#72113Please respect copyright.PENANAoNPzClLmKB
Kenikmatan Setelah Hujan
2113Please respect copyright.PENANAah1AXxdUeT
Hujan deras baru selesai mengguyur desa. Sore jadi terasa lebih dingin dari biasanya. Jalanan jadi becek. Banyak genangan di sana-sana. Maklum. Pembangunan di desa itu masih minim. Jalan masih berupa tanah dengan dilapisi bebatuan kerikil agar tidak licin saat hujan.
Febrian dan kawan-kawan sedang mengikuti les privat di tempat tinggal Nana. Tak berselang lama, sesi pembelajaran telah selesai. Anak-anak bisa pulang. Namun, Nana meminta Febrian untuk tak pulang dulu. Alasan Nana di depan anak–anak lain, Febrian ada tambahan materi, karena dianggap masih belum bisa.
Anak-anak yang dengan polos, percaya saja pada gurunya. Mereka segera pulang dengan senang hati.
“Hati hati ya, habis hujan. Jalanan becek dan licin,” kata Nana.
“Iya bu,” jawab anak-anak dengan kompak.
Setelah anak-anak pergi, kini tinggal Nana dan Febrian di rumah itu. Udara dingin setelah hujan, membuat libido Nana sedikit naik. Febrian kembali akan menjadi objeknya untuk memenuhi hasratnya.
“Febrian sini ikut ibu bentar.” Ia memegang tangan Febrian dan menuntunnya, mengajak ke dalam kamar.
Febrian berdiri. Kemudian Nana jongkok di hadapannya. Sehingga posisi kepala Nana dan Febrian sejajar. Lalu memegang kedua pundak Febrian.
“Kemarin ibu janji mau cium kamu lagi, kamu masih mau?” tanyanya.
Febrian hanya mengangguk.
“Beneran?” tanya Nana lagi sambil jari telunjuknya ia taruh di bibir Febrian.
Lagi-lagi Febrian hanya mengangguk saja.
Nana pun langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Febrian. Bibirnya sudah menempel di bibir Febrian dan memberikan kecupan. Lalu Nana tersenyum ke Febrian. Senyum penuh arti di baliknya. Senyum cabul. Melihat gurunya tersenyum, ia ikut tersenyum juga.
Nana memberikan kecupan lagi dan berulang hingga tiga kali di bibir Febrian. Kemudian ia tempelkan bibirnya pada bibir Febrian beberapa detik, kemudian pelan-pelan ia gerakkan bibirinya. Bibir Febrian hanya diam saja. Febrian masih belum mengerti soal ciuman ala orang dewasa.
Nana tak peduli bibir Febrian diam saja. Karena ia sudah merasakan kehangatan di bibirnya. Ia lumat bibir anak kecil itu dengan penuh nafsu. Febrian hanya diam saja, membiarkan gurunya melakukan itu. Ia masih mengerti dan merasakan kenikmatan dari ciuman.
Beberapa saat kemudian, Nana menghentikan ciumannya. Kini ia memegang tangan kanan Febrian dan menuntunnya ke arah payudaranya sebelah kiri. Jantung Nana langsung berdebar saat tangan Febrian menyentuh payudaranya yang masih terbungkus baju dan BH.
Nana juga menuntun tangan kiri Febrian untuk memegang payudaranya sebelah kanan. Lalu Nana mengajari Febrian untuk meremas payudaranya. Jantung Nana makin berdegup kencang. Sudah lama tubuhnya tak dijamah pria.
Wajah Febrian terlihat polos dan memandangi dada gurunya. Ia menuruti apa yang dimau gurunya.
Tak berhenti sampai di situ. Nana ingin rasa yang lebih. Ia buka kancing kemeja yang dipakainya. Tiga kancing atas kemejanya sudah terlepas. Lalu ia menurunkan BHnya di bawah payudaranya. Kedua payudara Nana pun terlihat bebas oleh Febrian.
