Seminggu berlalu sejak kejadian malam itu Liana sedikit menjaga jarak dengan Sean. Wanita cantik itu merasa jika kejadian malam itu nyaris merusak hubungan Ibu dan anak antara dirinya dan Sean. Liana memang sempat menikmati ketika Sean menjilati vaginanya, namun berbeda jika Sean nekat menyetubuhi dirinya. Liana tidak akan mampu menanggung beban moral yang timbul setelahnya.
Satu minggu terakhir Liana memilih untuk menyibukkan diri di kantor. Berangkat lebih pagi saat Sean masih terlelap tidur dan pulang larut malam ketika putera semata wayangnya sudah berada di kamar. Sean sendiri sudah menduga jika perubahan sikap Liana yang drastis ini diakibatkan oleh tindakannya di malam itu. Alhasil Sean pun tak banyak melakukan protes, justru remaja itu merasa canggung saat menatap wajah Liana.
Hidup hanya berdua di sebuah rumah tentu jadi hal sulit jika menghindari interaksi. Di hari biasa mungkin mudah bagi Liana untuk menyibukkan diri di kantor, tapi tidak di hari libur seperti hari ini. Seperti biasa Sean sudah bersiap di ruang TV, menunggu Mamanya turun dari kamarnya. Sejak sore, Liana memang sengaja mengurung di di kamarnya. Wanita cantik itu berpikir keras untuk bisa menghindari Sean sementara waktu hingga suasana diantara mereka berdua kembali seperti semula.
TOK
TOK
TOK
Sean dikejutkan oleh bunyi ketukan pintu rumahnya. Remaja itu kemudian turun dari sofa dan berjalan menuju ruang tamu. Meskipun bingung karena tak seperti biasanya ada tamu yang datang ke rumahnya. Begitu Sean membuka pintu, seorang pria berpakaian rapi dengan setelan jas dan senyum menawan sudah berdiri di depan pintu.
“Selamat malam.” Sapa pria yang usianya sekitar 45 tahun tersebut, badannya cukup bugar apalagi tingginya nyaris 180 sentimeter.
“Malam, mau cari siapa ya?” Tanya Sean.
“Bu Liana ada? Saya Tedi, teman kerjanya. Kamu pasti Sean ya? Bu Liana sering bercerita tentangmu saat di kantor.” Pria yang mengaku bernama Tedi itu kemudian menjabat tangan Sean. Senyumnya sama sekali tak pernah pudar dari wajahnya yang bersih.
“Ada kok, silahkan masuk, biar saya panggilkan sebentar.”
“Nggak usah, kami mau pergi kok.”
Belum sempat Sean berbalik badan, suara Liana dari anak tangga terdengar sedikit lantang. Liana yang mengenakan gaun malam panjang terlihat begitu menakjubkan malam ini. Sean bahkan tak ingat kapan terakhir kalinya dia melihat Mamanya berpenampilan secantik ini. Wanita cantik itu berjalan mendekati pintu, Sean bisa mencium aroma parfum menggoda yang dipakai oleh Mamanya.
“Udah lama Mas?” Tanya Liana pada Tedi yang terlihat begitu menyukai penampilan anggun wanita cantik itu.
“Barusan nyampek kok.” Jawab Tedi masih dengan senyum mengembang di wajahnya.
“Sean, Mama pergi dulu ya. Oh iya, ini Om Tedi, kami satu kantor.”
“Kami udah kenalan kok.” Ujar Sean sedikit ketus.
“Ya udah, Mama tinggal sebentar ya. Kalo mau makan, Mama tadi udah masakin buat makan malam.”
“Oke.” Sekali lagi Sean menunjukkan ketidaksukaannya pada situasi saat ini.
Liana dan tedi kemudian melangkah keluar, di depan pagar rumah sudah terparkir mobil SUV mewah keluaran terbaru, Sean masih memperhatikan keduanya dari depan pintu. Darah mudanya mendidih saat melihat bagaimana Tedi begitu sigap membukakan pintu mobil untuk Mamanya. Pria itu melambaikan tangan pada Sean sebelum masuk ke kursi kemudi. Sean sama sekali tak menggubrisnya, begitu mobil menyala dan kemudian beranjak menjauh, Sean langsung masuk ke dalam rumah dengan penuh amarah.
BRAAAKKK!!!
Sean membanting pintu sekuat tenaga. Untuk pertama kalinya dalam hidup dia merasakan emosi meledak sedemikian rupa. Seharusnya malam ini dia bisa menghabiskan waktu bersama Liana seperti biasanya dan mungkin bisa memperbaiki hubungan mereka yang sempat renggang. Namun kehadiran Tedi merusak semuanya, bagi Sean pria yang diakui oleh Mamanya hanya sebatas teman kerja itu telah merusak kebahagiaan Sean.
