“Wah…, pemandangannya indah sekali kan, Eri-chan?” Tanya salah satu anak perempuan itu sambil berjalan kesana kemari dengan riang gembira di atas salju yang cukup tebal.
Anak perempuan lainnya berdiri di sebelah dan dia nampak sedikit malu karena ingin bermain dengan perempuan itu. “E-Emm….”
Anak perempuan yang menari-nari itu pun terlihat seperti gasing yang dimainkan di antara butiran-butiran salju dan gemerlapnya bintang di malam hari.
Sepertinya masa kecilku cukup indah dibandingkan dengan masa remajaku.
Laki-laki yang bertubuh kecil itu menegur perempuan itu sambil bermain gamebotnya. “Kau ini, bisakah lebih berhati-hati!”
Diriku dalam mimpi itu pun menegur perempuan terlihat ceria itu. Ketika aku membalikan pandanganku ke kanan, aku melihat 2 anak perempuan yang nampaknya hendak bermain bersama anak perempuan yang ceria itu.
“Mou, sekali-kali gak apa-apa kan?” tanya anak perempuan itu sambil menggumbangkan pipinya.
Sesaat setelah anak perempuan misterius itu berbicara. Tiba-tiba pemandangan yang indah kulihat tadi mulai memudar dan yang tersisa hanyalah sebuah ruangan gelap tak berujung.
Di dalam mimpi, aku merasa seperti berlari di tempat saja. Setelah berlari cukup lama, aku merasa diriku terjatuh ke tanah yang cukup dingin dan suaraku saat terjatuh pun masuk ke telingaku.
Saat aku membuka mata, aku baru menyadari kalau wajahku ini sudah menempel ke lantai yang agak dingin dan tubuhku pun reflek bergemetar karena hawanya yang cukup dingin.
“Sial! Kenapa aku harus memimpikan hal itu lagi?” Sambil menghantamkan kepalan tangan kananku ke lantai dengan cukup keras.
Setelah itupun aku mencoba untuk berdiri dan mengambil selimutku. Sesaat aku hendak berdiri tiba-tiba kepalaku terasa sakit dan pikiranku serasa melayang.
Aku langsung memegang kepalaku dan mencoba untuk duduk di kursi karena tubuhku terasa tidak seimbang, seperti berada di kapal yang di terjang ombak yang ganas. “Awh…, kepalaku!”
Sesaat setelah aku duduk di kursi, tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka. Sontak aku langsung melihat ke arah pintu dan melihat Adikku Rin dengan raut wajah agak cemasnya yang masih berada di depan pintu.
“Onii-san, kau kenapa?” tanya Adikku khawatir.
“Awh…, aku hanya habis bermimpi buruk tadi.”
“Owh, gitu ya. Kalau begitu, cepat ke bawah ya Onii-san, soalnya sarapan sudah siap.” Setelah itu dia langsung turun ke bawah menuju ke ruang makan.
Saat Adikku sudah keluar dari kamarku, aku langsung memaksakan diriku untuk mencuci muka di pagi hari yang begitu dingin ini. Setelah itupun aku langsung memakai baju celana seragam sekolah. Ketika aku sudah selesai berpakaian, akupun turun ke bawah untuk memakan sarapanku di ruang makan.
Saat aku sudah turun dari tangga, aku melihat Ibu yang sedang memasak di dapur dan Adikku yang duduk di kursinya.
Kulihat di meja makan ada sup miso, ikan panggang, dan berbagai macam sayuran yang beberapa diantaranya tidak kusukai.
Saat aku sudah duduk di kursiku. Aku melihat Adikku dengan lahapnya mengunyah daging yang berada di mulutnya dan sendok yang berada di tangan kanannya sudah siap mengambil daging lainnya, seperti singa betina yang sangat kelaparan.
Padahal raut wajahnya tadi cemas saat menemuiku. Tapi sekarang raut wajahnya menjadi ceria, hanya karena seporsi daging sapi. Apa kau ini singa betina yang jinak ya?
Sambil menguyah daging yang masih berada di mulutnya. “Ownii-san cwepat makan. Nwanti dwagingnwya, awkan kuwmwakan swemua lwoh.”
Hei singa betina. Mending kau kunyah dan telan dulu daging yang ada di mulutmu itu, baru bicara.
“Apa kamu baik-baik saja, Yuu-kun? Tadi Ibu mendengar suara hentakan lantai yang cukup keras dari kamarmu.” tanya Ibuku sambil memasak di dapur.
“H-Hmm…, aku tidak apa-apa bu. Cuma mimpi buruk.” Sambil mengambil nasi dalam pemanas nasi.
Setelah selesai memasak, ibu langsung mengemasi bekal kami berdua. “Owh…, gitu ya. Kalau begitu, ayo cepat dimakan sarapannya.”
Saat aku masih memakan sarapanku, terlihat wajah Adikku seperti hendak menyampaikan seseuatu kepadaku.
“Terima kasih makanannya.”
Adikku pun memasukan bekal yang ada di meja makan ke dalam tasnya sambil berbicara padaku. “Ano Onii-san, kita pergi ke sekolah bareng yuk.”
“Bukankah kau pergi bersama temanmu?” tanyaku.
“Temanku mungkin sudah lebih dulu ke sekolah.” Jawabnya dengan nada polos.
Hmm... pantesan dia tadi gak langsung pergi ke sekolah.
“5 menit.”
“Oke… aku tunggu di luar ya, Onii-san” Ucapnya mengambil sepatu yang berada di rak dan memakainya.
