#13279Please respect copyright.PENANAy30TWvuM5s
Diintip Anak
3279Please respect copyright.PENANAb8o3NtNgKR
Malam itu Sugeng penuh gairah mencumbu istrinya, Santi. Di atas ranjang kayu, ia menindih tubuh istrinya dengan nafsu menggebu-nggebu. Penisnya dengan cepat memompa vagina istrinya.
Kriekkk… Kriekkk… Kriekkk… Suara ranjang berbunyi seirama dengan genjotan dari Sugeng.
“Ahhhh,” desahan Sugeng bercampur dengan suara ranjang.
Tangan Santi memeluk suaminya dengan erat. Ia seperti tak mau suaminya melepas kenikmatan itu. Matanya terpejam, merasakan setiap nikmat yang diberikan suaminya.
Dua tubuh dengan warna kulit yang kontras itu terus berpacu dalam nafsu. Sugeng memiliki kulit warna hitam dan tubuh kekar. Warna kulit dan tubuhnya terbentuk secara alami, karena setiap hari ia bekerja sebagai buruh angkut di sawah dan kebun.
Sedangkan Santi, punya kulit warna kuning langsat, tubuhnya agak gemuk. Sehari-hari, Santi hanya di rumah sambil menjaga toko kecilnya yang menjual sembako dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Hampir setiap malam, Sugeng dan Santi tidak melewatkan untuk bercinta. Sugeng yang sudah berusia 43 tahun tak menurun gairah seksnya. Sementara Santi, usianya 30 tahun, terbilang masih muda. Sehingga terus mengimbangi kemauan suaminya.
Selisih usia Sugeng dan Santi memang terpaut jauh, lebih dari 10 tahun. Sugeng yang sebelumnya menduda, menikah lagi ketika berumur 31 tahun. Ia menikahi Santi yang saat itu usianya baru menginjak 18 tahun. Nikah di usia muda adalah hal biasa di desa mereka.
Sugeng dan Santi tinggal di pelosok desa yang masih jauh dari akses pendidikan maupun teknologi. Aliran listrik ke desa mereka juga terbatas. Untuk menuju ke pusat desa, harus ditempuh sekitar 2 jam dengan kendaraan bermotor.
Pasangan suami istri ini tinggal di rumah kecil dan sederhana. Sama dengan para tetangga di sekitarnya. Warga di sana mayoritas menggantungkan hidup di sektor pertanian dan perkebunan.
Ruang kamar di rumah Sugeng tidak berpintu, hanya ditutup oleh tirai. Inilah yang akhirnya menjadi petaka bagi keduanya saat bercinta malam itu.
Ada sepasang mata yang melihat keduanya sedang asyik bersenggama di ruang kamar yang minim penerangan alias remang-remang. Anak laki-laki mereka, Febrian mengintipnya dari sela tirai yang tidak tertutup rapat.
Anak berusia 9 tahun itu awalnya tidak sengaja melihat kedua orangtuanya melakukan hubungan suami-istri. Febrian yang kebelit kencing, terbangun dari tidurnya. Kemudian ia berjalan ke arah kamar mandi dan melewati kamar bapak-ibunya.
Ketika berjalan Febrian penasaran dengan suara yang muncul dari kamar orangtuanya. Ia pun pelan-pelan mengintip, memang matanya di sela-sela tirai yang terbuka.
Febrian untuk pertama kalinya melihat laki-laki dan perempuan sedang bercinta. Dan seharusnya ini tak boleh dilihat oleh anak seusia dia.
3279Please respect copyright.PENANAJu47PaWUDf
Sugeng dan Santi yang teledor, tidak sadar aksinya jadi tontonan anaknya sendiri malam itu.
Meskipun kamar kurang terang, Febrian bisa melihat dengan jelas penis bapaknya yang cukup besar itu keluar masuk vagina ibunya yang ditumbuhi rambut di sekitarnya.
Payudara ibunya yang cukup besar dan masih kencang juga kini juga diperhatikannya. Payudara itu berayun-ayun mengikuti gerakan tubuh Santi yang sedang digenjot Sugeng.
Sugeng memegangi payudara Santi, sambil memainkan putingnya. Kemudian bibirnya yang hitam mencium-cium payudara itu. Lalu lidahnya menjilati puting Santi dan mengenyotnya.
Febrian yang belum mengerti apa-apa soal ini, dibuat tercengang melihat pemandangan ini. Ia juga kaget bapaknya masih nyusu pada ibunya.
“Aku mau keluar buk,” ucap Sugeng sambil mempercepat gerakan pinggulnya.
“Iyaaa, ahhh,” Santi mendesah keenakan ketika mendapat sentakan lebih keras dari suaminya.
