Jarum jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. Pagi ini keadaan rumah cukup sepi —keadaan yang jarang sekali terjadi di Keluarga Kurma.
401Please respect copyright.PENANAsdW4trLBwH
Suara cuitan burung peliharaan Ayah menemani rutinitasnya menyesap kopi dan membaca koran. Dengan kacamata baca yang bertengger di wajahnya, Ayah membaca lembar demi lembar koran yang dipegangnya. Hingga sampai di lembar TTS di bagian kedua sebelum lembar terakhir koran. Ayah mengambil pena yang ia letakkan di meja dan mengisi satu demi satu kotak kosong pada lembar TTS tersebut. 401Please respect copyright.PENANAtuiDHqvNXb
401Please respect copyright.PENANAsTUSiX2zBT
Sejujurnya pagi tadi sekitar pukul 06.00 WIB, rumah ini sudah digaduhkan oleh Abang yang pulang dari kegiatan kabur-kaburannya. Bukan kabur, lebih tepatnya keluar rumah untuk sementara waktu. Bunda menyambut Abang dengan raut khawatir yang biasa ditunjukkan seorang ibu kepada anaknya —takut-takut kalau anaknya pulang dalam keadaan terluka. Bagaimana Bunda tidak khawatir. Abang keluar dari rumah tanpa izin dan sempat membuat Bunda dan Eca kebingungan karena saat itu Ayah sedang dinas di luar kota. Ternyata Abang hanya membutuhkan waktu untuk menghindar dari rutinitasnya mengenai tumpukan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa akhir.
401Please respect copyright.PENANAni9lZCcQXJ
Pun Abang pulang dengan membawa seember penuh ikan hasil pancingannya. Ya, Abang memilih menyendiri di kolam pemancingan Koh Winwin desa sebelah. Karena dengan memancing Abang merasa lebih tenang dan bisa sedikit menghalau beberapa beban-bebannya. Walau setelahnya Abang merasa bersalah karena tindakannya pergi tanpa izin dan membuat cemas sekeluarga terutama Eca adik yang disayanginya.
401Please respect copyright.PENANA4kZf7gXQZs
Keadaan rumah ini cukup sepi bukan karena Ayah, Bunda, dan Eca merasa marah sama Abang yang sudah keluar rumah selama empat hari. Bukan. Tapi karena Bunda lagi belanja di pasar dekat rumahnya untuk mengolah hasil pancingannya Abang, sedangkan Eca lagi semangat-semangatnya berolahraga pagi di alun-alun kota. Maka di rumah hanya tinggal Ayah dan Bang Echan.
401Please respect copyright.PENANAxO6qHbACCv
Di sela-sela kegiatan Ayah mengisi TTS, ekor mata Ayah menangkap Abang berjalan menghampirinya dengan ragu. Ayah meletakkan penanya dan memusatkan perhatiannya kepada Abang yang sudah berdiri di depannya. Abang terlihat begitu kecil di mata Ayah. Ayah tersenyum dengan hangat. Abang membalasnya dengan senyum kikuk merasa bersalah.
401Please respect copyright.PENANAHokIgCZliX
"Ada yang mau Abang sampaiin ke Ayah?" Ayah berbicara selembut mungkin dan mencoba memahami keadaan batin anak lelaki satu-satunya itu. Abang mengangguk menanggapi pertanyaan Ayah.
401Please respect copyright.PENANANQ7VJQvh8M
"Duduk dulu, Bang. Ayah siap mendengarkan Abang." Ungkap Ayah seraya melipat koran yang dipegangnya. Abang dengan sisa keberaniannya duduk ke kursi di seberang Ayah yang hanya dipisahkan meja kecil tempat untuk meletakkan kopi dan koran yang sedari tadi menemani pagi Ayah.
401Please respect copyright.PENANADghphrVB08
"Yah, pertama Abang minta maaf karena keluar rumah tanpa izin..."
401Please respect copyright.PENANAwhsn1zxTwS
Ayah memperhatikan Abang dengan pandangan hangatnya. Tidak ada emosi marah sedikitpun dan tidak ada niatan untuk menyela cerita anaknya. Hal itu yang membuat Abang semakin bersalah.