Setelah itupun Adikku langsung pergi keluar dan tidak sampai 5 menit, aku sudah selesai memakan sarapanku. Akupun langsung memasukan bekalku ke dalam tas, berjalan menuju ke pintu depan rumah untuk mengambil sepatuku yang berada di rak dan memasangnya.
Ketika aku membuka pintu, aku melihat Adikku sedang meniup-niup daun yang ada di hidung dengan mulutnya dan raut wajah Adikku pun terlihat senang. Daun yang ditiupnya itupun jatuh saat dia melihat ke arahku sambil tersenyum.
Aku benar-benar tidak tahu, apa yang ada di pikiran setan kecil ini.
Saat aku hendak berjalan keluar dari halaman depan rumah. Terdengar suara pintu yang terbuka dan terlihat Ibu dengan celemek yang masih menempel di bajunya dan Ibupun melambaikan tangannya ke arah kami berdua.
Sambil melambaikan tangannya dan tersenyum ke arah kami. “Hati-hati di jalan ya!”
Sepertinya mood Ibuku sedang bagus hari ini.
▲
Koyomi-sensei, menepuk kedua tangannya sambil menunjukan raut wajah ceria. “Baiklah, sekian untuk homeroom hari ini. Kalian boleh istirahat sekarang.”
Sepertinya waktu berlalu dengan begitu cepat dan sekarang aku harus pergi ke rapat yang melelahkan itu.
Setelah Koyomi-sensei selesai merapikan bukunya, dia langsung pergi keluar dari kelas menuju ke kantor dan di ikuti beberapa murid perempuan yang nampaknya hendak makan siang bersama. Akupun bersiap-siap pergi ke atap untuk memakan bekal makan siangku.
Entah kenapa, Eita yang tadinya masih duduk di kursi. Kini ia menghilang entah kemana. Padahal saat dia menemuiku, dia sedang bersemangat. Yah… aku juga memukul perutnya karena aku kesal dengan kelakuan Eita akhir-akhir ini. Jadi mungkin itu sebab Eita langsung menghilang dari hadapanku.
Sakuraba-san pun terlihat, sedang membaca buku yang selalu ia bawa setiap hari dan laki-laki di kelas ini menatapnya seperti tergoda akan kecantikannya. Walaupun laki-laki di kelas ini tidak berani mendekati Sakuraba-san sejak aku berada di dekatnya. Jadi mereka berpikir, kalau mendekati Sakuraba-san, mereka akan dihajar habis-habisan olehku.
Akupun mengangkat badanku yang kaku ini dan mencoba pergi dari kelas menuju ke atap untuk memakan bekalku.
Saat aku sudah berada di depan pintu kelas. Akupun membalikan wajahku ke belakang dan terlihat Sakuraba-san, sedang membaca bukunya tanpa terlihat bosan sedikitpun.
Aku benar-benar bingung dengan kelakuannya itu, tapi syukurlah kalau dia tidak mengingkutiku lagi. Jika tidak, suasana tenang untuk makan siang akan dihancurkan olehnya.
Setelah itupun ake berjalan menuju ke atap. Ketika berada di lorong, aku melihat di depan ruang UKS ada Nikaido-sensei dengan raut wajah lesunya sambil mengangkat lembaran kertas yang begitu banyak.
Sepertinya aku harus melewati guru bermasalah ini.
Akupun berjalan sambil menundukan kepalaku agar Nikaido-sensei tidak mengetahuiku. Saat aku sudah melewatinya, tiba-tiba Nikaido-sensei langsung memegang bahuku dengan cukup keras, sampai-sampai aku bisa dibuat berteriak olehnya.
“Hei Kisaragi-kun, kau mau kemana cepat-cepat gitu?” tanya Nikaido-sensei dengan nada mengancam seperti dia tahu, kalau aku mencoba untuk menghindarinya.
Dengan nada rendah aku berbicara karena sedikit takut dengan raut wajahnya. “K-Ke atap, aku ingin makan siang di sana.”
Nikaido-sensei langsung menjatuhkan lemabaran kertas itu ke tanganku. “Owh gitu ya… kalau begitu, bisa kau bawa ini sekalian ke ruang klub kesehatan tubuh.”
Akupun reflek mengucapkan “Guahh!” Karena aku langsung mengangkat lemabaran kertas yang di jatuhkan Nikaido-sensei tepat di kedua tangannku dan kotak bekalku pun jatuh ke tanah.
Beratnya, sialan!
“Lembaran apa ini Nikaido-sensei?” tanyaku dengan nada sedikit tinggi dan kesal.
Sambil mengambil kotak bekalku yang ada di lantai. “Ini cuma lembaran biodata siswa kelas 2 dan 3 yang mengikuti acara donor darah.”
Dengan nada dan raut wajah datar. “Owh...”
“Kau ini, apa tidak bosan dengan raut wajah seperti itu terus?” tanya Nikaido-sensei sambil meletakan bekalku di atas tumpukan kertas yang kubawa.
“Sudah jalan sana! Atau kau mau tetap di sini sambil memandangi stockingku ini?” Sambung Nikaido-sensei sambil memperlihatkan stocking yang memakai garterbelt.
Memang aku menyukai stocking, tapi aku tidak sama sekali tertarik dengan wanita 3d.
“H-Hmmm…, kalau begitu aku permisi dulu.” Sambil menundukan sedikit menundukan kepalaku.
Setelah itupun aku berjalan agak cepat supaya Nikaido-sensei tidak mengganguku lagi.
Ketika aku sudah sampai di tujuan, pintu sudah terbuka dan terlihat di dalam, ada 7 siswa sedang berdiskusi dan 2 lainnya menulis di selembaran kertas. Saat aku hendak masuk ke dalam, para siswa pun langsung melihat ke arahku dengan ketakutan dan sedikit mengeluarkan keringat.
