Hari masih pagi sekali dan kulihat di luar jendela, cahaya matahari nampak setengah saja yang terlihat.
Dan kenapa aku yang biasanya sering bangun terlambat karena begadang main galge. Sekarang malah bangun pagi.
Ini karena Sakuraba-san sialan itu yang menyuruhku untuk menjadi body-guardnya saat dia ingin pergi berbelanja.
Padahal aku punya jadwal sibuk hari ini yaitu bermain galge sepuasnya sampai aku masuk ke dalam dunia 2d.
Itu pun kalau bisa.
Aku pun menatap jendela dengan sedikit air mata yang keluar. Menangisi kesempatanku untuk bermain game seharian penuh yang tidak bisa ku kembalikan lagi.
“Biarlah, lagipula dia mengajiku 500yen untuk hari ini.”
Aku pun bergegas mencuci mukaku dan memakai baju lengan panjang ditambah baju dengan lengan pendek yang tidak biasa kugunakan saat keluar rumah.
Biasanya aku hanya memakai kaos polos putih biasa ditambah topi dan tas punggung untuk pergi membeli game kesukaanku di toko.
Tapi entah kenapa aku tidak terbiasa memakai baju ini. Soalnya baju ini sudah lama tidak kupakai. Mungkin sekitar 2 tahun yang lalu saat aku pertama kali bertemu dengan Rin.
Celanaku sempit sekali, apa aku bertambah gemuk ya? Yah, celana ini terakhir kali kupakai 3 tahun lalu. Jadi sangat mungkin kalau ukurannya tidak muat lagi.
Baru aku sadar, kalau Adikku Rin ada di kamarku. Ia melihat ke arahku dengan sedikit air mata yang menetes dan bertingkah seperti seorang Ibu yang bangga melihat anaknya menjadi dewasa. “Onii-san... akhirnya kau sudah jadi dewasa sekarang. Adikmu ini merasa senang.”
Gesh, sejak kapan setan kecil ini ada di dalam kamarku? Apa aku tadi lupa mengunci pintu kamar?
Untung saja aku sudah memakai baju. Jika tidak dia akan kulempar dari jendela.
“Onii-san mau kencan ya?” tanya dia dengan nada yang membuatku kesal.
“Mana ada bego, aku memakai baju ini karena ada pekerjaan.”
“Orang seperti Onii-san bekerja? Ayolah Onii-san, jangan bohong!”
Ini yang sulit diatasi, kalau Eita masih bisa. Jika dipukul kepalanya atau diancam, dia bisa diam. Kalau ini levelnya udah tinggi, seperti penyakit kanker yang sudah masuk stadium akhir.
Dengan santai sambil mencoba melepas celanaku. “Terserah kau lah. Bisakah kau keluar?”
“Apa Onii-san malu dilihat pakai baju begitu?” tanyanya dengan wajah yang dapat membuatku kesal.
“Tidak, bukan itu. Aku ingin mengganti celanaku”
Aku langsung melepas celanaku di depan Adikku sampai hanya celana dalamku saja yang kelihatan.
Raut wajahnya berubah 180 derajat, dari senang menjadi malu. “Whaa… kenapa kau mengganti baju di sini?”
Kan ini kamarku, kenapa malah kau yang marah?
Dalam sekejap mukanya menjadi merah, tubuhnya gemetaran dan ia menutup mata menggunakan tangan kanannya.
Sebenarnya aku juga malu untuk memperlihatkan celana dalamku walaupun pada adikku sendiri. Tapi untuk mengusir si setan kecil ini diperlukan pengorbanan dan aku tidak tahu, apakah hasilnya setimpal dengan pengorbananku atau tidak?
“ONII-SAN EROTAKU MESUM BODOH!!!!” Dia berteriak sambil berlari keluar.
Siapa suruh gak keluar kamarku dari tadi.
Setelah selesai berpakaian. Akupun langsung pergi ke tempat yang dijanjikan. Saat mengecek rumah, entah kenapa adikku tidak ada di dalam rumah.
Kalau ibu mungkin pergi berbelanja pagi-pagi karena ibu bekerja saat siang hari sebagai guru les anak-anak pada hari sabtu. Tapi yang aneh, di mana setan kecil itu? Apa dia pergi ke rumah temannya?
“Ahh… biarlah nanti juga balik ke rumah.”
Aku pun pergi ke depan pusat perbelanjaan di Aeon Mall Kagoshima, tempat di mana kami ketemuan. Jika aku ukur, jarak antar rumahku dengan pusat perbelanjaan mungkin sekitar 2 kilometer lebih.
Di sepanjang jalan, kulihat banyak orang yang berpacaran lalu-lalang melewatiku.
Yah, wajar saja. Karena pada saat hari libur tiba, di otak para normie dipenuhi dengan hal-hal berbau masa remaja. Mereka melakukan aktifitas remaja seperti kencan, karaoke, kumpul bersama di restoran dan lain-lain.
Entah kenapa, aku berpikir bahwa melakukan hal-hal itu seperti membuang energi dan waktu, bukan pada tempatnya.
Aku mengatakan hal itu bukan berarti aku menganggap aktifitas seperti itu tidak berguna. Aku juga menjadikan galge sebagai pelarianku dari dunia nyata yang keras ini.
Jadi setiap orang mempunyai hak untuk memilih kehidupannya sendiri. Apa ingin menjauhi masa mudamu dengan bermain galge setiap hari atau menikmati masa mudamu yang begitu indah menurut para normie? Itu terserahmu.
Cukup lama aku berjalan sambil melamun memikirkan hal itu. Akhirnya aku sampai di tempat yang dijanjikan. Kulihat Sakuraba-san sedang berdiri di depan tiang lampu. Dia memakai gaun one piece yang berwarna putih ungu. Ditambah dengan stockingnya yang cukup menggoda.
Entah kenapa asupan stocking-ku sudah penuh sekarang akibat Sakuraba-san yang terus saja menunjukannya padaku.
Aku berterimakasih padanya dalam hati walaupun aku tidak menyukai perempuan 3d.
Dengan raut wajah dingin sambil mengibas rambutnya dengan tangan kanan. “Ayo kita langsung pergi.”
Hei nona! Bisakah kau menunggu sebentar? Karena berjalan kaki sejauh ini cukup melelahkan untuk orang sepertiku.
