Seorang wanita berambut panjang dengan warna kulit kecoklatan yang masih memakai seragam sekolah SMA menangis dan berlarian menghindari seseorang. Ia tak tau harus pergi ke mana lagi, saat itu anak-anak lain sudah pada pulang sekolah. Ia tak bisa meminta bantuan siapa pun. Ia berlari ke atap gedung sekolah.
"Jangan mendekat, aku mohon lepaskan aku," rintih wanita itu yang semakin berjalan mundur dan akhirnya kakinya terkilir sehingga membuatnya tergelincir dan jatuh ke bawah. "Archhhhh," teriak wanita itu yang jatuh dari lantai sembilan gedung sekolah itu.
Tak lama kemudian Ambulance segera datang untuk menolong, tapi naas nyawanya tidak tertolong lagi. Ia pun menghembuskan nafasnya di mobil Ambulance.
***
Tiga bulan kemudian.
Di sebuah kamar mandi sekolahan, beberapa siswa SMA sedang berkumpul.
"Tolong ampuni aku. Aku janji akan mengerjakannya lain kali." Shifa gadis berambut panjang dan memakai kacamata itu memohon ampun pada mereka semua.
"Sialan kamu ya! aku nyuruh kamu buat ngerjain nih soal, tapi kenapa belum kelar juga ha!" bentak Anjel ketua geng itu seraya menjambak rambut Shifa yang panjang.
"Aku tidak bisa mengerjakannya sekaligus, karena terlalu banyak!" rintih gadis itu seraya menahan sakit karena rambutnya dijambak.
"Banyak bacot kamu ya! udah Jel kita basmi aja ni anak!" ucap Rani salah satu anggota geng itu dan yang paling garang diantara mereka. Dia mengambil ember air bekas pel-pelan yang berada di pinggir pintu lalu menyiramkannya ke muka Shifa.
"Byurrrrr." Shifa memohon ampun seraya mengelap wajah dan kacamatanya yang basah kuyup karena air itu.
"Lain kali kalau ini terjadi lagi aku gak akan melepaskanmu!" ucap Anjel yang sangat marah seraya menendang tubuh Shifa hingga tersungkur ke lantai.
Mereka pergi meninggalkannya. Shifa menangis meratapi nasipnya, memegang seluruh baju seragamnya yang basah.
Ia lalu duduk di sebuah kursi mengeringkan rambutnya. Ia mengelap kacamata kesayangannya menggunakan tissue. Dari arah lain, Agus seorang cowok yang berpenampilan biasa datang menghampirinya. "Fa, kenapa lagi kamu? Kok bisa basah kuyup gini!" ucapnya seraya cemas melihat teman akrabnya itu kebasahan.
Shifa tak ingin menjawabnya, hanya merunduk dan masih sibuk dengan kacamatanya. Tapi Agus tahu itu. "Pasti ini ulah mereka lagi kan! kenapa kamu gak ngelaporin ke Pak guru aja sih!" ucapnya sedikit emosi.
"Apa itu akan membuat mereka berhenti menggangguku, itu malah makin membuat mereka membenciku."
"Tapi ini sudah keterlaluan Fa, setidaknya kamu juga harus melawan mereka."
"Sudah lah Gus, aku nggak papa kok."
Agus meyampirkan jaketnya ke pundak Shifa. "Pakai ini, biar kamu nggak demam."
Shifa tersenyum. "Makasih ya Gus."
Agus dan Shifa berteman sejak SMP. Rumah mereka pun di satu desa yang sama. Walau mereka berbeda kelas tapi Agus selalu mendatangi Shifa ketika jam istirahat ataupun pulang sekolah.
Agus dan Shifa sering ke masjid mendengarkan ceramah dari pak ustad Anwar. Hati Shifa tenang mendengar alunan doa yang selalu di ucapkan Pak Ustadz.
***
Makin hari bukannya geng Angel berhenti membully Shifa. Tapi malah semakin parah, tak tanggung-tanggung mereka kadang menggunting baju seragam milik Shifa. Hanya karena dia adalah orang miskin dan ibunya bekerja sebagai pencuci baju di rumah para tetangganya, dia harus dibully seperti itu.