Yah… wajar saja kalau para normie ini ketakuran melihatku.
Akupun memberanikan diri masuk kedalam dan memberikan tumpukan kertas ini kepada mereka.
“I-Ini, dari Nikaido-sensei.”
Saat aku mengatakan hal itu, wajah mereka yang tadinya ketakutan, berubah menjadi bingung. Tidak lama kemudian, salah satu perempuan agak kecil dengan rambut pendeknya, ia berjalan menuju ke arahku. Saat perempuan itu berada di depanku, dia langsung mengadahkan kedua tangannya kepadaku.
Sepertinya dia punya nyali yang cukup hebat daripada temannya yang di belakang.
Akupun langsung memberikan setumpukan lembaran itu padanya dan meletakan kotak bekalku ke lantai. Sesaat setelah perempuan itu mengangkat setumpukan lembaran itu, wajahnya langsung memerah dan tubuhnya pun bergetar. Temannya pun hanya melihat dan tidak menolongnya.
Jika kau tidak bisa mengangkatnya, jangan mengadahkan tanganmu itu.
Saat tubuhnya semakin bergetar. Akupun langsung mengambil setengah tumpukan lembaran itu dan perempuan itupun langsung kebingungan melihatku.
Bukankah perbuatanku ini wajar? Kenapa kau malah bingung begitu?
“Dimana?” tanyaku dengan nada datar.
Saat aku menanyakan hal itu. Dia langsung berjalan ke arah temannya dan meletakan tumpukan lembaran itu di meja.
“H-Hmm…. Di sini saja.”
Setelah dia mengatakan hal itu. Akupun langsung berjalan ke arahnya dan meletakan setengah tumpukan lembaran di sebelah tumpukan lembaran yang dibawa perempuan itu tadi.
Dengan gagap dan sedikit ketakutan. “M-M-Makasih.”
“H-Hmmm.”
Akupun mengambil kotak bekalku yang berada di lantai setelah dia mengatakan hal itu.
Setelah itupun, aku langsung berjalan keluar dari ruang klub menuju ke atap untuk memakan bekalku.
Kulihat di sepanjang lorong, nampaknya kelas lain sedang sibuk mempersiapkan acara untuk festival budaya senin depan nanti.
Entah kenapa akhir-akhir ini, banyak sekali kejadian yang membuatku berurusan dengan hal yang merepotkan dan juga melelahkan.
Akupun hanya bisa menghela napasku setelah memikirkan hal itu.
Saat aku sudah sampai di atap, langit terlihat sedang berawan namun tidak ada tanda-tanda akan hujan dan hawanya pun juga terasa sejuk hari ini.
“Sepertinya cuaca hari ini cukup bagus.” Gumamku sambil duduk di lantai dan setelah itu, aku membuka bekalku.
Akupun memakan bekalku sambil menikmati angin yang agak begitu dingin ini, ditambah dengan pemandangan Gunung Sakurajima yang terlihat jelas dari sini.
Jika saja momen ini terus ada saat aku ke sekolah. Mungkin aku tidak akan mengeluh jika pergi ke sekolah.
Saat aku sedang menikmati makanku, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka.
Sontak akupun langsung menolehkan wajahku ke arah pintu. Ternyata orang yang membuka pintu tadi adalah Sakuraba-san dengan buku dan kotak bekal yang dia bawa di tangannya.
Huh…, bisakah sehari saja aku menikmati hidup yang begitu singkat ini?
Sakuraba-san pun langsung melihat ke arahku dengan tatapan sedikit dingin. Setelah itu dia langsung duduk agak jauh dari tempatku dan membuka kotak bekalnya.
Sakuraba-san pun bersikap seolah-olah tidak ada orang selain dia di sini.
Akupun tidak memedulikannya dan lanjut memakan bekalku.
Kulihat di atas langit, matahari mulai memperlihatkan dirinya dari balik awan dan semakin terlihat. Hawa yang tadinya terasa sejuk, kini mulai terasa panas karena pancaran sinar matahari yang masuk ke dalam pori-pori kulitku.
Tidak lama setelah matahari mulai menyinari lantai atap. Akupun selesai makan siang dan merapikan kotak bekalku.
Sakuraba-san pun juga terlihat sedang merapikan kotak bekalnya.
Melihat Sakuraba-san yang masih merapikan kotak bekalnya itu. Akupun mencoba menggerakan otot-otot kakiku yang terasa kaku ini sehabis duduk dan pergi menuju ke kelas agar aku tidak terlihat seperti menunggunya.
“Kuharap dia tidak mengikutiku lagi.” Gumamku sambil berjalan di lorong sehabis menuruni tangga.
“Apa dia yang kau maksud adalah aku, Yuuichi-kun?” tanya Sakuraba-san.
“Ya, aku jadi begini gara-gara-” Jawabku tersendat.
“Hah! Sakuraba-san!” Teriakku karena terkejut melihatnya ada di sebelahku.
Kenapa dia ada di sebelahku? Padahal tadi kulihat dia masih berada di atap.
“Awh! Tidak, dia yang kumaksud adalah Adikku Rin.” Sambungku mencari alasan agar Sakuraba-san tidak memarahiku.
Sakuraba-san langsung tersenyum aneh ke arahku seolah-olah dia tahu kalau jawabanku tadi mengada-ada. “Owh… gitu ya.”
Dia ini pandai sekali menghilangkan hawa keberadaannya. Apa kau ini shinobi atau semacamnya?
Akupun hanya melihat senyum anehnya itu dan lanjut berjalan menuju ke kelas.
