Langkah kakiku mengekor Kak Salma yang berjalan sedikit di depanku. Kami sudah sampai di unit apartemen miliknya, sebuah bangunan menjulang tinggi yang berada di pusat kota. Deretan mobil keluaran terbaru berjejer rapi di basement, mencerminkan jika penghuni gedung apartemen ini adalah orang-orang yang sukses secara finansial, Kak Salma adalah salah satunya.
"Malam ini sementara kamu tidur di sini dulu ya Han, besok kita cari tempat kos yang dekat dengan kampusmu." Ujar Kak Salma beberapa saat lalu saat kami menghabiskan makan malam di sebuah restoran cepat saji.
Kampusku nantinya memang berada di bagian selatan kota, butuh waktu perjalanan hampir satu jam dari pusat kota. Itulah yang membuat Kak Salma menyarankan agar aku mencari kos di dekat kampus aja ketimbang tinggal di apartemennya.
"Kak, tapi uang tabunganku tipis banget. Aku nggak yakin cukup buat...."
"Udah kamu tenang aja Han, nanti aku bantu. Beres pokoknya." Potong Kak Salma beberapa saat lalu sebelum mobilnya memasuki basement apartemen.
"Aku jadi nggak enak sama Kak Salma. Ngrepotin terus."
"Han, please jangan bilang gitu lagi ya. Dulu waktu Bapak dan Ibuku meninggal, keluargamulah yang ngrawat aku, ngasih makan aku, bahkan membiayai sekolahku. Sekarang giliranku membalas semua kebaikan itu." Ujar Kak Salma.
"Yang penting sekarang kamu harus fokus kuliah, buktiin ke Abi dan Ibumu kalo keputusanmu kali ini tepat. Jangan ngecewain mereka. Okey?" Senyumku mengembang, pun begitu pula dengan Kak Salma.
Kak Salma membuka pintu unit apartemennya dengan menggunakan kartu elektronik. Begitu pintu terbuka aku bisa melihat bagian dalam apartemen itu, tertata rapi dan berisi beragam furniture mewah. Aku sempat termangu beberapa saat sebelum Kak Salma mempersilahkan aku masuk.
"Bagus ya Kak apartemennya." Ujarku sembari pandanganku menjelajahi tiap sudut ruangan. Ada dua kamar tidur yang bersebelahan langsung dengan ruang tamu minimalis.
"Yah lumayan Han, yang penting nyaman buat istirahat." Kata Kak Salma sambil meletakkan tas nya di atas meja kaca berukuran kecil yang berhadapan langsung dengan sofa panjang berwarna maroon.
"Kamu nanti bisa tidur di kamar ini." Kak Salma menunjuk sebuah ruangan tepat di hadapannya.
"Kalo mau makan ato minum, dapurnya ada di belakang. Nggak usah sungkan-sungkan ya Han, anggap aja rumah sendiri." Lanjut Kak Hana sambil menunjuk dapur yang berada di bagian ujung ruangan, bersekat anyaman kayu setinggi dada orang dewasa, memisahkannya dengan bagian ruang tamu.
"Iya Kak. Terima kasih."
"Ya udah, mending sekarang kamu mandi dulu Han, habis itu istirahat."
"Kamar mandinya dimana ya Kak?" Tanyaku.
"Di dalam kamarmu udah ada kamar mandinya kok." Jawab Kak Salma.
Akupun masuk ke dalam kamar yang ditunjukkan oleh Kak Salma, ukurannya cukup luas dengan tembok yang dominan berwarna putih tulang. Di bagian tengah terdapat ranjang berukuran besar, jauh lebih besar jika dibandingkan kepunyaanku di desa. Tak jauh dari pintu masuk terdapat ruangan full kaca, sebuah kmar mandi minimlais dengan shower. Setelah membereskan barang bawaanku dan meletakkannya di dalam lemari, aku langsung mengguyur tubuhku dengan air hangat. Rileks, tubuhku yang penat setelah menempuh perjalanan cukup jauh merasakan kehangatan serta kesgaran dalam satu waktu. Setelah menegtringkan tubuh kantuk mulai menyerangku, membuatku lelap di atas ranjang.
***
"Aaaahh...Aah! Mentokin sayang!! Mentokin!!!"
DUG
DUG
DUG
"Aaahh…Teruss sayang...Genjotin yang kenceng!!!"