Dan ia pun langsung berjalan tanpa memedulikan diriku yang kelelahan ini.
Akupun terpaksa mengikutinya walau kelelahan.
Saat kami baru datang ke mall, Sakuraba-san berhenti berjalan dan memutar tubuhnya ke arah boneka panda yang berada di toko sebelah kanan kami.
Untuk seseorang yang mempunyai raut wajah yang dingin. Dia cukup feminim, menyukai hal seperti itu.
“Adikku sepertinya menginginkan boneku itu.”
Sungguh alasan yang sangat bagus untuk seseorang yang menyukai boneka panda.
Karena ia terlihat tertarik dengan hal itu dan juga aku ingin membeli sesuatu di sana. Jadi aku menyetujuinya.
Aku berjalan melewatinya. “Baiklah, kita ke toko sana sebentar. Lagipula ada sesuatu yang ingin kubeli”
“Kebetulan… aku juga ingin membeli dua boneka untuk adikku.”
Dua boneka? Kebohongan yang terlalu jelas untuk seseorang yang memilki raut wajah dingin.
Apa dia lemah terhadap yang imut-imut? Yah… setiap perempuan pasti punya rahasia. Jadi aku tidak bisa menyalahkannya.
Setelah masuk ke dalam toko. Sakuraba-san langsung pergi ke bagian boneka panda dan aku pergi ke bagian gantungan kunci untuk mencari benda yang Rin sukai.
Setelah cukup lama memilih. Akhrinya aku membeli 1 gantungan kunci berbentuk panda untuk adikku yang entah di mana dia berada. Aku membelikannya hadiah agar dia bisa diam.
Adikku tidak akan bisa diam, jika tidak ada hal yang membuatnya tertarik.
Seperti anak kecil aja.
Di saat aku ingin ke kasir. Aku melihat Sakuraba-san membawa 3 boneka panda ke kasir dengan senyum puas di wajahnya.
Bukankah kau ingin membeli 2 boneka, kenapa sekarang jadi 3?
Setelah selesai kami membeli barang yang kami hendaki. Kami pun pergi keluar dari toko.
“Aku ingin membeli baju tidur, apa kau tidak keberatan jika kita pergi kesana” Ucap dia sambil berjalan di sebelahku.
“Tugasku di sini hanya sebagai body-guard. Jadi terserah kau saja mau kemana.”
Setelah Sakuraba-san selesai membeli barang yang dibutuhkan, dia pun mentraktirku makan di kafe.
Sudah berapa lama ya aku tidak ke kafe?
“Kau boleh pesan sesukamu.”
Nona… bisakah kau berhenti memperlakukanku seperti orang yang rakus?
Kalau sudah ditraktir begini. Ya pasti aku tidak akan menolaknya. Karena kesempatan ini sangat jarang terjadi.
“Beneran? Kalau begitu aku tidak akan sungkan-sungkan.”
Aku mengambil daftar menu untuk melihat, apa saja makanan dan minuman yang ada di kafe ini.
Semoga kafe ini punya katsudon.
“Anoo… Sakuraba-sa-” Sambungku setelah selesai memesan.
“Panggil saja aku Aika.”
Dia memotong pembicaraanku.
“Hmm… A-A-Aika-san apa kau tinggal sendirian di rumah sebesar itu?” tanyaku agak gugup karena baru pertama kali memanggil nama depan perempuan.
Saat aku menanyakan hal itu, ia terdiam selama beberapa detik.
“Awhh… tidak apa-apa jika kau tidak ingin menjawabnya. Aku juga merasa tidak enak menanyakan hal seperti itu” Sambungku.
“Maaf aku hanya teringat sesuatu. Lagipula kau sudah berhubungan denganku, jadi mungkin kau harus tahu.” Sambil memalingkan wajahnya ke jendela.
Berhubungan? Maksudmu sebagai body-guard kan?
“Sebenarnya aku tinggal bersama ayah dan ibuku di rumah itu. Tapi Ayahku selalu sibuk dengan pekerjaannya, setelah kami pindah rumah. Ibuku jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit, Ayahku jarang sekali menjenguk, karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya.”
Benarkan dia gak punya adik. Untuk orang yang terlihat pintar, dia cukup bodoh.
Tapi aku merasa tidak enak menanyakan hal yang tidak ingin dia ingat. Manusia macam apa aku ini?
Sambil menunudukan kepalanya dengan wajah yang agak muram. “Di saat Ibu mengehembuskan napas terakhirnya, Ayahku malah terlambat saat Ibu sudah di bawa ke ruang mayat. Aku benar-benar marah dan benci Ayahku saat itu, dia hanya mementingkan pekerjaan dari pada keluarganya.”
Akupun menghadapkan pandangaku ke arah lain karena aku merasa sedikit bersalah menanyakan hal itu padanya. “Sakuraba, maksudku Aika-san. Maaf… aku bertanya hal yang tidak-tidak.” Sambil mengusap belakang kepalaku.
Kepalanya yang tertunduk tadi, kini menghadap ke arahku dengan wajahnya nampak terlihat sedikit sedih. “Tidak apa-apa, lagipula aku juga ingin membicarakan masalah ini dengan orang lain.”
“Awh… hmmm”
Setelah kami selesai makan dan berbincang, Sakuraba-san mengajakku jalan-jalan di kota. Saat di tengah jalan, aku melihat toko game yang menjual game galge yang baru keluar hari ini.
Aku baru ingat kalau game galge Black Azure rilis hari ini!
Hah… besok saja lah aku beli.
“Apa kau ingin ke sana?” tanya Sakuraba-san.
Aku membalikan fakta agar ia tidak mengetahui jati diriku yang sebenarnya. “Aku hanya tidak sengaja melihatnya.”
“Apa toko itu menjual game bergenre RPG?” tanya ia lagi.
Ternyata dia penyuka game juga, baru tahu aku.
“Hmm… aku kurang tau juga, tapi kayanya ada sih.”
“Bagaimana kalau kita ke toko itu sebentar?”
Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi syukurlah aku dapat membeli game galge yang telah lama kutunggu.
Sambil mengangguk kecil. “Hmmm…”
Kami pun pergi ke toko game itu. Baru saja aku masuk ke toko, tiba-tiba aku merasa seperti di surga dan atmosfirnya pun begitu nyaman.