Saat aku hendak menuju ke kelas. Terlihat di lorong dekat dengan pintu kelas, ada Adikku sedang berbicara dengan kedua perempuan yang nampaknya itu adalah temannya.
Akupun langsung berhenti di tengah jalan dan langsung melihat sekelilingku untuk mencari jalan pintas.
Sakuraba-san terlihat kebingungan dengan tingkahku yang aneh itu. Dia pun langsung melihat ke depan dan setelah itu, ia langsung tersenyum ke arahku.
Bisakah kau berhenti melihatku seperti itu? Dan cepat tolong aku, sialan!
Sontak, Adikku pun melihat ke arahku dengan wajah cerianya dan dia langsung menghampiriku seperti anjing yang rindu dengan tuannya.
Apa Adikku ini persilangan antara singa betina dengan anjing?
“Hei Onii-san, apa Onii-san sedang kencan dengan Aikan?” tanya Adikku dengan raut wajah ceria.
Aku langsung menjawabnya dengan nada santai agar Adikku tidak curiga tapi langsung disela Sakuraba-san. “Kami berdua hanya ke-.”
Sambil tersenyum ke arah Rin. “Kau benar Rin-san. Kami sedang kencan di sekolah.”
Gahh…, dia malah memperburuk keadaan!
Adikku langsung kegirangan sambil mengangkat satu tangannya ke atas seperti orang yang baru saja memenangkan lotre. “Wah…, apa benar Onii-san? Kalau begitu aku akan merayakannya!”
Akupun hanya bisa terdiam melihat dia berkata seperti itu, dan Sakuraba-san tertawa kecil melihatku.
Hah… aku benar-benar lelah dengan semua ini.
Setelah Adikku mengatakan hal itu. Bel pun berbunyi, pertanda istirahat telah selesai.
Sambil melambaikan tangannya dan pergi menuju ke kelas bersama temannya. “Dah Onii-san, aku ke kelas dulu ya!”
Setelah dia pergi dari hadapanku. Akupun langsung pergi menuju ke kelas karena pelajaran selanjutnya adalah olahraga. Sakuraba-san pun mengikutiku dari belakang tapi dia masih tertawa kecil karena kejadian tadi.
Kapan aku bisa keluar dari semua hal yang melelahkan ini? Tolong beritahu aku kalau semua ini sudah selesai.
Akupun menghela napasku ketika memikirkan hal itu.
▲
Saat pelajaran olahraga tiba, aku hanya bisa berdiam diri di halaman belakang untuk berteduh dari panas sambil melihat para siswa di kelasku yang bersenang-senang di bawah panasnya sinar matahari.
Mereka menyebutnya sebagai kenangan masa muda. Tapi menurutku, itu adalah suatu persyaratan untuk menjadi orang yang tersiksa di mana kau di haruskan untuk berbicara bersama mereka. Jika kau tidak mengikuti persyaratan tersebut, kau hanya akan dijauhi dan dikucilkan oleh mereka.
Coba kucontohkan. Jika seseorang gagal mendapat teman, apa yang akan dilakukan orang tersebut selanjutnya untuk mendapat teman? Apa mereka menarik perhatian seperti mencari masalah atau membuat hal yang dapat menarik perhatian orang lain, atau mungkin merubah diri mereka menjadi seseorang yang disenangi orang lain?
Semua itu salah, yang harus kau lakukan untuk mendapat teman adalah menutupi kekurangan dirimu sendiri agar tidak terlihat oleh orang lain. Karena jika mereka melihatnya, mereka akan mengucilkanmu karena kamu berbeda dari mereka pada umumnya.
Contohnya jelasnya adalah aku sendiri.
Saat aku memikirkan hal itu. Secara tidak sengaja, aku melihat Sakuraba-san yang duduk berteduh di bawah pohon, mengenakan baju olahraganya sambil melihat para siswa di kelas bersenang-senang sama sepertiku.
Saat aku agak lama melihat ke arahnya. Sakuraba-san langsung menatap tajam ke arahku dan langsung menghampiriku seperti last bos yang datang ke hadapanmu.
Apa dia tidak puas ya menggangguku tadi?
Sakuraba-san sudah berada di hadapanku. Raut wajahnya pun berubah menjadi normal dan sepertinya dia ingin menyampaikan sesuatu padaku.
Sambil menyilangkan tangan di bawah dadanya yang besar itu. “Nampaknya kau terlihat sendirian.”
Bukankah kata-kata itu juga dirujukan untukmu?
Dengan nada mengejek. “Bukankah kau juga sama, Nona lemari es.”
“Aku punya alasan khusus untuk tidak ikut olahraga.”
“Kalau begitu aku juga punya alasan khusus untuk tidak mengikuti pelajaran olahraga.”
“Dilihat juga tahu kalau alasan khususmu itu…”
“Hmm…, sebaiknya aku diam saja.” Sambung Sakuraba-san dengan senyum kecil liciknya.
Heh…, jika kau tahu. Kenapa kau tidak mengatakannya sekarang? Nona lemari es sialan!
Akupun menunjukan raut wajah kesal sambil memalingkan wajahku ke arah lain.
Setelah Sakuraba-san mengatakan hal itu. Dia pun langsung duduk agak jauh di sebelah kananku dengan raut wajah halus yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.
Tidak lama kemudian para siswa yang tadinya sedang olahraga, kini satu persatu mulai masuk ke sekolah. Dan aku melihat Koehara-sensei mendatangi.
“Hei kalian berdua, pelajaran olahraga sudah selesai. Cepat ganti baju sana!” Ucap Koehara-sensei sambil memegang lembaran.
