“Aku tuh dulu suka sama Leo,” ujar Tari secara tiba-tiba.
Tiara terkejut mendengarnya. Dulu, Tiara adalah teman dekat Nafisa, pacar Leo. Saat di kelas X, Tiara sekelas dengan Nafisa dan Leo. Nafisa membentuk sebuah geng yang beranggotakan Tiara, Trisya, dan Annet. Namun, saat ini, mereka sudah tidak sekelas lagi karena Nafisa, Trisya, dan Annet masuk ke kelas XI IPA sementara Tiara masuk ke kelas XI IPS. Tiara sekelas dengan Tari sehingga mereka pun bersahabat.
“Nada tahu nggak soal ini?” tanya Tiara. Nada adalah saudara kembar Nafisa yang dulunya sekelas dengan Tari.
“Nggak. Kamu kan tahu kalau aku nggak sedekat itu sama Nada,” jawab Tari.
“Kalau soal perasaannya Revan kamu tahu?” Tiara bertanya lagi. Revan adalah salah satu sahabat Leo sekaligus salah satu orang yang menyukai Tari.
“Aku tahu,” jawab Tari singkat. Kemudian, Tari terdiam dan terlihat seperti sedang melamun.
Tiara memandangi sahabatnya. Tari dan Nafisa sama-sama bisa disebut sebagai siswi yang paling cantik di sekolahnya. Hanya saja, Nafisa lebih populer karena sikapnya yang lebih atraktif. Sementara itu, Tari bersikap lebih cuek dan pendiam. Namun, sikap Tari tak menyurutkan semangat dari siswa-siswa yang menyukainya. Tiara memperkirakan sudah ada lima siswa yang ditolak oleh Tari dalam setahun terakhir. Selama setahun terakhir pula, Nafisa dan Leo berpacaran. Jadi, selama ini cowok-cowok itu ditolak oleh Tari gara-gara Leo, pikir Tiara.
Tiara sudah tak lagi mengobrol dengan Nafisa dan teman-temannya yang dulu. Malahan, Tiara merasa mereka telah membuangnya karena dia satu-satunya anggota geng yang tak masuk kelas IPA. Namun, Tiara justru bersyukur karena dia mendapatkan sahabat seperti Tari. Tari selalu bersikap apa adanya. Bagi Tiara, Tari lebih cocok menjadi sahabatnya dibandingkan Nafisa. Tiara merasa lebih bisa menjadi diri sendiri saat bersama Tari.
Tari masih terlihat seperti sedang melamun.
“Dulu, Revan pernah curhat sama aku,” ujar Tiara untuk memecah keheningan.
“Curhat apa?” tanya Tari penasaran.
“Dia cerita katanya kamu keseringan nolak cowok. Dia jadi minder. Sebenarnya, dia pengen kamu jadi pacarnya.” Tiara nyengir.
“Hufff.... Aku cuma nggak mau menjalin hubungan sama cowok yang nggak aku suka.” Tari kembali memandang kejauhan.
“Emang sejak kapan kamu suka sama Leo?”
“Sejak awal.” Tari menjawab singkat.
“Jadi, kamu nggak suka sama Revan?”
“Nggak.”
“Kalau gitu untung aja Revan nggak nembak kamu, ya. Soalnya kamu pasti bakalan nolak Revan juga.”
“Bagiku, Revan itu penghalang. Pas tau soal perasaan Revan, aku sadar walaupun misalnya Leo nggak pacaran sama Nafisa, aku tetap nggak akan bisa bersama Leo. Soalnya aku lihat Revan dan Leo tuh deket banget.”
Tiara mendesah. Dia mengetahui kalau pemikiran Tari itu benar. Seluruh warga sekolah sepertinya sudah mengetahui kalau persahabatan Leo dan Revan sangat erat. Dulu, Tiara sempat cukup dekat dengan Leo dan Revan. Baik Leo maupun Revan pernah bercerita panjang lebar dengan Tiara. Revan mencurahkan kegalauan tentang perasaannya kepada Tari yang seperti tak berbalas. Hari ini, baru saja, Tiara mendapatkan kepastian bahwa perasaan Revan kepada Tari memang bertepuk sebelah tangan.
Selain itu, Leo juga pernah mencurahkan isi hatinya kepada Tiara. Leo pernah sempat merasa kesulitan menghadapi Nafisa yang selalu ingin mengatur perilaku orang-orang terdekatnya. Tiara juga merasakan hal yang sama dengan Leo. Nafisa memang sangat peduli pada orang-orang terdekatnya. Sampai-sampai, terkadang, Nafisa merasa pendapatnya yang paling terbaik untuk orang-orang terdekatnya. Kala itu, Tiara menyarankan agar Leo bersabar dan bersikap tegas sesekali jika dianggap perlu. Setelah itu, Tiara melihat sendiri bagaimana sikap Nafisa berubah menjadi lebih baik. Bagi Tiara, Leo dan Nafisa adalah pasangan yang serasi.
“Tari, kamu benar. Kalaupun Leo tahu perasaan kamu terhadap dia, Leo pasti menghindar. Leo akan lebih memilih Revan dibandingkan kamu.”