Dengan senyum dingin di wajahnya. “Sepertinya kau cukup senang.”
Tanpa kusadari, Sakuraba-san melihat sisi lain dariku. Anehnya lagi dia memasang raut wajah yang cukup senang, ternyata dia sudah bisa meng-ngendorkan otot kaku di pipinya itu.
Akupun hanya bisa terdiam dan menatap rak yang berisi game karena aku malu memperlihatkan sisi penggila galge ini.
Kenapa dia harus merusak kesenangan seorang pecinta game galge?
“H-Hmmm…”
Setelah itu akupun membeli game yang kuinginkan dan Sakuraba-san membeli game rpg action yang bernuansa imut.
Judul game yang di beli Sakuraba-san: I Will Shoot Your Heart.
Apa dia juga seorang otaku? Tidak-tidak, mungkin dia hanya seorang penikmat game amatir. Yah kau tahu, kebanyakan orang-orang pertama kali menyukai game dari genre rpg karena mudah dimainkan dan gameplay-nya tidak membingungkan. Tidak seperti genre fps, strategi dan lain-lainnya yang membutuhkan ketelitian dan kepintaran untuk menang.
Saat kami pergi keluar dari toko, aku mendengar suara langkah kaki yang cepat dari belakang.
Ketika aku berbalik orang itu sudah mengambil tas milik Sakuraba-san, seketika aku langsung menghadangnya di depan, pencuri itu pun menabrakku dan kami berdua terjatuh.
Pintu di depan kami langsung tertutup otomatis sehingga pencuri itu tidak bisa keluar.
Sambil mengeluarkan pisau yang ada di saku jaketnya dan mengarahkannya ke pegawai itu. “Hei sialan, buka pintunya!”
Sialan dia punya pisau, tapi aku juga punya jurus rahasia.
Sambil mencoba untuk berdiri. “Sakuraba-san, bisakah kau menjauh.”
Sakuraba-san langsung menjauh sekitar 5 meter dariku saat aku mengatakan hal itu padanya.
Setelah berdiri, aku menundukkan kepala dan mencoba menunjukan wajah yang ditakuti semua orang.
Sambil menatap tajam ke arah pencuri itu. “Kembalikan tas itu! Jika kau tidak ingin menyesal!!”
Pencuri itu pun gemetaran, lantas dia menjatuhkan pisau dan tasnya saat melihat wajahku ini.
Apa semenakutkan itu kah wajahku? Sampai-sampai pencuri itu gemeteran.
Sontak aku langsung menerjang dan mendorong pencuri itu ke lantai. Setelah itu kukunci tangannya agar dia tidak bisa bergerak.
Tidak lama kemudian polisi datang dan menangkap pencuri itu.
Hari ini adalah hari yang melelahkan dari biasanya. Bagaimana tidak kelelahan? Jika seorang pencinta galge sepertiku harus menangkap seorang penjahat yang membawa pisau.
Saat aku berbalik ke belakang, Sakuraba-san berjalan ke arahku.
Dengan nada suara yang rendah tapi tetap menunjukan raut wajah dinginnya. “Terima kasih.”
Salah satu polisi datang menghampiriku dan menepuk punggungku. “Anak muda, terima kasih ya sudah membantu.”
Aku hanya bisa menangguk mendengar semua pujian itu. “H-Hmmm….”
Jujur aku tidak peduli dengan semua hal ini. Yang kupedulikan hanyalah bermain galge seharian.
Setelah kejadian itu, Sakuraba-san mengajakku jalan-jalan di taman bermain.
Kami pun menghabiskan waktu sekitar 2 jam untuk berkeliling taman.
Sekitar jam 4 kami pun berpisah di tempat kami ketemuan tadi.
Sambil menundukan kepalanya. “Sekali lagi, terima kasih Yuiichi-kun.”
Kenapa dia memanggil dengan nama depanku, sialan!
Dengan santai aku menjawab. “Bukankah aku ini body-guardmu, jadi wajar saja jika aku melakukan hal itu.”
Setelah percakapan selesai, Sakuraba-san sekali lagi menundukan kepalanya dan pergi ke rumahnya.
Di saat aku hendak pergi ke rumah, handphoneku berbunyi.
Saat kucek. Ternyata ibu mengirimiku pesan yang isinya “Yuuichi, nanti pas kamu pulang beli daging ya. Soalnya Rin mengamuk di rumah karena Ibu tidak ingat membeli daging.”
Itulah isi pesannya.
Hehh… sepertinya Adikku berubah menjadi singa yang kelaparan karena tidak diberi daging. Baiklah, aku juga mau beli beberapa cemilan untuk begadang main game galge malam ini.
Aku pun membeli 2 bungkus daging lidah sapi, kalbi, dan beberapa makanan ringan.
“Jam 4? Tidak terasa setengah hariku berlalu dengan hal yang tidak kuinginkan.” Gumamku sambil melihat jam yang ada di dinding toko.
Saat aku menuju ke kasir, pegawai kasir itu langsung gemetaran mengambil barang belanjaanku.
Hahh.., lain kali aku akan membawa jaket dan topi biar orang tidak terlalu takut saat melihatku.
▲
Saat aku baru masuk ke rumah. Aku langsung disambut Adikku Rin dengan raut wajah cerianya yang menyilaukan itu.
Adikku ini cukup menyusahkan juga. Lihat saja, baru aku masuk ke rumah, ia sudah menunggu di depan dengan senyumnya yang manis dan perut keroncongan.
“Daging apa yang Onii-san bawa?” tanya Adikku yang nampkanya kelaparan.
Dengan nada santai aku menjawab. “Lidah sapi dan kalbi.”
Sambil mengangkat tangannya dan bergembira. “Yeyy….!”
Kau ini… makan banyak tapi gak pernah gemuk. Apa dia ini mempunyai badan ectomorph ya?
Saat aku masuk ke rumah, aku melihat Ayah yang masih memakai baju kantornya dan sedang duduk di ruang makan.
Kapan dia pulang dari Hokkaido?
Ayah adalah seorang CA di perusahaan game di Hokkaido, dia sudah cukup lama bekerja sebagai pengembang game. Mungkin sekitar 5 tahun.