Kami berdua serempak mengatakan, “Baik.” Dengan nada rendah.
▲
Ketika pelajaran sudah selesai. Semua murid di dalam kelas langsung bersiap-siap melakukan gladi resik untuk acara drama musik.
Kulihat ada beberapa yang berlatih menari, membuat kostum dan mengecat aksesoris untuk background. Sakuraba-san pun sudah pergi lebih dulu karena rapat osis.
Padahal masih ada waktu sebelum rapat dimulai. Kenapa Sakuraba-san malah terlihat buru-buru gitu.
Ketika aku tahu bahwa Sakuraba-san sudah lebih dulu pergi ke sana. Akupun langsung bergegas pergi menuju ke ruang osis.
Saat aku sudah berada di depan ruang osis. Terlihat beberapa siswa yang sudah duduk dan ada juga yang berdiri sambil memegang lembaran. Sakuraba-san masih tidak terlihat padahal dia pergi lebih dulu tadi.
Akupun tidak memedulikan hal itu dan langsung saja masuk ke dalam dan duduk di tempatku yang berada di paling belakang.
Ketika aku sudah duduk di tempatku, aku melihat beberapa murid melihat ke arahku seperti mengatakan “Ahh, dia lagi. Kenapa dia harus datang kesini lagi?”
Saat aku memikirkan hal itu, tiba-tiba semua murid di sini menatap ke arahku dengan raut wajah iri. Sesaat setelah aku ditatap oleh para murid di sini, tiba-tiba muncul seorang perempuan yang dari osis dengan laptop yang ia pegang di tangan dan di letakannya di depanku.
Hahh… aku baru ingat kalau perempuan ini adalah ketua osis. Kenapa kau meletakan laptop di sini? Apa tidak ada tempat lain?
“Kau Kisaragi-kun dari kelas 1-3 kan?” tanya ketua osis itu dengan raut wajah ceria.
Sambil mengangguk kecil. “H-Hmm…”
“Kalau begitu, bisa kau kerjakan laporan ini?” tanya ketua osis itu lagi sambil menyodorkan laptopnya yang menyala dan kulihat di layarnya ada sebuah laporan tentang festival budaya.
Aku langsung terkejut karena dia seenaknya saja memberiku pekerjaan. “Hah?!”
“Kenapa kau terkejut begitu? Bukankah Sakuraba-san sudah mengatakannya padamu.”
Sakuraba-san?! Apa ini ulahnya lagi?
“Sakuraba-san menyuruhku?!” tanyaku dengan sedikit terkejut untuk memastikan kebenarannya.
“Iya, katanya kau ahli dalam mengetik. Jadi dia menyarankanku untuk mempekerjakanmu.”
Dia ini benar-benar Nona lemari es yang licik!
Aku bisa mengetik bukan berarti kau bisa seenaknya menyuruhku untuk melakukan pekerjaan yang tidak aku inginkan.
Lagipula darimana kau tahu kalau aku bisa mengetik cepat? Ah...., dari dulu dia juga tahu tentang kebiasaanku bermain game galge, mungkin ia tahu dari situ.
Sambil menunjukan raut wajah seperti paham akan perkataannya. “H-Hmm…, aku mengerti.”
Dengan raut wajah cerianya. “Aku serahkan padamu ya, Kisaragi-kun.” Ketua osis itu pergi menuju ke kelompok para osis.
Aku hanya bisa menghela napasku setelah mendengar ketua osis menyuruhku untuk melakukan hal itu. Saat aku memalingkan wajahku ke arah papan tulis. Aku melihat Sakuraba-san yang duduk di kursi wakil sambil tertawa kecil dan menutupi mulut dengan tangan kanannya.
Bisakah kau hentikan tawa licikmu itu? Nona lemari es sialan!!!
Saat dia menertawakanku, akupun langsung memalingkan wajahku ke arah lain karena aku tidak ingin melihat wajah mengesalkannya itu.
Tunggu dulu, Sakuraba-san jadi wakil panitia festival budaya! Sejak kapan dia mengajukan diri menjadi wakil panitia?
Tidak lama kemudian semua siswa duduk di tempat mereka masing-masing dan ketua osis pun berdiri dengan wajah cerianya.
Ketua osis menepuk kedua tangannya seperti Koyomi-sensei. “Baiklah, terima kasih sudah berkumpul di sini ya semuanya!”
“Jadi bisa kita mulai sekarang, Yamaichi-san?” tanya ketua osis itu pada ketua panitia festival.
Ketua penitia itupun terlihat gugup sambil mencoba untuk berdiri dan membaca selembaran kertas yang ada di tangannya. “H-Hmm…, ba-baik.”
“Ba-Baik…, kita akan mulai dari kelompok sukarelawan.” Sambung ketua panitia itu.
Salah satu perempuan yang merupakan manajer dari sukarelawan langsung berdiri. “Untuk saat ini yang berpartisipasi ada 10 kelompok dari sekolah kita dan 2 kelompok dari organisasi di luar sekolah.”
Aku benar-benar tidak percaya, ada beberapa kelompok yang mengikuti hal yang melelahkan ini.
Ketua panitia menunjukan raut wajah serius seperti memikirkan tentang festival budaya ini. “Apa kau sudah mengecek semua kelompok yang ada di luar sekolah termasuk sekolah lain? Karena kita membutuhkan banyak bantuan dalam segi keuangan maupun pekerja.”
Saat ketua panitia mengatakan hal itu, manajer itupun langsung menunjukan raut wajah bingung. Tapi sesaat kemudian ia memahami maksud dari ketua panita tersebut.
