#62141Please respect copyright.PENANAUS1ShO5Ie9
Pengalaman Pertama
2141Please respect copyright.PENANAOV7rqduBs6
Febrian sudah kelas 6 SD. Sebentar lagi ia akan beranjak ke SMP. Bapak dan ibunya meminta Febrian untuk meneruskan sekolahnya. Kedua orangtuanya tak mau Febrian seperti anak-anak di desa pada umumnya.
Rata-rata di desa itu, setelah SD sudah tidak meneruskan lagi. Itu pun tak seberapa, karena banyak juga yang berhenti sebelum tamat SD. Di desa ini, pendidikan masih belum jadi prioritas orangtua.
Orangtua banyak yang memilih mengajak anaknya bekerja di sawah ataupun di perkebunan. Hal ini guna membantu perekonomian keluarga.
Alasan lainnya, jika anak-anak melanjutkan sekolah ke SMP, maka orangtua punya beban biaya sekolah anaknya yang dinilai besar menurut mereka. Apalagi jika harus melanjutkan ke SMP harus ke desa tetangga, yang jaraknya cukup jauh.
Sugeng dan Santi merasa mampu untuk membiayai Febrian meneruskan sekolah. Keduanya juga ingin Febrian kelak mengubah nasib keluarga. Untuk itu mereka akan berjuang menyekolahkan Febrian setinggi-tingginya.
Bahkan Sugeng dan Santi akan menyekolahkan Febrian di salah satu SMP terfavorit di kecamatan tersebut. Jaraknya cukup jauh lagi, berada di pinggiran kota. Sugeng siap antar-jemput setiap hari.
Demi mewujudkan hal itu, Sugeng dan Santi mendaftarkan les pelajaran ke salah satu guru yang tinggal di sana. Guru tersebut mengajar di SD, ia sengaja didatangkan dari luar desa, melalui program Dinas Pendidikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SD tersebut.
Guru tersebut biasa dipanggil Bu Nana. Ia disediakan tempat tinggal di sana, agar tidak pulang-pergi karena akses ke desa tersebut yang jauh dan juga medannya sulit. Nana usianya tergolong masih muda, 27 tahun.
Di sini Nana mengikuti program pengabdian pendidikan. Dia mendapat honor dan tunjangan yang tak begitu besar. Namun cukup untuk membiayai hidupnya sehari-hari di desa itu.
Nana mendapat tambahan uang dari orangtua siswa-siswinya yang les private ke dirinya setiap sore. Memang tak banyak. Hanya ada 5 siswa saja yang les pada dirinya. Sekali lagi, tak banyak orangtua peduli dengan pendidikan anaknya di desa itu.
Nana adalah guru yang punya perawakan lumayan cantik. Kulitnya kuning langsat. Ia bertubuh agak kecil, dengan tinggi 151 sentimeter dan berat badan 47 kilogram. Tak jarang ia menjadi incaran godaan para lelaki di sana.
Nana sudah sekitar 2 tahun mengabdi di sana. Sesuai kontrak, ia harus mengajar di desa itu selama 3 tahun. Setelah itu akan ada evaluasi dari Dinas Pendidikan setempat, apakah ia berhak melanjutkan program itu atau tidak. Bisa saja, jika dilanjutkan, ia akan ditempatkan di desa lainnya.
Nana sendiri masih belum menikah. Ia berharap setelah selesai mengabdi di sana, akan ditempatkan di desa lainnya yang lebih dekat dengan rumahnya. Sehingga ia bisa mewujudkan keinginannya untuk menikah. Mengingat usianya sudah terbilang matang.
Setiap sore, Nana mengajar 5 anak di tempat tinggalnya. Empat anak perempuan dan satu laki-laki, dan itu adalah Febrian. Mereka mendapat pelajaran tambahan agar siap mengikuti ujian dan nilainya bagus. Seta jika ada tes saat pendaftaran masuk SMP, mereka juga bisa lolos.
Nana mengajar cukup sabar. Sehingga anak-anak sangat senang dengannya. Sebaliknya, Nana juga menyayangi kelima muridnya itu.
Setelah satu bulan lebih, mengajar anak-anak itu, Nana punya perasaan tak wajar pada Febrian. Ia punya perasaan lebih dari sekadar menyayangi pada Febrian sebagai muridnya. Meski masih anak-anak, Febrian sudah punya pesona menarik dibandingkan dengan anak laki-laki lainnya.