Karena ia adalah Ayah angkatku jadi aku tidak tahu banyak tentangnya. Yah, aku juga tidak berniat untuk mengetahuinya.
“Ahh… Yuuichi… kamu habis kencan ya?” tanya Ayahku
Bisakah salah satu dari kalian berhenti mengganguku?
Sambil membawa daging ke dapur. “Gak, aku habis kerja.”
“Kerja? Gak seperti biasanya.”
Ayahku tertawa mendengarku bekerja.
Emang aku seperti apa biasanya?
“Ngomong-ngomong, kapan ayah pulang dari Hokkaido?” tanyaku penasaran.
“Baru jam 4 tadi.”
Dengan nada datar aku menjawab. “Ohh…”
Setelah itu kami pun makan malam bersama. Selesai makan malam, aku pun cepat-cepat bermain game yang baru aku beli tadi.
Aku duduk di kursiku yang empuk sambil menyalakan pcku. “Akhirnya… keseharianku yang penuh dengan perjalanan cinta 2d telah kembali.” Gumamku dengan senang.
▲
Sambil berjalan menuju ke sekolah. “Bulan depan sudah ujian semester 2 dan aku belum belajar sama sekali.”
Tiba-tiba terdengar suara tidak asing yang berada di belakangku. “Ternyata kau bisa juga mengkhawatirkan hal seperti itu.”
Aku memutar tubuhku dan terlihat Eita si erotaku tersenyum aneh ke arahku.
Bisa kau hentikan senyum mu yang menjijikan itu?
Aku menjawab kata-katanya itu dengan sedikit ejekan. “Tentu saja, aku tidak sepertimu yang malas.”
Ia mencoba meyakinkanku kalau ia juga bisa belajar. “Kalau aku berusaha, aku pasti bisa menyusulmu.”
Wajahku pun berubah menjadi datar ketika ia mengatakan hal itu.
Tentu saja aku akan menunggumu, tapi sebelum itu. Tuntaskan dulu matematika dan bahasa inggris mu.
Saat mau sampai ke gerbang sekolah, aku melihat Sakuraba-san sedang duduk diam di depan pagar gerbang.
Dia mau nunggu siapa sampai berdiri cukup lama di sana? Biasanya dia langsung masuk ke sekolah, walaupun ada orang yang memanggilnya.
Saat aku sudah hendak sampai di gerbang sekolah, Sakuraba-san langsung menghadangku di depan sehingga aku terkejut dan berhenti berjalan.
Eita pun ikut berhenti. “Aku duluan ya, Yuuichi.” Sambil melambaikan tangannya padaku dan ia lebih dulu masuk ke sekolah.
Sialan kau Eita. Kenapa kau tidak menolongku, sialan?! Sakuraba-san menunjukan raut wajah dingin tetapi suaranya cukup dalam dan tidak nyaring. “Maukah kau menemaniku saat istirahat makan siang nanti?” tanyanya.
Aku langsung kebingungan dengan tingkahnya itu. “Hah?”
Sepertinya akhir-akhir ini aku terlalu sering terkejut.
▲
Dengan nada suara kecil sambil memainkan pulpenku. “Hilang sudah waktuku untuk bersantai.”
Saat waktu istirahat tiba, Sakuraba-san langsung berdiri dan mengajak ku untuk makan siang di atap. Dan entah kapan Eita langsung menghilang tanpa jejak.
Sialan kau Eita.
Sakuraba-san berdiri dari kursinya dan menghadap ke arahku. “Ayo, Yuuichi-kun.” Ajaknya.
Apa kau ini bosku? Padahal aku hanya ingin makan siang dengan tenang. Kenapa malah jadi begini?
Karena aku sudah menyetujuinya tadi, jadi aku terpaksa mengikutinya keluar. Saat aku hendak keluar kelas, aku merasakan hawa membunuh dari arah belakang. Ketika aku berbalik, hawa membunuh tadi hilang dan keadaan kelas seperti biasanya.
Apa cuma perasaanku saja atau laki-laki di kelas ini yang hanya bisa main belakangan?
Aku pun pergi keluar kelas tanpa mempedulikan hal itu dan nampaknya Sakuraba-san sudah lebih dulu pergi ke atap.
Saat aku sudah berada di atap, aku membuka pintu secara perlahan dan terlihat Sakuraba-san sedang berdiri di depan pagar atap.
Ketika aku mau duduk, Sakuraba-san langsung menghampiriku sambil membawa bekalnya.
Sontak aku langsung duduk menjauh dari Sakuraba-san.
Saat dia membuka kotak bekalnya itu, aku melihat nasi putih dengan berbagai macam sayur yang begitu indah di atas nasinya ditambah dengan daging sapi dan juga ada beberapa telur gulung yang cukup menggiurkan.
Ternyata dia cukup pandai juga memasak.
Sakuraba-san menundukan kepalanya dan berbicara dengan nada yang dalam. “Sebenarnya orang yang memakai jas hitam itu adalah bawahan Ayahku”
Owh, aku yakin orang yang menguntitmu lusa semalam itu pasti sudah dipecat dan berada di jalanan sekarang, dengan perasaan kecewa.
“H-Hmmm….”
“Ayahku menyuruh orang itu untuk mengawasiku, tapi aku merasa tidak nyaman dan karena itulah aku memintamu menjadi body-guardku agar pengawas itu menjauh” Sambungnya sambil menggengam tangannya.
Aku tidak tahu kalau Sakuraba-san orangnya agak terbuka seperti ini.
Tapi aku bingung dengan kelakuan Ayahnya itu, jika dia mau minta maaf, kenapa dia tidak langsung mendatangi Sakuraba-san? Bukan menyuruh para pegawainya untuk menjaga anaknya, hal seperti itu menurutku malah membuat Sakuraba-san semakin benci.
“Sakura- maksudku Aika-san.”
Kenapa aku malah gagap menyebut namanya ya?
“Bukankah lebih baik kau memaafkan Ayahmu dari pada masalah ini terus berlanjut.” Sambungku sambil meletakan kotak bekal.
Tidak biasanya aku sebijak ini. Apa aku sudah menyelam terlalu dalam ya?
Ia pun mengeluarkan sedikit air mata. “Entah kenapa aku tidak bisa memaafkan Ayahku atas kejadian yang lalu, padahal ibuku ingin sekali melihat wajah ayah di saat-saat terakhirnya, tapi ayahku malah-.”