Dengan sedikit gagap namun wajahnya terlihat serius dan setelah itu dia duduk kembali di tempat duduknya. “Ba-Baiklah, akan saya lakukan hari ini.”
Apakah harus seserius ini untuk mempersiapkan acara festival budaya?
Yah…, pendapat ketua panitia itu benar juga. Sekolah Kagamihara adalah sekolah terbaik pertama di Kota Kagoshima dan para lulusan SMP pun banyak yang hendak bersekolah di sini, karena beasiswanya yang cukup menggiurkan dan kau dapat dengan mudah menuju ke Universitas yang kau inginkan.
Jadi tidak ada salahnya kalau sekolah ini membutuhkan banyak sukarelawan dari luar.
“Se-Sekarang dari bagian penyusun acara.”
Laki-laki yang merupakan ketua penyusun acara langsung berdiri. “Kami sudah mengecek semua kelas dan klub yang ingin mengadakan acaranya di aula panggung sekolah yaitu sekitar 9.”
“Apa kau sudah memposting susunan acaranya di web sekolah dan fanspage sekolah?” tanya ketua panitia.
“Masih belum.”
Dengan raut wajah serius. “Sebaiknya kau harus lakukan dengan cepat. Mengingat sebentar lagi akan ada penerimaan murid baru dan dipastikan minggu ini akan banyak orang yang mengunjungi web dan fanspage sekolah.”
Laki-laki itu langsung menunjukan wajah percaya dirinya. “Baik, akan segera kulaksanakan.”
Kukira perempuan ini tidak bisa menanganinya, karena dia terlihat seperti orang yang gugup ketika berbicara di depan umum, dan dia seperti orang yang tidak bisa membaca situasi sekitar.
Sepertinya aku salah dalam menilainya dan itu cukup menyebalkan. Tapi di sisi lain aku kagum dengannya.
“Kalau begitu dari bagian laporan. Apa ada kesalahan dalam laporan yang sudah dikerjakan?”
Laki-laki di sebelahku yang merupakan ketua dari bagian laporan langsung berdiri. “Untuk saat ini masih tidak ada.”
“Baiklah…”
Hehh… rasanya aku ingin bermain galge sekarang.
▲
Sekitar 30 menit rapat berlangsung, akhrinya selesai juga. Akupun duduk terdiam saat melihat tumpukan laporan itu, dan secara berangsur-angsur mulai bertambah. Sakuraba-san pun nampaknya terlihat fokus mengetik laporan yang dia kerjakan.
Ketua panitia menunjukan raut wajah serius dan dia terlihat sibuk membaca laporan yang baru diprint.
Aku tidak tahu, apa aku bisa pulang cepat ke rumah hari ini.
Akupun hanya bisa menggerakan jariku untuk mengetik laporan yang banyak ini sambil berpikir untuk cepat pulang ke rumah.
Ketika aku memalingkan wajahku ke arah papan tulis. Aku melihat ketua osis datang menghampiriku dengan wajah cerianya.
Apa dia ingin memberiku pekerjaan yang melelahkan lagi? Kuharap tidak.
“Apa kau menikmatinya?” tanya ketua osis yang berada di depanku dengan nada ceria.
“Apa raut wajahku ini terlihat menikmatinya?” tanyaku balik dengan nada sedikit tinggi.
Ia pun mendekatkan dirinya ke arahku. “Nggak sih, tapi sepertinya kamu kelihatan senang.”
Apa dia ini tidak bisa membaca pola tubuh seseorang atau gimana? Udah jelas raut wajahku terlihat seperti seorang berandalan yang hendak keluar dari penjara yang melelahkan ini.
Dengan nada rendah, aku menjawabnya dengan kata-kata simpel agar pembicaraan ini segera berakhir. “Owh… hmm…”
Senang? Di dunia ini cuma ada 3 hal yang membuatku senang.
Hidup dengan damai dan tentram tanpa ada gangguan.
Bermain game galge sepuasnya.
Uang terus ada tanpa harus bekerja.
Kemungkinan, keinginanku nomor 3 tidak akan pernah terjadi di dunia nyata. Jika terwujud, mungkin akan terjadi krisis global dan sumber daya semakin menipis di dunia.
Saat ketua osis hendak berbicara kepadaku. Seorang laki-laki dari osis memanggilnya dan setelah itu ketua osis langsung tersenyum aneh ke arahku.
Dengan raut wajah yang imut. “Dah ya Kisaragi-kun. Ada sesuatu yang harus kukerjakan” Setelah itu dia langsung pergi menuju ke kumpulan anggota osis lainnya.
Setelah ia menjauh dariku. Akupun hanya bisa menghela napasku sambil terus mengetik laporan yang menumpuk ini.
Aku berharap tidak ada hal-hal aneh menimpaku lagi.
▲
Setelah semua laporan sudah kuketik, akupun langsung mengangkat tanganku ke atas dan merenggangkan jari-jariku karena kaku sehabis mengetik laporan.
Akhirnya selesai juga dan sebaiknya aku harus cepat-cepat pergi dari sini dan pulang ke rumah untuk beristirahat.
Kulihat sekitar hanya ada beberapa orang yang masih tertinggal sambil mengetik laporannya di laptop dan Sakuraba-san terlihat serius mengetik laporannya yang menumpuk itu. Ketua panita pun nampak sedikit kebingungan dengan laporan yang dia baca.
Sebelum aku pulang ke rumah, Aku harus mengantar Nona lemari es satu ini ke rumahnya. Jika tidak aku hanya akan terima gaji buta dan dia bisa marah sambil menunjukan tatapan dingin mengerikannya padaku.
