Namanya Kendra Elisabeth, pacarku. Sudah lebih dari dua tahun kami membangun hubungan, tapi dia masih sering izin denganku untuk keluar dengan mantan gebetannya dulu. Awalnya kupikir dia akan melupakannya seiring berjalannya waktu. Tapi hari kamis tepat dua minggu lalu, dia meneleponku meminta izin untuk keluar dengan lelaki itu. Jelas, aku marah dan melarangnya. Lagipula di mana letak akhlak lelaki biadab itu? Sekalipun Elis adalah mantan gebetannya, tapi secara gamblang dia seharusnya tahu kalau Elis sudah berpacaran denganku. Jika aku di posisinya, aku tidak akan mengajak keluar mantan gebetanku kalau dia sudah punya pacar, aku akan menghargainya dan pacarnya. Kasarnya, ibarat aku mengajak jalan mantan pacarku yang sudah jadi istri orang lain.
Sakit rasanya, saat mendengar Elis masih berpikir untuk menemui lelaki itu, padahal sudah lebih dua tahun kami membangun hubungan. Aku pun teringat ketika Awang, teman kampusku yang baru diputuskan pacarnya sejak SMA, melampiaskan rasa sakit hatinya dengan wanita panggilan kala itu.
Ya, tepat hari ini, aku sudah mem-booking wanita panggilan seminggu lalu. Namanya Nina Nouna, aku yakin itu bukan nama aslinya, melainkan nama panggung selama bekerja di dunia malam. Istri satu anak berusia 28 tahun. Kenapa aku tahu? Karena takut zonk, aku sempat mencari infonya terlebih dahulu di media sosial.
Sekitar jam 2 siang, aku pun menuju tempat janjian di Red Chilies Hotel, Solo. Karena dia bilang agak telat, aku menunggu di sofa lobi hotel tepat di sebelah elevator. Tidak lama, aku melihat wanita berpakaian kaos ketat dan celana pendek di atas paha berjalan ke arah depan elevator.
"Mungkin dia mbaknya." Pikirku.
Dia menundukkan kepalanya, seolah menyembunyikan wajahnya dariku. Mungkin karena aku mengabarinya kalau aku sudah menunggu di lobi.
Tidak lama, muncul notifikasi whatsapp darinya yang menyuruhku naik ke kamarnya. Aku pun bergegas naik dan menekan bel sesuai nomor kamar yang diberitahunya padaku. Pintu dibuka, dan benar dugaanku, dia wanita yang menundukkan kepalanya saat lewat depanku tadi.
Saat dilihat dari dekat, dia ternyata mungil untuk ukuran seorang ibu rumah tangga. Tingginya paling cuma sedadaku. Kacamata yang dipakainya membuatnya terkesan lebih muda dari usianya. Wajahnya terpaku menatapku tanpa senyum, seolah was-was.
"Pertama kali?" Tanyanya.
"Kalo coba BO sih baru pertama kali, Mbak."
"Bayarannya di depan, ya."
"Oke." Ujarku sambil mengeluarkan sembilan lembar merah. Mahal? Tidak, menurutku untuk pasaran long time service + tanpa kondom sudah murah banget.
"Soalnya sering ada yang udah selesai main, alasannya ambil duit dulu, eh malah enggak balik-balik." Curhatnya sedikit cemberut.
Dia pun langsung membuka bajunya tanpa memberiku aba-aba untuk membuka bajuku juga atau tidak. Aku pun putuskan membuka bajuku dan menyandarkan badanku di atas ranjang.
"Udah punya pacar?" Tanyanya sambil mendekat ke sebelahku. Badannya montok tapi tidak terlalu gemuk, mungkin karena pendek jadi kelihatan agak berisi. Perutnya tidak rata dan sedikit berlemak, tidak seperti artis porno maupun karakter di manga hentai, wajar toh dia sudah beranak satu.
"Udah." Jawabku.
"Udah pernah ngewe?"
"Sering."
"Oke, langsung aja ya kalo gitu."
Tanpa basa-basi, dia langsung meraba-raba kontolku sembari mejilati putingku. Tangannya begitu lincah seperti penari balet. Bijiku dimainkan diremas-remasnya. Aku pun mengarahkan bibirku ke bibirnya. Lidah kami bergulat lincah, rasanya manis. Hanya saja lidahnya malu-malu untuk menjulur, tidak seperti saat aku bermain dengan pacarku.
Kugerepe toketnya yang lebih besar dari punya pacarku. Aku menjilati putingnya sembari tangan kiriku menggeranyangi memeknya. Dia mendesah sesekali. Tiba-tiba dia mendorongku ke ranjang dan gantian dia yang memulai serangannya. Lidahnya dengan liar menjilati kontolku. Mulutnya terasa hangat dan sempit laksana liang memek. Aku pun ikut membantu aksinya dengan mendorong kepalanya hingga kontolku menabrak tenggorokannya.
Crot! Crot! Crot! Pejuku menyembur tepat di dalam mulutnya banyak sekali, sampai-sampai pipinya menggembung menahan untuk tidak menelannya. Dia kemudian bergegas lari ke kamar mandi, mungkin untuk mencuci mulutnya.
"Anjir, ngapain aku di sini?" Pikirku menyesal, setelah mampu berpikir rasional kembali.
"Subur banget kamu. Crotnya segitu banyak." Ujarnya sembari mengelap bibirnya menggunakan handuk seraya berjalan keluar dari kamar mandi.
"Hahaha udah sebulan belum ngewe soalnya, Mbak."
