
Terik matahari memancar terang, menembus celah dedaunan pohon mangga tua yang berdiri kokoh di halaman pondok pesantren (ponpes) milik Kyai Nawawi.
Udara siang ini terasa panas, meski angin tipis-tipis berhembus. Namun hatiku terasa adem saat mendengar lantunan ayat-ayat suci dari para santri yang menggema dari ruang tahfidz.
Di bawah rindangnya pohon ketapang, kulihat beberapa santri duduk bersila, memegang kitab kuning. Mereka terlihat belajar dengan sangat serius.
Tak jauh dari mereka, aku sedang membersihkan mobil Alphard warna hitam milik Kyai Nawawi. Ku bersihkan bodi mobil, agar terlihat lebih kinclong.
Mobil ini harus bersih karena sebentar lagi akan dipakai ke luar kota untuk mengantar Ustadzah Sabila atau yang biasa dipanggil Ning Sabila, anak dari Kyai Nawawi dan Nyai Maemunah.
Ning Sabila mendapat undangan untuk berdakwah atau berceramah di luar kota dan aku yang diminta oleh Kyai Nawawi untuk menjadi sopirnya.
Saat sedang mengelap kaca mobil, tiba-tiba ada Ustadzah Umira lewat, dia adalah perempuan yang dipercaya menjadi asisten Ning Sabila ketika kemana-mana.
“Mas Azka, yang bersih kalau nyuci mobilnya,” sapa Ustadzah Umira, sambil terus berjalan ke arah kantor pesantren.
“Iya dong, kalau aku yang nyuci pasti bersih,” kataku.
Hmmmm…. bicara soal Ustadzah Umira, aku sudah sejak lama tertarik padanya. Tapi sayangnya aku sudah punya istri dan seorang anak yang masih kecil. Hahaha.
Sekilas tentang diriku. Usiaku saat ini sudah 30 tahun. Terbilang masih muda kan? Haha. Tinggiku sekitar 170cm dengan berat badan 65kg. Ideal lah, karena aku rajin berolahraga. Sementara parasku, aku percaya diri sih kalau ganteng.
Aku sebenarnya bukan bagian dari pesantren ini. Aku tidak bekerja di sini. Tapi aku sering diminta oleh Kyai Nawawi untuk menjadi sopir ketika bepergian keluar kota.
Sudah 2 tahun lebih, Kyai Nawawi dan keluarga percaya sama aku menjadi sopirnya saat ada acara di luar kota. Sementara kalau di kota sini aja, cukup para santrinya yang disuruh menjadi sopir.
Ya, memang aku bekerja sebagai sopir profesional pada sebuah travel. Tak heran, jika Kyai Nawawi dan keluarga lebih percaya padaku kalau bepergian keluar kota. Aku kenal dengan Kyai Nawawi, karena ayahku dekat dengan beliau.
Balik lagi ke Ustadzah Umira, kenapa aku tertarik padanya? Dia punya bentuk badan yang menggoda. Pantat dan payudaranya sangat besar. Tetap terlihat menonjol meskipun pakai gamis.
Dia juga selalu berpenampilan menor. Pakai gincu dan bedak yang yang tebal. Sehingga lebih menggoda. Kayaknya bukan aku saja yang tertarik padanya, laki-laki di sini yang melihatnya pun pasti melirik ketika dia lewat.
Nah, Ustadzah Umira ini adalah seorang janda muda. Usianya kata orang-orang belum genap 30 tahun. Tapi tak tahu aku sejak kapan dia bercerai dengan suaminya dan gara-gara apa. Tapi setahuku dia masih belum punya anak.
Jadi Ustadzah Umira ini sudah lama mengajar di sini. Dia mengajar anak-anak TK. Pesantren milik Kyai Nawawi ini punya lembaga pendidikan yang lengkap. Mulai PAUD hingga perguruan tinggi, yang baru setahun berjalan.