“Anjing! Bangsat!!” Umpat Sean setengah berteriak.
Sean menyadari jika Liana sudah sekian lama menjanda sejak kematian Ayahnya, tak sekalipun memperkenalkan teman dekat pria padanya. Mamanya selalu sibuk bekerja dan mencurahkan perhatian pada dirinya. Lalu sekarang mendadak muncul sosok pria bernama Tedi disaat hubungan Sean dan Liana sedikit merenggang.
Lalu kenapa harus tiba-tiba seperti ini? Apakah ini karena kemarahan Liana akibat kejadian satu minggu lalu? Apakah mereka berdua berkencan malam ini? Beribu pertanyaan memenuhi isi kepala Sean tanpa ada satupun jawaban. Sean kalut, emosi, marah, dan tentu saja cemburu.
Cemburu mungkin adalah kata absurd untuk menggambarkan bagaimana perasaan Sean saat ini. Tapi melihat ke belakang bagaimana Liana dan dirinya sempat sangat dekat, bahkan Sean juga mendapat pengalaman seksual pertamanya lewat tubuh Liana, tentu kata cemburu tak terdengar asing meskipun hubungan keduanya adalah Ibu dan anak. Malam itu Sean mengurung dirinya di kamar, mengutuki harinya yang sial karena kehadiran sosok pria asing bernama Tedi.
***
“Bagaimana makanannya? Enak?” Tanya Tedi sembari menuangkan anggur ke dalam gelas di depan Liana.
“Perfect, aku baru kali pertama datang ke sini.” Ujar Liana.
“Ini dulu sebenarnya restoran milik salah satu keluargaku. Tapi setelah pandemi covid, restoran ini terpaksa dijual ke orang lain karena masalah biaya. Untungnya, pembelinya masih mempertahankan sebagian besar chef serta karyawan lama, pun begitu pula dengan resep masakannya. Jadi cita rasa makanan di sini tak banyak berubah meskipun sudah berpindah tangan.” Ujar Tedi panjang lebar menjelaskan restoran yang dipilihnya malam ini.
“Tempatnya juga tenang dan menyenangkan. Heran aja, tempat sebagus ini tapi kenapa sepi pengunjung ya?” Tanya Liana sembari menyebar pandangan matanya ke sekeliling. Di ruangan VVIP memang hanya ada dirinya dan Tedi saja, tak ada pengunjung lain.
“Hehehe, sebenarnya aku booking ruang VVIP untuk kita berdua saja malam ini.” Kata Tedi sembari meneguk anggur dari gelasnya.
“Kamu tidak perlu melakukan ini sebenarnya. Aku bisa kok makan di tempat yang biasa-biasa aja.” Ujar Liana yang ikut meneguk sedikit anggur dari gelasnya sendiri. Tedi tesenyum memandangi wajah wanita yang sejak dulu begitu dikaguminya itu.
“Aku hanya ingin menghabiskan malam spesial ini di tempat yang spesial juga.” Tedi memberanikan diri untuk menjulurkan tangannya ke depan dan meremas jemari Liana. Sayangnya Liana menghindar. Suasana jadi sedikit canggung setelah itu.
Sore tadi Liana mendadak menghubunginya dan mengajak makan malam. Sebuah momen langka bagi pria berperawakan tinggi besar itu karena sejak lama dirinya menaruh hati pada Liana. Tedi tentu saja langsung mengiyakan ajakan Liana, meskipun dalam hati bertanya-tanya kenapa wanita yang begitu dikaguminya itu tiba-tiba mengajaknya pergi malam ini.
Tedi pantas bertanya-tanya karena selama ini sudah berkali-kali dirinya mencoba mendekati Liana, tapi berkali-kali pula Liana berusaha menghindar. Tedi sempat nyaris putus asa dan memiliki kesimpulan jika Liana belum benar-benar move on setelah kematian mendiang sang suami beberapa tahun lalu. Namun kesempatan emas yang sama sekali tak pernah dibayangkan oleh Tedi sebelumnya datang sore tadi setelah Liana meneleponnya.
Berbeda dengan Tedi, makan malam kali ini adalah salah satu cara untuk menghindari Sean. Jika dia menghabiskan waku menonton film atau mengobrol dengan anak semata wayangnya iru seperti biasanya, tak menutup kemungkinan kejadian seperti satu minggu lalu akan terulang.
Sean adalah remaja yang baru mengalami pubersitas, birahinya sedang tinggi-tingginya. Satu minggu lalu bahkan Sean nyaris menyetubuhi Mamanya sendiri. Liana takut kejadian yang lebih parah akan kembali terjadi jika malam ini dia tetap berada di rumah.
