Keesokan paginya Sean melihat Mamanya sedang duduk di dapur sambil meminum secangkir kopi. Ada keheningan yang sangat tidak nyaman saat dia mengambil secangkir kopi dan ikut duduk. Cahaya hari yang baru membuat segalanya tampak berbeda. Liana dan Sean saling menyalahkan diri mereka sendiri atas apa yang telah terjadi semalam.
"Mama..."
"Sean..." mereka berdua berbicara pada saat bersamaan, keduanya lalu tertawa dengan gugup.
"Maafin Sean ya Ma…" Kata Sean membuka percakapan.
"Sean, apa yang terjadi semalam adalah..." Liana berjuang dengan kata-katanya.
"Ma…." Sean memotong.
"Maafkan Sean, tadi malam Sean udah keterlaluan." Lanjut Sean, benaknya sudah menunggu ledakan kemarahan Mamanya, namun Liana justru menatapnya dengan heran.
"Mama yang salah Sean, semalam Mama tak bisa mengontrol diri." Liana berbohong.
"Seharusnya Mama tidak minum terlalu banyak." Lanjutnya lagi. Secercah harapan itu kembali datang dalam diri Sean.
"Bisakah... bisakah kita... kita kencan lagi Ma?" Sean bertanya penuh harap.
"Mama rasa itu bukan ide yang bagus."
"Sudah kuduga akan seperti ini!" kata Sean dengan nada marah. Akan tetapi, dia marah pada dirinya sendiri. Sean bangkit dari meja dengan wajah mengeras dan bergegas keluar dari ruangan meninggalkan Liana
"Sean!" Liana berteriak memanggilnya. Namun, Sean bergeming dan tetap melangkah pergi. Sekarang Liana merasa patah hati. Dialah yang telah mengacaukan semuanya, pikirnya sambil air matanya mulai mengalir.
4589Please respect copyright.PENANAFkuoa0mRoR
***
4589Please respect copyright.PENANAj3e57T46Wa
Malam harinya, Liana mengetuk pintu kamar Sean. Wanita cantik itu mendorong pintu dengan lembut ketika mendengar Sean menyuruhnya masuk. Sean sedang berbaring di tempat tidur sambil melihat layar ponselnya.
"Sean, Mama mau ngomong, boleh?" Tanya Liana sambil duduk di tepi ranjang, wajahnya tegang karena emosi yang terselubung.
"Ya Ma, ada apa?" Jawab Sean santai, remaja tanggung itu berguling dan menatap langit-langit kamar dengan kedua tangannya di belakang kepala. Sean berusaha untuk mengacuhkan kehadiran mamanya.
"Maafkan Mama Sean, maafkan Mama tentang... tentang semuanya…" Liana berjuang dengan kata-katanya.
"Semalam adalah kesalahan Mama sepenuhnya, Mama yang memberi ide untuk kencan. Kita berdua kesepian, kita berdua sangat merindukan Papa..." Liana berhenti berbicara karena suaranya tercekat. Kemudian dia mulai terisak.
Sean duduk dengan cepat dan mendekat ke arah Mamanya. Perlahan pemuda itu merangkul Mamanya dan menariknya ke dadanya, air mata mengalir di pipi Liana. Meskipun Liana merasakan kenyamanan dalam pelukan sang anak, justru itu yang membuatnya terisak lebih keras lagi.
Semua emosi yang terpendam seakan keluar begitu saja. Dua tahun kesepian, pekerjaan baru, berjuang untuk keluarga dan sekarang ini. Semua itu terlalu berat. Sean memeluk tubuh Liana cukup lama hingga isak tangisnya mereda.
"Mama, aku sangat mencintaimu…" Kata Sean dengan tulus. Liana duduk kembali dan mengeringkan matanya.
"Mama juga merasakan hal yang sama sepertimu. Kita saling membutuhkan, mungkin lebih dari sebelumnya."
"Bisakah kita saling jujur satu sama lain sebentar saja?" Sean bertanya, bersikap lebih dewasa daripada yang dia rasakan.
"Tentu saja Sean! Kita harus jujur satu sama lain." Liana bertanya-tanya apa yang dimaksud Sean.
"Mama adalah wanita tercantik yang pernah Sean temui selama ini…” Sean berusaha keras untuk tidak gagap.
"Kemarin malam Sean seperti itu karena…karena Sean terangsang…” Sean begitu gugup.
Liana menatapnya dengan alis terangkat lalu sebuah senyuman muncul di bibirnya. Tiba-tiba, mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Mereka tertawa begitu keras hingga hampir terjatuh dari tempat tidur. Situasi sekarang tampak begitu konyol. Mereka membuat masalah besar dari hal yang tidak penting. Ketika mereka telah menenangkan diri, Liana menoleh ke arah Sean dan berkata,
"Kamu boleh mengajak Mama berkencan kapan saja kamu mau." Lalu dia mencium bibir Sean sebentar.