Selanjutnya, Nana kembali menuntun tangan Febrian untuk meraba payudaranya. Nana makin merasakan kenikmatan lebih. Hasratnya makin naik saat tangan Febrian menyentuh payudaranya tanpa penghalang.
Ia menuntun jemari Febrian untuk memainkan putingnya sebelah kanan dan kiri. Nana langsung menghela nafas, nafsunya terus meningkat.
“Febrian mau nyusu ke ibu?” tanya Nana.
Febrian hanya diam, tersenyum malu-malu.
“Gak apa-apa sini,” ucapnya sambil memegang kepala Febrian dan mengarahkannya ke payudaranya.
Wajah Febrian sudah di hadapan payudara kiri Nana. Hanya sejengkal saja jaraknya.
“Buka mulutnya,” pinta Nana. Febrian menurut saja. Nana kemudian kembali mendorong pelan kepala Febrian dari belakang hingga mulutnya menyentuh puting Nana.
“Ayo kenyot, seperti kamu menyusu pada ibumu,” kata Nana.
Lagi-lagi Febrian melakukan apa yang dimau gurunya itu. Mulutnya mengeyot payudara Nana yang berukutan sedang dengan puting yang berwarna kemerahan.
Nana merasakan kenikmatan lagi. Ia mau mendesah tapi menahannya.
Kini Nana meminta Febrian untuk bergantian mengeyot payudaranya sebelah kanan. Febrian terus menuruti kemauan Nana. Ia kenyot payudara Nana seperti saat menyusu pada ibunya.
Sambil menikmati apa yang dilakukan Febrian, tangan Nana kini jail menyentuh penis kecil Febrian dari balik celananya. Febrian pun sontak terkaget saat gurunya menyentuh bagian itu. Ia langsung berhenti mengenyot payudara Nana. Ia melihat ke arah Nana.
“Gak apa-apa. Ibu cuma mau pegang aja kok,” katanya.
“Ibu boleh lihat gak? katanya kamu sudah sunat. Ibu mau lihat hasilnya.” Nana memberikan alibi.
“Boleh ya?” tanya Nana. Febrian yang polos, tak bisa menolak. Ia kemudian mengangguk.
Nana pun memelorotkan celana Febrian sampai ke lutut. Dilanjut memelorotkan CD-nya juga. Kini burung kecil Febrian yang telah disunat ada di hadapan Nana.
“Bagus ya hasil sunatannya, lucu,” kata Nana, sambil kemudian memegang burung itu.
Febrian pun lagi-lagi dibikin kaget, merasa geli saat tangan gurunya menyentuh burungnya.
“Gak apa-apa, ibu cuma mau lihat aja. Kamu diam aja,” ucap Nana.
Tangan Nana terus memainkan burung kecil itu. Febrian makin merasa kegelian. Lama kelamaan tangan Nana mulai mengocok penis Febrian pelan-pelan.
Sentuhan dari Nana kini dirasakan beda oleh Febrian. Dari sebelumnya geli, kini rasanya beda, tak bisa ia ungkapkan. Ia jadi teringat saat diajari temannya ngintip perempuan mandi di sungai sambil disuruh memegangi penisnya.
Namun kali ini Febrian merasakan rasa yang berbeda, ketimbang tangannya sendiri yang memegangi burungnya. Ada rasa aneh yang didapat Febrian saat tangan gurunya memainkan burungnya.
Beberapa menit kemudian, Febrian merasakan burungnya mulai berdiri. Sama seperti saat dia bangun tidur dan menahan kencing, burungnya kerap berdiri. Febrian merasakan tubuhnya merinding.
Nana mengocok penis kecil Febrian hanya dengan menggunakan ujung jari-jarinya. Febrian makin geli, tapi secara bersamaan ada rasa lain yang masih belum bisa ia pahami.
“Enak ya?” tanya Nana dengan suara lembut, sambil tersenyum cabul.
Febrian lagi-lagi hanya mengangguk. Tak bersuara.