Selain itu, Ustadzah Umira juga dipercaya menemani atau menjadi asisten Ning Sabila ketika sedang bercerama di manapun. Termasuk keluar kota.
Jadi saat ada acara keluar kota pun, aku jadi sering berinteraksi dengan dia. Tak jarang aku menggodanya, dan dia dengan malu-malu meresponku.
Tepat pukul 2 siang, kami sudah bersiap untuk berangkat. Karena kali ini perjalanan akan cukup lama. Ada udangan di kota yang sangat jauh dari sini. Tak perlu aku sebutkan dimana ya.
Barang-barang milik Ning Sabila sudah masuk di dalam mobil. Sejumlah santri terlihat ikut membantu mengangkat barang itu.
Namun saat hendak berangkat, aku tak melihat Ustadzah Umira. Ternyata dia tidak ikut.
Kali ini kami hanya berangkat bertiga saja. Aku, Ning Sabila, dan Ustadzah Winda. Tumben, Ustadzah Winda ikut. Kenapa dia yang ikut? Kemana Ustadzah Umira? Aku sedikit kecewa.
Ustadzah Winda juga seorang guru di sini dan mengajar di TK juga. Ustadzah Winda adalah guru muda dan baru lulus kuliah. Dia belum menikah. Aku tahu dari istriku, karena dia adalah wali kelas anakku yang pertama.
Kami bertiga pun berangkat. Biasanya, kalau perjalanan sangat jauh dan menginap, orang yang ikut bisa lebih dari ini. Kadang juga ada orang-orang kepercayaan Kyai Nawawi untuk menemaniku.
Tapi entah, kali ini aku merasa tidak seperti biasanya. Kenapa hanya tiga orang saja yang berangkat.
Dalam perjalanan, Ning Sabila dan Ustadzah Winda duduk di belakangku. Biasanya di sampingku ada Kang Haidar atau Kang Hanafi yang menemaniku ngobrol. Tapi kali ini kursi di sampingku kosong.
Karena di dalam mobil hening, aku inisiatif untuk memulai obrolan. Apalagi aku memang tipe orang yang tidak enak jika diam. Ingin terus mengobrol, biar tidak ngantuk.
“Kenapa Ustadzah Umira tidak ikut?” tanyaku, memecah keheningan.
Ning Sabila diam, tidak menjawab. Ustadzah Winda pun juga diam.
Namun beberapa saat kemudian, akhirnya Ning Sabila bersuara.
“Kenapa cari dia? kamu suka mas? jawab Ning Sabila dengan cetus.
Aku menoleh ke arah belakang sebentar. Benar saja, Ning Sabila menjawab sambil muka cemberut. Lalu kulihat Ustadzah Winda hanya tersenyum dengan jawaban dari Ning Sabila.
“Iya, aku suka sama dia. Siapa laki-laki yang gak tertarik sama dia?” jawabku, sambil tertawa.
Aku memang pria yang blak-blakan dan suka bercanda. Ustadzah Sabila sudah tahu itu. Aku dan Ning Sabila juga terbilang cukup akrab. Karena sudah sering mengantarnya bepergian keluar kota. Wibawa dia sebagai pendakwah kadang seperti hilang saat bercanda denganku.
Ning Sabila pun kembali diam, tambah cemberut. Kali ini Ustadzah Winda jadi bingung meresponnya. Dia hanya diam saja.
Aku pun fokus nyetir lagi. Tapi beberapa saat kemudian, Ning Sabila menjawab lagi. “Kalau kamu suka, nikahi sana mas, mumpung janda,” katanya kemudian.
“Punya dua istri dong aku ning, kalau nikah lagi. Haha,” jawabku.
Akhirnya Ning Sabila dan Ustadzah Winda tertawa lepas. Suasana pecah. Kami pun terus mengobrol dalam perjalanan. ***
1431Please respect copyright.PENANATK74VjbGPz