Tidak seperti biasanya, sore itu pukul 4 aku baru pulang ke rumah, setelah selesai dengan urusan tanaman dan ternakku, Haris meminta tolong untuk membantunya membeli barang-barang di sekitar pasar. Saat aku masuk rumah, aku terkejut rupanya di dalam rumah tidak hanya ada ibu dan adikku. Disitu ada Mbak Rina dan Pak Dhe Darto, ayahnya. Pak Dhe Darto adalah kakak dari ibuku.
"Wah ada Mbak Rina sama Pak Dhe Darto, kapan datang ke ke desa Mbak? Sendiri atau sama suamimu? Hamilnya udah berapa bulan itu?" Cecarku pada Mbak Rina.
"Satu-satu dong Dek Wahyu kalo tanya, aku sudah sampai kemarin malam, aku diantar suamiku tapi dia langsung balik lagi ke pesantren, ini aku udah hamil 5 bulan" jawabnya.
"Mbakmu mau tinggal disini sampai lahiran katanya, atau sampai bayinya umur beberapa bulan. Soalnya dia gampang stress kalau di pesantren" ucap Pak Dhe Darto. Mbak Rina menikah dengan seorang pengurus pesantren, entah apa detail posisinya. Usia suaminya terpaut jauh dari Mbak Rina, usia suaminya mungkin sudah akhir 30an, sedangkan Mbak Rina masih berusia 19 tahun. Walaupun ia 1 tahun lebih muda dariku, namun aku memanggilnya Mbak dan ia memanggilku Dek, karena itu merupakan tradisi di daerahku untuk memanggil anak dari kakak orang tua dengan sebutan Mas atau Mbak, walaupun usianya lebih muda dari kita. Suami Mbak Rina sebenarnya memiliki istri dan seorang anak, Mbak Rina menjadi istri keduanya. Mbak Rina sejak lulus SD sudah di sekolahkan di pesantren. Sejak itulah aku jarang bertemu dengannya. Seingatku dulu saat akan berangkat ke pesantren, tubuh Mbak Rina tidak terlalu montok, namun sudah sedikit berisi, maklum masih kecil. Setiap lebaran ia pasti kembali ke kampung, dan kulihat tubuhnya yang makin berisi tiap lebaran.
"Bapak pulang dulu ya nduk. Wahyu sama Tika, Pak Dhe titip Mbakmu ya. Dia mau nginep disini, katanya dia bosen di rumah karena ga ada yang seumuran" ucap Pak Dhe Darto. Rumah Pak Dhe Darto hanya berjarak 2km dari rumahku, masih 1 desa namun beda dusun.
"Siap Pak Dhe, aku pasti jaga kak Rina kok" ucapku.
Setelah Pak Dhe Darto pulang, aku, adikku dan mbak Rina bersantai di lantai atas, sedangkan ibuku sudah sibuk sendiri di kamarnya di bawah.
"Besar banget perut Mbak Rina, anak ciapa ci iniii..." Goda adikku sambil mengelus perut besar Mbak Rina.
"Pura-pura ga tau kamu yaa, orang kamu udah tau kalau ini anaknya kakakmu si Haris tuh" jawab Mbak Rina.
"Lhoo kan aku cuma nuruti permintaan Mbak Rina aja. Juga aku kasian sama Mbak Rina, kalau ngandelin suamimu aja kamu ga bisa hamil gitu kok, kan kamu bilang kemungkinan besar dia mandul" jawabku membela diri disusul dengan tawa kami bertiga.
"Ya gimana ya, aku nikahin suamiku juga bukan karena dia kaya juga aku ga mau, ganteng juga engga, gagah juga engga. Aku cuma mau hartanya aja, aku yakin istri pertamanya juga pingin hartanya doang. Kalau kamu kan ganteng, jadi nanti anak ini kalau cowo biar ganteng kaya kamu, atau kalau cewe biar cantik kaya aku" kata Mbak Rina.
***
5 bulan sebelumnya
Saat itu sekitar 1 minggu setelah lebaran, masih banyak orang yang pulang kampung, termasuk Mbak Rina. Saat itu aku pulang lebih awal dari kebunku. Saat aku sampai rumah, rupanya disitu sudah adikku dan Mbak Rina.
"Nah itu kak Wahyu udah pulang" ucap adikku.
"Wah ada kak Rina juga, tumben amat main ke rumah, kenapa nih?" Ucapku sambil mendekat ingin bergabung bersama mereka.
"Duduknya nanti aja bisa ga? Mandi dulu sana, BAU" ucap adikku sambil mengipaskan tangannya di hidungnya.
"Idih bau katanya, biarpun bau aku tetep ganteng tau. Bentar ya Mbak Rina aku mandi dulu" jawabku kepada mereka berdua. Yang mereka balas dengan senyum ringan.
Sekitar 1 minggu yang lalu, tepatnya saat lebaran adalah pertama kalinya aku bertemu dengan Mbak Rina setelah 1 tahun tidak bertemu, karena ia hanya pulang saat lebaran saja. Ya mungkin sesekali ia menyambangi orang tuanya di kampung ini, hanya 1 atau 2 hari kemudian kembali lagi, sehingga tetap saja aku tidak bertemu dengannya.
Seusai mandi aku bergabung dengan mereka. "Ya ampun, habis mandi makin ganteng aja adek aku. Tau gitu aku nikah sama kamu aja dulu" ucapnya memujiku. Jujur aku agak salah tingkah mendengarnya. Oh ya, saat ini Mbak Rina rupanya sudah mencopot kerudungnya, padahal tadi ia masih mengenakan kerudung. Tubuh Mbak Rina tingginya sekitar 155cm, tubuhnya juga langsing namun tetap berisi, ukuran dadanya lumayan besar dan kencang. Saat itu aku baru menyadarinya, karena biasanya ia selalu mengenakan kerudung yang menutupi dadanya.