Nana pun kerap memberikan perhatian lebih ke Nana. Bahkan kadang, ia meminta Febrian untuk tak pulang dulu, ketika keempat murid lainnya sudah pulang. Nana memberikan pembelajaran tambahan ke Febrian.
Entah, kenapa perasaan sayang Nana ke Febrian itu begitu besar. Lebih dari sekadar hubungan guru ke murid. Ia begitu senang melihat wajah Febrian. Ia juga sangat senang ketika berduaan dengan Nana.
Ditambah lagi, Nana sudah lama menjomblo, sudah lebih dari 4 tahun. Saat di desa itu, ia juga tak dekat dengan laki-laki manapun, meski banyak yang menggoda. Ia tak punya rasa sedikitpun pada pemuda yang ia temui di desa itu.
Namun kali ini, justru hatinya jatuh pada Febrian. Anak kelas 6 SD. Sebuah rasa aneh yang tak bisa ia jelaskan.
Bahkan ketika sedang berduaan dengan Febrian, Nana suka bercanda berlebihan dengan Febrian. Ia peluk-peluk Febrian. Tentu Febrian, sangat senang dengan kasih sayang gurunya itu.
Sampai pada suatu sore, Nana ingin berbuat lebih pada Febrian. Ia peluk Febrian dari belakang.
“Febrian, belajar yang rajin. Biar dapat nilai bagus dan sekolah di SMP favorit. Sesuai harapan orangtuamu,” bisik Nana sambil mendekap Febrian.
“Iya Bu Nana, siap,” jawab Febrian.
“Bu Nana sayang banget sama Febrian. Mangkanya Febrian tak kasih pelajaran lebih kalau les,” ucap Nana.
Nana makin mendekap erat Febrian. Payudaranya sampai tergencet di punggung Febrian.
“Febrian sayang juga ke Bu Nana?” tanyanya.
“Iya bu, sayang banget,” jawab Febrian.
“Kok bisa sayang?” tanya Nana.
“Karena Bu Nana sabar ngajarnya,” jawab Febrian.
“Itu aja alasan sayangnya? Bu Nana Cantik gak?” tanya Nana.
“Iya bu,” jawab Febrian singkat.
“Febrian juga ganteng banget,” jawab Nana.
Febrian hanya diam saja, sambil senyam-senyum mendengar perkataan Nana. Setelah itu, Nana memandangi wajah Febrian dengan tajam. Febrian ikut menatapnya.
“Kalau ibu cantik dan kamu sayang ibu, kamu mau cium ibu gak?” tanya Nana.
Febrian hanya menunduk malu.
“Ya udah, kalau gitu, ibu saja yang cium kamu? gimana?” tanya Nana.
Febrian masih menunduk malu. Tak menjawab.
“Mau apa agak?” tanya Nana lagi.
Febrian tetap diam saja, tersipu malu.
Nana pun akhirnya melayangkan ciuman di pipi Febrian. Wajah Febrian jadi memerah dapat ciuman dari gurunya.
Nana kemudian mendekap tubuh Febrian, ia kembali mencium pipi Febrian. Kemudian mengecup bibirnya. Febrian hanya diam saja.
“Mau dicium lagi?” tanya Nana lagi. Febrian tetap diam.
Nana kembali mengecup bibir Febrian. Lalu ia pelan-pelan melumat bibir anak kecil itu. Nana memainkan bibirnya. Febrian pun mulai merasakan hal aneh. Antara malu dan nikmat ketika mendapat ciuman dari gurunya.
Hanya sebentar saja, Nana menyudahi aksinya.
“Febrian suka gak? Jujur? Jawab ya, jangan diam saja,” tanya Nana.
Febrian mengangguk.
“Tapi jangan bilang siapapun ya, kita melakukan ini. Ini rahasia kita. Jika sampai ada yang tahu, kita tak bisa melakukannya lagi,” ucap Nana.
“Iya bu,” jawab Febrian sambil mengangguk.
“Ya udah, kamu pulang. Besok kita lakukan lagi,” kata Nana.
Febrian pun senang, gurunya berjanji akan memberikan ciuman lagi padanya. Ia kemudian pulang ke rumah dan tak bercerita ke siapapun soal itu. ***
2141Please respect copyright.PENANAK2CGeabVjW