***
"Lari!"
"Yang kalah jatah makannya diambil." Seorang pemuda berteriak dengan girang.
Perkataannya langsung disambut oleh ke empat saudaranya, yang berlari tak kalah cepat. Sembari diselingi gelak tawa dengan membawa kantung yang berisi penuh beraneka jamur untuk disantap dan dijual.
Mereka adalah Theon, Genio, Nora, Gea, dan Seema. Anak-anak dari pasangan Jaswan dan Meldina.
Kelima orang itu melarikan diri dari kejaran para troll yang setinggi anak kecil berumur lima tahun, tetapi badannya besar. Tiga troll menggelinding mengejar mereka.
Karena sudah terbiasa, ke limanya bisa lolos dari kejaran para troll dan Genio yang kalah, karena dia tiba diperbatasan desa dengan hutan yang paling terakhir setelah Nora.
"Kenapa aku selalu kalah. Aku kalah dari para gadis," keluh Genio dengan sedih yang yang dibuat-buat. Hal itu malah ditanggapi gelak tawa dari keempatnya.
"Jatah makan Gen berkurang!" seru Seema yang langsung disoraki yang lainnya.
Genio tentu saja tak terima. Lagipula di antara mereka berlima hanya dia yang makan banyak, sehingga tubuhnya sangat berisi dan sering menjadi bahan ejekan Nora.
Segera, pulang dengan membawa hasil. Empat kantung disiapkan untuk dibawa ke pasar besok pagi. Dan satu kantung lagi tentunya menjadi lauk makan malam hari ini.
Keluarga mereka memang seadanya, yang penting perut terisi penuh, seperti yang Genio katakan ketika makan yang sama setiap hari.
Kedatangan mereka pun langsung disambut Meldina yang habis pulang dari toko Bibi El. Sebuah toko baju, Meldina bekerja menjahit baju di tempat itu.
"Lihat, kami bawa jamur yang banyak." Nora langsung pamer ke Meldina dengan mengangkat kantungnya tinggi-tinggi.
"Bagus, mungkin besok kita bisa makan yang lebih enak." Meldina langsung mengambil kantung itu satu persatu dengan senyum hangatnya.
Tentunya mereka bersorak senang, apalagi kalau bukan Genio, dia yang paling kencang. "Besok makan daging!" Sembari mengepalkan kedua tangannya seperti mau menonjok ke atas.
Sayangnya di tengah kesenangan itu, pintu rumah diketuk keras. Sembari memanggil-manggil nama Meldina.
"Ada apa teriak-teriak?" tanya Meldina terheran. Di depannya kini ada Sach, tetangga samping kiri rumah.
"Cepat! Jaswan keracunan, dia tak sadarkan diri." Sach dengan panik menjelaskan dan hal itu langsung membuat mereka terkejut dan ikut panik pula.
Terburu-buru mereka pergi ke toko pengrajin kayu. Tempat kerja Jaswan. Benar saja ketika mereka sampai, di sana sudah ada beberapa orang berkumpul. Meldina langsung berlari kencang dan melihat suaminya terbaring lemah. Di susul oleh kelima anaknya.
"Bagaimana bisa ini terjadi? Apa yang dia makan?"
"Dia makan jamur, lauk makan siang hari ini," jawab Pria kurus di samping Sach.
Meldina mulai menangis khawatir dan rasa terkejut untuk mereka berlima.
Semua ini karena jamur.
Ya, jamur. Mereka tentunya tak habis pikir. Sekarang Gea dan Seema mulai berpikir buruk. Takutnya jamur mereka tak laku jika hal ini menyebar luas.
Akhirnya setelah tabib datang dan memberikan sebuah ramuan. Mereka membawa Jaswan pulang dengan bantuan Sach.
****
Makan malam tiba, karena kejadian tadi siang. Meldina tak jadi memasak jamur. Untungnya ada beberapa sayur sisa kemarin. Jaswan sudah sadarkan diri, tetapi ia masih terbaring lemah di kamar. Suasana di meja makan kali ini berbeda. Mereka tak biasanya makan tenang. Hukuman untuk Genio tadi siang pun mereka lupakan membuat Genio makan dengan lahap.
"Ibu, Bagaimana kalau berita tadi meyebar dan kita tak bisa menjual jamur lagi?" Seema tiba-tiba melontarkan pertanyaan di tengah-tengah menikmati makanan.
Meldina mendengar ucapan putrinya langsung terdiam. Ia baru terpikirkan hal itu sekarang. Sebah tak jarang juga penjualan jamur adalah sumber utama ekonomi ketika pekerjaan Meldina dan Jaswan sepi.
"Semoga saja besok tidak terjadi apa-apa." Meldina akhirnya menjawab sembari menghabiskan makanannya dengan sedikit terburu-buru.
Sayang seribu sayang, dugaan itu benar-benar terjadi. Berita mulai menyebar dari satu mulut ke mulut lainnya. Membuat jamur mereka ditolak mentah-mentah.
"Tidak! Aku takut rugi."
"Jangan bawa ke sini lagi."
"Sekarang aku tidak menerima jamur lagi."
Itu beberapa tanggapang dari para penjual sayuran yang mereka berlima tawari. Semua lapak yang didatangi ditolak. Sampai yang terakhir begitu di luar dugaan.
"Oh, jadi kalian, ya, yang menjual jamur beracun itu," ucap pria tambun dengan jenggot panjangnya. "Sebab kalianlah yang selalu membawa jamur bermacam-macam jenis."
Tentu ucapan pria itu adalah tuduhan tanpa bukti. Lagian mereka berlima sudah mencari tahu terlebih dahulu jika jamur yang mereka bawa aman. Bahkan telah diajarkan Meldina membedakan jamur yang aman dan beracun.