Aku terhenyak beberapa saat karena tembok kamar berdentum beberapa kali diiringi suara desahan wanita. Cukup keras terdengar hingga membuatku terjaga dari tidur. Pandangan maraku yang sedikit kabur mengarah ke layar ponselku yang menunjukkan pukul 2 pagi. Di balik tembok kamar suara erangan masih sesekali terdengar tanpa henti. Aku bangkit dari ranjang, duduk di bagian tepinya seraya mencoba mengumpulkan sebagaian nyawaku. Itu adalah suara Kak Salma, aku yakin betul.
DUG
DUG
DUG
Tembok kamarku kembali berdentum, kali ini suaranya jauh lebih keras dibanding sebelumnya. Bahkan desahan Kak Salma pun demikian, bukan desahan lagi sepertinya, tapi lebih tepat disebut dengan teriakan. Suaranya bersahutan dengan suara berat seorang pria, itu artinya dia di dalam kamarnya tak seorang diri. Lalu dia bersama siapa? Tapi bukan itu yang membuatku terhenyak, Kak Salma yang dulu aku kenal begitu alim dan pendiam kenapa sekarang jadi sebinal ini? Bahkan dia sekarang sedang bersetubuh dengan seorang pria yang entah siapa.
Seharusnya ini bukan menjadi urusanku, tapi entah kenapa suara desahan Kak Salma dan pria yang sedang bersama dirinya membuat sesuatu yang asing dari dalam tubuhku lama kelamaan menjadi tergelitik. Sex adalah hal tabu bagiku, sesuatu yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehku sepanjang hidup. Aku tumbuh besar di lingkungan keluarga yang sangat kolot, bahkan tak sekalipun aku memiliki hubungan yang spesial dengan lawan jenis. Itu sangat terlarang bagiku.
Aku mendekatkan telinga ke sisi tembok, lenguhan manja serta desahan binal Kak Salma terdengar makin jelas. Sungguh ini membuat bulu kudukku meremang, membayangkan Kak Salma tengah digenjot secara kasar dan keras oleh lawan mainnya. Lambat laun alam bawah sadarku mulai membayangkan jika Aku berada di posisinya. Disetubuhi secara brutal hingga berteriak keenakan seperti ini.
Sambil terus mendengar desahan Kak Salma dan pasangan mesumnya, perlahan satu tanganku meremasi payudaraku sendiri yang masih terbungkus kaos. Aku menyandarkan punggungku di sisi luar tembok kamar, memposisikan tubuhku senyaman mungkin sambil perlahan membuka kedua pahaku hingga mengangkang. Selangkanganku terasa lembab, nyaris basah. Ah, ada apa dengan tubuhku? Hangat dan meremang secara bersamaan. Aku juga ingin disentuh. Di balik tembok persetubuhan Kak Salma dengan lawan mainnya makin panas, tak jarang Aku bisa mendengar Kak Salma sampai mengumpat dengan kata-kata kasar.
Tak puas hanya menjamah bagian dada saja, satu tanganku mulai menjalar ke bawah. Tentu saja yang Aku sasar adalah bagian selangkangan yang makin lama terasa begitu lembab menjurus basah. Sedikit menarik pantatku ke atas, Aku segera melepas celana tidur panjang celana dalamku. Vagina yang ditumbuhi bulu-bulu tipis nan rapi langsung terlihat jelas. Ujung jariku mulai menyentuh permukaan vagina, menggeseknya secara perlahan, naik turun. Gesekan demi gesekan jariku dengan diiringi lenguhan Kak Salma di seberang kamar membuat khayalan nakalku terbang tinggi.
Bayangan disetubuhi seperti yang tengah dialami oleh Kak Salma saat ini memenuhi tiap jengkal isi kepalaku. Aku horny! Benar-benar horny! Badanku meremang hebat, malah cenderung terasa hangat. Maka segera Aku melepas kaosku hingga telanjang bulat sebelum kembali melanjutkan kegiatan masturbasiku.
"Eeehhmmmmm...."
Desis lirih terdengar dari mulutku ketika Aku paksakan satu ruas jari telunjukku berusaha masuk ke dalam liang vaginaku. Sakit, benar-benar sakit, membuatku mengurungkan niat untuk memasuki celah sempit liang persenggamaanku dengan jariku. Aku lalu hanya menggesek permukaan jengger kecil di bagian atas vagina, menggeseknya secara perlahan naik turun, geli dan basah. Itulah yang aku rasakan beriringan dengan gejolak aneh yang makin lama makin mebuat tubuhku meremang bukan main.
"Oouucchhhh......"