"Iya deh iya SI PALING GANTENG. Udah nikah aja deh kalian" ucap adikku dengan nada cemburu.
"Hehe ga baik tau, pamali. Apalagi ngentotin adik sendiri, behhhh" ucap Mbak Rina.
Aku tidak bisa menjawab apa-apa saat itu, dalam hatiku bertanya bagaimana bisa Mbak Rina seolah tau kalau aku pernah berhubungan badan dengan adikku? Yang paling mungkin terjadi adalah adikku telah bercerita ke Mbak Rina, atau Mbak Rina hanya bercanda saja.
"Tika udah cerita kok, dek. Tenaga aja Mbak Rina ga cepu kok, rahasia kalian bakal aman kalau...." Ucap Mbak Rina menggantung.
"Kalau apaaa mbak..." Tanyaku penasaran.
"Kalau kamu mau lakuin hal yang sama kaya yang kamu lakuin ke Tika" kata Mbak Rina. Untuk beberapa detik hanya hening yang menyelimuti ruang tamu ini sebelum akhirnya aku beranikan menjawab.
"Ah becanda mulu Mbak Rina, emang ga puas ya sama suami Mbak?" Jawabku mencoba untuk tidak terbawa perasaan, karena aku tidak ingin terlihat GeEr.
"Dek, ini beneran. Oke, soal rahasia kalian itu aman apapun keputusanmu. Tapi tentang aku minta kamu entotit aku, karena aku pingin hamil. Kamu tau, aku udah rutin berhubungan sama suamiku, aku udah ikutin kata dokter, tapi tetap nihil. Kalau bukan aku yang mandul, suamiku yang mandul. Jadi kita coba aja, kalau ga hamil ya udah, kalau hamil ya bagus" ucap Mbak Rina dengan serius. Aku terdiam cukup lama sampai akhirnya adikku berbicara.
"Udahlah kak, iyain aja. Kamu udah ngaceng kan lihat Mbak Rina. Apalagi dadanya, itu favorit kamu kan yang montok banget? Aku tau kok, kak. Udahlah kamu sama adik kandung aja mau, kok sama sepupu ga mau" ucap adikku meyakinkan.
"Ih, kelamaan deh Dek Wahyu ini" ucapnya sambil mendekatiku dan menciumi bibirku dengan sangat bernafsu. Jujur saja aku kurang bisa menikmati ciuman, mungkin karena aku tidak terlalu menyukai bau air liur. Sembari aku berciuman, adikku menutup pintu depan agar tidak terlihat dari luar.
"Mesra amat, di atas aja yuk. Disini takut dilihat orang" kata adikku. Aku dan Mbak Rina mengangguk. Aku menggendong Mbak Rina sampai di lantai atas. Aku menurunkannya di matras yang biasa aku pakai untuk sekedar rebahan. Aku langsung membuka bajunya yang berwarna coklat muda. Lalu juga bra-nya yang berwarna putih. Kemudian terlihat payudaranya yang lebih besar dari Tika dengan puting coklat tua. Aku segera menjilati dan menciuminya. Adikku rupanya ingin merasakannya juga, ia melakukan hal yang sama sepertiku. Mbak Rina rupanya juga sudah melepas celananya, sehingga aku bisa memainkan vaginanya hingga basah. Setelah sekitar 5 menit vagina Mbak Rina sudah basah. Aku langsung memasukkan penisku ke dalam vaginanya, sangat mudah sekali. Vaginanya tidak sesempit vagina Tika apalagi Annisa, namun ada sensasi tersendiri di memek ini, mungkinkah ini sensasi memek binor?
Sementara aku menggenjot memek Mbak Rina, adikku menyusui Mbak Rina dan kadang bergantian adikku yang menyusu pada Mbak Rina.
"Gila.... susunya Tika.... bisa keluar susunya, lu hamil Tik?" Tanya Mbak Rina sedikit terengah-engah. Bukannya menjawab, adikku malah melumat bibir Mbak Rina penuh nafsu. Pemandangan yang sangat indah bagiku.
"Dek..... Aku mau... Dapat...." Ucap Mbak Rina. Tak lama kemudian ia mengelijang keenakan. Kubiarkan dia menikmati sisa-sisa kenikmatan yang ia dapatkan. Sementara Mbak Rina memulihkan tenaganya, aku menyusu pada susu favoritku yaitu susu adikku.
Tak lama kemudian, Mbak Rina menyuruhku berbaring. Lalu ia langsung mengambil posisi cowboy. Mulutku tidak diam saja, memek adikku sekarang kumainkan. Sedangkan tanganku bergantian memainkan payudara kedua wanita di atasku.
Lalu aku merasakan hampir mendapat puncak kenikmatan, aku menyuruh Mbak Rina berbaring. Memek Tika sekarang digarap mulut Mbak Tika. Sembari aku menyetubuhi Mbak Rina, payudara adikku ku remas sampai air susunya menetes di tubuh Mbak Rina. Kemudian aku menjilati air susu yang menetes ke tubuh Mbak Rina sambil sesekali mencium puting susunya yang menggoda.
Tak lama kemudian, adikku mengalami squirt, disusul Mbak Rina, dan aku. Spermaku keluar sangat banyak ke vaginanya. Spermaku sampai meluber keluar saat ku cabut penisku dari vaginanya. Kami segera berpakaian sebelum ibuku pulang ke rumah.
Mbak Rina kembali lagi ke suaminya keesokan harinya.
Bersambung...
ns 15.158.61.8da2