Sejak kematian Rani, Bagas menjadi frustasi, ia sering bolos sekolah dan menghabiskan waktunya di bar. Malam itu ia melihat Shifa duduk disana sendirian, ia mendekatinya. Ia melihat wajah Shifa yang berubah mirip seperti Rani.
Pria itu merangkulnya. "Sayang, aku kangen banget sama kamu," ucapnya seraya bergelantungan di tubuh Shifa.
"Aku juga kangen sama kamu Sayang," ucap Shifa dengan manja.
Bagas segera membawa Shifa masuk ke mobil dan mulai mencumbuinya, tapi Shifa mendorong tubuh Bagas hingga terbentur ke pintu mobilnya. "Dasar laki-laki nggak berguna!" umpat Shifa dan pergi meninggalkan pria itu.
***
Prima sedang makan malam bersama Anjel.
"Prim, apa kamu tahu keadaannya Bagas sekarang? udah beberapa hari ini dia nggak masuk sekolah," ujar Anjel seraya memakan stik sapi kesukaannya.
"Kurasa dia ada di bar, coba kutelpon dia."
Prima mengeluarkan ponsel dan menelponnya.
Bagas membuka matanya karena mendengar suara ponselnya berbunyi. "Iya Prim?" ucapnya yang masih merasa mabuk dan sedikit pusing.
"Di mana kamu?" tanya Prima.
Bagas melihat sekeliling. "Di mana ini ya? kok gelap banget," gumamnya seraya menurunkan kaca jendela mobil dan angin dingin langsung menerpa tubuhnya, ia segera menutupnya lagi.
"Apa kamu disekitar bar? ayo ketemu di sana, ini aku sama Anjel mau kesitu."
"Ok, aku akan ke sana," ujar Bagas seraya mematikan ponsel dan menaruhnya di saku celana.
"Apa dia di bar?" tanya Anjel yang sudah selesai makan lalu meminum segelas bubble tea.
"Aku menyuruhnya ke sana, habis ini kita temuin dia ya." Prima memasukkan ponselnya kembali ke tas hitam yang selalu ia bawa.
Anjel mengangguk.
Bagas menyalakan lampu mobilnya, ia tampak berada di pinggir hutan yang tak berpenghuni. Hanya pohon-pohon yang besar mengelilinginya. "Kenapa aku bisa di sini ya, aneh?"
Ia segera menyalakan mobil dan melaju. Di perjalanan yang sepi, ia tak melihat satu mobil pun melintas di sana. "Kenapa nggak ada mobil sama sekali ya, ini di daerah mana sih, kok aku bisa nyampek sini ya?" Ia masih bingung dan juga penasaran.
Mendadak sebuah angin melewati tubuhnya. "Kok jadi dingin gini?" Ia melihat dari kaca mobil belakang dan terperanjat, karena melihat sesosok tubuh sudah duduk di sana dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya. Ia segera menoleh tapi tak mendapati apapun, ia berbalik melihat ke arah depan lagi dan seketika sosok itu sudah menempel di kaca mobilnya, dengan mata melotot dan bertaring serta berlumuran darah dari mulutnya.
Sontak saja Bagas berteriak. "Archhhhhh!" Dan pria itu langsung membanting setir hingga mobilnya jatuh ke jurang.
Anjel dan Prima sudah sampai di bar, entah kenapa Anjel sangat cemas pada temannya satu itu. Ia takut Bagas akan frustasi karena kehilangan kekasihnya.
"Jel, duduklah. Kenapa kamu cemas gitu."
"Nggak tau kenapa, tapi perasaanku nggak enak banget." Wanita berambut coklat itu meremasi kedua tangannya sendiri.
Tiba-tiba ponsel Prima berbunyi dan ia mengangkatnya. "Iya siapa ini? Benar Pak, saya Prima temannya Bagas, ada apa ya Pak? Apa ...! Baik Pak, saya akan segera ke sana." Wajah Prima berubah seketika, Ia mengerutkan dahi.
"Kenapa Prim, ada apa?"
"Bagas kecelakaan mobil, ayo kita segera ke rumah sakit."
"Apaaaaa!" Anjel ikut terkejut dan menutup mulutnya seolah tak percaya.
Sesampainya di rumah sakit, Bagas sudah tidak bernyawa. Anjel menangis meratapi temannya itu, teman dari SMP dan juga masih saudara jauh. Prima membuka tutup kain yang menutupi tubuh Bagas, ia melihat tubuh Bagas yang terluka parah, ia menutup mulut menahan tangisannya.
Prima dan Anjel berada di kantor polisi untuk dimintai keterangan, karena sebelum Bagas mengalami kecelakaan, orang yang terakir dihubungi adalah Prima.
"Apa kalian tahu korban bertemu dengan siapa sebelum ia mengalami kecelakaan?" tanya pria berkumis yang memakai seragam polisi berpangkat dua bintang itu.
"Sudah beberapa hari ini kami tidak bertemu dengannya Pak, karena ia selalu bolos sekolah, hanya malam ini kami merencanakan untuk bertemu dengannya," jawab Prima tegas.
"Baiklah, keterangan kalian akan saya catat nanti, kalian bisa pulang ke rumah sekarang."
