Hari baru, lembaran yang baru. Mereka memulai kegiatan sehari-hari tak sosok Jaswan. Mereka mencoba kuat dengan keadaan. Saling bahu-membahu.
Kemarin memang seperti mimpi, tetapi mau dikata pun itu adalah sebuah kenyataan pahit. Namun, lagi-lagi masalah menghampiri mereka. Seperti siang ini.
"Bagaimana? Aku tidak bisa bekerja lagi, bahkan aku dan Gea mencari pekerjaan lain pun mereka menolak?" Seema langsung memberitahu hal yang ia alami. Saat diberhentikan bekerja ladahal mereka berdua sudah sangat semangat kerja.
Saat pulang ke rumah mereka langsung disambut Theon dan Genio di meja makan.
"Kami juga, tiba-tiba disuruh pulang. Paman Sach juga tak membantu, dia hanya diam melanjutkan pekerjaanya," kata Genio menatap mereka berdua menghampiri meja makan.
"Aku benar-benar heran. Mengapa orang desa menuduh kita. Memangnya kita salah apa? Yang mencari jamur pun buka hanya kita saja ada yang lainnya." Theon menatap gelas kosong dengan kesal dan penuh tanya.
"Barangkali ada yang tak menyukai kita," ujar Gea yang ikut menimbrung obrolan.
Mereka benar-benar tak tahu ada apa yang sebenarnya terjadi. Di tengah-tengah keheningan yang tak bertahan lama karena suara tangisan dari luar, membuat mereka menengok ke arah pintu masuk. Lantas melihat Nora yang menangis, di tuntun oleh Meldina yang terus mengusap-ngusap puncak kepala putri bungsunya.
Theon langsung berdiri dari duduknya. "Apa yang telah terjadi?"
Meldina tak segera menjawab ia mendudukan dulu Nora yang langsung dihampiri Seema dan Gea.
"Ada yang memarahinya karena telat beberapa menit mengantarkan roti. Nora diberhentikan karena permintaan pelanggan itu."
"Hanya lima menit, itu juga bukan salahku, orang yang membuat rotinya yang melakukan kesalahan sehingga harus membuat ulang," timpal Nora yang sesegukan menangis. Tangannya terus mengusap air mata yang tak kunjung berhenti.
"Ah! Mereka semua kenapa? Kenapa ini tiba-tiba?" Theon emosi dan sangat kesal dengan hal yang menimpanya selalu tiba-tiba.
Sayangnya, Meldina juga tak tahu dia hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan si sulung.
Semuanya kini berkumpul di meja makan. Kebetulan waktu jam makan siang. Seema dan Gea cekatan membantu Meldina menyiapkan makanan yang seadanya, yang terpenting cukup untuk semuanya.
Saat makan, Genio seperti biasa yang paling lahap. Sedangkan yang lainnya seperti enggan. Apalagi Meldina yang seperti ada sesuatu disembunyikan. Awalnya memang menunjukan gerak-gerik seperti biasa. Namun, entah sendokan ke berapa ia mulai terdiam dan terbengong.
"Ibu, ada apa? Tak biasanya," ujar Gea tiba-tiba. Membuat yang lain ikut menatap ke arah Meldina.
Meldina yang terciduk langsung membenarkan posisi duduknya dan tersenyum. "Ah, tidak ada. Ayo lanjutkan lagi." Lantas kembali menyendokkan makanannya.
Sayangnya, Meldina tak pandai berbohong membuat Seema tambah curiga. "Bicaralah ibu, jangan dipendam."
Hening, Meldina diam tak menjawab.
"Ibu." Theon memanggilnya dengan lembut membuat dia mendongak menatap wajah si sulung.
Ia menghela napas dan memegang kuat-kuat sendoknya. "Ibu diberhentikan bekerja, karena selalu membuat salah,"ucapnya dengan enggan tak enggan. Meldina takut sebenarnya jika harus menambah beban ke anak-anaknya.
Mendengar penuturan tersebut mereka akhirnya tahu apa yang Meldina sembunyikan. Theon, Seema, dan Gea hanya menghela napas pelan.
Keheningan kembali menghampiri. Sampai seseorang berkata yang langsung membuat mereka cukup terkejut dan rasa tak rela bagi seseorang.
"Baiklah, ini sudah waktunya aku pergi merantau untuk bekerja. Aku adalah laki-laki, anak tertua dan umurku sudah dua puluh tahun. Jadi, ibu restui aku pergi, " ujarnya tanpa ada keraguan, lagipula Theon sudah memikirkan ini jauh-jauh hari sebelumya. Sebab ia tahu jika mempunyai tanggung jawab yang besar.
"Tapi ...." Meldina sangat merasa keberatan. Belum saja ia menyelesaikan perkataanya. Seema menyerobot.
"Aku juga ibu. Aku mau mencari kerja di kota."