Tari tertunduk setelah mendengarkan perkataan Tiara. Tari mengetahui dengan pasti bahwa perkataan Tiara itu benar.
“Tapi tenang aja. Kan masih ada aku.” Tiara mengangkat dagu sahabatnya. “Kita kan sama-sama nggak punya pacar jadi kita bisa menikmati hari bersama-sama. Lagi pula, kalau aku ada di posisi kayak Leo, aku pun akan lebih memilih sahabatku meski aku harus kehilangan cinta,” ucap Tiara seraya tersenyum. Tari pun mulai ikut tersenyum.
Keesokan harinya, Tiara duduk di salah satu bangku kantin bersama Tari, Trisya, dan Annet. Tiara tak pernah menyangka mereka akan berkumpul bersama seperti ini.
“Kayaknya Leo sama Nafisa mau putus,” ujar Annet membuka percakapan.
Secara refleks, Tari dan Tiara berpandangan.
“Aku sama Annet pengen kamu bantuin kita. Kita sama-sama cari cara supaya mereka nggak putus.” Trisya berkata kepada Tiara.
Tiara terbengong-bengong ketika harus mencerna ucapan Annet dan Trisya. Sementara itu, Tari menyeruput jus alpukatnya dengan santai.
“Kok mereka tiba-tiba mau putus? Mereka kan pasangan paling serasi di seantero sekolah.” Tiba-tiba Tari ikut menimbrung.
Tiga pasang mata langsung terarah kepada Tari. Tari sendiri memasang mimik seolah-olah bingung. Tiara terkejut karena Tari tiba-tiba menyuarakan pikirannya. Seingat Tiara, Tari sedang menikmati jus alpukatnya.
Annet berdeham kemudian menjawab. “Denger-denger sih Nafisa selingkuh. Sama Revan.”
Nada bicara Annet begitu ringan. Tiara semakin tak mampu berkata-kata. Tiara memandangi Annet dan Trisya bergantian. Trisya sendiri seolah-olah tak peduli. Tiara mulai mencurigai adanya suatu hal yang disembunyikan oleh Annet dan Trisya. Lalu, Tiara memperhatikan raut wajah Tari. Tiara menyadari bahwa Tari terkejut tetapi Tari sepertinya bisa mengendalikan ekspresi wajahnya.
“Masa Nafisa selingkuh?” tanya Tiara sembari menahan emosi. Emosinya sendiri telah bercampur aduk.
“Kamu sendiri ke mana aja? Desas-desus kalau Revan mendekati Nafisa udah mulai terdengar sejak beberapa bulan terakhir,” Annet menjelaskan.
“Rumornya, Revan mulai mendekati Nafisa karena nggak berhasil mendapatkan cewek ini,” Trisya menambahkan sembali menunjuk Tari.
Tari memutar bola matanya sebagai respons atas ucapan Annet dan Trisya. Tiara mulai menyadari bahwa Annet dan Trisya sedang berusaha menyerang Tari. Annet dan Trisya menyalahkan Tari atas keretakan hubungan Nafisa dengan Leo. Kemudian, Tiara juga menyadari bahwa Tari tidak akan memedulikan masalah di antara Leo dan Nafisa. Tari sudah mengakui bahwa dia tidak menyukai Revan. Tari juga tidak menyukai Nafisa.
Sebenarnya, Tari tersenyum dalam hati. Tari menyukai kenyataan bahwa hubungan Leo dan Nafisa berada di ujung tanduk. Tari menyadari pikiran itu terasa jahat. Namun, Tari juga tak bisa menampik perasaan sukanya kepada Leo. Perasaan itu sudah tersimpan lebih dari satu tahun.
Tari berpikir apabila Nafisa dan Leo sudah tidak menyimpan perasaan antara satu dengan yang lain, bukankah lebih baik mereka putus saja. Hal itulah yang akhirnya memenuhi pikiran Tari selama beberapa hari belakangan.
“Aku perhatiin akhir-akhir ini, kamu banyak ngelamun!” Ujar Tiara pada Tari.
“Ah, masa?” Jawab Tari seraya memutar-mutar gelasnya yang berisi jus.
Hari itu tepat seminggu setelah mereka berkumpul dengan Annet dan Trisya. Sejak itu, Tiara lebih sering melihat Tari melamun. Tiara merasa takut kalau Tari merasa bersalah. Sebab, kabar Leo dan Nafisa putus sudah semakin tersiar. Sudah ada desas-desus kalau mereka putus karena orang ketiga. Tersangka utama penyebab mereka putus adalah Revan. Sejauh ini, Tari memang tidak disangkutpautkan dengan masalah itu. Namun, Tiara merasa Tari ikut memikirkan tentang masalah itu. Selain itu, Nafisa dan Leo pun bersikap biasa saja padahal gosip semakin memanas.
“Udahlah urusan orang lain nggak usah dipikirin.” Tiara menyuarakan pikirannya.
Tari tersenyum sejenak sebelum menjawab, “ Makasih ya, Ti. Kamu udah jadi sahabat terbaik aku.” Tiara ikut tersenyum dan mereka pun berpegangan tangan.