Aku melenguh panjang, suara dari kamar Kak Salma masih terdengar sesekali diiringi teriakan melengking dari wanita itu. Aku membayangkan saat ini mungkin dia sedang digenjot begitu keras oleh pasangannya dari atas. Dari suara tumbukan badan keduanya mungkin saja apa yang Aku bayangkan saat ini ada benarnya. Gerakan tanganku yang menggesek-gesek vaginaku sendiri juga makin terarah cepat, sementara satu tanganku yang lain meremas makin keras payudaraku secara bergantian, sesekali Aku tak sungkan untuk menarik paksa putingku yang sudah sangat keras.
"Ouucchhhh! Sayang! Jangan di dalem lagi! Aaachh! Jangan buang di dalem Sayang! Aaach!!"
"Haaahhh!! Haahhh!! Kenapa sayang? Bukannya kamu suka kalo dikeluarin di dalem?"
"Jangan malam ini sayang! Aaacchhh! Aku lagi subur!"
"AARGGGHHTTTT!!!"
Percakapan antara Kak Salma dengan pasangannya terdengar cukup jelas. Pria itu benar-benar membuat Kak Salma keenakan, dan aku meyakini jika mereka berdua sudah sering melakukan perzinahan seperti ini. Gila! Kak Salma sudah berubah menjadi sebebas ini! Apakah ini karena pengaruh lingkungan kota, atau karena dia merasakan kebebasan lain seperti halnya yang aku rasakan setelah lari drai rumah?
Tak mau terjebak dalam berbagai macam pertanyaan soal Kak Salma dan pasangannya, Aku kembali memusatkan konsentrasi pada kegiatan masturbasiku. Gerakan tanganku pada vagina yang sudah basah kuyup makin cepat. Aku sengaja mengocoknya dengan kecepatan tinggi untuk menjemput gelombang orgasme. Aku tak peduli jika desahanku juga ikut terdengar dari balik tembok milik Kak Salma, satu-satunya yang ingin Aku capai saat ini adalah kepuasan diriku sendiri, persetan dengan orang lain.
"Ouuucchhhh!! Anjing!!!!"
Bunyi kecipak tumbukan dua jari tanganku dengan bagian permukaan vaginaku yang basah bahkan sampai ikut terdengar. Aku melirik ke bawah sambil terus mengocok vaginaku sendiri, memang sudah sangat basah. Beberapa saat kemudian gelombang kenikmatan itu datang menyerang. Tubuhku menegang, melenting disertai hantaman kenikmatan yang membuat syaraf-syaraf dalam tubuhku kaku untuk beberapa saat.
"Aaaaaccchhhhhh...!!!"
Nafasku menderu bak hantaman ombak yang menabrak karang secara bertubi-tubi. Saking enaknya, Aku sudah tak mempedulikan lagi suara erangan Kak Salma dan pasangannya yang masih terus memacu birahi.
"HAAAH!! HAAAHH!!! HAAAAHH!!"
Nafasku masih tak beraturan namun lambat laun mulai mereda seiring berkurangnya efek orgasme yang menerpa tubuhku. Samar Aku dengar di balik tembok kamar Kak Salma terdengar percakapan ringan antara dirinya dengan sang pejantan. Aku menduga persetubuhan mereka berdua juga telah usai. Sesekali Kak Salma tertawa manja dan masih mendesah lirih, mungkin saja pasangannya masih memberikan serviz tambahan setelah beres ejakulasi.
Samar terdengar pintu kamar Kak Salma terbuka, rasa penasaran kembali menyelimutiku. Perlahan aku mendekati pintu kamarku, mengendap-endap, membukanya pelan agar tercipta celah agar aku bisa mengintip dari dalam kamarku sendiri. Sesosok pria berpostur tinggi besar dengan lengan bertatto naga berjalan santai menuju sofa ruang tamu. Aku menelan ludahku sendiri karena pria itu dengan santainya duduk tanpa mengenakan pakaian apapun, telanjang bulat. Penisnya memang tak sedang mengeras, tapi tetap saja ukurannya membuatku begidik ngeri, apalagi ini adalah kali pertamaku menyaksikan tubuh telanjang seorang pria secara langsung.
Tak lama, Kak Salma menyusul keluar, juga dalam keadaan telanjang bulat. Tubuhnya benar-benar sexy, kulit putihnya dipadu dada yang berukuran cukup besar dan kencang membuat sang pejantan tersenyum penuh arti kala mereka bertatap muka. Dengan gerakan gemulai dan manja Kak Salma memeluk tubuh pria itu dari depan, sang pejantan memberi ruang pada Kak Salma agar bisa duduk di atas pangkuannya.Aku terhenyak, rupanya mereka berdua masih belum selesai....
3471Please respect copyright.PENANApauZ3LAucc
BERSAMBUNG
ns 15.158.61.48da2