Bukan hanya Salma yang merasa nyaman bertetangga dengan mereka, Fahri pun sering menikmati berbincang dengan Julius. Mereka kerap berdiskusi tentang berbagai hal, mulai dari pekerjaan hingga masalah politik dalam dan luar negeri.
“Pak Julius ini pandai bercerita, ya. Kadang-kadang saya lupa waktu kalau sudah ngobrol dengannya,” kata Fahri suatu malam kepada Salma, setelah pulang dari rumah Julius.
Salma hanya tersenyum. Ia senang melihat suaminya bisa menjalin hubungan baik dengan tetangga mereka. Baginya, kebahagiaan itu sederhana: saling menghormati, berbagi kebaikan, dan menjalin hubungan yang hangat dengan orang-orang di sekitar mereka. Setelah sekian lama tinggal di kompleks perumahan ini baru kali ini mereka bisa mendapatkan tetangga yang akrab.
Tapi akhir-akhir ini, Salma merasakan sesuatu yang berbeda ketika berada di rumah Rita, terutama ketika suami tetangganya itu, Julius, sedang ada di rumahnya. Julius mulai sering terlihat hanya memakai celana pendek dan tidak berbaju. Hal itu kadang-kadang membuat merasa risih dan geli melihatnya.
Tubuhnya yang kekar, dadanya yang bidang, serta bulu-bulu yang tumbuh di dadanya agak menakutkan. Apalagi Julius sekarang sering memerhatikannya. Dalam kehadiran Julius yang begitu intens memperhatikannya, tanpa bisa dicegah muncul perasaan bangga dalam diri Salma.
Dia yang sudah memiliki dua orang anak, ternyata bisa menarik perhatian lelaki seganteng Julius, pikir Salma dalam hati. Segera saja Salma mengucapkan istigfar dan berdoa dijauhi dari perasaan aneh yang kadang muncul. Pernah suatu hari, Salma sedang mengajari Rita membuat onde-onde karena entah kenapa Rita tiba-tiba suka dengan kue itu.
Julius yang kebetulan ada di rumah ikut memperhatikan cara membuat kueh onde-onde tersebut. Sekaligus menatap wajah Salma wanita muslimah yang cantik dan berhijab itu. Salma merasakan tatapan Julius yang tertuju padanya. Dia menyadari tatapan itu mengandung rasa suka entah berlandaskan apa. Mungkin saja berlandaskan nafsu. Tapi Salma tahu bahwa dia tidak punya hak untuk melarang perasaan orang kepadanya apapun itu.
“Pak Julius, apa Bapak suka makan kue?” tanya Salma sambil tersenyum ramah, mencoba mencairkan suasana. Tangannya sibuk mengaduk adonan yang hampir selesai.
Julius, yang berdiri di dekat meja dapur, tersenyum lebar. “Tentu saja suka, Bu Salma. Kalau kue enak, siapa yang bisa menolak?” jawabnya dengan nada bercanda, membuat Rita istrinya tertawa kecil di sampingnya.
Salma tertawa mendengar jawaban Julius itu. “Kalau begitu, kue apa yang paling Bapak suka?” tanya Salma dengan nada iseng, mencoba mencairkan suasana.
Julius tertawa kecil, menatap Salma dengan ekspresi santai. “Kalau saya, paling suka kue apem, Bu Salma,” jawabnya, sambil menyisipkan senyuman yang terlihat bernuansa mesum di mata Salma.
Tentu saja jawaban itu membuat Salma seketika tertegun. Wajahnya berubah sesaat, meskipun ia berusaha keras untuk tidak memperlihatkan ekspresi apa pun. Salma sangat memahami makna lain dari kata apem, yang sering kali menjadi istilah kiasan untuk alat vital wanita. Dia yakin apem yang dimaksudkan oleh Julius tentu adalah alat vital wanita.
Salma mencuri pandang ke arah Rita, mencoba mencari tahu apakah sahabatnya itu memahami apa yang baru saja dikatakan Julius. Namun, Rita tampak tetap sibuk dengan adonan kue di hadapannya, seolah tidak terganggu oleh ucapan suaminya. Salma hanya bisa berharap bahwa Rita benar-benar tidak mengerti maksud tersembunyi dari kata tersebut.