"Emang pacarnya ke mana?"
"Lagi mudik, Mbak."
Kami pun menonton TV sambil ngobrol-ngobrol singkat di atas ranjang tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh kami. Dia mulai menunjukkan senyumnya kepadaku, tidak canggung seperti sebelumnya.
Tidak lama dia mulai memainkan bijiku lagi. Dia berusaha membangunkan kontolku lagi dengan sepongannya yang lebih lihai dibandingkan pacarku. Tangan kiriku mencubit pelintir putingnya yang menonjol keras, sembari tangan kananku menggerepe toketnya. Telapak tanganku takmampu menggenggam seluruh permukaan toketnya yang gede.
Dengan posisi woman on top, dia langsung berinisiatif memasukkan kontolku ke memeknya yang becek. "AH!" Teriaknya begitu kencang. Dia mulai menggoyangkan pinggulnya ke bawah ke atas. Suara paha kami yang bertamparan memenuhi seisi kamar hotel. Matanya terpejam kuat, wajahnya kelihatan begitu kesakitan, ntah karena kontolku yang kegedean untuknya, atau memeknya yang kesempitan.
"Tapi dia kan PSK, seharusnya memeknya sudah terbiasa dong mau segede apa pun kontolnya." Pikirku.
Goyangannya semakin cepat, toketnya naik dan turun seirama goyangannya. Keringat bercucuran membasahi badannya. Kelihatannya dia menikmati persetubuhan yang dilakukannya dengan pria selain suaminya.
"Apa dia tidak teringat anak perempuannya di rumah?" Pikiran rasionalku mulai kembali.
Tiba-tiba goyangannya berhenti. Dia mengeluarkan kontolku dari memeknya dan turun dari atas badanku.
"Kamu loyo, ya?" Tanyanya sedikit kecewa.
"I-Iya, Mbak."
"Kenapa? Apa aku enggak enak? Padahal masih sisa banyak waktu."
"Bukan gitu, Mbak. Enak banget malah. Lebih enak dari pada pacarku. Cuma karena aku udah crot, jadi udah enggak terlalu nafsu lagi."
"Eh, berarti kamu bukan maniak dong?"
Maniak? Maniak apa? Maniak seks? Jelas bukanlah. Kan sudah kubilang dengannya kalau ini kali pertama kucoba BO, alias ini pertama kalinya aku bersetubuh dengan wanita selain pacarku.
"Enggak kayaknya, Mbak hehe. Apa aku aneh ya?"
"Enggak kok. Normalnya kayak gitu malah. Berarti kamu bisa ngatur nafsu kamu. Tapi kenapa malah BO?"
"Soalnya ...." Aku pun menceritakan soal pacarku yang masih sering bertemu mantan gebetannya, padahal sudah dua tahun pacaran, dll.
"Hmm, ya udah enggak usah dipikirin, Mas. Paling ntar dia nyesel sendiri udah nyia-nyiain kontol mas hehehe." Katanya sedikit bercanda.
"Eh, emang kenapa kontolku, Mbak?"
"Lo, kok malah nanya? Kontol mas kan gede, jarang-jarang aku nemu segede punya mas di Solo. Malahan suamiku--" Dia berhenti, mungkin karena keceplosan soal dia sudah bersuami dan kehidupan rumah tangganya. Padahal aku juga sudah tahu kalau dia sudah bersuami dan beranak satu.
"Hahaha masa sih, Mbak? Aku malah sempet enggak pede soalnya kukira punyaku kecil." Jawabku pura-pura ragu. Karena aku yakin itu pasti taktik wanita panggilan kepada setiap pelanggannya agar besar kepala dan repeat order.
"Sebelum bangun mah emang kecil, Mas. Tapi pas udah bangun tadi, aku aja sampe kaget, Mas. Memekku panas banget jadinya kayak dirobek paksa. Enak."
"Hahaha makasih, Mbak. Kalo gitu, aku pulang dulu, ya. Ada janjian sama temen." Jawabku mencari dalih, lantaran menyesal terhadap pacarku dan ingin segera pulang menyelesaikan percakapan.
"Yah, padahal masih sisa banyak waktu lo, Mas. Enggak mau nunggu di sini aja? Izin telat aja sama temennya." Katanya sembari mengelus kontolku.
Kenapa sih dia? Lagipula dia yang untung, dapat uang lebih tanpa harus kerja lagi. Apa emang benar, kontolku enak? Enggak mungkinlah, ini bukan film porno dan manga hentai di mana karakter wanitanya pada sangean.
"Eh, enggak enak, Mbak sama temenku." Jawabku sambil cepat-cepat mengenakan pakaianku lagi.
"Ya udah, Mas. Makasih, ya."
Dia pun mengantarku ke depan pintu kamar hanya dengan sehelai selimut di tangan kiri untuk menutupi bagian depannya. Pantatnya yang montok melenggak-lenggok seakan sengaja menggodaku dan menanyakanku sekali lagi "Yakin mau pulang?"841Please respect copyright.PENANAsdZ7L1CbR6
"Makasih ya, Mbak. Kalo ada rezeki, ntar aku order lagi. Dah!" Kataku sembari menepuk dan meremas pantatnya sekali lagi sebelum keluar dari pintu kamar.
"Eh?! Ah, ya .... Ditunggu, Mas ...." Dia kaget? Respon yang enggak kusangka dari seorang ibu rumah tangga berprofesi PSK. Kukira dia terbiasa dengan hal-hal sepele seperti itu.
ns 15.158.61.39da2