Bel pun berbunyi ketika Sakuraba-san hendak menyelesaikan kata-katanya.
Sakuraba-san pun menyeka air matanya sambil berdiri dan terdiam sejenak.
“A-Aika-san?”
“Maaf, aku ingin mencari udara segar sebentar.” Jawabnya pergi dari atap sambil membawa bekal nya yang masih tersisa makanan.
Aku tidak tahu jika seseorang yang selalu memasang raut wajah dingin ternyata mempunyai sifat sentimental.
Dan aku pun bergegas menyelesaikan makan siangku dan pergi ke kelas.
Walaupun hari ini Nagasaki-sensei tidak masuk, tapi tetap saja Hasegawa-sensei selalu mengawasi seluruh lorong lantai 1 ketika pelajaran berlangsung. Bayangkan jika kau berjalan di lorong kelas sendirian dan tidak lama kemudian datang hewan buas yang hendak menerkammu.
Mungkin seperti itu deskripsiku jika dikejar Hasegawa-sensei.
Saat aku masuk ke dalam kelas, aku melihat Sakuraba-san yang sudah duduk di tempatnya.
Nampaknya seisi kelas cukup ribut dan secara tidak sengaja aku mendengarkan pembicaraan grup wanita tentang maid yang berada di depan gerbang sekolah.
Aku pun duduk di tempat ku tanpa mempedulikan hal itu.
Maid? Apa sedang ada event atau promosi ya?
Sakuraba-san pun sepertinya hanya fokus terhadap bukunya dengan raut wajah lebih dingin. Apa dia sedang marah?
Sambil membuka buku tugas yang ada di tasku. “Hehh…, aku harap ini akan segera berakhir.” Gumamku.
▲
Bel tanda untuk pulang sekolah telah berbunyi dan aku pun bergegas merapikan buku ku.
Owh aku baru ingat kalau aku juga telah dipekerjakan Sakuraba-san untuk menjadi body-guardnya. Yah paling cuma anterin dia aja sampai rumah.
Saat aku sudah selesai merapikan bukuku, Sakuraba-san langsung menghampiriku dan mengatakan. “Untuk hari ini kau tidak usah menemaniku, karena aku ada urusan penting.”
Aku pun hanya duduk terdiam mendengar perkataanya itu.
Sambil menganggukan kepalaku tanda aku mengerti. “H-Hmmm…”
Yahh… syukurlah kalau dia menyuruhku untuk tidak mengantarnya hari ini. Jadi waktuku untuk bermain game galge bertambah.
Tapi entah cuma aku saja dia terlihat agak berbeda atau itu perasaanku saja? Hmm…. Perempuan memang aneh.
Sakuraba-san pun pergi keluar kelas setelah mengatakan hal itu kepadaku.
Setelah Sakuraba-san telah meninggalkan kelas, tiba-tiba hampir setengah murid kelas berbicara sambil melihat ke arah ku. Yang mereka bicarakan: “Apa mereka pacaran ya?” “Kenapa Sakuraba-san malah dekat dengan orang itu?” “Padahal aku ingin dekat ama Aika-san”.
Yahh… walaupun aku ini orang nya tidak peduli terhadap rumor tentangku. Tapi tetap saja agak bikin sakit hati.
Dan aku pun bergegas pergi dari kelas karena aku ingin melepas penatku dengan bermain galge seharian.
Saat aku keluar dari gedung sekolah, aku melihat Sakuraba-san berbicara dengan maid itu dan raut wajah Sakuraba-san terlihat agak marah.
Dia ini kenapa?
Saat aku agak dekat dengan mereka, Sakuraba-san langsung melihatku dan tidak lama kemudian dia langsung pergi, maid itu pun juga melihatku, setelah itu dia langsung masuk ke dalam limosin berwarna hitam.
Baru kali ini aku melihat limosin dengan mataku. Biasanya aku hanya melihat jenis mobil itu di dalam anime, atau tv.
Aku pun hanya bisa terdiam dan menghela napasku setelah melihat kejadian itu.
Baru saja aku keluar dari gerbang pintu, sudah ada yang berteriak “Onii-san tunggu aku!”
Sepertinya pembawa masalah no.2 telah datang, semoga saja yang no.1 tidak ikut. Jika tidak, otakku tidak dapat mencerna pembicaraan mereka dan membuat fungsi otakku berhenti bekerja.
Aku pun berbalik dan melihat Adikku dengan rambut twintail putihnya yang terombang-ambing sambil berjalan riang gembira ke arahku. Sontak, aku pun langsung lanjut jalan dan tidak menghiraukan Adikku.
Adikku Rin pun memegang tangan kananku dan setelah aku berbalik ke arahnya, ia langsung menggembungkan pipinya tanda ia marah. “Onii-san kenapa kau mengacuhkan ku gitu? Humpp.”
Sialan… cepet amat ini anak larinya. Padahal jarak aku dengannya cukup jauh.
“Bisakah kau melepaskan tanganku?” tanyaku memohon agar ia tidak merepotkanku.
Rin langsung mengeratkan pegangannya. “Tidak akan kulepaskan sebelum Onii-san minta maaf.”
Kau ini bisakah bersikap seperti adik pada umumnya?
Aku pun terpaksa harus menjawabnya. “Iya… iya aku minta maaf.”
Setelah mendengarku meminta maaf, ia langsung melepas pegangannya sambil menunjukan wajahnya yang begitu ceria. “Nah itukan Onii-san yang baik.”
Kalau aku adalah Onii-san yang baik, kenapa kau tidak menjadi Imouto yang baik?
Aku pun lanjut berjalan dan tidak memedulikan tingkah setan kecil ini. Dan adikku berjalan di sebelah kananku dengan raut wajah riang.
Biasanya dia sering pulang bersama temannya selama ini, tapi kenapa baru kali ini ia pulang bersamaku?
“Kenapa kau tidak pulang bareng temanmu?”
Dengan nada santai. “Temanku lagi ada kegiatan eskul voli jadi aku pulang sendiri deh.”
“Hmmm.”
Tidak lama setelah pembicaraan tadi selesai, Adikku Rin pun langsung membuka pembicaraan.
Sambil memperlihatkan gantungan kunci dengan raut wajah ceria. “Onii-san terima kasih ya, gantungan kuncinya.”