"Apa kalian gak keterlaluan ya ngerjain tu anak!" bentak Prima salah satu anggota geng Angel dan juga pacar dari wanita berambut coklat itu.
"Ini belum apa-apa, aku bisa lebih membuatnya menderita dari ini!" bantah Angel bersungut-sungut.
"Kalau dia bunuh diri gimana? Apa kalian mau menanggungnya?" ucapnya menakuti mereka agar berhenti menyakiti Shifa.
"Kamu nih Prim, selalu aja ngebantah aku, sebel aku sama kamu!" ucap Angel dengan kesal lalu pergi meninggalkan Prima bersama teman lainnya.
Shifa berlari masuk ke kamar mandi. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia meremas baju seragamnya yang sudah bolong karna digunting oleh Angel dan teman-temannya.
Lalu ia mendengar perbincangan dua orang di dalam kamar mandi.
"Eh tau gak! beberapa bulan yang lalu ada yang bunuh diri lo di sekolah ini."
"Yakin kamu!" ucap wanita berambut keriting itu seraya menoleh kesana kemari.
"Iya, aku aja baru tau dari anak-anak. Dan tau gak, katanya kalau kita manggil namanya tiga kali di depan cermin, dan bilang kamu yang selanjutnya, arwahnya bakal datang ke kita terus ngabulin semua permintaan kita!" ucap wanita berbando itu seraya mencuci tangannya.
"Udah mirip Aladin dong."
"Beda geblek, itu kan jin."
"Terus namanya siapa?"
"Melati!" mendadak angin dingin bertiup menghampiri mereka berdua membuat suasana di kamar mandi yang lampunya redup itu sedikit menyeramkan.
"Haduh kenapa jadi dingin gini, udah yuk jangan ngomongin itu, serem tau."
Mereka berdua keluar dari kamar mandi, meninggalkan Shifa yang masih menahan tangisnya.
"Tapi beneran nih, si Melati itu bisa ngabulin permintaan kita?" tanya wanita berambut keriting itu masih penasaran.
"Beneran kok, ada yang udah nyoba. Tapi ...! beberapa bulan kemudian yang nyoba manggil Melati bakalan mati."
"Apaaa! ih serem banget, udah yuk balik ke kelas." Mereka berlarian masuk ke kelas.
Shifa mendengar perkataan mereka tadi tentang Melati, ia begitu penasaran.
***
Sesampainya di rumah, sudah biasa rumah Shifa terlihat sepi karena ibunya selalu bekerja di rumah tetangganya. Ia duduk dan merenung di atas ranjangnya.
"Apa aku harus memanggil Melati untuk membantuku," gumamnya.
Ia tahu bahwa itu hal yang tidak benar, ia tak seharusnya mengganggu arwah orang yang sudah meninggal. Tapi ia gelap mata karna emosinya yang memuncak. Ia ingin memberi pelajaran kepada geng Angel.
Shifa berdiri di depan cermin. Ia pun memanggilnya.
"Melati ... Melati ... Melati, kamulah yang selanjutnya," ucap wanita itu lirih dan bola matanya menatap ke sekitar.
Lampu di kamarnya tiba-tiba mati dan menyala kembali. Seakan memberikan tanda bahwa sesuatu telah datang ke kamar itu. Shifa melihat ke arah sekeliling, ia begitu takut, bulu kuduknya langsung berdiri.
Ia duduk di ranjangnya dan mengatur nafasnya yang masih terengah-engah. Ia mengumpulkan semua keberaniannya dan berbicara. "Melati kamu kah itu?" Wanita itu berkata lagi. "Tolong aku Melati, tolong balas kan dendamku pada mereka yang telah membuatku menderita seperti ini!" rintihnya memohon.
Di langit-langit rumah Shifa sesosok tubuh bergelantungan. Rambutnya yang panjang sudah menutupi wajahnya. Ketika tubuh itu terbang mendekati Shifa. Ia menutup matanya karena takut, ia sempat melihat wajah Melati yang berlumuran darah.
