi geli tergambarkan. Kaki masih mengayun-ayun senang.259Please respect copyright.PENANAcWd0ud4fAX
“Malam itu aku bertanya seperti apa matahari itu pada ibu, kenapa selalu melukaiku.” Jemari mungil memilin-milin jemari yang lebih besar. “Ibu tak menjawabnya, tapi besoknya ibu sudah membawa pot kecil dengan bibit aneh, kata ibu itulah matahari, dan matahari yang ini adalah temanku.”259Please respect copyright.PENANAlKzm8e2imh
“Bibitnya membesar, daunnya kecil.” Mata kecil berbinar menerawang. “dan bunga indah matahari temanku dari ibu akhirnya keluar.” Senyumnya terkembang sangat manis.259Please respect copyright.PENANAkj7GUqiaji
“Setelah terlihat bunga temanku yang ku ingat setelah itu hanya-” kepala mungil menunduk. “Malam itu aku yang terbangun bukan dikamarku dan tak ada ibu disana.” Tangan mungil mengeratkan pegangannya pada tangan hangat sang ibu.259Please respect copyright.PENANAhV3OMPIwQk
“Disana berbeda, walau banyak teman aku tak bisa bermain dengan mereka, saat aku tidur mereka bangun, saat aku bangun, aku mendapati ruang kosong karna semuanya sudah tidur.” Raut berbeda tergambar. “Ibu panti selalu menemaniku, dia baik ibu.” Matanya menyipit lagi karna naik akibat tersenyum. “Tapi setelahnya aku meminta untuk makan sendiri saja dikamar, dia terlihat lelah, aku tahu dia sangat lelah mengurus teman yang lain, apalagi jika harus mengurusku dimalam waktunya dia istirahat, ibu bilang aku harus jadi pemberani kan.” Gelakan kembali terdengar, kepala mungil menengadah kembali.259Please respect copyright.PENANAatF2ELmRrx
“Kamarku juga diujung yang tak terkena sinar, walau begitu aku masih bisa mendengar mereka bilang aku aneh.” Wajah itu kembali terlihat murung. “Tapi aku masih punya bunga matahari temanku.” Kembangan senyum langsung menggantikan.259Please respect copyright.PENANA7vCjco4DUk
“Tapi semakin lama bunga pemberian ibu tertunduk karna mendekati musim dingin, padahal musim dingin adalah musim dimana aku dapat keluar walau sebentar.” Bibir kecil tersenyum. “Saat musim dingin tiba, dan ibu masih bekerja aku mencoba membuka tirai, kadang jika awan baik mau melindungiku, aku akan main sampai pelataran,” kekehan manis terdengar. “Walau harus menggenakan mantel berlapis-lapis, tapi tak masalah.”259Please respect copyright.PENANA9MV1lqZm9Z
“Waktu itu aku mencoba keluar dari belakang saat semuanya tidur siang, aku membawa bunga matahari temanku, duduk dibawah pohon samping ayunan, berharap semoga pohon baik mau memberi bunga temanku tenaga, tapi tetap saja bunga temanku masih tertunduk.” Tatapannya menerawang. “Aku langsung ingin kembali saat itu, tapi hawa dingin dari samping jalan diluar pagar panti membuatku kembali duduk hingga sore.”259Please respect copyright.PENANAAxsJsQP0cE
“Besoknya aku keluar lagi, karna ibu panti tak tahu, dia mengira aku tertidur seperti biasa.” Kikikan terdengar kembali. “Beberapa hari didepannya aku tahu bahwa itu adalah kakak baik hati, dia tak terlalu banyak bicara, tapi dia tak bergerak meninggalkanku, dia diam tapi aku tahu bahwa dia tak akan meninggalkanku, dia selalu ada disampingku.”259Please respect copyright.PENANAi0wvhKYAN8
“Aku merasa ibu yang mengirimnya untukku.” Senyuman manis lagi-lagi terkembang. “Terkadang aku sedih jika harus sakit dan tak bisa bertemu kakak baik hati.” Wajahnya berganti muram. “Aku takut besoknya dia tak akan datang, tapi ternyata dia menemaniku lagi.” Pipi naik dan mata menyipit senang.259Please respect copyright.PENANAP2sOLAseKp
“Bunga matahari temanku semakin kering, dan aku merasa nafasku semakin sesak, walau begitu aku tak memberi tahu ibu panti.” Wajahnya semakin muram. “Yang membuatku sedih adalah isakan kakak baik, maaf membuat kakak sedih.” Matanya menatap tulus kedepan. “Ibu memanggilku pulang kakak, maaf ya tak bisa menemani kakak padahal kakak selalu menemaniku.” Mata murni berkaca-kaca. 259Please respect copyright.PENANAfkyMMtYNOI
“Kakak sudah ditemani bunga matahari teman kakak sekarang kan? Kakak harus bahagia ya, karna aku dan ibu disini juga bahagia.” Senyuman manis untuk yang terakhir terkembang. “Terimakasih kakak.”
259Please respect copyright.PENANAXEJTV64IxQ
END EPILOG
259Please respect copyright.PENANAHiq5xU2X0n
Selasa, 19 Juli 2016, 12.56.22