"Sye!! Buruan udah di tungguin sama Angka tuh! Lama banget sih Sye!" Anastasia-kakak dari seorang bernama Haisye-berteriak dari lantai bawah meneriaki gadis bernama Haisye yang hanya menyahut dengan kata-kata "Iya." , "Sebentar lagi! Waktunya masih lama juga!" Dan beberapa kata lain yang menyuruh kakaknya untuk lebih santai.
"Kamu tuh ngapain sih di atas sana? Tidur atau siapa-siap? Lama banget!" omel Anastasia saat melihat Haisye turun dengan masih sibuk menguncir sebelah rambutnya.
"Ih Kakak, mah. Sabar dikit kenapa sih, Angka aja santai kenapa jadi Kakak yang riweh, sih?" Cibir Haisye cemberut, kemudian ia menatap Angkasa yang hanya tersenyum saja.
"Udah, sana berangkat. Telat baru tahu rasa. Dasar lelet." omel Anastasia menyuruh adik semata wayangnya itu untuk segera berangkat.
"Angka, gue titip adik bingal gue ini ya, kalau nakal lempar aja dia ke empang!" ucap Anastasia pada Angkasa yang di tanggapi dengan hormat diikuti senyum manis sambil menjawab, "Siap Kak! Laksanakan!"
"Apaan sih! Emang gue bocah TK?! Au ah, udah berangkat-berangkat!" Ucap Haisye menepuk helm Angkasa menyuruhnya untuk segera berangkat dari pada menanggapi kakaknya yang suka sekali mengusilinya.
"Kenapa sih, Sye. Sensi banget sama Kak Ana?"
"Diem deh, Kakak nyebelin kayak gitu! Lo juga, malah ngikut aja apa yang dia bilang." sungut Haisye masih sebel.
"Lucu tahu." jawab Angkasa menahan tawa.
"Apaan kayak gitu lucu?" cibir Haisye.
Tak lama mereka pun sampai di sekolah, beberapa murid sempat memperhatikan mereka berdua, namun Haisye dan angkasa bertingkah cuek dan biasa saja. Tidak heran dengan pandangan semua siswa-siswi SMA Cakrawala.
Mereka berdua memang terkenal sebagai dua sahabat sejak bayi. Selalu sekolah di tempat yang sama, pergi ke mana pun bersama, bahkan mereka berada di kelas yang sama. Untuk orang yang baru pertama kali melihat mereka, bisa saja mengira bahwa mereka adalah sepasang kekasih.
Tetapi, nyatanya tidak. Mereka hanya dua sahabat yang kelewat dekat. Angkasa dikenal dengan wajah super tampan dan prestasi atletiknya yang luar biasa, jago hampir di semua bidang olahraga selain sepak bola, tidak perlu diragukan lagi kalau tubuhnya tinggi menjulang. Sedangkan Haisye gadis mungil dengan wajah imut itu tidak seimut yang terlihat, Haisye sedikit tomboy, cuek dan sedikit tidak santai. Berbanding terbalik dengan Angkasa, Haisye punya lebih banyak prestasi akademik dan buruk sekali dalam olahraga. Angkasa memang tidak bodoh banget soal akademik tetapi tidak sepandai Haisye.
Karena hal itulah mereka di anggap saling melengkapi. Haisye dengan nilai akademik super bagus dan Angkasa dengan nilai olahraga yang kelewat sempurna.
Mereka pun berjalan memasuki kelas mereka dan duduk di tempat mereka masing-masing. Di dalam kelas sudah ramai dan beberapa ada yang sedang belajar dadakan alias menyalin buku pr atau catatan yang tertinggal.
Haisye cuma memperhatikan sekilas lalu menoleh ke kursi di sampingnya yang sudah terisi oleh gadis berambut sebahu dan wajah yang hampir datar. Geraldif. Itulah nama gadis yang sedang bercemin di sebuah cermin kecil yang ia pegang.
"Lo kenapa Dif?"
"Nggak, penasaran aja, kenapa cewek-cewek kok suka sih mandangin mukanya sendiri di cermin selama berjam-jam dan... nggak ada yang berubah dari mukanya gitu." ucap Geraldif dengan suara datar.
Haisye menatap Geraldif sambil berkacak pinggang, "Emang lo bukan cewek Dif?"
"Obviously, gue emang cewek. Tapi nggak suka yang kayak gitu." jelas Geraldif.
"Terus?" Haisye masih memasang ekspresi yang sama. Datar.
"Ya, obviously! Gak ada yang berubah dari muka gue mau dipandang berapa kali pun... jadi nggak ngaruh sama gue." Geraldif pun meletakkan cermin kecil itu dan mulai membuka bukunya sendiri.
"Yaelah. Udah tahu begitu masih aja di coba." cibir Haisye pelan. "Persepsi orang kan beda-beda, Dif." Haisye menggeleng pelan melihat Geraldif yang masih terlihat tidak puas.
Saat jam istirahat, Haisye sedang ngobrol berdua dengan Geraldif di kelas, di sana ada beberapa murid yang juga masih sibuk berdandan sebelum ke kantin, juga ada yang hanya gabut keliling kelas atau bermain game di kelas.
Tiba-tiba, Haisye dan Gelardif di kejutkan dengan jajanan kantin yang menumpuk di meja mereka. Beberapa teman sekelas mereka juga kaget melihatnya.
"Angka?!" Pekik Haisye kaget.
"Kalian kalau udah ngegosip lupa makan ya? Nih gue beliin makanan, buruan di makan sebelum jam istirahat selesai." Ucap Angkasa santai, tidak memperdulikan teriakan Haisye yang sering sekali dia dengar.
"Gila, enggak. Sebanyak ini lo suruh gue makan?" Haisye menunjuk berbagai jenis jajanan seperti; roti melon, snack berbagai rasa, permen, susu pisang, susu strobery, cokelat silverking, dan kuaci.
Ini sih, stok cemilan selama 3 hari. Bukan makan siang! Kenapa Angkasa beli banyak sekali?!
Semua temannya yang berada di kelas itu ternganga, bagaimana bisa Angkasa membeli semua makanan itu untuk Haisye? Sebenarnya ini bukan kali pertama mereka melihat hal aneh begitu, tetapi tetap saja membuat mereka selalu kaget saat melihatnya.
"Udah, Sye. Tenang ada gue yang bakal bantuin lo makan. Makasih loh, Ka." Geraldif langsung mencomot snack jagung dan kuaci.
Sadar tidak sadar mereka menjadi pusat perhatian siswa satu kelas. Meski begitu, Haisye maupun Angkasa tidak perduli dengan tanggapan orang. Mereka sudah terbiasa dengan hal itu.
Melihat ada banyak sekali makanan. Haisye menggeleng sebentar lalu membuka tasnya kemudian memasukkan hampir semua makanan itu kedalam tasnya, terutama cokelat silverking nya. Dia hanya menyisakan roti melon dan susu rasa pisang nya.
"Kok di masukin semua sih, Sye!" Protes Geraldif dan Angkasa hampir bersamaan.
"Buat cemilan nonton drakor nanti di rumah! Lagian, mana bisa gue ngabisin semuanya?!"
"Kan ada gue, Sye!" Protes Geraldif.
"Padahal nanti di rumah, gue bisa beliin lagi." Ucap Angkasa datar.
"NO. Angka nanti gue gendut, ih! Ini aja buat cemilan di rumah. No boros, angka!" Omel Haisye menjewer pelan telinga Angkasa lalu mulai memakan rotinya.
-------
ns 18.68.41.146da2