Setelah cukup lama aku dan para siswa lainnya bekerja keras dan membantu acara untuk festival budaya.
Akhirnya kami telah sampai pada hari di mana festival budaya diadakan.
Kulihat banyak stand-stand yang berdiri di pinggir jalanan depan sekolah, di belakang halaman sekolah, dan ada yang berada di dalam sekolah.
Dan semua tempat pun terlihat dipenuhi dengan para siswa dan orang luar yang berkunjung ke beberapa stand.
Akupun berjalan-jalan sebentar mengelilingi halaman sekolah untuk mengecek semua stand karena aku disuruh Sakuraba-san untuk mengecek apakah semua stand sudah berada di posisinya masing atau tidak.
Hampir semua orang yang kudatangi ketakutan padaku. Baik tua maupun muda mereka mengira aku akan mengambil uang yang telah mereka dapatkan padahal tidak. Akupun menjelaskan pada mereka kalau aku adalah bagian dari pengurus festival budaya.
Mereka pun mempercayai kalau aku adalah bagian dari pengurus festival budaya. Namun tetap saja mereka takut padaku.
Yah, wajar saja kalau mereka takut padaku. Tapi kenapa malah aku yang melakukan pekerjaan ini?
Saat aku berjalan menuju ke stand-stand lain. Aku mendengar suara laki-laki yang begitu serak “Kisaragi-kun kan?”
Ketika aku berbalik ternyata orang yang memanggilku adalah Ayahnya Sakuraba-san yang ditemani oleh 2 pengawalnya itu.
Sambil meangguk kecil. “H-Hmm”
Ayah Sakuraba-san tersenyum aneh ke arahku “Aku berterima kasih karena kau sudah menjaga Anakku.”
Menjaga? Aku hanya ditugaskan Sakuraba-san untuk menjadi Body-Guardnya, bukan menjaga yang kau maksud.
“I-Itu bukan apa-apa, aku hanya disuruh Sakuraba-san sebagai Body-Guardnya sebagai gantinya, aku mendapat gaji darinya.”
Raut wajah Ayah Sakuraba-san menjadi senang sambil tertawa kecil “Benarkah? Sepertinya dia memang turunan dariku. Hahahaha.”
Semua pandangan murid terlihat menuju ke arah kami karena Body-Guardnya Ayah Sakuraba-san terlihat sangat mencolok.
Dilihat juga tahu kalau dia memang turunan dari Paman. Dan juga, bisakah kau menyuruh para penjaga Paman untuk berpakaian biasa? Mereka terlalu menarik perhatian.
Raut wajahnya berubah yang tadinya senang kini sedikit muram. “Aku datang ke sini karena ingin meminta maaf pada Aika.”
Minta maaf? Seharusnya kau melakukan hal itu dari dulu sebelum aku ikut campur keurusan keluarga yang merepotkan ini. Kalau begini, aku malah ikut terlibat dengan urusan keluarga yang merepotkan.
“Bukankah Paman bisa meminta maaf di lain hari.”
“Sebenarnya paman punya alasan lain ingin meminta maaf pada Aika hari ini.”
Di tengah obrolan kami. Akupun melihat jam tanganku dan terlihat sebentar lagi akan menuju pukul 10 yang berarti acara utama festival budaya akan segera dimulai.
Sambil menunduk kecil. “Maaf paman aku permisi dulu.”
Aku langsung pergi dari hadapannya menuju ke aula sekolah untuk acara utama festival budaya karena aku ditugaskan sebagai koordinator panggung.
Ayah Sakuraba-san mencoba untuk memanggil tapi aku sudah jauh darinya jadi hanya terdengar sekilas “Tung--“
Aku tahu kalau Paman ingin mengatakan sesuatu, tapi waktu untukku bekerja sudah dekat. Jika aku datang terlambat Sakuraba-san akan mengeluarkan jurus pamungkasnya yaitu tatapan iblis es yang dapat membuat orang-orang sepertiku lari terbirit-birit.
Ketika aku sudah sampai di belakang aula sekolah, aku melihat Sakuraba-san memakai mic yang dipasang di wajahnya.
Sakuraba-san pun memberikan mic yang di tangan kanannya padaku. “Ayo cepat Yuuichi-kun. Sudah waktunya.”
Aku langsung mengambil mic yang ada di tangannya itu. “H-Hmm…”
Sebaiknya aku tidak usah cerita pada Sakuraba-san kalau Ayahnya datang ke sini untuk meminta maaf padanya. Kalau aku memberitahunya, bisa-bisa jadwal acara festival budaya akan ada masalah nantinya.
Secara tidak sadar aku menunjukan wajah yang sedikit lesu memikirkan hal itu sambil memasang mic.
“Apa kau tidak enak badan Yuuichi-kun?” tanya Sakuraba-san keheranan.
“Hah… Tidak, aku cuma memikirkan sesuatu.”