Memperkenalkan Tedi pada Sean juga jadi salah satu cara Liana untuk memberi tanda jika dirinya sedang dekat dengan sosok spesial, meskipun hatinya sama sekali belum tergerak untuk terbuka bagi orang baru. Setidaknya setelah malam ini, Liana berharap agar Sean bisa membatasi perilakunya saat sedang berdua bersama dirinya.
Liana tau mungkin cara ini akan melukai perasaan Sean. Tapi Liana tak memiliki opsi lain selain melakukan langkah tegas dan terukur seperti ini, meskipun dia juga tau akan membuka peluang bagi Tedi kembali mendekatkan diri. Wanita cantik itu sudah memperhitungkan segala resiko dari keputusan tegas yang diambilnya saat ini.
“Sean udah masuk kuliah ya?” Tanya Tedi memecah keheningan di antara mereka berdua.
“Belum, mungkin tahun depan. Tahun ini dia masih ingin bebas dulu.” Jawab Liana.
“Sepertinya dia posesif banget sama kamu ya?” Liana mengrenyitkan dahi menanggapi pertanyaan Tedi.
“Posesif? Maksudnya?” Liana balik bertanya.
“Ya, dia terlihat nggak nyaman waktu pertama kali ketemu aku.”
“Oh, ya wajar sih, kan baru pertama kali juga.”
“Hehehehe, iya, namanya juga anak cowok. Sean pasti nggak mau Mamanya salah milih Papa baru.” Candaan Tedi hanya disambut senyum terpaksa dari Liana.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam ketika Tedi mengantarkan Liana kembali pulang. Keduanya menikmati “kencan” yang cukup hangat, setidaknya itulah yang dirasakan oleh Tedi. Meskipun Liana masih belum bisa menerima dirinya sepenuhnya, tapi setidaknya malam ini jadi langkah besar dalam hubungan mereka berdua.
Setelah mobil Tedi berlalu, Liana melangkah menuju pintu rumahnya. Belum sempat wanita cantik itu membuka pintu, dari dalam muncul Sean. Rupanya remaja itu masih terjaga dari tidurnya. Saat mendengar suara mesin mobil terdengar berhenti di depan rumah, Sean langsung bergegas turun dari ranjang dan memastikan jika itu adalah Mamanya.
“Loh belum tidur sayang?” Tanya Liana. Tak seperti biasanya, Sean menyambut kedatangan Liana dengan muka masam.
“Belum, aku nungguin Mama daritadi.” Ujar Sean. Liana tersenyum kemudian melangkah mendekati anak semata wayangnya itu lalu mengelus lembut rambutnya.
“Nggak perlu sebetulnya, Mama pasti pulang kok. Kami tadi cuma makan malam aja.” Ujar Liana.
“Aku nggak suka liat Mama deket-deket sama Om-Om tadi.” Kata Sean tanpa basa-basi. Liana tau cepat atau lambat akan mendengar ini dari bibir Sean.
“Sean, Mama juga butuh temen ngobrol.”
“Memangnya Sean aja nggak cukup ya?” Suara Sean sedikit meninggi.
“Sayang, kamu tau maksud Mama apa.” Liana berusaha tak ikut terpancing, sebisa mungkin dia berusaha memberi penjelasan pada Sean.
“Nggak! Sean nggak ngerti maksud Mama apa! Dulu Mama janji kalo kita bisa jadi teman dekat, kita sama-sama saling membutuhkan! Lalu kenapa sekarang Mama bawa laki-laki lain ke sini?”
“Mama ngerti, tapi kita nggak bisa melebihi batas. Kita ini Ibu dan anak Sean, Mama sadar beberapa hari lalu hubungan kita sudah melampaui batas, kita nggak boleh nglakuin itu Sean.” Ada getar sekaligus getir dalam kalimat yang terucap dari bibir Liana.
“Melampaui batas kayak gimana? Jadi Mama udah nggak mau dekat sama Sean lagi?!” Suara Sean makin meninggi, dia tak siap mendengar penolakan dari Liana.
“Sean! Kita Ibu dan anak! Mama sayang sama kamu tapi Mama nggak bisa kalo sampai kamu menyentuh tubuh Mama!”
Suasana mendadak menjadi hening. Keduanya hanya saling menatap tajam. Untuk pertama kalinya Sean merasakan sakitnya patah hati, sementara bagi Liana ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan kegilaan yang sempat dia lakukan bersama anak semata wayangnya. Tanpa berbicara, Sean berbalik badan dan langsung pergi meninggalkan Liana di depan pintu. Remaja itu tak ingin Mamanya melihat dirinya menangis.
582Please respect copyright.PENANApdI3kP8fbN
BERSAMBUNG
ns 15.158.61.5da2