Kisah ini hanyalah hasil imajinasi penulis semata.
Jika ada kemiripan karakter ataupun kejadian maka itu adalah takdir.
Selamat datang di dunia imajinasi!
26Please respect copyright.PENANACTz9b0B1h1
Pria tua dengan wajah yang mulai keriput, mata yang harus ditunjang dengan kacamata tebal, dan bibir yang tidak pernah terlihat segar akibat nikotin itu menatap cermin. Ia menyeringai, hari ini ia harus memakai pakaian terbaiknya, ada pertemuan rutin di kantor kerajaan.
Ia adalah seorang dari tujuh orang penting di kantor kerajaan. Meskipun dengan nama yang ia punya di kerajaan, ia terkadang merasa bahwa beberapa orang kerajaan tidak menyukainya. Biarpun begitu, ia tetap menjalani 'tugas'nya dengan senang hati.
"Tuan Nolto, mobil Anda sudah siap." Salah satu pelayannya memotong kegiatannya berkaca.
"Aku ke sana sekarang."
Lelaki paruh baya yang dipanggil Tuan Nolto itu menaiki mobil pribadinya. Mobil itu keluaran tahun lalu, masih terhitung baru dan hanya sedikit yang memilikinya. Kalau bukan karena koneksinya dengan kerajaan, pasti ia tidak akan mendapatkannya dengan mudah.
Kantor kerajaan terletak di dalam pagar istana, di bangunan terdepan. Kantor itu besar, ada delapan lantai dengan interior yang megah. Semua urusan negara ada di sana. Makanya pengawalannya sangat ketat. Setiap orang harus memverifikasi sidik jari dan juga kornea matanya.
"Selamat siang, Nona Haira, aku ada rapat siang ini dengan Putri Chrysan, apakah aku harus tetap mengetes sidik jari dan kornea?" Tuan Nolto menyapa salah satu wanita yang berdiri di belakang meja lobi. Siang itu, lobi cukup ramai. Banyak orang berlalu-lalang dan mereka yang duduk.
Wanita muda dengan rambut digelung ke belakang itu menjawab tanpa senyum, "Tentu saja, Tuan. Silakan scan di sini." Katanya seraya menunjukkan alat untuk verifikasi.
Tuan Nolto tekekeh, "Aku hanya ingin mencandaimu, Nona Haira. Tentu saja aku akan melakukannya. Nah, kau puas?" Ia menekan sidik jarinya di alat itu, yang langsung berubah warna menjadi hijau, lalu memelototi alat untuk memverifikasi kornea mata, yang juga berubah menjadi hijau.
Haira mengangguk tanpa emosi, menyilakan Tuan Nolto untuk masuk.
Tuan Nolto melanjutkan langkahnya menuju kantor bidang ekonomi. Itu adalah bidangnya. Ia mengepalai urusan ekonomi di beberapa bagian negara, salah satunya di ibukota negara, Kota Autumnleaf.
Para anggota bawahannya sudah datang ketika ia membuka pintu ruang pertemuan, ia duduk di salah satu kursi, menyeringai lebar, aku belum terlambat, 'kan?
"Anda hampir terlambat, Tuan." Salah satu anggotanya memberitahu.
"Aku tahu, kau tidak usah repot mengingatkanku, Joe." Katanya seraya melirik jamnya. Duh, sejak kapan jam di tangannya terlambat tiga menit? Untung ia memutuskan tidak berlama-lama mencandai Nona Haira tadi, salah-salah ia menjadi terlambat. Alamat mendapat sindiran super dari penyelenggara rapat hari ini.
Baru saja ia pikirkan, pintu kayu terbuka, penyelenggara rapat hari ini, Putri Chrysan masuk. Wajahnya masih sama datarnya, dengan aura angkuh yang alami. Ia tidak repot-repot untuk menundukkan dagunya. Matanya menatap tegas. Tuan Nolton langsung menebak, ada sesuatu yang besar baru saja putri itu dapatkan.
Putri Chrysan duduk di kursi terujung. Di belakangnya berdiri dua orang pelayan pribadinya. Yang satu laki-laki dan yang satu perempuan. Ia mengedarkan pandangannya sekilas, mungkin mengecek kehadiran para anggota rapat. Tanpa basa-basi, ia membuka rapat itu. Pembahasan pertama adalah tentang pasar yang baru dibangun di bagian utara negara.
Di kursinya, Tuan Nolto menatap intens sembari menyembunyikan senyum. Meskipun jarang tersenyum, semua orang tidak bisa memungkiri bahwa Putri Chrysan sangat cantik. Bahkan menurutnya, wajah angkuhnya yang tanpa senyum itu jauh lebih cantik daripada wajahnya ketika tersenyum di hadapan masyarakat.
"Apakah Anda mendengarkan saya, Tuan Nolto?" Putri Chrysan menujukan pertanyaannya ke Tuan Nolto.
"Tentu saja. Anda ingin ada pemasyarakatan peraturan perihal pajak di seluruh pasar rakyat. Saya akan segera menyiapkan teksnya sesegera mungkin." Tuan Nolto menjawab tanpa ragu. Putri Chrysan mengangguk, terlihat bahwa ia bertanya untuk mengecek fokusnya.