Aku pun terkejut saat Adikku Rin berterima kasih padaku atas gantungan kunci yang kuberikan padahal aku memberikannya lewat Ibu.
Kenapa adikku tahu kalau aku yang memberinya? Padahal aku menyuruh Ibu agar memberikannya pada Rin dan bilang bahwa hadiah itu dari Ibu sendiri.
Sepertinya Ibuku adalah sekutu yang bermain di belakangku.
Sambil mengarahkan pandanganku ke arah lain. “Hehh… e-ehmm.”
Setelah itu, aku pun lanjut jalan menuju ke rumah dan tidak memedulikan ucapan Adikku.
Sesampainya kami di rumah. Aku langsung membuka pintu dan masuk ke dalam. Terlihat di ruang dapur, ibu membawa kardus yang cukup besar berisi macam-macam bahan untuk membuat kue dengan raut wajah senang.
Apa ibu ingin membuat kue? Tapi aku rasa tidak ada yang berulang tahun hari ini.
Rin pun langsung berjalan ke arah Ibu. “Kami pulang~”
Ibu meletakan kardus itu di meja dapur. “Selamat datang! Hmmm, tidak biasanya kalian pulang bareng.”
Aku pun menatap ibu agak sinis agar dia mengakui kesalahannya, namun nampaknya Ibu kelihatan bingung melihat ekspresiku.
Ibu! Aku masih ingat dengan apa yang ibu perbuat kepadaku.
Dengan raut wajah yang bingung. “Ngomong-ngomong, Ibu buat kue untuk siapa?” tanya Rin.
“Owh… ibu mau buat kue untuk Ayah. Karena Ayah baru saja naik jabatan menjadi AD.”
“Kapan Ibu merayakannya?” Ucap adikku.
“Malam rabu besok.”
Rin pun gembira dengan mata yang berbinar-binar. “Yeyy~ ada pesta!”
Sepertinya sebentar lagi, akan terjadi keributan di mana aku tidak bisa bermain game seharian dengan tenang.
Dan juga Rin, bisakah kau hentikan sifatmu yang kekanak-kanakan itu?
Sambil berjalan ke kamar. “Aku ke kamar dulu.”
Ibu yang melihatku naik ke atas langsung menyilangkan tangannya. “Hehh… kau ini.”
“Onii-san! Jangan lama-lama main game eronya ya!”
Kau ini! Bisakah memberiku ketenangan? Sehari saja.
Aku pun tidak memedulikan perkataannya dan masuk ke kamar.
Saat aku hendak menyalakan PC, aku teringat bahwa besok ada ulangan harian. “Ohh…, aku baru ingat kalau besok ada ulangan harian.”
Sambil mengeluarkan buku Bahasa Inggris. “Sebaiknya aku belajar sebentar, setelah itu bermain game sepuasnya.” Sambungku.
Yahh…, walaupun waktu belajarku lebih sedikit daripada bermain game. Yang penting aku belajar, dari pada erotaku yang selalu bermesraan dengan waifunya yaitu Mayu-chan.
▲
Perempuan yang berada di sebelahku, mengulurkan tangannya padaku. “Yuu-kun, ayo cepat kita main!”
Akupun tidak memedulikan perkataan perempuan itu dan lanjut bermian gamebotku sambil bersandar di pohon. “Aku sedang sibuk main game.”
Mendengar perkataanku, ia pun menggembungkan pipinya. “Hiih… kau ini! Yang lain udah nunggu tahu!”
Lagi-lagi aku memimpikan hal seperti ini.
Entah kenapa aku merasa kalau latar belakang mimpiku ini mirip dengan cg di galge.
Sedikit demi sedikit mimpi itu pun memudar sampai menyisakan ruang yang begitu gelap.
Tidak lama kemudian aku bangun dan langsung reflek memeluk diriku sendiri karena hawanya cukup dingin.
“He-Hehhh…, dingin sekali. Sampai-sampai kakiku mati rasa dibuatnya. Apa malam tadi hujan ya?” sambil mencoba bangun dari kasur dan meletakan kakiku di lantai.
Apa malam tadi hujan ya?
Saat kulihat jam, arah jarum jam panjang menunjukan angka ke 7. Aku pun langsung bergegas mandi dan memakai baju seragamku tanpa memedulikan hawa dingin yang menusuk pori-pori kulitku ini.
Ketika aku berada di ruang makan, aku melihat beberapa macam makanan yang masih hangat dan selembar kertas yang berada di atas meja.
Saat kulihat, isinya adalah pesan ibu untuk menyuruhku makan dan Ibu sedang mengejar Adikku karena dia tidak membawa bekalnya.
Aku pun terdiam dengan raut wajah datarku setelah melihat isi pesan tersebut.
“Sepertinya semua anggota keluargaku berpotensi menjadi pelawak hebat.” Gumamku.
Setelah selesai sarapan pagi, aku pun langsung pergi ke sekolah.
Saat berada di halaman rumah, aku melihat Ibu mengucurkan banyak keringat tetapi dia malah tersenyum ke arahku.
“Apa ibu baik-baik saja?” tanyaku dengan raut wajah bingung.
Dengan napas terengah-engah sambil memberikan bekal yang Ibu buat padaku. “I-Itu tidak p-penting, i-ini bekal mu.”
“Makasih bu.”
“Yaudah, cepat pergi sana! Nanti terlambat.”
Akupun berjalan keluar dari halaman rumah. “Iya.”
Sambil melambaikan tangannya padaku. “Hati-hati ya.”
Bu, bisakah kau berhenti memperlakukanku seperti anak tk?
▲
Ketika aku hendak mengganti sepatuku di rak, tiba-tiba hawa tidak enak muncul di belakangku. Saat aku berbalik, ternyata Eita lah yang memunculkan aura aneh dalam dirinya.
Eita pun menghampiriku dengan sempoyongan seperti orang mabuk.
Eita menunjukan raut wajah menyedihkannya sampai-sampai aku muak melihatnya. “Yuuichiii…”
Hah… kau lagi.
“Kau ini kenapa? Baru pagi udah loyo gitu.” tanyaku bingung melihat tingkahnya sambil mengganti sepatuku.
“Apa kau tahu game Heroin with Talent?” tanya Eita.