Dengan raut wajah dingin dan datarnya “Owh…”
Datar amat ekspresinya. Yah wajar saja, dia kan Nona lemari es.
Setelah aku selesai memakai mic. Akupun langsung pergi ke depan bangku penonton yang sudah ramai untuk mengambil posisi.
Suara siswa yang tidak sabaran menunggu acaranya dilmulai, menggema di aula sekolah dan aku serasa hendak menutup telingaku ini karena suaranya begitu nyaring.
Aku tidak mengira akan jadi seheboh ini. Yah, karena aku baru pertama kali datang dan berpartisipasi dalam acara festival budaya di sekolah ini. Jadi wajar saja jika aku tidak pernah merasakan situasi ini.
Akupun kembali melihat jam yang menunjukan pukul 10 kurang 3 menit.
Sambil memegang micku, “Dua menit sebelum acara dimulai.”
Sakuraba-san membalas perkataanku. “Ini Sakuraba. Pesan untuk semua. Jika ada masalah, langsung kabari.”
Para ketua dari bagiannya masing-masing membalas, “Di bagian teknisi tidak ada masalah!” “Di bagian pencahayaan juga tidak ada masalah.” “Para pemain yang berada di ruang ganti nampaknya akan selesai tepat waktu.” “Bagian pa juga tidak ada masalah.”
“Dimengerti, bersiaplah diposisi masing-masing.”
Ketua Osis pun berjalan di keadaan yang agak gelap menuju ke tengah panggung.
“Ketua Osis sudah berada di panggung, tunggu aba-aba Yuuichi saat menghitung mundur.”
Tinggal 10 detik lagi “Sepuluh. Sembilan. Delapan. Tujuh. Enam. Lima. Empat. Tiga. Dua. Satu.”
Sesuai aba-abaku saat menghitung mundur. Lampu panggung pun menyala, menyinari Ketua Osis yang berada di tengah dengan ekspresi ceria yang tak pernah lepas dari wajahnya itu.
Ketua Osis berteriak sambil mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi “Apa kalian semua siap?!”
Para siswa yang duduk di bangku serempak berteriak “YA!!”
“Kalau begitu langsung saja kita mulai!!”
Para peserta dari klub dansa modern mulai masuk satu-persatu ke panggung. Ketua Osis langsung mundur ke belakang ketika para siswa dari klub itu sudah berada di panggung semua.
Lalu Sakuraba-san memberi aba-aba pada bagian pencahayaan untuk menyalakan lampu khusus untuk acara pembuka “Nyalakan lampunya!”
“Baik”
Setelah lampu dinyalakan para siswa yang berada di panggung mulai menari dengan hebohnya diikuti dengan alunan musik dan sorakan para penonton yang sangat nyaring sampai aku ingin meninggalkan pekerjaan merepotkan ini dan pulang ke rumah untuk bermain galge.
Ketika lagunya hendak berakhir, seorang laki-laki dari bagian pa melapor. “Di sini pa. Sebentar lagi, lagunya akan berakhir.”
Sakuraba-san langsung membalas laporannya itu. “Baiklah, Ketua panita sekarang sedang bersiap-siap di belakang panggung.”
Tidak lama kemudian para penari langsung berjalan menuju ke belakang panggung karena acara pembukanya sudah selesai.
Ketua Osis maju ke depan menyambut Ketua panitia yang hendak maju ke panggung “Baiklah, selanjutnya kata-kata sambutan dari Ketua panitia festival budaya!”
Ketua panitia maju ke panggung dengan microphone dan raut wajahnya yang terlihat begitu kaku karena ia tak terbiasa berada di hadapan orang banyak. Ketua Osis pun menuju ke belakang panggung setelah Ketua panitia sudah berada di tengah panggung.
“Aku Yamaichi Haruko, Ketua panitia Festival Budaya. Slogan tahun ini adalah “Heart of Traditional Culture, Modern Mindset.” Sesuai dengan tema kita tahun ini yaitu kita akan lebih banyak mengenalkan tentang budaya daerah kepada orang-orang luar darah maupun orang lokal.”
▲
Waktu untuk istirahat telah tiba, aku pun harus menggunakan waktu ini sebaik mungkin agar aku tidak kelelahan atau kelaparan saat bekerja nanti.
Sakuraba-san kulihat juga pergi tadi tapi aku tidak tahu kemana ia pergi.
Apa dia pergi ke atap untuk makan siang ya?
Sambil menunduk kecil dan mengecilkan volume suaraku “Sebaiknya aku mencari makanan dan minuman untuk bekal makan siangku.”
Saat melewati kelasku, aku melihat beberapa orang yang mengantri untuk melihat drama musikal di kelas kami. Akupun mencoba untuk masuk ke dalam kelas karena penasaran, drama musikal apa yang ditampilkan oleh para siswa di kelasku.
Saat aku sudah berada di pintu kelas, Sakuraba-san terlihat sedang menikmati pertunjukannya sambil berdiri di belakang para penonton.
Apa dia tertarik dengan hal-hal seperti itu?