Seminggu kemudian, Tari malah menjadi sulit ditemui. Tiara hanya bisa bertemu dengan Tari ketika di kelas. Saat di kelas pun, Tari hanya bisa diajak mengobrol sekadarnya. Tari seolah-olah sedang menyembunyikan sesuatu. Ketika, istirahat, Tari tidak dapat ditemukan di sudut mana pun. Tari seolah-olah menghilang dari bumi. Tari selalu beralasan bahwa dia ada di perpustakaan saat istirahat. Tari menjelaskan kalau akhir-akhir ini ia lebih sering belajar dan mencari referensi karena ingin mengikuti lomba karya tulis ilmiah. Tiara sejujurnya tak percaya pada penjelasan Tari.
Jadi, hari ini, saat istirahat, Tiara kembali duduk sendirian di kantin. Tiba-tiba, Revan menghampiri Tiara.
“Hai, Ti. Udah lama ya nggak ngobrol.” Revan duduk di bangku yang berhadapan dengan Tiara sambil membawa dua botol es teh.
“Hai. Kamu aja nih yang kayanya udah nggak kenal sama aku.” Tiara membalas ucapan Revan seraya menerima sodoran sebotol es teh dari Revan.
“Maaf deh. Kamu juga kayanya nyaman banget sama dunia kamu di kelas IPS.”
“Ah, masa? Kamu juga kelihatan nyaman di dunia kelas IPA.”
Kemudian, mereka sama-sama tertawa.
“Sendirian aja, nih?” tanya Revan.
“Sudah kuduga kamu nyari Tari bukan nyari aku.” Tiara meneguk es teh miliknya.
Revan tertawa lagi kemudian menjelaskan, “Aku cuma heran soalnya akhir-akhir ini kamu kayanya nggak bareng-bareng lagi sama Tari.”
“Tari sibuk.”
“Oh.”
“Kamu sendiri beneran akhir-akhir ini bareng sama Nafisa?”
Lagi-lagi, Revan tertawa sebelum menjawab.
“Ya nggaklah. Aku udah punya pacar tapi bukan Nafisa. Setahu aku, Nafisa masih pacaran sama Leo. Memang Nafisa dulu sempat curhat sama aku pas ada masalah. Mungkin gara-gara itu sih jadi ada gosip Nafisa sama Leo putus.”
Tiara tersenyum mendengarnya. Tiara mengucapkan selamat kepada Revan. Dia juga menyatakan betapa lega karena mendengar kabar Leo dan Nafisa masih berpacaran. Tiara ingin segera menyampaikan kabar ini kepada Tari. Tiara berharap kabar ini dapat mengembalikan perilaku Tari menjadi normal kembali. Tari yang tidak banyak melamun dan tidak sulit ditemukan oleh Tiara. Apalagi, kabar tentang Revan yang sudah punya pacar akan menentramkan hati Tari.
Namun, keanehan malah semakin menjadi. Tari tidak muncul di kelas pada jam pelajaran seusai istirahat. Bahkan, Tari tak muncul hingga jam pelajaran selesai. Padahal, barang-barang Tari masih ada di kelas. Siswa-siswa lain pun menanyakan keberadaan Tari kepada Tiara. Teman-teman sekelas mereka cukup heran karena Tari tak pernah bolos pelajaran sebelumnya. Tiara menjadi semakin khawatir ketika ponsel Tari tak bisa dihubungi.
Setelah menunggu sampai pukul 17.00, Tiara memutuskan untuk memasukkan barang-barang Tari ke dalam loker. Kebetulan, Tiara mengetahui nomor kombinasi loker Tari. Tiara sedikit berharap akan menemukan petunjuk atas keanehan tingkah laku Tari. Akan tetapi, barang-barang di dalam loker Tari cukup normal. Isi lokernya hanya beberapa buku pelajaran. Setelah itu, Tiara berjalan gontai ke arah gerbang sekolah. Suasana sekolah sudah mulai sepi. Kebetulan, hari itu tidak banyak ekstrakurikuler yang berkegiatan. Tiara masih tak habis pikir atas kelakuan Tari hari ini.
Tiara sampai tak menyadari bahwa dia berjalan ke arah yang salah. Dia tak melewati jalan yang biasa dilalui untuk menunggu angkutan umum yang biasa mengantarkannya pulang. Tiba-tiba, Tiara terperangah ketika melihat dua sosok orang yang dikenalnya sedang berduaan di halaman sebuah warung yang telah tutup. Sosok itu adalah Leo dan Tari. Leo mengecup dahi Tari mesra kemudian menaiki motornya dan meninggalkan Tari sendirian. Tiara ingin bergegas menghampiri Tari tetapi kakinya seolah-olah membeku. Tiara shock. Tiara hanya bisa terpaku di tempatnya dan memandangi Tari dari kejauhan.***
148Please respect copyright.PENANAbN18vT987g
148Please respect copyright.PENANAjRhB6401hx
148Please respect copyright.PENANAnLvQyVCpM5
148Please respect copyright.PENANAFUeSU0KEVL