“Aku baru saja beli malam tadi, emang kenapa?”
Dengan nada yang tinggi sampai suaranya bergema di lorong. “Aku kira itu game Eroge! Ternyata malah game galge sialan!!”
Apa kau ini tidak punya malu kah? Menyebut hal berbau otaku di kumpulan para normie.
“Padahal heroinnya imut semua, melebihi Mayu-chan. Tetapi yang kudapatkan hanyalah adegan kencan dan berciuman saja!!” Sambungnya.
Cepat kau minta maaf ama semua perusahaan game galge di dunia ini.
“Kenapa kau bisa salah pilih gitu, kan di kotak kaset ada pemberitahuannya.” Jelasku padanya.
“Heheheh…., aku langsung beli dan tidak melihat tandanya karena terlalu antusias.”
Heh, seperti yang kuduga. Dia selalu mementingkan grafik daripada cerita. Ya memang, grafik selalu jadi nilai jual agar dapat menarik perhatian pencinta game di masa sekarang.
“Menurutku cerita gamenya bagus dan recomen dari para reviewers.”
“Tapi tetap saja tidak ada adegan R-18 tidak ada!!”
Bisakah kau berhenti menjelekan suatu game hanya karena tidak ada adegan seperti itu? Jika semua game kencan ada adegan seperti itu maka aku akan berhenti bermain dan mengutuk perusahaan yang membuat game tersebut.
Dengan raut wajah datar. “H-Hmmm…”
Dan kami pun pergi ke kelas bersama setelah Eita selesai membicarakan kemaniakannya terhadap eroge.
Saat kami masuk ke dalam kelas, nampaknya laki-laki idiot itu tidak mengelilingi Sakuraba-san dan memilih bermain game dan ngumpul.
Tidak seperti biasanya. Apa terjadi sesuatu? Heh, mungkin mereka memiliki keyakinan yang lemah dalam membujuk atau Sakuraba-san mengeluarkan sifat aslinya sehingga mereka tidak terlihat bersamanya.
Tapi kulihat ada beberapa murid laki-laki yang memandangi Sakuraba-san seperti melihat sebuah pemandangan yang indah.
Ketika aku hendak menuju ke kursi, secara tidak sengaja aku melihat Sakuraba-san melihat ke arahku sebentar dan setelah itu dia lanjut kembali membaca bukunya. Aku pun duduk di kursi tanpa memedulikan tingkahnya itu.
Tidak lama kemudian, Koyomi-sensei masuk ke kelas dengan wajah cerianya dan langsung memulai homeroom.
▲
Setelah homeroom selesai dan aku pun pergi ke kantin yang berada di lantai 1 untuk membeli minuman kaleng rasa melon di mesin sambil membawa bekal dan catatan Bahasa Inggrisku. Saat aku hendak sampai di kantin, aku baru saja sadar kalau aku sedang diikuti Eita.
Ini anak kenapa ikut segala?
“Hei! Bisakah kau berhenti berjalan di belakang?” tanyaku kesal padanya.
Eita pun menlontarkan ejekannya padaku sambil tersenyum aneh. “Iya-iya mas pecinta stocking~.”
“…”
Biarkanlah anak ini mau berbuat apa. Jika aku menanggapi orang seperti dia maka tidak akan ada habisnya.
Di saat kami sudah sampai di kantin, aku melihat seorang perempuan yang berada di sebelah pot bunga, memakai sweater. Kulihat dasinya berwarna biru menandakan ia sudah kelas 2. Gaya rambutnya side tail ke kanan dan postur tubuh yang cukup tinggi ditambah dengan raut wajahnya yang marah seperti hendak menerkam siapa saja yang ada di hadapannya.
“Yuuichi, sepertinya aku harus lari untuk kelangsungan hidupku.” Sambil mengucurkan keringat dan setelah itu dia langsung lari menjauhi perempuan itu.
Aku paham kalau dia mengucurkan keringat karena ketakutan dan aku pun juga takut dan sedikit mengeluarkan air keringat melihat ekspresi yang mencekam itu. Tapi aku heran, kenapa kau sampai lari terbirit-birit gitu?
“Ehhh….” Aku menghela napas dalam-dalam.
Tidak lama kemudian perempuan itu menghampiriku dengan tatapan nya yang mengerikan. Walaupun tidak semengerikan yang tadi.
“Apa Kidou-san itu temanmu?” tanya dia dengan nada agak tinggi.
“I-Iya, emang kenapa?” tanyaku balik.
“Jika kau bertemu dengan dia, tolong bilang sama dia kalau cepat bayar utangnya. Jika tidak dia mungkin tidak bisa mempunyai keturunan lagi.” Sambil mengepalkan tinjunya dengan raut wajah lebih mengerikan dari pada sebelumnya.
Aku pun hanya bisa terdiam diri sambil meneguk air liur melihat ekspresi yang mengerikan itu.
Sungguh dia adalah orang yang pertama kali membuatku ketakutan seperti ini.
“H-Hmmm.”
Setelah itu aura mengerikan yang ada pada dirinya lambat laun mulai menghilang.
Secara berangsur-angsur ekspresinya menjadi normal dan ia membungkukan badannya padaku. “Aku permisi dulu.”
Ia pun pergi menuju ke lorong kanan.
Kenapa sikapnya berubah 180 derajat dari aura mengerikan yang bisa membuat bulu kuduk orang merinding menjadi gadis yang sopan?
Aku tidak tahu apakah itu sifat aslinya atau hanya ia gunakan saat dia membicarakan si erotaku Eita.
Sesudah membeli minuman, aku pun langsung pergi ke atap. Ketika aku sudah sampai, aku melihat awan begitu hitam dan nampaknya sebentar lagi akan hujan.
“Hah… kenapa harus sekarang?” Gumamku sedikit kesal.
Aku pun berpikir mencari tempat yang teduh namun juga sepi agar aku bisa merileksasikan pikiranku.
Sambil berjalan menuju ke halaman belakang sekolah. “Kurasa, halaman belakang sekolah saat jam segini orangnya kosong, tempatnya juga teduh dari hujan dan cukup enak. Sebaiknya aku kesana saja.” Gumamku.
Ketika aku sudah berada halaman belakang sekolah. Kulihat hujan sudah cukup deras dan percikan airnya tidak sampai mengenai pelataran tempatku hendak duduk.