“Mau lebih enak lagi gak?” tanya Nana lagi, sambil tersenyum lebar ke Febrian.
Febrian hanya tersenyum. Tak mengerti maksud dari Nana, yang lebih enak lagi itu seperti apa.
“Mau apa gak?” tanya Nana lagi.
“Iya,” suara kecil keluar dari mulut Febrian sambil mengangguk.
Nana kini merunduk, mendekatkan wajahnya ke penis Febrian. Ia mulai membuka mulutnya, lalu melahap penis kecil itu. Seluruh penis Febrian langsung masuk seketika dalam mulut Nana.
Sontak Febrian langsung kaget dengan apa yang dilakukan oleh gurunya itu. Ia hanya bisa merasakan geli dan rasa lain yang belum ia rasakan sebelumnya.
Kini mulut Nana mulai mengulum pelan, penis mungil itu. Kepalanya maju mundur. Penis Febrian makin berdiri dan keras. Melihat hal itu, Nana menghentikan aksinya sejenak. Ia mendongak ke atas sambil tersenyum lebar, ingin tahu ekspresi Febrian. Ternyata ekspresinya datar saja.
“Burungmu bangun ini, enak ya?” tanya Nana.
Febrian kembali senyum malu-malu saat ditanya gitu dan menggaruk-rambutnya rambutnya.
Setelah itu, Nana menjilati penis Febrian. Lidahnya bermain mulai ujung penis Febrian. Lidah Nana seperti sedang menjilati es cream.
“Burungmu pernah ngeluarin cairan putih gak? atau mimpi ngeluarin cairan putih?” Febrian hanya menggeleng. Ia tidak mengerti apa yang maksud dari pertanyaan dari Nana.
Memang Febrian masih belum pubertas. Ia masih belum mimpi basah atau mengalami ejakulasi untuk pertama kalinya.
“Nanti kalau sudah bisa ngeluarin cairan putih, tambah enak lagi,” ujar Nana, sambil tersenyum lebar lagi.
Nana melihat ke arah jendela, ternyata hari sudah mau gelap. Sebentar lagi petang. Nana sebenarnya masih pingin berlama-lama bermain dengan Febrian. Tapi ia takut, jika Febrian pulang sampai gelap hari.
Bisa curiga nanti orangtua Febrian, anaknya kemana sampai petang. Bisa-bisa Febrian juga kena marah, karena tidak segera pulang. Sedangkan teman-teman yang lainnya sudah pulang duluan, sekitar 15 menit yang lalu.
“Udah dulu ya, kita lanjutkan besok lagi,” kata Nana.
Febrian kembali mengangguk saja.
Nana kemudian memakai kembali CD dan celana Febrian. “Jangan bilang siapa-siapa ya soal ini. Kita nanti gak bisa gini lagi kalau ada orang yang tahu,” pinta Nana.
“Iya,” suara kecil Febrian sambil mengangguk lagi.
“Kalau nanti ibu atau bapakmu tanya kok baru pulang, jawab ada tambahan les khusus buat kamu. Karena ada yang belum bisa. Oke,” ucap Nana.
“Iya bu,” jawab Febrian singkat.
Setelah Nana memakaikan CD dan celana Febrian, giliran dia merapikan BH dan kemejanya, serta kerudungnya. Setelah beres, ia mengajak Febrian keluar kamar menuju tempat belajar tadi. Ia bantu merapikan buku-buku Febrian, memasukkannya dalam tas.
Lalu Nana mengantar Febrian hingga depan rumahnya. “Hati-hati ya,” ucap Nana.
Febrian pun berjalan kaki ke arah rumahnya. Nana terus melihatnya hingga dari kejauhan, hingga Febrian menghilang di tikungan jalan.
Nana pun kembali masuk ke rumahnya. Ia tutup pintu. Kemudian tersenyum sendiri dengan apa yang terjadi barusan. Ia sangat senang, punya mainan baru sekarang. ***
2113Please respect copyright.PENANAuanYV5D1dj