Entah kenapa kakiku berjalan mendekatinya dan secara tidak sadar, aku sudah berada di sebelahnya. Sakuraba-san nampaknya sudah mengetahui kehadiranku namun ia tetap fokus terhadap drama itu.
“Aku tidak tahu kalau kau menyukai hal seperti ini.”
“Aku hanya ingin menghabiskan waktu istiahatku ini dengan beberapa hal yang menarik.”
Kukira kau bukanlah orang yang tertarik terhadap hal seperti ini.
Hah… Sebaiknya aku katakan saja pada Sakuraba-san tentang Ayahnya yang datang kesini. Mumpung sekarang waktu istirahat, jadi dia dapat meluangkan waktunya untuk berpikir.
“Tadi aku melihat Ayahmu.”
Raut wajahnya menjadi agak muram saat aku mengatakan hal itu “Aku tahu… Organisasi Ayah juga ikut andil dalam acara festival budaya tahun ini.”
Wah… aku tidak tahu kalau Ayahnya Sakuraba-san juga ikut.
“Sebenarnya Ayahmu datang ke sini untuk meminta maaf atas kejadian yang lalu.”
“Sebaiknya kau terima permintaan maaf Ayahmu itu.” Sambungku.
Sambil menunduk kecil “Bukankah sudah kukatakan, aku sudah memaafkannya.”
Kata-kata itu lagi. Aku benar-benar muak mendengar Sakuraba-san terus mengatakan hal itu tetapi dia tidak pernah memaafkan Ayahnya.
Nada suaraku berubah menjadi seperti orang yang kesal “Memaafkannya? Jika kau sudah meminta maaf, pasti kemungkinan Ayahmu tidak datang kesini mencarimu yang sedang asik nonton drama musikal.”
Orang-orang yang duduk di depan kami langsung melihat ke arah kami berdua karena aku terlalu keras berbicara
Hah… apa nadaku terlalu keras tadi, ya? Mungkin aku juga terlalu kasar pada Sakuraba-san, sebaiknya aku berbicara pelan-pelan dan memperhatikan kata-kataku agar Sakuraba-san tidak tersinggung.
Sakuraba-san menunjukan wajah dinginnya namun sedikit murung. “Maksudmu aku datang kesini untuk menghindari Ayahku. Yuuichi-kun, pernyataanmu itu tidak berdasar. Bukankah aku tadi mengatakan bahwa aku hanya ingin mencari hal-hal yang menarik?”
Raut wajah Sakuraba-san kembali menjadi normal setelah mengatakan hal itu.
Terlihat dari raut wajahnya dia tidak berbohong atas kata-katanya tadi. Kenapa aku bisa mengetahuinya? Karena aku sudah sering berhadapan dengan para heroine dalam game galge yang sering berkata kebalikannya atau bisa dibilang Tsundere.
Tapi jika membahas Sakuraba-san, dia itu tidak punya dere-dere alias malu-malu, jadi agak sulit untuk membaca isi pikirannya itu.
“Kau tahu Aika-san, jika kau terus bersikap egois seperti itu, mungkin kau akan mengalami kejadian itu kembali atau bisa lebih buruk daripada itu.”
Sudah sejak berapa lama ya aku tidak memanggilnya dengan nama depannya.
Sambil menaruh tangan kanannya di dagunya itu “Apa yang bisa membuatmu seyakin itu, Yuuichi-kun?” tanya Sakuraba-san.
“Yah… aku dulu juga pernah berada disituasi yang sama sepertimu. Dulu aku pernah membenci orangtuaku sampai-sampai aku mengurung diri di kamar selama 1 minggu hanya karena aku dikucilkan oleh semua orang di kelasku waktu 6 sd akibat bekas lukaku ini.”
Aku yang dulu memang manusia terburuk. Tapi jika dibandingkan dengan para normie, merekalah yang paling buruk.
“Aku memang manusia yang terburuk, membenci orangtuaku hanya gara-gara aku dijauhi oleh orang lain.” Sambungku.
Sambil tertawa kecil, “Sepertinya masa lalumu cukup suram.”
Setidaknya, aku tidak sama sepertimu yang menunda-nunda waktu hanya karena egois.
Memalingkan wajahku ke arah lain karena aku kesal dengan kata-katanya itu “Siapapun pasti memiliki masa lalu yang suram. Tak peduli ia mempunyai jabatan yang tinggi maupun kehidupan yang bahagia.”
Karena dari masa lalu yang suramlah timbul kebahagiaan, tapi itu hanya berlaku pada beberapa orang saja.
Sesaat setelah aku mengatakan hal itu. Sakuraba-san menunduk kecil dan menunjukan tatapan muram di balik kacamatanya itu. “Tapi…, aku tidak tahu cara meminta maaf padanya.”
Ya pantas saja, dia kan Nona lemari es yang sering mengumbar ekspresi dinginnya itu pada siapa saja yang ia temui. Mungkin ia hanya merasa canggung saat minta maaf pada Ayahnya yang sudah ia acuhkan selama ini.