Situasi menjadi semakin membuat Salma tidak nyaman ketika Julius melanjutkan, masih dengan nada bercanda. “Apalagi kalau yang bikin kue apem itu Bu Salma, pasti saya suka sekali. Apem Bu Salma pasti enak.”
Kata-kata itu menusuk hati Salma. Apem Bu Salma. Julius tidak menyebutkan apem buatan Bu Salma tapi apem Bu Salma. Ini jelas sekali maksudnya. Tapi lagi-lagi Rita seolah tidak paham atau tidak dengar apa yang dikatakan suaminya. Salma merasa ucapan itu sesuatu yang tidak pantas, meskipun diucapkan dengan nada santai. Salma berusaha keras untuk menjaga wibawa dan tidak menunjukkan kegelisahannya. Ia tersenyum tipis, lalu mengalihkan perhatian dengan cepat. Meski dalam dirinya muncul perasaan aneh yang sebisa mungkin berusaha dia abaikan.
“Oh, kalau begitu, Pak Julius harus coba kue apem yang saya buat lain kali. Tapi jangan terlalu berharap banyak, ya, soalnya saya juga masih belajar,” jawab Salma dengan nada ringan, berusaha menunjukan bahwa dia seolah tidak mengerti bahwa apem yang dimaksud Julius adalah hal yang berbeda.
Julius tertawa sambil mengangguk. “Wah saya senang sekali dengan tawaran itu. Tentu saja, saya tunggu, Saya tidak sabar ingin mencicipi apem Bu Salma.”
Kata-kata Julius makin jelas dan makin meyakinkan Salma bahwa lelaki itu memiliki hasrat pada dirinya. Perasaan Salma campur aduk. Dia melirik lagi Rita yang lagi seolah meyakini bahwa Julius berbicara tentang kue apem yang sebenarnya. Semoga memang benar apem yang di maksud oleh Julius benar kue apem dan Salam hanya salam paham. Tapi dalam hati Salma tetap yakin bahwa apem yang dimaksud oleh Julius bukanlah kue. Karena Julius mengatan itu dengan wajah mesum yang tidak bisa dia sembunyikan.
Salma tidak menanggapi kata-kata Julius yang terakhir itu. Dia berharap dengan begitu pembahasan soal apem akan berakhir. Karena kalau dia tanggapi pasti akan kembali memancing Julius mengeluarkan kata-kata yang lebih menjurus.
Setelah Julius meninggalkan dapur, Salma menghela napas dalam-dalam. Karena dia mengkhawatirkan Rita. Andai Rita mengganggap kata-kata Julius itu bermaksan lain dan marah ini bisa menimbulkan masalah.
Bagi Salma, menjaga hubungan bertetangga yang baik tetap menjadi prioritas. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang baru saja muncul dalam dirinya. Dalam hati, ia berdoa agar situasi seperti ini tidak terulang lagi, demi menjaga kedamaian dan keharmonisan di antara mereka.
Hari-hari berlalu meski Salma berusaha melupakan percakapan dengan Julius soal apem, tetap saja muncul pertanyaan dalam benak Salma. Mungkinkah Julius punya hasrat padanya. Salma berpikir keras dalam hati. Bulu romanya mulai berdiri. Perasaan aneh yang selalu berusaha dia usir kembali datang dan membuat Salma makin gelisah.
Suatu malam, saat Fahri mendapatkan undangan ceramah di luar kota, Rita memgundangnya untuk makan di rumahnya. Salma memenuhi undangan itu karena tidak enak menolak kebaikan Rita.
Salma beserta kedua anaknya Fadli dan Salwa yang pergi ke rumah Rita. Saat makan, Salma duduk di hadapan Julius. Kedua anaknya duduk di sebelahnya, sementara Rita duduk di sebelah Julius.
Ketika Rita bangkit menuju ke dapur untuk menambah makanan, Salma merasakan kakinya disentuh-sentuh. Dia mengira mungkin ada kucing atau hewan peliharaan lain, tetapi ketika dia menoleh ke bawah meja, dia melihat kaki Julius yang menyentuh-nyentuh kakinya dan betisnya.