Karena tuduhan itu mereka tak mendapatkan hasil. Jamur masih utuh. Mereka pulang tak membawa uang dan tak bisa membeli makan enak untuk makan malam.
"Kita gagal makan daging," keluh Genio kecewa. Ia langsung terduduk di bawah pohon yang cukup rindang. Ke empat saudaranya pun langsung mengikuti Genio.
"Jangan makanan mulu yang dipikirkan," ujar Nora dengan sedikit kesal kepada kakaknya.
"Benar, kata Nora. Sekarang kita harus mencari uang." Theon menimpali. Ia sebagai kakak pertama, tentu mempunyai tanggung jawab yang lebih. Ia juga sedih denga hari ini. Tiba-tiba musibah menghampiri
Theon berdiri dan berkata, "Aku akan pergi ke tempat ayah dan menanyakan kepada Paman Sach jika ada perkerjaan yang bisa kulakukan." Lalu pergi meninggalkan mereka berempat.
"Aku dan Gea akan bertanya ke pada Bibi Tila." Seema ikut berdiri dengan menarik lengan Gea, lantas ikut pergi dan kini meninggalkan Nora dan Genio.
"Aku juga tak mau kalah, aku akan pergi ke toko roti dan menjadi pengantar pesanan." Nora yang merasa seperti saling bersaing langsung pergi.
Kini Genio sendiri di bawah pohon itu. Ia sama sekali tak tau harus melakukan apa pun. Kecuali mencari jamur. Genio hanya termenung memikir cara. Ia bukan ingin membantu untuk mencari pekerjaan, tetapi ia takut kena damprat mereka terutama Seema anak kedua yang selalu berisik itu. Sampai muncul ide, untuk menggembalakan ternak domba saja.
Dengan senang Genio melangkah pergi meninggalkan pohon itu. Akhirnya ia selamat, tidak akan mendengar suara cempreng kakaknya kalau malas-malasan.
****
"Bagaimana? Kau temukan dia?" Seorang pria yang terduduk di kursi sebuah ruangan dengan cahaya temaram.
"Tidak, aku tak menemukannya."
"Bodoh! Kukatakan padamu cari sampai ketemu dan jangan menampakan muka kehadapanku sebelum kau menemukannya."
Pria itu dengan kesal melempar gelas di hadapannya. Orang itu pun langsung melenggang pergi.
"Aku harap dia belum mati."
.....
513Please respect copyright.PENANA2YpKlUMgHt
513Please respect copyright.PENANAxSt9K17CxH
513Please respect copyright.PENANA7yrO5F1chd
513Please respect copyright.PENANA3tSnY8FHS6
513Please respect copyright.PENANAJvKZ305np3
513Please respect copyright.PENANAVhhRkLweeB
513Please respect copyright.PENANAWrpWGnDbho
513Please respect copyright.PENANAGkEoqUJGMj
513Please respect copyright.PENANA0oNLXvdQWJ
513Please respect copyright.PENANAbV1ACOEhmQ
513Please respect copyright.PENANAusQ629Kfbb
513Please respect copyright.PENANA4N8AjlhGwm
513Please respect copyright.PENANAXunB2Ch4uc
513Please respect copyright.PENANAql85ul1im1
513Please respect copyright.PENANAHKxhMeA3Wk
513Please respect copyright.PENANA8Za6H6eA06
513Please respect copyright.PENANAxdaYqpB7Ek
513Please respect copyright.PENANAtBUBl43zLM
513Please respect copyright.PENANAqgGG1hOwFg
513Please respect copyright.PENANA1OWLe18HHG
513Please respect copyright.PENANAUFRf8fTspn
513Please respect copyright.PENANABYSFz5p4uq
513Please respect copyright.PENANA5HAXfO0sdo
513Please respect copyright.PENANAr5KE6X12Dx
513Please respect copyright.PENANAJpsSyYlMy3
513Please respect copyright.PENANAD9u61nqPTk
513Please respect copyright.PENANA92uYysWRU3
513Please respect copyright.PENANAAjeOHZXjhl
513Please respect copyright.PENANAvg5Bpo9dQi
513Please respect copyright.PENANA6D9JiYmLN5
513Please respect copyright.PENANAQH4UZ1jJn6
513Please respect copyright.PENANAMycSqReHx3
513Please respect copyright.PENANAn0AuqGtrkc
513Please respect copyright.PENANAeXhdK576N6
513Please respect copyright.PENANAVIzzmVHcKB
513Please respect copyright.PENANAJDPmfY4iWb
513Please respect copyright.PENANAqRWy9b38vG
513Please respect copyright.PENANA63dWgrJ1nz
513Please respect copyright.PENANAbmoEewyMr3
513Please respect copyright.PENANAQM0cr6vTOF
513Please respect copyright.PENANADMfxXK3cTF
513Please respect copyright.PENANAF8H89P1dlo
513Please respect copyright.PENANAIaTxzGRWWT
513Please respect copyright.PENANAqfOmZ85oBM
513Please respect copyright.PENANAq9xuasIR8i
513Please respect copyright.PENANAb3JWEaC1zp
513Please respect copyright.PENANAEX8xH3TBsI
513Please respect copyright.PENANA3d164a39es
513Please respect copyright.PENANAJC6nA0wGXg
513Please respect copyright.PENANATFqPeY3qpv
513Please respect copyright.PENANAfCQe3fKN3M
513Please respect copyright.PENANAGYeZbLY9XF
513Please respect copyright.PENANADUXOeoWYlE
513Please respect copyright.PENANAty4bF5ksxE
****513Please respect copyright.PENANAbVEh5fQXma
513Please respect copyright.PENANATkb5Q8lgt6