“Kurasa yang terpenting saat ini adalah mencoba untuk mengembalikan situasinya seperti dulu lagi.”
Wajahnya semakin memuram dan menunduk “Tapi aku merasa gugup jika bertemu Ayahku.”
Sekilas terlintas di kepalaku sebuah gambaran aneh tentang anak perempuan kecil yang menundukan kepalanya dan ia terlihat muram.
Apa-apaan itu tadi?
Hah… itu tidak penting, yang terpenting sekarang Sakuraba-san sudah menyelam terlalu dalam. Kalau begini terus, dia bakal terus berada di dasar laut selamanya.
“Ya setiap orang pasti juga akan merasa gugup pada hal-hal tertentu.”
Selain dikejar hantu atau dikejar deadline. Jika kau dikejar mereka berdua, kusarankan untuk berpasrah diri dan menerima nasib.
“Tapi bukankah itu merupakan ajang yang bagus untukmu agar dapat menghilangkan kegugupanmu itu. Jadi temuilah Ayahmu itu.”
Wajah Sakuraba-san yang tadinya muram, sekarang semakin membaik dan ia menghela napas. “Heh… baiklah. Kuterima saranmu itu.”
Untung saja Sakuraba-san orangnya pintar dan peka terhadap situasi, jadi aku merasa nyaman saat membujuknya itu. Walaupun agak susah juga tadi sampai-sampai aku harus menceritakan masa laluku yang tragis.
Hah… aku ingin kembali ke beberapa menit yang lalu sebelum aku bercerita tentang masa laluku dan aku ingin menampar diriku itu keras-keras.
Setelah cukup lama aku berbicara dan menonton drama musikal payah ini bersama Sakuraba-san. Tidak lama kemudian, terdengar suara keluar dari sebuah speaker yang berada di pojokan atas.
Ketua osis menyuruh para staff dan panitia festival budaya untuk segera bersiap-siap karena acara utama di aula sekolah akan segera dimulai.
Saat mendengar ucapan ketua osis itu akupun langsung menunjukan wajah muram dan kesal sambil mengemepal tangan kananku karena aku menghabiskan waktu istirahatku hanya untuk meluruskan masalah Sakuraba-san dengan Ayahnya itu.
Agkhh… aku sama sekali belum makan siang sama sekali.
Akupun menunjukan raut wajah kesal sambil menghela napasku dalam-dalam.
Sakuraba-san pun tertawa kecil sambil menutup mulut dengan ujung tangan kanannya itu.
Hei Nona lemari es. Bisakah kau berhenti tertawa seperti itu?
Pertunjukan drama musikal pun telah selesai. Para penonton nampaknya telah puas kecuali aku yang ditertawakan Sakuraba-san. Sesaat setelah para pemain drama memberi hormat dan turun dari panggung.
Penonton pun membalas hormat itu dengan memberi tepukan tangan yang begitu meriah.
Kulihat Sakuraba-san sudah berada di depan pintu dan ia hendak berjalan keluar dari kelas ini. Dia pun langsung berhenti ketika berada di depan pintu dan langsung membalikan wajahnya hingga terlihat setengah dari hadapanku.
Raut wajah Sakuraba-san pun terlihat begitu dingin ditambah tatapannya yang mengerikan itu.
Dengan nada dingin. “Kenapa kau malah diam saja? Ayo cepat, kita masih punya banyak pekerjaan.”
Sialan, dia ini memang seenaknya saja.
Ternyata memang benar, kalau wanita itu seperti sebuah game gacha, yang kita tidak bakal tahu apa yang keluar nantinya. Apa emosi yang meluap-luap atau keceriaan yang berlebihan atau mungkin semangat yang tidak ada habisnya?
Bisa dibilang perempuan seperti kotak untuk memberitahu kamu, apa kamu beruntung atau tidak? Jika dia sering marah-marah berarti dihari itu kau sedang tidak beruntung. Tapi jika dia sedang ceria atau senang kemungkinan kau sedang beruntung.
Aku berkata kemungkinan karena aku sendiri tidak bisa percaya apa wanita saat senang akan memberikan kita keberuntungan atau mungkin sebaliknya? Huh, hanya tuhanlah yang tahu.
Itulah pemikiran yang kudapat selama aku bermain game gacha dan berada di dekat perempuan seperti Sakuraba-san atau Adikku Rin.
Akupun langsung berjalan di belakang Sakuraba-san yang hendak pergi ke belakang panggung aula sekolah.
▲
Saat sudah sampai di belakang panggung aula sekolah. Aku melihat para staff-staff, bagian-bagian, dan para osis yang sudah berkumpul untuk memulai acara utama festival budaya.
Saat aku memalingkan wajahku ke arah para pemain band. Kulihat di sana Sakuraba-san sedang mengecek kelengkapan peralatan para pemain. Entah kenapa wajahnya terlihat memerah dan sedikit berkeringat.