"Tidak! Kau di sini saja," timpal Theon yang tak menyetujui hal itu.
"Kita semua saja pergi ke kota!" seru Genio tiba-tiba setelah ia menghabuskan makanannya.
Nora yang sudah tenang merasa kesal mendengan ucapan kakaknya yang satu ini. "Apa kau bilang? Kau sangat ingin meninggalkan ibu."
"Lebih baik kau saja yang pergi," tambahnya dengan nada yang masih kesal.
Terjadilah debat di antara mereka. Gea sendiri diam, menghabiskan makananya dan mencoba tenang. Pikirannya kini ada yang menggangu. Tadinya ia ingin menceritakan hal itu, tetapi melihat keadaan seperti ini ia urungkan. Pikirnya, nanti saja. Masih ada waktu juga. Ya, setidaknya untuk sekarang.
****
Angin bertiup kencang, membawa dedaunan yang gugur. Pohon biru bercahaya di tanah nan gersang. Dara di tanah, ada di mana-mana. Lalu mayat ikut tergeletak banyak.
"Di mana ini?"
Angin bertiup lagi, ada yang melintas di atas dengan api di mana-mana. Membuat mata terpejam dan rasa panas yang tiba-tiba terasa.
Mata terbuka, raga sudah di pinggir tebing. Tangan muncul di balik kegelapan dan langsung meluncur ke bawah.
Dan ....
"Hah!" Gea tersentak bangun dengan napas tersenggal dan keringat yang becucuran. Seema di sampingnya langsung ikut terbangun.
"Hei ada apa?" tanya Seema yang terkejut dan khawatir menjadi satu.
Gea hanya menggeleng. "Tidak, aku hanya bermimpi buruk." Lantas ia langsung mengambil posisi tidur yang menyamping, membelakangi Seema.
Tidak terlalu memikirkan hal itu, Seema hanya mengedikan bahunya. Lalu mengikuti Gea, tidur kembali.
'Kenapa ini seperti nyata?' Pikir Gea sambil menggigit jari. Ke tiga kalinya ia bermimpi didorong ke jurang. Hanya saja kali ini cukup berbeda dan sedikit panjang.
310Please respect copyright.PENANAiprgTiLs6j
310Please respect copyright.PENANAnVG5oAlhyh
310Please respect copyright.PENANACOhIXPS8Zj
310Please respect copyright.PENANAQMZ2YXWgIs
310Please respect copyright.PENANA1VClB5zWkb
310Please respect copyright.PENANAlAdE1yyCLB
310Please respect copyright.PENANAzGHvBODkGY
310Please respect copyright.PENANAA9PpSvZPcy
310Please respect copyright.PENANAepp9W1F6tp
310Please respect copyright.PENANAf4Aob2TaHW
310Please respect copyright.PENANAyj4WYgojqX
310Please respect copyright.PENANAJspBp8Rpbx
310Please respect copyright.PENANAFPv5WX2YmH
310Please respect copyright.PENANAZtdvGSWUCj
310Please respect copyright.PENANAndHgahmVVq
310Please respect copyright.PENANAr8TWRe1Kxy
310Please respect copyright.PENANAu4GN562yDw
310Please respect copyright.PENANAYXen4gbnPu
310Please respect copyright.PENANAYHZzFV9BWH
310Please respect copyright.PENANAnnWwqcZRVh
310Please respect copyright.PENANAGmsPVlUuoQ
310Please respect copyright.PENANAMwM6u9LQBr
310Please respect copyright.PENANAjNpUZKyrPJ
310Please respect copyright.PENANAceKz4edgpp
310Please respect copyright.PENANAyUT1j4olbC
310Please respect copyright.PENANASTI6zqB6ht
310Please respect copyright.PENANAskbJEWPW4M
310Please respect copyright.PENANAm6Ggg44kuV
310Please respect copyright.PENANAXdPM9q2Ln5
310Please respect copyright.PENANAth1LfGweOg
310Please respect copyright.PENANAKT8VpjrwgP
310Please respect copyright.PENANAKD4yagdHyG
310Please respect copyright.PENANADZxtEXnzKD
310Please respect copyright.PENANAqujV79GgKH
310Please respect copyright.PENANAUF1sr1wEdi
310Please respect copyright.PENANAOoqwb6K8QP
310Please respect copyright.PENANAY83QwfZp5h
310Please respect copyright.PENANADdkjS3JM7W
310Please respect copyright.PENANAQAWYAzBnlY
310Please respect copyright.PENANANjmF0K4EKe
310Please respect copyright.PENANAtyDMo2UTJv
310Please respect copyright.PENANA93DcFM3Psw
310Please respect copyright.PENANAclN00jrfj5
****310Please respect copyright.PENANANWDInkPuZr
310Please respect copyright.PENANAyocvo0WLf8