Crottt… crottt… crottt… Penis Sugeng menyemburkan sperma ke rahim istrinya. Ia kemudian terkulai lemas menindih tubuh Santi.
Santi memeluk tubuh suaminya. Kemudian ia melihat ada bayangan di balik tirai. Febrian yang tahu ibunya melihat ke arahnya, cepat-cepat ia kembali ke kamarnya untuk pura-pura tidur lagi.
Febrian tak jadi kencing. Ia takut ibu dan bapaknya curiga mengintipnya tadi.
“Pak, siapa yang bangun tadi?” tanya Santi sambil menepuk punggung suaminya, agar bangkit dari tubuhnya.
“Ha, siapa? Febrian atau Rani?” Sugeng tanya balik ke ke istrinya.
“Jangan-jangan dia ngintip kita tadi,” Santi mulai khawatir.
“Cepat pakai baju, cek anak-anak, siapa yang terbangun tadi,” ucap Sugeng.
Sugeng dan Santi dikaruniai satu anak. Namun ia punya anak angkat perempuan yang merupakan anak dari sepupu Sugeng, namanya Rani, usianya 14 tahun.
Rani dijadikan anak angkat karena di 2 tahun awal pernikahan Sugeng dan Santi tidak kunjung dikaruniai anak. Sehingga keduanya sepakat untuk merawat anak saudaranya. Rani tinggal bersama Sugeng dan Santi sejak usianya 4 tahun.
Seperti jadi kepercayaan orang-orang desa, jika pasutri tak kunjung dikaruniai anak, perlu mengangkat anak dulu untuk memancing.
Benar saja, setahun kemudian sejak Rani di rumah itu, Sugeng dan Santi kemudian dikaruniai anak.
Febrian yang sudah berusia 9 tahun, tumbuh menjadi anak yang terlihat berbeda dengan anak-anak di desanya.
Febrian punya paras ganteng dan manis, dengan warna kulit kecoklatan, namun tak terlihat gelap. Wajahnya seperti menurun dari ibunya, dan kulitnya menurun dari ayahnya.
Santi pun beranjak ke kamar Febrian, ia sikap tirai di pintu itu. Febrian terlihat tertidur pulas. Kemudian Santi menuju kamar anak perempuannya, sama, Rani juga sedang tertidur.
“Tidur semua anak-anak pak,” ucap Santi ke suaminya saat kembali ke kamar.
“Mungkin perasaanmu aja tadi,” ujar Sugeng.
“Ya semoga aja. Aku takut anak-anak melihat apa yang kita lakukan tadi,” ucap Santi masih khawatir.
“Besok kita harus mulai berhati-hati ketika berhubungan. Pastikan dulu anak-anak tidur,” lanjutnya.
“Seperti biasanya kan jam segini anak-anak memang sudah tertidur pulas,” kata Sugeng, melihat ke jam dinding, menunjukkan pukul setengah 12 malam.
“Kayaknya kita juga perlu masang pintu besok-besok di kamar kita,” kata Santi.
“Ya kalau ada rezeki lebih, dari dulu aku ada rencana pasang pintu di semua kamar,” ucap Sugeng sambil merapikan bajunya. Ia kembali memakai sarung.
“Memang tadi kamu benar-benar melihat ada yang ngintip kita?” tanya Sugeng memastikan lagi.
“Iya. Ada bayangan di balik tirai pintu,” Santi menegaskan.
“Bayangannya tingginya semana? seperti Febrian atau Rani?” tanya Sugeng.
“Kayaknya bayangannya lebih pendek dari Rani, masak ia Febrian tadi? Tapi kulihat dia tertidur pulas. Apa pura-pura tidur ya,” Santi masih terus kepikiran.
“Udah, gak usah dipikirin lagi. Kit lanjut tidur aja,” ucap Sugeng menenangkan istrinya.
Keduanya pun bersiap-siap untuk tidur lagi. Keduanya beranjak ke atas ranjang. Tak lupa, kini Santi sudah menutup tirai pintu rapat-rapat.
“Apa besok aku tanya anak-anak ya, siapa yang terbangun tadi?” ucap Santi.
“Terserah kamu aja. Emangnya kalau mereka tahu kita lagi begituan kenapa?” tanya Sugeng.
“Ya jangan sampai tahu lah. Mereka masih anak-anak,” Santi tambah panik melihat respon Sugeng.
“Ya udah aku mau tidur. Aku tak mempermasalahkan itu,” ujar Sugeng.
Sugeng dengan cepat tertidur. Usai bercinta, tubuhnya langsung lemas dan dengan cepat terlelap.
Sementara Santi tak bisa tidur, masih memikirkan bayangan tadi. Ia takut ada anaknya yang melihat adegan dewasa sebelum usianya. **3279Please respect copyright.PENANAmCsZZMWcEN