Saat diperjalanan menuju ke aula panggung sekolah tadi saja, Sakuraba-san sudah mengeluarkan sedikit keringat daripada biasanya.
Apa dia sedang sakit ya?
Saat aku hendak menghampirinya untuk memberikan mic dan menanyakan keadaannya itu. Sakuraba-san langsung berjalan menuju ke arahku.
Ketika Sakuraba-san sudah berada di hadapanku. Dia pun langsung menjulurkan tangannya seperti meminta micnya itu tanpa berbicara sepatah kata pun. Terlihat dia sedang memaksakan kesehatannya itu.
“Apa kau baik-baik saja? Kulihat dari tadi wajahmu nampak memerah dan sedikit mengeluarkan keringat.” Tanyaku sambil memberikan mic yang berada di tangan kananku kepadanya.
Mengambil mic yang ada di tangan kananku dan memakainya. “Kau tidak usah mengkhawatirkanku. Aku masih bisa mengerjakan tugasku.”
Itulah mengapa aku tidak mengerti wanita. Mereka selalu mencari alasan agar dapat melakukan apa yang mereka inginkan.
Tunggu, bukankah semua orang juga berpikiran seperti itu?
Hah… biarlah.
Sakuraba-san langsung berjalan menuju ke tirai sebelah panggung melewatiku untuk mengecek apakah para penonton telah siap atau tidak.
Saat Sakuraba-san sudah lewat di depanku. Dia tiba-tiba jatuh tersungkur di lantai dengan mic yang masih terpasang di kepalanya dan dokumen yang berserakan.
Sontak aku langsung berlari ke arahnya dan mencoba untuk membangunkannya dengan menggoyangkan tubuhnya dengan tanganku tetapi ia tetap saja tidak bangun.
Sialan! Inilah jadinya jika kau bersikap sok kuat.
Tiba-tiba para siswa yang berada di belakang panggung langsung panik dan berkumpul mengelilingi kami berdua yang berada di tengah.
Jangan bergerumbung seperti itu si! Kalian semua malah membuat udara di sekitar menjadi semakin panas.
Salah seorang murid perempuan yang mencoba untuk memanggil para guru yang berada di dekat sini. “Aku akan memanggil sensei.”
Hehhh, kenapa harus begini?
▲
Setelah Sakuraba-san dibawa Sensei ke uks. Aku disuruh ketua osis untuk menggantikannya, karena hanya aku yang tahu jadwal semua acara utama di panggung selain Sakuraba-san.
Aduh, padahal aku tidak ingin mengerjakan pekerjaan yang merepotkan ini. Hah, biarlah. Lagipula aku juga merasa sediki bersalah atas pingsannya Sakuraba-san.
Akupun tidak ada pilihan lain, selain menggantikan Sakuraba-san yang pingsan itu.
Saat aku menggantikan Sakuraba-san semua acara yang berada di bawah arahanku terlihat berjalan lancar. Hanya saja, ada beberapa orang menjauhiku karena takut akan dengan wajahku ini kecuali Ketua osis.
Setelah semua acara sudah selesai. Aku langsung menyusun beberapa peralatan sekolah di belakang panggung.
Saat aku memalingkan wajahku ke kanan. Terlihat Ketua osis berjalan menuju ke arahku dengan raut wajah khawatirnya itu.
Mungkin Ketua osis mengkhawatirkan Sakuraba-san yang tiba-tiba pingsan.
Setelah ketua osis berada di depanku, dia pun berbicara dengan nada yang rendah. “Sebaiknya kau jenguk Sakuraba-san dan biarkan aku yang mengurus sisanya.”
Sambil mengangguk kecil. “H-Hmm…”
Yah… sebaiknya aku menjenguk Sakuraba-san daripada mengerjakan pekerjaan yang melelahkan ini. Aku juga sedikit merasa bersalah karena memaksa Sakuraba-san untuk meminta maaf pada Ayahnya dan juga ini kesempatan yang bagus untukku agar bisa cepat pulang ke rumah untuk bermain galge.
Aku menyusun kursi yang kupegang itu dan kuletakan di susunan kursi yang berada di pinggiran aula.
Setelah aku menyusun kursi itu. Aku langsung berjalan ke belakang panggung untuk mengambil tasku.
Saat aku sudah mengambil barang-barangku. Aku langsung menuju ke uks untuk melihat keadaan Sakuraba-san.
Ketika aku menuju ke uks. Terlihat Nikaido-sensei sedang berdiri di depan pintu uks dengan raut wajah khawatir yang terpampang di wajahnya
Saat aku sudah berada di depan Nikaido-sensei, dia berbicara padaku dengan nada khawatir. “Jika kau mencari Sakuraba-san, tadi ia di bawa ke rumah sakit oleh Ayahnya.”
Aku sedikit terkejut dan keheranan mendengar hal itu.