"Hah? Beneran Mah? Kapanpun?” Tanya Sean penuh harap.
"Yup, kapanpun Sean mau." Balas Liana, Sean menghela napas lega. Semuanya akan baik-baik saja mulai saat ini.
4589Please respect copyright.PENANAY6MoRdBj9A
***
4589Please respect copyright.PENANAfoPKjGoEs7
Satu hari kemudian, Sean berada di rumah sendirian, Liana masih di kantor. Badannya cukup lelah setelah seharian membersihkan halaman rumah dan merapikan rumput di taman, jadi dia memutuskan untuk segera mandi sambil menunggu Mamanya pulang. Sean masuk ke kamar mandi, membiarkan pintunya terbuka sembarangan setelah melepas semua pakaiannya hingga telanjang bulat. Sean lalu melangkah ke bilik pancuran air yang terbuat dari kaca bening.
Remaja itu menyalakan shower, tubuhnya menggigil saat air dingin menerpanya. Guyuran air segar jadi pelepas lelah mujarab baginya. Saat Sean mulai menyabuni tubuhnya, dia mulai memikirkan Liana. Tiba-tiba, ia merasa sangat bergairah. Sean menuangkan sabun cair ke telapak tangannya, pelan tapi pasti tangan Sean mulai menyasar batangnya yang panjang, mengurutnya secara perlahan hingga membuat busa di sana.
Matanya terpejam saat dia bersandar di tembok kamar mandi, bayangan wajah cantik Liana menari-nari erotis di benaknya. Sean kembali mengulang memori saat berada di bioskop bersama Mamanya tempo hari. Waktu itu kurang sedikita saja dia bisa merasakan lembut dan empuknya payudara Liana. Andai saja film yang terputar selesai lebih lama mungkin saja Sean sudah berhasil meremasi payudara Mamanya. Penyesalan yang membuat fantasi Sean pada tubuh Liana makin menjadi.
Tanpa disadari oleh Sean, rupanya Liana memutuskan untuk pulang lebih cepat hari ini. Setelah memakirkan mobil di garasi, wanita bertubuh sexy itu langsung masuk ke dalam rumah. Melihat keadaan rumah yang sepi, Liana beberapa kali memanggil Sean namun tak ada sahutan. Sean masih terlalu asyik dengan kegiatannya di kamar mandi. Liana kemudian melangkah menuju kamarnya di lantai dua.
Saat berjalan menyusuri lorong, dia berbalik karena melihat pintu kamar mandi yang terbuka. Liana berhenti karena terkejut. Matanya membesar seperti piring ketika dia melihat Sean berada di bawah shower dengan tubuh telanjang bulat. Liana bisa menyaksikan bagaimana mata Sean terpejam dan tangan puteranya itu mengocok batang penis terpanjang yang pernah dilihatnya. Meskipun Liana tak memiliki banyak perbandingan, dia tahu itu jauh lebih panjang dan besar dibanding milik mendiang suaminya.
Liana menggelengkan kepala beberapa kali, dan mencoba untuk segera pergi tapi kakinya tidak mau bergerak. Liana merasakan merasakan sensasi aneh saat menyaksikan Sean melakukan masturbasi, pangkal pahanya bergetar membayangkan semua hal mesum ketika anak semata wayangnya itu mengurut batang penisnya sendiri.
"Ohhhh enak banget…"
Desah Sean seraya terus menggerakkan tangan naik turun pada batang penisnya. Nafasnya terengah-engah saat klimaks sudah nyaris di ujung tanduk. Sean makin gelisah, pun begitu pula dengan Liana yang seolah terpaku menatap perbuatan cabul Sean.
"Oh ya Mah! Hisap kontolku Ma!" Erangnya. Liana terperanjat, di tak menduga Sean akan menyebut namanya di tengah kegiatan masturbasi.
Gerak tangan Sean makin cepat dan keras, remaja itu merasakan penis panjangnya mulai berdenyut-denyut menahan ejakulasi yang sebentar lagi akan datang. Busa putih dari sabun makin banyak di sekujur batang berotot itu, Liana yang berdiri tak jauh dari sana hanya bisa menelan ludahnya berkali-kali menyaksikan Sean menjemput kenikmatan atas tindakan tangannya sendiri.
Liana juga dapat merasakan bibir kemaluannya ikut berdenyut, bahkan kini juga terasa begitu lembab cenderung becek. Satu tangan tanpa sadar bergerak ke payudaranya, Liana mulai meremasnya saat pandangan matanya menyasar batang penis Sean yang mencuat tegang.