Akupun langsung mematikan laptop.
Setelah selesai aku mematikan laptop, aku langsung mengambil tasku dan menghampiri Sakuraba-san yang terlihat sibuk mengetik laporannya.
“Kau lama?” tanyaku dengan nada biasa saja namun setelah aku menanyakan hal itu, semua murid yang di ruangan ini menatap ke arahku.
Sakuraba-san masih membaca laporan yang ada di tangannya. “Tidak juga, sebentar lagi selesai.”
Sambil memalingkan wajahku ke arah pintu dan berjalan keluar. “Owh… Kalau begitu aku tunggu di luar.”
Saat aku memalingkan wajahku tadi, sekilas aku melihat ketua panitia sedang memerhatikanku dan setelah itu dia langsung membaca kembali laporan yang ada di tangannya.
Akupun kebingungan melihat ketua panita itu yang pura-pura fokus membaca laporan di tangannya yang begitu dekat dengan wajahnya.
Aku tahu kalau kau berusaha menyembunyikannya tapi itu sudah terlambat.
Setelah melihat ketua panitia bertingkah aneh seperti itu. Akupun berjalan keluar dari ruang osis menuju ke gerbang sekolah, di mana aku berjanji menemuinya di sana.
Malam ini, aku harus menamatkan game yang baru saja setengah progres heroin yang kuincar.
Ketika aku berada di lorong lantai 1 sekolah, terdengar suara yang begitu dingin dari belakang. “Kelihatannya kau ingin cepat-cepat ke rumah.”
Saat mendengar suara itu, reflek aku memalingkan wajahku ke kanan dan ternyata asal suara tadi adalah Sakuraba-san dengan mata dingin yang berada di balik kacamatanya itu.
Entah kenapa saat melihat tatapan mengerikanmu itu. Aku merasa seperti bertemu dengan samurai yang membawa katana es di tangannya dan bersiap untuk menebasku.
“Wajar saja jika aku ingin cepat pulang ke rumah.”
Sakuraba-san langsung bersikap seolah-olah dia tidak peduli dengan ucapanku tadi. “Hmm…”
Setelah Sakuraba-san mengatakan hal itu. Dia langsung berjalan keluar dari sekolah menuju ke rumahnya. Akupun mengikutinya dari belakang agar orang tidak terlalu curiga padaku namun tampaknya itu tidak efektif terhadap orang yang sudah terpikat dengan Sakuraba-san.
Yah… Wajar saja aneh, kalau ada seorang laki-laki yang terlihat seperti berandalan berjalan di belakang gadis populer yang cantik dan dikagumi laki-laki di sekolah.
Akupun tidak memedulikan hal itu dan terus berjalan di belakang Sakuraba-san.
Saat kami sudah hendak sampai di gerbang, Sakuraba-san langsung menoleh ke belakang dengan tatapan dinginnya.
Hei Nona, bisakah kau hentikan tatapanmu itu?
“Bisakah kau berada di sebelahku, Yuuichi-kun?” tanya Sakuraba-san dengan wajah dinginnya, namun lambat-laun wajahnya menjadi normal.
Aku menjawabnya dengan ragu, “H-Hmm…” Setelah itu aku mendekat dengan Sakuraba-san sekitar 1 meter di sebelahnya.
Apa aku harus melakukan hal ini setiap hari?
▲
Setelah aku selesai mengantar Sakuraba-san ke rumahnya. Akupun langsung berjalan pulang menuju ke rumahku.
Ketika aku sudah sampai di rumah dan masuk ke dalam. Terlihat Adikku Rin sedang asyiknya menonton tv dan Ibu nampaknya sedang memasak untuk makan malam.
Adik dan ibu menyapaku seperti biasa dan setelah itu mereka melakukan aktivitas mereka kembali.
Ketika aku sudah berada di kamar. Aku langsung melepas pakaianku dan segera mandi karena tubuhku ini terasa seperti robot yang belum di-olesi oli.
Sambil berendam di bak yang penuh dengan air hangat. “Hah… Tubuhku yang kaku tadi, kini terasa nyaman sekarang.”
Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki di ruang ganti dan setelah itu muncul suara seperti menggosok gigi.
Mungkin itu Adikku.
“Wahh… Baru kali ini aku mendengar Onii-san merasa seperti orang yang banyak bekerja.”
Benarkan.
Akupun tidak membalas kata-katanya itu dan lanjut berendam di air bak yang hangat ini.
Hah… Sesaat aku merasa seperti di surga.
▲
Ketika pelajaran sekolah selesai, akupun bergegas merapikan buku dan pergi menuju ke ruang osis.
Sakuraba-san pun terlihat masih bersiap-siap dan para siswa lainnya, sedang mempersiapkan acara mereka untuk festival budaya nanti.
Akupun langsung berjalan keluar dari kelas menuju ke ruang osis agar saat aku ke sana nanti tidak banyak orang yang melihatku.
Ketika aku sudah sampai di ruang osis aku hanya melihat beberapa orang saja yang sedang mengetik laporan dan nampaknya ketua panitia pun masih terlihat sibuk dengan laporan yang menumpuk itu.
Akupun langsung duduk di tempatku dengan cepat dan langsung membuka laptop untuk melanjutkan pekerjaanku yang kemaren.
Secara berangsur-angsur, para siswa mulai masuk ke dalam ruangan begitu juga dengan Sakuraba-san dan Ketua osis.
Ketua panitia pun langsung berdiri dengan kertas laporan yang ada di tangan kanannya itu dan setelah itu wajahnya sedikit memerah.