Apa separah itu ya penyakitnya, sampai-sampai ia dibawa ke rumah sakit?
Kalau begini aku tidak bisa menjenguknya, karena dia sudah dibawa ke rumah sakit.
Sambil memberiku sebuah kertas terlipat yang ada di tangan kanannya. “Owh iya, ini dari Ayahnya Sakuraba-san. Dia menyuruhku untuk memberikannya padamu.”
Akupun mengambil kertas itu dan membukanya. Saat aku membuka kertas itu, aku melihat 2 buah kalimat katakana yang bertuliskan ‘Saiseikai byouin’
Mungkin ini tempat Sakuraba-san dirawat. Heh… sebaiknya aku datang ke sana saja, karena ketua osis juga khawatir dengan keadaan Nona lemari es itu.
“Terimakasih Nikaido-sensei.”
Dengan senyum dan raut wajah cerianya. “Tidak usah berterimakasih padaku. Sebaiknya kau pergi dan jenguk dia. Jika kau berada di sini terus, nanti kepalamu akan kudekam di dadaku.”
Hah… mulai lagi dah kebiasannya untuk menggangu orang. Sebaiknya aku harus cepat-cepat pergi dari sini sebelum aku terkena godaan guru uks bejat ini.
Sambil menunduk kecil. “Kalau begitu aku permisi dulu”
Aku langsung berjalan keluar sekolah dan menuju ke rumah sakit Shuishi untuk menjenguk Sakuraba-san.
Syukurlah jarak dari SMA Kagamihara ke rumah sakit Saiseikai cukup dekat hanya perlu berjalan melewati stasiun kereta api Kawahara yang mungkin berjarak sekitar 800 meter, dan setelah rumah sakitnya berada di depan stasiun itu.
▲
Ketika aku sampai dan masuk ke rumah sakit itu. Aku menanyakan nomor kamar yang dipesan oleh nama marga Sakuraba dan susternya memberitahuku kalau Sakuraba-san dirawat di lantai 2, nomor kamar 46.
Aku langsung berjalan menuju ke ruang di mana Sakuraba-san dirawat setelah suster itu memberitahuku lantai dan nomor kamarnya.
Saat aku sudah berada di depan pintu kamar di mana Sakuraba-san dirawat. Aku mendengar suara serak yang berasal dari dalam kamar. “Kau tahu Aika, Ayah memang Ayah yang buruk.” Kemungkinan itu suara Ayah Sakuraba-san.
Sesaat setelah mendengar hal itu, aku berpikir bahwa aku tidak boleh masuk ke dalam. Jika aku masuk ke dalam, kemungkinan situasinya akan menjadi canggung nanti.
Terdengar suara rendah namun cukup dingin yang pasti adalah Sakuraba-san. “S-Sebenarnya, aku ingin minta maaf pada Ayah. Tapi, entah kenapa di kepalaku selalu terbayang akan kejadian itu.”
Akhirnya setelah sekian lama, dia bisa juga mengatakan itu. Aku cukup kagum dengannya.
“Ayah tahu kalau kau pasti berpikiran begitu. Maka dari itu Ayah membiarkanmu pindah sekolah dan tinggal di rumah itu sendiri agar kamu memiliki waktu luang untuk memikirkan-nya.”
Suasananya pun menjadi hening sejenak, sesaat setelah Ayah Sakuraba-san berbicara.
Waktu sudah lewat selama 30 detik dan Ayah Sakuraba-san kini memulai pembicaraan lagi. “Apa Aika bisa tinggal di rumah itu bersama Ayah?” tanyanya.
Mungkin Ayahnya ingin mengajak Sakuraba-san untuk tinggal bersama lagi di rumah yang mewah itu.
“Tidak. Aku ingin tetap tinggal di rumah itu. Karena aku ingin belajar hidup mandiri.”
“Jika aku tetap bersama Ayah mungkin aku tidak bisa berkembang menjadi seseorang yang aku idamkan nanti. Dan jika aku ikut Ayah, otomatis aku akan pindah sekolah dan aku tidak bisa berterimakasih pada Yuuichi-kun” Sambung Sakuraba-san.
Kelihatannya Sakuraba-san terlihat berbeda dari biasanya. Kedengaran dari nada dan cara bicaranya yang aneh itu. Yah, biasanya dia berbicara dengan nada dingin dan dalam, sekarang ia berbicara dengan lembut layaknya perempuan imut tidak seperti Sakuraba-san yang kukenal.
Tapi tunggu dulu, seseorang yang Sakuraba-san idamkan? Aku benar-benar tidak percaya kalau Sakuraba-san juga memiliki seseorang yang diidamkannya.
Dan aku pikir-pikir lagi. Ternyata pemikiran wanita itu memang sulit untuk dicerna. Apalagi kalau wanita itu seorang normie. Bisa-bisa kepalamu akan terasa pusing, seperti berada di sebuah kapal yang sedang terombang-ambing.