Hingga beberapa saat kemudian cairan kental putih muncrat dari lubang kencing Sean. Nafas remaja tampan itu makin terengah-engah dengan kedua mata terpejam, dia sama sekali belum menyadari jika Mamanya sedang menatap kegiatan masturbasinya sedari tadi.
Setelah puas menuntaskan hajat seksualitasnya perlahan mata Sean kembali terbuka. Celakanya saat itu pula dia bisa melihat kehadiran Liana di depan pintu kamar mandi yang terbuka. Sean bahkan masih memegangi kemaluannya, sementara Liana hanya berdiri mematung selama beberapa detik. Saat kesadaran mereka berdua telah kembali, buru-buru Sean menutup pintu kamar mandi tanpa mengucap satu katapun.
4589Please respect copyright.PENANAUlRbpNeRCW
***
4589Please respect copyright.PENANAQijqEnevGl
Satu jam kemudian, Sean turun ke dapur untuk makan malam. Situasi kembali canggung saat di dapur dia bertemu dengan Liana yang menyiapkan makanan. Sean merasa begitu bodoh dan malu karena tadi terpergok tengah melakukan masturbasi. Dalam hatinya Sean ingin sekali makan di kamar saja tanpa perlu melihat wajah Liana.
Tanpa disadari Sean, Liana juga merasa sangat malu karena telah menyaksikan putera semata wayangnya onani. Namun begitu, Liana sadar bahwa apa yang dilakukan Sean adalah hal yang normal untuk remaja seusianya. Satu-satunya hal yang mengganggu pikiran Liana saat ini adalah tadi dia mendengar bagaimana Sean menyebut namanya saat melakukan masturbasi. Mendengarnya saja membuat dada wanita cantik itu berdesir kencang.
"Hai sayang. Makan malam akan siap sebentar lagi." Senyum kaku di wajah Liana menyiratkan kekacauan di dalam dirinya.
Tak ada percakapan diantara mereka berdua, Sean memilih untuk duduk di kursi meja makan sambil berpura-pura memainkan ponsel. Liana seskali melirik puteranya itu, dalam hatinya dia begitu mengagumi ketampanan Sean, tapi bukan hanya itu saja, Liana juga kembali teringat bagaimana bentuk dan ukuran batang penis anak kandungnya sendiri.
"Jadi apa yang akan kita lakukan malam ini?" Tanya Liana sambil meletakkan piring berisi lauk pauk di atas meja makan.
"Nonton netflix mungkin?” Jawab Sean sambil berusaha menghilangkan rasa canggungnya di hadapan Liana.
"Hmmm, sepertinya mengasyikkan.” Sahut Liana.
Keheningan kembali tercipta di ruang makan, Ibu dan anak itu seolah disibukkan dengan urusan mengenyangkan perut saja. Liana tau kekakuan ini terjadi karena insiden sore tadi, maka tak ada pilihan lain baginya untuk menjadikan ketidaksengajaan itu sebagai sebuah gurauan. Liana tak mau anak semata wayangnya kembali larut dalam ketidakpercayaan diri lagi.
"Jadi, bagaimana mandimu tadi?" Senyum mengembang di wajah Liana, seolah sedang menggoda Sean.
"Hah!" Sean tak bisa menyembunyikan keterkejutannya diberi pertanyaan menohok seperti itu.
"Mama minta maaf ya, tadi nggak sengaja lihat kamu mandi, lagipula kenapa nggak ditutup sih pintunya?”
"Eh..I-Itu…A-Anu..Sean lu-lupa Ma…" Sean tergagap.
"Sean…Apa yang kamu lakukan tadi adalah hal yang sangat normal. Mama nggak marah kok, jadi kamu nggak perlu malu lagi mulai sekarang.” Liana berusaha sebaik mungkin agar Sean tak memikirkan kejadian sore tadi.
"Maafin Sean Ma…Seharusnya tadi Sean nutup pintu kamar mandi."
"Udah jangan dipikirin lagi, ini kan rumah kita, kamu bisa bebas nglakuin apa aja di sini." kata Liana.
"Oh ya Sean, kamu tadi habis coli nggak lupa bersihin lantai kamar mandi kan? Pejumu keluar banyak banget kan tadi? Hahahahah!” Ledek Liana.
"Mama!!!" Wajah Sean bak kepiting rebus yang memerah karena malu.
"Hanya memastikan saja sayang, hihihihi.”
4589Please respect copyright.PENANA4WAGauTkU2
BERSAMBUNG4589Please respect copyright.PENANAFacGhvWM7h
Cerita "MAMA DAN CINTA PERTAMA" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DISINI4589Please respect copyright.PENANAABAp3GFuxE