Arwah Melati kini masuk ke tubuh Shifa. Ia menggoyang -goyangkan kepalanya. Matanya berdelik, ia berdiri di depan cermin dan tertawa puas.
"Khi hi hi hi hi hi hi." Ia tertawa dan masih melotot.
Keesokan harinya Shifa berangkat ke sekolah, tapi penampilannya hari itu sangat berbeda. Ia melepas kacamata yang biasa ia pakai. Lalu seragamnya ia buat ketat dan sexy.
"Duh siapa nih, cantik banget!" ujar Bagas pacar Rani yang notabennya sering gangguin cewek cantik di sekolah itu.
"Sialan, bukannya kamu anak pencuci baju itu, kenapa penampilan kamu kayak gini! mau nantang kita ya!" bentak Rani yang geram karena pacarnya mulai melirik wanita itu.
Anjel mencengkeram kerah baju Shifa. " Apa-apa an nih! berani kamu ya."
Shifa tak terima dan mencekik leher Anjel. "Siapa kamu, berani-beraninya mengotori bajuku!" bentaknya tanpa rasa takut sama sekali.
Rani ingin membantu Anjel, tapi Shifa mendorongnya hingga terlempar jauh, Bagas segera menolongnya.
"Hentikan Shifa!" teriak Prima yang tak ingin membuat keributan menjadi lebih besar.
Shifa menoleh ke arahnya lalu melemparkan tubuh Anjel ke tanah. "Jika kamu tak ingin mati di tanganku, sebaiknya pergi dari hadapanku!" ancamnya lalu pergi meninggalkan mereka yang masih keheranan.
Angel merasa Shifa berbeda hari ini, ia menjadi lebih berani dan sedikit menyeramkan.
Di kelas.
"Apa kamu lihat tadi Jel, anak cupu itu kenapa jadi sangat berani," gerutu Rani yang masih merasa kesakitan.
"Tapi dia jadi cantik kok!" ucap Bagas merayunya.
"Awas kamu Sayang, kalau macam-macam sama dia!" ancam wanita yang sudah di pacarinya hampir setahun itu.
"Enggak kok Sayang, kan becanda, Masih cantikan kamu ke mana-mana kok!" ucap Bagas seraya mengendus-endus lengan wanita kesayangannya itu.
"Kurasa ia sengaja melakukan itu untuk menakuti kita, aku gak akan ngebiarin ini!" ucap Anjel meremas buku yang ada ditangan.
"Berhentilah membuat ulah, kalian juga sudah keterlaluan!" bantah Prima yang mendengar perbincangan mereka.
"Kenapa sih Prim, kamu selalu aja membelanya, apa jangan-jangan kamu suka ya ama dia?" tanya wanita bermata sipit itu kepada kekasihnya.
"Aku hanya tak ingin kalian mendapatkan masalah karena terus menggangunya," jawab Prima dengan santai.
"Dia hanya masalah kecil buatku," ucap Anjel seraya menahan emosinya.
Saat pulang sekolah Shifa dan Agus berjalan bersama. Agus menatapnya sedari tadi, merasa ada perubahan dalam diri Shifa.
"Kenapa Gus? kok ngeliatin aku kayak gitu!"
"Hari ini kamu tampak berbeda Fa," ucap Agus yang masih terus menatapnya.
"Apa aku cantik?" tanya Shifa dengan manja.
Agus mengganguk. "Malam ini kita ke masjid seperti biasa ya Fa?"
Shifa tersentak. "Maaf ya Gus sepertinya malam ini aku gak bisa ikut kamu, aku ada urusan lain, lain kali aja ya?"
"Oh yaudah kalau gitu!" Agus sedikit kecewa karena tak bisa menghabiskan waktu bersama Shifa temannya satu-satunya itu.
Mereka pun berpisah di persimpangan jalan.
472Please respect copyright.PENANA0BKj2WcVnO
472Please respect copyright.PENANAns2NROvtih
ns 15.158.61.8da2