Itu pertemuan rutin, digelar setiap lima bulan. Ada-ada saja pembahasannya, mulai dari hal-hal besar seperti berapa pengeluaran negara, ada berapa hutang yang sudah terlunasi, atau berapa pemasukan hasil dari pajak, sampai hal-hal kecil seperti berapa pangsa pasar yang berhasil dicapai pada bulan ini, sampai perihal fasilitas pasar yang butuh untuk diperbaiki.
"Ini poin terakhir di rapat kita kali ini, saya harap semuanya tetap fokus." Kata Putri Chrysan. Beberapa anggota rapat yang mulai bersandar kembali tegak.
"Siapa yang mengepalai pasar-pasar di Autumnleaf?"
Mereka saling bertatapan, masing-masing memang memegang pasar di tiap daerah negara. Tuan Nolto mengangkat suaranya, "Saya, Tuan Putri."
"Betul, Tuan Nolto. Pertanyaan saya, apakah ada sesuatu yang tidak biasa terjadi?"
Tuan Nolto menggeleng.
"Tindakan pelanggaran, misalnya? Apapun pelanggarannya."
"Tentu saja ada, terkadang ada mengeluh bahwa ia ditipu oleh rekan dagangnya, atau pedagang yang mengeluh bahwa saingannya memberi harga yang tidak masuk akal, tapi itu semua biasa, Tuan Putri. Itu bukan sesuatu yang harus saya bawa ke forum sepenting ini, bukan?"
Putri Chrysan diam. "Pelanggaran peraturan? TIdak ada?"
Tuan Nolto menggeleng.
Putri Chrysan mendengus keras. "Dengar rekaman ini baik-baik." Ia membuka sebuah rekaman suara. Itu rekaman suara pengakuan wali pasar yang ia ambil kemarin. Bahwa terjadi penarikan pajak liar di sana. Bahwa para pemegang aturan sudah disuap. Di akhir, wali pasar itu menyebutkan nama keluarga seorang pejabat besar negara, pihak yang paling mendapatkan keuntungan dari penarikan pajak liar itu.
"Anda bilang tidak ada masalah?"
Tuan Nolto tersenyum tipis sekali. Suasana ruang pertemuan yang sejak awal dingin dan tegang, menjadi semakin tegang. Putri Chrysan menatap Tuan Nolto dengan tajam. Mata-mata lain juga menatapnya, menunggu jawaban atau pembelaan apa yang akan keluar dari mulutnya.
Bibirnya agak bergetar, sebelum akhirnya menjawab, "Saya tidak tahu apa-apa, Tuan Putri."
"Anda yakin?"
Tuan Nolto mengangguk pelan. "Seperti yang kita sama-sama dengar, keluhan itu tidak keluar dari pasar, jadi bagaimana saya bisa tahu?"
"Anda tidak tahu apa-apa perihal keterhubungan keluarga ini dengan pelanggaran ini?"
Tuan Nolto lagi-lagi mengangguk. "Kalau saya tahu, saya tidak akan tinggal diam, Tuan Putri."
"Saya harap demikian."
Tuan Nolto mengangguk berusaha meyakinkan. "Anda bisa memercayai saya."
Putri Chrysan mengembuskan nafasnya keras, lalu menyenderkan badannya. "Saya rasa rapat kita sudah cukup sampai di sini. Silakan pergi."
Para anggota rapat itu berdiri, membungkuk hormat dan mulai pergi satu persatu. Putri Chrysan membalas dengan anggukan kecil.
Tuan Nolto mendekat, "Tuan Putri," katanya, Putri Chrysan kembali menegakkan punggungnya, "Ya?" Balasnya.
"Saya tidak memiliki hubungan apa-apa dengan pelanggaran itu. Sungguh, Anda bisa memercayai saya." Katanya.
"Saya akan mencaritahu lebih banyak, semoga yang Anda katakan benar begitu. Tapi ingat, jika saya mendapatkan bukti walau setitik bahwa Anda terlibat, saya adalah orang pertama yang akan mencabut Anda dari jabatan ini."
Tuan Nolto mengangguk, "Saya bersumpah hal itu tidak akan terjadi,"
Putri Chrysan mengangguk, memalingkan wajahnya.
"Tuan Putri," kata Tuan Nolto lagi.
"Ya?" Putri Chrysan menjawab, kembali menoleh.
"Bagaimana menurut Anda jika saya mentraktir makan siang? Istri saya pintar memasak, jika Anda berkenan. Atau mungkin kita bisa pergi ke salah satu restoran terbaik di ibukota?"
Putri Chrysan diam sebelum akhirnya menjawab, "Tuan Nolto, mohon untuk diingat, Anda memang pemegang kekuasaan tertinggi setelah saya, tapi itu tidak berarti Anda memiliki hak untuk melakukan itu. Ditambah dengan posisi Anda sekarang yang ambigu, saya harap Anda tidak melakukan sesuatu yang melanggar batas."
Tuan Nolto mengangguk, "Saya minta maaf, Tuan Putri, saya tidak bermaksud mengganggu."
Putri Chrysan mengangguk, "Anda harus pergi sekarang."
Tuan Nolto mengangguk, membungkuk sopan, dan keluar dari ruang pertemuan.
Putri Chrysan lagi-lagi menyenderkan punggungnya, menatap ke luar jendela seraya menghela nafas.
ns 15.158.61.11da2