Dengan suara yang serak-serak. “Owh begitu ya. Jika Aika maunya begitu, tidak apa-apa. Ayah dan Ibu mendukungmu.”
Hei paman! Apa maksud paman mendukung? Hah, biarlah. Setiap orang tua pasti begitu, selalu menggoda anaknya.
Sakuraba-san berbicara dengan nada yang terdengar tulus, “Terimakasih banyak Ayah.”
Tiba-tiba, suasana menjadi hening dan kutoleh wajahku ke kiri dan kanan. Yang terlihat hanya ada suster dan dokter yang lalu-lalang lewat sini.
Nampaknya tidak begitu banyak pasien yang dirawat di sini. Yah, mungkin karena rumah sakit ini baru saja dibangun. Jadi tidak banyak orang mengetahuinya.
Tanpa kusadari Ayah Sakuraba-san hendak keluar dari ruangan itu dan dengan segera aku memperbaiki cara dudukku yang terlihat aneh tadi.
Ketika pintu dibuka, Ayahnya Sakuraba-san yang mengenakan jas hitam dan celana jeans itu, melihat ke arahku dan dia langsung memasang senyum di wajahnya pertanda bahwa semuanya baik-baik saja. Atau ada maksud lain dari senyum itu?
Hmmm…. Aneh.
Saat melihat Ayah Sakuraba-san yang hendak duduk di kursi. Reflek, aku langsung bergeser dan mempersilahkan Ayah Sakuraba-san untuk duduk.
Ayah Sakuraba-san memulai pembicaraan setelah ia duduk. “Penyakit yang diderita Aika adalah anemia. Penyakitnya muncul saat ia memasuki kelas 2 SMP. Aika dulu adalah perempuan yang serba bisa, dan ia juga unggul dalam semua bidang pelajaran.”
Owh, begitu ya. Pantas Sakuraba-san, tidak pernah ikut pelajaran olahraga.
“Tapi setelah Aika dikabarkan bahwa ia mengalami anemia, Aika diharuskan untuk menjaga kondisi tubuhnya setiap saat dan tidak boleh terlalu lelah. Mendengar hal itu, ia sedikit terpukul karena tidak bisa bermain bersama teman-temannya lagi. Sejak saat itu dia hanya berteman sekedarnya saja.”
“Lalu sampai hari di mana Istriku meninggal dan itu membuatnya semakin terpukul. Karena itulah ia menutup diri dariku dan teman-temannya. Sampai semua orang menjauhinya, akibat sifatnya yang dingin.”
Sepertinya aku sedikit mengerti tentang Sakuraba-san. Yah, bisa dibilang dia sama denganku, hanya saja dia menolak untuk menerima dan memilih jalannya sendiri sedangkan dia memiliki banyak jalan untuk dilalui.
Berbeda denganku, yang di mana aku terpaksa memilih jalan lain karena hanya jalan itu saja yang tersisa dan jalan yang kuinginkan tidak bisa kulewati.
Heh, memang payah. Tapi aku tidak bisa menyalahkannya.
Ayah Sakuraba-san menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkannya seperti telah terbebas dari belenggi, “Sepertinya aku sudah mengatakan semuanya. Owh iya, ngomong-ngomong, kau tidak menemuinya?” tanya Ayah Sakuraba-san.
Dengan nada rendah dan sedikit canggung, aku menjelaskan pada Ayah Sakuraba-san. “T-Tidak, saat aku mendengar paman berbicara dengannya tadi. Aku merasa tidak ingin masuk ke dalam.”
Ayah Sakuraba-san memasang senyum aneh ke arahku dan mengangkat alisnya, “Hmm, begitu ya. Yasudah kalau begitu.”
Pasti paman berpikiran yang lain. Heh, semua orang tua sama saja.
Melihat jam yang berada di tanganku, ternyata sekarang sudah pukul 5 lebih 27 menit dan aku harus bergegas pulang ke rumah secepatnya untuk bermain galge. Kalau tidak waktu untukku bermain akan terbuang sia-sia.
Aku berpikir lebih baik tidak usah menemui Sakuraba-san, mendengar kalau dia sehat-sehat saja. Itu sudah alasan yang bagus untuk tidak menemuinya. Yah, nanti juga aku ketemu dengannya. Tapi sebelum itu aku ingin menghabiskan waktuku bermain galge selama si Nona lemari es itu belum datang ke kehidupanku.
Entah kenapa aku merasa jadi yang jahat di sini. Heh, sebaiknya aku pulang saja ke rumah sekarang.
Aku berdiri dan mengambil tasku yang kuletakan di samping kursi. “Kalau begitu. Aku permisi dulu paman.”
Ayah Sakuraba-san berdiri setelah mendengar perkataanku, “Apa kau ingin pulang? Jika kau ingin pulang, bolehkan aku mengantarkanmu ke rumah sebagai tanda terimakasihku.” Tanya Ayah Sakuraba-san.
