Matahari pagi yang hangat baru saja menyinari kamar saat (y/n) mendengar suara berisik di dapur. (y/n) seketika membuka matanya dan langsung terkesiap seraya menoleh kearah pintu kamar. Sekelebat, Yongseung—teman semagangnya—dengan jubah tidur berwarna coklat berlari terburu-buru menuju lantai bawah. Dan tak lama kemudian terdengar suara pekikan.
"Profesor! Apa yang terjadi?!"
Mendengar hal itu (y/n) langsung melompat dari tempat tidurnya, mengambil mantelnya dan berlari menuju dapur. Asap ungu mengepul diseluruh penjuru dapur. Seorang pria tinggi berambut hitam terbatuk-batuk berusaha keluar dari kepulan asap ungu itu dengan mengibas-ngibaskan tangannya. Itu Professor Dongheon.
"Sepertinya ramuannya gagal lagi..." ujar pria itu serak.
Asap ungu itu perlahan menghilang. (y/n) mengalihkan pandangannya kearah meja dapur dan melihat sebuah kuali kecil penuh cairan berwarna ungu kehijauan berbuih yang meleber kemana-mana. Yongseung yang berdiri disebelahnya mendesah pelan.
"Ini sudah kelima kalinya, Professor. Apa Anda yakin tidak ada yang terlupakan?" tanyanya.
"Aku pikir tidak— AAAAAAAAAAAAAAAARRRGGHH!!!!"
Mereka berdua sontak kaget karena teriakan sang Professor yang kini melesat menuju meja makan.
"Akar sneezewort-ku! Akar sneezewort-ku!!" teriaknya seraya menggenggam satu ikat akar gemuk berwarna kemerahan dengan tangan gemetar. "Mengapa aku bisa melupakannya?!"
Sang Professor jatuh terduduk disamping meja makan. "Sepertinya aku tidak bisa mengirimnya besok..."
(y/n) sedikit kasihan pada gurunya. Sifat pelupa Prof. Dongheon sepertinya benar-benar parah. Sejak ia menjadi apprentice-nya, sifat ini memang sudah ada padanya tapi baru-baru ini semakin menjadi. (y/n) mengalihkan pandangannya pada Yongseung yang kini perlahan mendekati sang Profesor.
"Professor," ujar Yongseung. "Jika pekerjaan ini memberatkan, Anda bisa menyerahkannya pada kami,"
"Kami 'kan apprentice-mu, sudah menjadi kewajiban kami untuk membantu,"
(y/n) mengangguk setuju. "Pengetahuanku dalam alkemia memang belum seberapa tapi aku tahu banyak tentang tumbuh-tumbuhan, lagipula ada Yongseung yang sudah cukup berpengalaman dalam hal ramuan," ujarnya.
Prof. Dongheon terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangkat badannya untuk berdiri. "Sudah kuduga kalian akan mengatakan itu," ujarnya seraya menghela nafas keras.
"Aku tidak menyangka sifat pelupaku bisa separah ini, tapi kalau kalian ingin membantuku... Sepertinya ini sudah waktunya aku melepas kalian untuk praktek diluar,"
Dari balik jubahnya yang belepotan penuh noda ungu, ia mengeluarkan secarik perkamen yang dilipat lalu menyerahkannya pada Yongseung. "Bahan-bahan yang harus kalian cari semua tertulis disitu,"
Yongseung membuka perkamen itu dan mulai membacanya. "Dua tangkai bunga coneflower, sebongkah kacang wineberry, selembar bulu harpy, dua cakar eaglehawk..."
"Kedengarannya seperti ramuan anti-kutukan," gumam (y/n).
"Yah... sejenis itu," ujar Dongheon.
"Ini tidak semua ada di Halberdashery," gumam Yongseung. "Beberapa dari barang ini adalah barang langka, bahkan ada yang harus kita cari sendiri,"
(y/n) memiringkan kepalanya ikut membaca dan langsung terpaku pada bahan terakhir.
"Satu botol petir badai?" ujarnya kaget.
"Ya, itu juga harus didapatkan," ujar Dongheon.
(y/n) menelan ludah dengan gugup. Ia melirik Yongseung, sepertinya ia punya perasaan yang sama seperti dirinya.
"Baiklah," Yongseung melipat kembali perkamen itu. "Kami akan mencarinya,"
"Bagus," Dongheon tersenyum lalu mengeluarkan satu kantong kecil berisi uang. "Sekarang cepat kalian berbenah sebelum barang-barang ini pergi,"
"Baik," Yongseung mengambil kantong itu lalu berjalan meninggalkan dapur.
(y/n) juga meninggalkan dapur dan mengikuti Yongseung menuju tangga. "Yongseung," panggilnya. Yongseung menoleh. "Ada apa?"
"Aku... merasa tidak yakin," ujarnya. "Maksudku, bahan yang lain sepertinya bisa kita dapatkan... Tapi bagaimana dengan yang terakhir? Kau tahu resikonya kan?"
"Aku tahu," ujar Yongseung. "Tapi tidak ada salahnya 'kan? Kita tidak tahu akan seperti apa sebelum mencobanya,"
"T-tapi, aku—" kata-kata (y/n) terhenti ketika Yongseung mendekatinya dan menepuk pundaknya.
"Jangan khawatir," ujarnya. "Kita pasti bisa mendapatkan semua bahannya," Yongseung tersenyum padanya sebelum akhirnya beralih menaiki tangga.
Mendengar itu membuat (y/n) sedikit tenang. Sebagai apprentice yang belum berumur seminggu tentunya masih banyak hal yang harus dipelajari dan dicoba, dan sepertinya ini salah satu cara agar ia berkembang—meskipun itu sulit dan berbahaya.
271Please respect copyright.PENANAve8HapLu3g
271Please respect copyright.PENANAVZrtgBqIYJ