Sepertinya ini bakal menjadi tempat favoritku nomor dua dari bahayanya orang asing seperti Eita atau wanita yang mengerikan tadi.
Aku pun membuka bekal dan memakannya sambil ditemani oleh suara rintik hujan yang agak begitu senandung di telingaku dan pemandangan Gunung Sakurajima yang terlihat kecil berkabut di sekelilingnya.
Tiba-tiba aku mendengar suara yang begitu dingin dari belakangku. “Ternyata kau disini ya.”
Aku memutar tubuhku dan terlihat Sakuraba-san dengan raut wajah dinginnya seperti biasa.
“E-Eeee… gukhhh,” Aku terkejut dan tersedak karena tiba-tiba Sakuraba-san berada di belakangku.
Saat aku tersedak, sontak aku langsung meminum minumanku. Dan aku pun mengeluarkan napas lega sehabis tersedak. Sakuraba-san hanya melihatku dengan raut wajah bingung.
Hampir saja aku mati konyol tadi.
Sialan, karena suara hujan yang begitu deras ini. Aku tidak mendengar suara langkah kaki dari belakang.
Dengan nada santai, “Bisakah kau membiarkanku sendiri? Aku ingin belajar dengan tenang sambil memakan bekalku ini.”
“Aku tidak tahu kalau kau bisa mengkhawatirkan hal seperti itu.”
Kau kira aku ini seperti normie yang hanya bisa mengkhawatirkan kehidupan dunianya.
“Yahh…, aku begini hanya pas ulangan saja.”
“….”
Sakuraba-san pun terdiam sejenak dan setelah itu terlihat dari raut wajahnya dia ingin mengatakan sesuatu.
“Maaf atas perilakuku semalam, aku hanya terbawa suasana.” Ucapnya dengan nada rendah dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
Sambil mengangguk kecil tanda paham akan perkataanya. “H-Hmmm”
“Untuk hari ini, bisakah kau pulang bersamaku?” tanya Sakuraba-san.
Kan aku body-guardmu. Tanpa kau suruh aku juga pasti akan pulang denganmu.
“Bukankah sudah kubilang, aku ini body-guardmu jadi mau kemana pun kau pergi nanti, aku pasti akan mengikutimu.”
Asal jangan ke tempat seperti gudang, UKS, atau kelas yang kosong.
“Hmmm, kau benar juga. Kalau begitu aku permisi dulu karena ada urusan.”
Setelah itupun Sakuraba-san pergi dan nampaknya dia hendak menuju ke ruang guru.
Bel tanda istirahat telah selesai, bersamaan saat aku sudah selesai makan siang. Aku pun langsung menuju ke kelas dengan agak cepat karena pelajaran Bahasa Inggris hari ini ulangan harian.
▲
Setelah semua pelajaran telah berakhir dan bel sekolah yang menandakan untuk pulang telah berbunyi. Aku pun bergegas merapikan buku dan memasukannya ke dalam tas.
Ketika aku sudah selesai memasukan buku, Sakuraba-san sudah tidak ada lagi di bangkunya.
Dia ini memang orang yang sulit ditebak.
Ketika aku hendak menuju ke gerbang sekolah. Aku melihat Sakuraba-san sedang menunggu, di belakangnya ada sebuah mobil orang kaya yang persis aku lihat dulu dan juga ada maid di sebelah nya.
Para siswa yang berada di sekitar pun keheranan dan berbisik melihat Sakuraba-san dan maidnya itu.
Apa dia ini tidak tahu atau tidak peduli jika hal itu akan membuat rumor tidak sedap nantinya.
Aku pun berjalan dengan santai dan tidak memedulikan tatapan di sekitarku, walaupun itu sangat menggangu.
“Bisakah kau berhenti membuat keributan seperti ini?” tanyaku.
“Ohh… itu salahku, jadi maafkan aku.” Perempuan berbaju maid model lama itu langsung membungkuk ke arahku dengan rambut hitam terurai berwarna hitam seleher.
Aku langsung terkejut ketika melihat tingkahnya itu padaku. “E-Eee.”
“Tidak apa-apa Sera.”
Setelah Sakuraba-san mengatakan hal itu pada pembantunya. Maid itu pun berhenti menundukan kepalanya.
“Jadi, bisa kita langsung pergi?” tanya Sakuraba-san padaku.
Sambil mengangguk kecil. “H-Hmmm”
Sambil membuka pintu belakang mobil. “Silakan tuan sebelah sini.”
Jujur saja, aku tidak pernah melihat maid sungguhan sedekat ini. Padahal aku sudah bermain game galge yang semua heroinnya adalah maid, tapi tetap saja aku gugup berada dekat dengan mereka.
Aku masuk ke dalam limosin hitam yang mewah seperti mobil dalam film-film, di dalamnya agak luas tidak seperti mobil kebanyakan. Sakuraba-san pun duduk di depanku dan maid itu yang mengendarai mobilnya.
Situasi seperti ini membuat orang sepertiku canggung dan resah.
Sambil memberikan sebuah botol cukup besar. “Apa kau mau minum?” tanya Sakuraba-san.
“Heii, bukankah kita masih di bawah umur?”
“Ini bukan alkohol, ini cuma jus jeruk.”
Owh, cuma jus jeruk. Kalau begitu aku tidak akan sungkan-sungkan.
“Kalau begitu aku minta segelas.”
Dan dia pun menuangkan minuman itu ke gelas kecil.
Tidak lama kemudian mobilnya berhenti di sebuah tempat yang agak asing.
Nampaknya kami sudah sampai tujuan.
Ngomong-ngomong, aku belum bertanya pada Sakuraba-san, tempat apa yang ingin ia datangi.
Setelah kami keluar dari mobil, aku melihat rumah yang luas dan besar di kelilingi oleh pagar-pagar tinggi yang desainnya begitu indah.
“Ini di mana?” tanyaku kebingungan.
“Ini adalah rumah sekaligus gedung ruang kerja Ayahku. Aku datang kesini ingin mengatakan padanya bahwa aku sudah mempunyai body-guard dan aku ingin hidup sendiri!”
“Hah?!”
Apa dia ini suka melibatkan orang dalam masalahnya ya?
ns 18.68.41.137da2