401Please respect copyright.PENANA3GtZHZGRT6
"Abang tahu ini tindakan yang nggak seharusnya Abang lakukan. Sebagai anak pertama seharusnya Abang lebih bertanggung jawab dengan kewajiban-kewajiban Abang seperti yang sudah Ayah ajarkan. Menjadi panutan yang baik buat Eca. Bukan malah menjadi pengecut dengan kabur empat hari tanpa izin." Abang menunduk tak berani menatap mata Ayah saat menyampaikan keluh kesahnya.
401Please respect copyright.PENANASJg8oikKjf
"Yah, beberapa hari lalu, Abang hanya merasa membutuhkan waktu sendiri. Tidak dengan kampus dan tidak di rumah. Abang buntu ketika berada kampus atau di rumah." Ayah memandang anaknya dengan raut bersalah takut jika selama ini tak sengaja Ayah terlalu memaksakan kehendaknya.
401Please respect copyright.PENANAYbTXhpDtMU
"Abang capek ya?" Ujar ayah tenang dan lembut. Abang mencelos mendengar respon Ayah yang tidak diduganya sama sekali. Air mata sudah menggenang di kedua mata Abang.
401Please respect copyright.PENANAtRnv9NaKLS
"Iya, Ayah. Abang capek dan jenuh. Abang takut dan kalut. Abang capek dengan skripsi yang belum juga di acc oleh dosbing. Abang capek dengan lpj organisasi yang belum selesai-selesai. Ditambah Abang takut kalau mengecewakan Ayah, Bunda, dan Eca yang mungkin menaruh harapan besar kepada Abang. Abang takut, Yah. Dan berakhir kalut.
Maka Abang memutuskan untuk menghindar sementara. Abang salah ya, Yah?" Air mata mengalir perlahan dari mata Abang.
401Please respect copyright.PENANATANCRzpdbq
Hati Ayah semakin mencelos ketika mendengar keluh kesah jagoannya ini. Jagoannya yang selama ini terlihat tegar dan ceria. jagoannya yang tak pernah mengecewakannya. Siapa sangka jagoannya ini menyimpan masalah yang cukup rumit untuk anak seusianya.
401Please respect copyright.PENANA5V4Q37COZv
"Bang, wajar kalau Abang merasa lelah dan jenuh. Itu hal yang manusiawi. Abang tidak salah merasakan hal tersebut. Ayah bisa mengerti. Ayah maafin Abang, tapi lain kali jangan diulangi lagi keluar rumah tanpa izin ya, Bang. Ayah, Bunda, dan Eca cemas dengan keberadaan Abang. Ayah juga minta maaf kalau tanpa sadar Ayah terlalu membebani Abang..." Ayah berhenti sejenak dan membenahi duduknya. Abang terlihat sudah terisak karena perasaan bersalahnya.
401Please respect copyright.PENANAnW2So5Z60P
"Lain kali jika Abang membutuhkan waktu untuk sendiri, Abang bilang ke Ayah. Pasti akan Ayah berikan waktu untuk Abang. Kalau Abang butuh teman untuk bicara akan Ayah dengarkan, Bang. Abang tidak sendiri. Ayah selalu mendukung apapun keputusan Abang jika itu hal baik. Sekarang Abang sudah lebih baik?"
401Please respect copyright.PENANAIJyxEhDLYn
Abang mengangguk masih dengan tangisnya. Kata-kata Ayah bak mantra yang menenangkan dan menghangatkan hati Abang. Abang merasa bersyukur Ayah tidak memarahinya karena kesalahan yang ia perbuat. Ayah menepuk-nepuk bahu Abang pelan. Mencoba menenangkan Abang. Tetapi bukan mereda tangisnya malah semakin pecah karena perlakuan Ayahnya yang begitu lembut. Melihat anaknya yang menyesal dalam tangisnya Ayah berdiri dari duduknya dan memeluk anaknya mencoba mengurangi kekalutan yang sedang mendera Jagoannya.
401Please respect copyright.PENANAPmHAAD5fMS
Tangis Abang sudah mulai reda. Ayah kembali duduk di kursinya ketika Abang sudah benar-benar berhenti menangis.
401Please respect copyright.PENANAA6v0ZjUeAI
"Bang, ikan-ikan di pemancingan Koh Win besar-besar nggak? Terus di sana sepi atau ramai? Bisa buat ngegosip nggak?" Celetuk Ayah tiba-tiba yang membuat Abang tertawa. Abang merasakan sisi jenaka Ayahnya mulai muncul. Ayah yang hobi sekali menggosip dengan teman-temannya.
ns 15.158.61.20da2