Tanda terimakasih? Memang apa yang kulakukan sampai Paman berterimakasih padaku. Yang kuingat hanyalah aku menjadi body-guardnya Sakuraba-san saja. Tidak lebih dan tidak kurang.
Sebaiknya aku menolaknya dengan halus karena aku merasa tidak enak merepotkan seseorang, “Apa Paman tidak menjaga Sakuraba-san?” Tanyaku.
Dengan senyum di wajah Ayah Sakuraba-san, ia menjawabku, “Mungkin dia lagi tidur sekarang dan lagipula aku sudah meminta suster untuk menjaganya saat aku pulang nanti.”
“H-Hmm.”
Agar aku tidak terkesan berharap. Aku menjawabnya, “Kalau Paman tidak keberatan.”
Sambil mengambil kunci di saku celananya, “Baiklah, kalau begitu kau bisa duluan dulu. Paman ingin mengambil mobilnya di parkiran belakang.”
Aku tidak tahu ada parkiran di belakang, soalnya tidak terlihat dari depan. Atau aku kah yang tidak memperhatikan keadaan di sekitar?
Ayah Sakuraba-san menuju ke parkiran belakang untuk mengambil kendaraannya. Aku langsung berjalan menuju ke gerbang depan rumah sakit untuk menunggu Ayah Sakuraba-san datang.
Saat aku berjalan di lorong rumah sakit, nampak ada sedikit pasien yang berobat di sini dan para pegawainya pun juga tidak banyak. Ketika aku berjalan melewat halaman depan, yang kulihat hanya ada kakek-kakek yang sedang menikmati udara segar di kursi rodanya dan ditemani oleh suster yang cukup tinggi dan cantik, dan ada 2 orang anak yang sedang bermain bola di dekat air mancur.
Melihat anak-anak yang sedang bermain itu, aku menjadi iri dan teringat akan kejadian yang lalu. Kejadian yang membuatku kehilangan ingatan masa kecilku.
Yah, itu semua tidak perlu disesalkan sekarang. Yang harus kulakukan sekarang adalah mencoba untuk hidup dengan tenang tanpa harus bekerja keras.
Tidak lama aku berjalan sambil melamun memikirkan hal itu. Aku sudah tiba di gerbang dan nampaknya Ayah Sakuraba-san masih belum datang.
Mungkin ia masih mengeluarkan kendaraanya dari parkiran.
10 menit aku menunggu, akhirnya Ayah Sakuraba-san datang dengan mobil merek BMW yang ia bawa.
Heh, seperti yang diharapkan dari orang kaya.
Kaca mobil yang berada di depanku terbuka dan aku melihat Ayah Sakuraba-san. “Naiklah.”
Ketika aku disuruh begitu, tanpa segan-segan aku membuka pintu mobilnya dan duduk di dalam. Mobil pun langsung dijalankan ketika aku sudah duduk dan menutup pintu mobik yang kubuka tadi.
AC yang dikeluarkan mobil ini terasa sejuk sampai-sampai aku berkhayal kalau aku berada di surga.
Karena situasinya menjadi canggung. Ayah Sakuraba-san memulai pembicaraan dengan membahas hal-hal yang ringan seperti apa hobiku, apa aku memiliki adik atau tidak, dan lain-lain.
Tidak lama kemudian, Aku sudah sampai di rumah dan aku langsung membuka pintu mobil untuk pergi menuju ke rumah. Sebelum itu aku berterima kasih pada Ayah Sakuraba-san, “T-Terima kasih paman.” Sambil menundukan kepalaku karena aku sedikit malu.
Ayah Sakuraba-san yang berada di dalam mobil menjawab, “Yah, itu bukan apa-apa. Lagipula ini adalah sebagai balasan untuk rasa terimakasihku padamu.”
Lagi-lagi hal itu, bisakah paman menjelaskan, kenapa paman berterima kasih padaku?
“Kalau begitu aku permisi dulu ya, Kisaragi-kun.” Sambil melambaikan tangannya saat berada di dalam mobil dan setelah itu aku menjawabnya. “H-Hmmm.”
Mobil itu dijalankannya kembali setelah aku menjawabnya dan ia pulang menuju ke rumahnya yang mewah itu.
Aku hanya bisa menghela napas setelah mengalami hal itu. Secara tidak sadar, ibu melihat ke arahku dengan tatapan yang penuh dengan rasa penasarannya itu. Tanpa memedulikan tatapan itu, aku berjalan menuju ke rumah untuk bermain galge sepuasnya. Tapi saat aku hendak masuk ke dalam rumah, aku dicegat Ibu dengan tatapan yang masih penuh dengan rasa penasarannya.
Dengan senyum aneh di wajah ibu, “Tadi itu siapa Yuu-kun?”
Yah… Kalau begini, mau tidak mau aku harus menjelaskannya, karena Ibu sudah terlanjur melihatnya. Tapi dari mana aku harus menjelaskan semuanya?!
Heh, kenapa hidupku jadi begini, sialan!!
ns 15.158.61.46da2