Untuk ukuran orang yang pandai mengelola rencana dan berbicara. Ternyata dia masih gugup berbicara di depan orang banyak.
“B-Baiklah, sesuai jadwal hari ini. Kita akan menentukan slogan untuk festival budaya.”
“Ka-Kalau begitu… S-Silahkan masukan saran slogannya di kotak ya.” Sambung ketua panitia sambil mengambil spidol.
Ketika ketua panita mengatakan hal itu. Seorang anggota osis membawa sebuah kotak berwarna putih sambil berjalan di depan semua murid untuk mengumpulkan saran slogan untuk festival budaya.
Dari 36 murid yang ada di ruangan ini, hanya ada 10 orang yang memberi saran.
Setelah selesai mengumpulkan semua kertas saran itu. Ketua osis langsung membuka kotak dan mengambil salah satu kertas untuk diberikan kepada Ketua panitia. Ketua panitia pun membaca kertas itu dan menulis sebuah kata ‘Kerja, kerja dan kerja.’
Akupun langsung memasang wajah meledek seperti mengatakan “Hah…, yang benar saja!”
Apanya yang kerja kalau banyak orang mengeluh karena pembagian pekerjaan yang tidak adil contohnya adalah aku sendiri yang tidak mendapat keadilan itu. Dan bukankah slogan itu milik suatu organisasi atau partai?
Akhirnya slogan itu ditolak karena ada beberapa siswa yang beranggapan itu terlalu biasa dan sudah banyak digunakan oleh organisasi dan partai. Sakuraba-san pun selaku wakil ketua panitia menolaknya dengan mentah-mentah.
Setelah itupun ketua osis menulis lagi sebuah kata ‘Festival budaya adalah semangat masa muda.’
Masa muda? Mendengar kata itu saja sudah membuatku muntah. Lagipula bukankah yang tua dan muda juga ikut berpartisipasi dalam membantu festival budaya ini seperti organisasi masyarakat, para staf sekolah, guru dan juga kepala sekolah. Mengapa hanya para siswa sialan yang menganggap mereka masih menikmati masa muda bodoh mereka itu?
Ada beberapa murid yang menyetujuinya dan ada juga yang menolak. Walaupun yang menolak sedikit, tetapi aku mendukung orang-orang yang menolak itu.
Setelah terjadi perdebatan kecil antara yang setuju dan tidak. Sakuraba-san langsung memutuskan untuk menolak karena keputusan berada di tangannya walaupun banyak orang yang setuju.
Dan akhirnya tidak ada satupun saran slogan dari para wakil siswa yang diterima oleh Sakuraba-san.
Sakuraba-san pun merapikan dokumen yang akan dikerjakan nanti. “Nampaknya hari ini kita belum dapat slogan yang cocok. Jadi hari ini kita sudahi dulu karena setelah ini ada jadwal untuk mengerjakan laporan.”
Dengan wajahnya yang memerah karena diperhatikan semua orang dan dia pun terlihat imut. Ketua panitia menocba memberanikan dirinya untuk berbicara. “Tu-Tunggu, a-aku punya satu saran untuk slogan kita.”
“Silahkan Yamaichi-san.”
Setelah Sakuraba-san mengatakan hal itu. Ketua panitia pun menangguk kecil dan menulis sebuah kata ‘Heart of Traditional Culture, Modern Mindset.’
Hmm…, tidak buruk juga. Yah… Menurutku slogan itu lebih baik dari 10 slogan yang lain karena slogan itu lebih pas dengan acara kita tahun ini yang lebih banyak memberi kesan budaya dalam daerah dan juga membuat kita untuk berpikiran maju dalam berbagai hal dalam Festival Budaya tahun ini.
Yah, karena kota Kagoshima sering dikunjungi oleh wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri. Jadi, banyak sekolah yang berada di kota ini sering menampilkan daerah budayanya.
Jadi aku lebih memilih slogan ini daripada yang lain.
Apa cuma aku ya yang berpikiran seperti itu?
Para siswa lainnya pun tampak setuju dengan slogan itu dan Sakuraba-san pun menyetujuinya.
Wajah ketua panitia pun terlihat berseri-seri ketika banyak orang yang menyetujui slogan buatannya.
Sakuraba-san langsung berdiri dan ia memasang raut wajah dinginnya. “Jadi sudah diputuskan slogannya. Sekarang tinggal memasukan slogannya ke web dan fanspage sekolah. Jangan lupa juga, kita harus membuat poster sebanyak mungkin sebelum hari senin.”
Seperti yang diharapkan Nona lemari es, dia begitu pandai menangani situasi apapun kecuali situasi yang berhubungan dengan Ayahnya.
Beberapa siswa pun langsung berdiri dan menjawab “Baik!” pada Sakuraba-san. Setelah itu mereka semua langsung disibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing, ada yang mengedit halaman web dan menguploadnya kembali ke server, ada yang membuat dan memprint poster dan ada juga yang keluar untuk menempel poster yang sudah diprint.
Wah… Baru kali ini aku melihat mereka bekerja keras seperti itu.
Dengan nada dinginnya dan raut wajahnya yang serius itu. “Baiklah untuk bagian laporan, mungkin hari ini kita akan bekerja sedikit lebih keras.”
Sedikit bagimu, sangat banyak bagiku.
Setelah Sakuraba-san mengatakan hal itu, ada beberapa siswa yang mendatangi para siswa lainnya yang berada pada bagian laporan termasuk aku, dan para siswa itupun memberi lembar laporan yang menumpuk itu ke meja masing-masing.
Akupun langsung menghela napasku ketika melihat tumpukan laporan yang harus dikerjakan itu.
ns 15.158.61.8da2