Lalu, dia segera menarik kursi yang dia duduki agak mundur ke belakang. Agar menjauh dari jangkauan Julius. Salma berpikir mungkin karena Rita tidak ada disampingnya maka Julius berani melalukan itu. Nekad sekali Julius melakukan itu seolah yakin aku tak akan keberatan.
Hati Salma agak sedikit tenang ketika Rita tidak lama kembali duduk di sebelah Julius. Tapi alangkah kagetnya Salma ketika dia merasakan kaki itu masih mencoba menyentuhnya meskipun Rita ada bersama. Ternyata Julius masih bisa menjangkaunya. Salma masih merasakan kaki dan betisnya disentuh lagi, meskipun dia sudah menghindarkannya. Salma merasa begitu serba salah. Ingin sekali bangkit dan bertukar tempat dengan anaknya, tetapi takut Rita akan menyadari atau bertanya kenapa dia berpindah tempat.
Bagi Salma, dia tidak ingin Rita mengetahui kejadian ini. Dia khawatir akan timbul perkelahian antara mereka suami istri. Salma sangat menghormati Rita selama ini. Jadi, mau tidak mau, Salma terpaksa pasrah dan membiarkan kaki Julius terus menyentuh betisnya.
Namun, bukan hanya betis yang disentuhnya, kaki Julius semakin naik dan kini sudah menyentuh paha Salma pula. Meski masih terhalang oleh pakaian tetap saja Salma merasa geli. Dari rasa geli, menjadi bertambah geli lagi. Dan dari bertambah geli, Salma mulai merasakan sesuatu yang lain.
Naluri seorang wanita mulai muncul, apalagi ketika betis dan pahanya disentuh-sentuh seperti itu. Suaminya, Fahri, tak pernah sekalipun mengusik betis dan pahanya seperti ini. Yang biasa disentuh suaminya adalah payudaranya, dan langsung pada area kemaluannya.
Salma pun tidak tahu bahwa betis dan pahanya bisa memberikan rasa nikmat bila diusik-usik dan disentuh lelaki seperti itu. Salma semakin merasa serba salah. Akhirnya, dia cepat-cepat menghabiskan makanannya, lalu bangkit dari kursi dan menuju ke dapur.
"Eh, tambah lagi Salma. Makanan masih banyak di dapur," kata Rita pada Salma. Namun, Salma segera menjawab bahwa dia sudah kenyang. Padahal, jika dihitung, sebenarnya dia masih ingin menambah lagi.
Sejak malam itu, Salma agak takut untuk ke rumah Rita ketika Julius ada. Tapi Rita selalu saja mengajaknya, tak peduli suaminya ada di rumah atau tidak. Karena memikirkan kebaikan Rita, Salma akhirnya pergi juga. Sembari berdoa agar dia dijauhkan dari gangguan Julius yang makin berani. Selain itu dia juga berdoa agar dirinya tidak tergoda untuk melayani Julius. Karena jujur dalam lubuk hatinya ada dorongan untuk mengarah kesana.
Salma tidak pernah membayangkan suami tetangganya akan seperti ini. Dari awalnya cuma menatap wajahnya dengan tatapan penuh rasa suka mengandung hasrat mesum yang terlihat jelas bagi Salma. Kemudian bercanda yang nyerempet. Kini bahkan dia sudah sampai berani menyentuhkan kakinya ke betis dan paha Salma.
Salma tidak ingin mengecilkan hati Rita yang sangat baik kepadanya. Dia juga tidak ingin Rita mencurigai sesuatu, dan tak mau menunjukkan perubahan pada dirinya. Salma yakin bahwa Rita tidak tahu tentang kelakuan suaminya itu.
Dan ketika mereka sedang berada di meja makan, Salma mencoba menghindar untuk duduk berhadapan dengan Julius lagi. Kalau Julius ingin memperhatikannya dan menatap dirinya dengan tatatapn penuh rasa suka, tatapan mesum atau tatapan cabul, biarkan saja. Tidak mendatangkan kerugian apa-apa bagi Salma kalau hanya sekedar seperti itu.
Bersambung
ns 15.158.61.20da2