"Terimakasih Pak," ucap Prima dan menyalami orang itu.
Polisi menyatakan kematian Bagas murni karena kecelakaan, di tubuhnya ditemukan unsur alkohol dalam darah. Jadi bisa dibilang ia sedang mabuk dan tidak hati-hati saat menyetir, hingga mengalami kecelakaan.
Tapi Anjel dan Prima merasa ada yang aneh. Mereka penasaran kenapa teman-temannya meninggal satu per satu.
***
Di meja makan, Ratna dan keluarganya sedang makan malam.
"Wah, hari ini kenapa masak banyak sekali Mah, semuanya terlihat lezat," ucap Hasan suaminya.
"Iya dong, hari ini kan Papah dapat pekerjaan baru, ini sebagai perayaannya," ucap wanita berkerudung itu seraya mengambil lauk untuk suaminya.
"Makasih ya Mah," seraya mencium pipi istrinya yang berkerudung itu.
"Mah, aku mau ayam itu!" ucap Tiara manja dan menunjuk pada sepiring ayam goreng yang ditaburi kremesan.
"Ini sayang, Papah ambilin." Ia mengambilkan paha ayam kesukaan anaknya itu.
Saat makan.
"Apa Papah nggak masalah bekerja di sekolahnya Tiara? gajinya kan nggak terlalu banyak Pah?"
"Nggak masalah kok Mah, yang penting kita kan nggak kekurangan, dan satu lagi, Papah bisa selalu menjaga Tiara," ucap pria berumur 40 tahunan itu seraya membelai rambut Tiara.
"Syukurlah kalau itu yang dipikiran Papah."
"Mbok Inah, tolong ambilin sup lagi buat saya ya Mbok!" teriak Hasan memandang ke dapur yang disinari lampu redup.
"Mbok Inah udah pulang dari sore Pah, katanya anaknya sakit," bantah Ratna dan meletakkan sendok di meja.
"Oh gitu ya."
"Sini biar Mamah yang ambilin." Ratna mengambil mangkuk sup dari suaminya dan berjalan ke dapur.
Ia menyendok beberapa sup dari panci ke mangkuk. Saat ia ingin berbalik, kakinya seperti ditarik seseorang dari bawah meja. "Astagfirullah," teriaknya dan menahan mangkuk sup ditangan agar tidak jatuh.
Hasan mendengar teriakannya dan berlari ke dapur. "Ada apa Mah?"
"Oh nggak papa kok Pah, mungkin supnya sedikit panas, Mamah jadi kaget." Ratna tampak kebingungan karena sesuatu yang menarik kakinya.
"Oh gitu, sini Papah bantuin bawa Mah." Hasan mengambil mangkok dari tangan istrinya itu.
Mata Ratna masih mencari-cari sesuatu yang ada di bawah meja, tapi ia tak melihat apapun.
Karena mbok Inah sudah pulang, terpaksa Ratna harus mencuci sendiri semua piring kotor itu.
"Mah aku bawa Tiara ke kamarnya dulu ya, dia udah ngantuk nih."
"Iya Pah."
Ratna mulai mencuci piring-piring kotor itu, tapi perasaannya seperti ada yang mengawasi dari ruang tamu. Ia melihat sesosok tubuh berdiri tegak di pinggir TV. Ia penasaran siapa itu, saat ia ingin mendekati sosok itu, bau busuk mulai menghampiri hidungnya. Ia menutup hidung dengan satu tangannya, tiba-tiba pundaknya di pegang. "Mah! ngapain disini?"
"Ya Allah Pah, kaget Mamah." Ia tersentak dan kembali melirik ke samping TV lalu sosok itu sudah lenyap.
"Maaf kalau bikin kaget, apa udah selesai nyucinya, ayo Papah bantu?"
Ratna mengangguk, ia merasa beruntung memiliki suami seperti Hasan, ia sangat peduli pada keluarganya, dan memperlakukan Ratna dengan baik selama ini.
Di kamar saat tidur.
Ratna masih kepikiran akhir-akhir ini banyak kejadian janggal yang terjadi.
"Pah, apa Papah ngerasa kalau ada yang aneh di rumah ini Pah?" ucap Ratna seraya menatap pria yang dicintainya hampir 10 tahun itu.
"Aneh kenapa Mah? Biasa aja tuh, Mamah pasti kecapean, sekarang Mamah istirahat ya?" Hasan menepuk bahu wanita berbola mata sipit itu.
"Ehm, mungkin juga sih."
Mereka berdua akhirnya tidur.
***
Anjel datang ke kelas Shifa dan langsung menampar wanita itu.
Praaakkk!!
"Apaan nih!" bentak Shifa dan berdiri seakan tak terima.
Anjel menjambak rambutnya. "Aku tau! kamu pasti yang membuat Bagas dan Rani meninggal kan!" teriaknya dengan emosi yang menggebu.
"Gila kamu ya! nuduh orang sembarangan. Memangnya kamu punya bukti, lepasin nggak!" bentak wanita yang berambut panjang itu seraya memukul tangan Anjel agar melepaskan rambutnya.
Tapi Anjel tak mau melepaskan rambut Shifa, lalu Prima yang melihat itu datang dan memisahkan mereka berdua. "Anjel, lepasin dia!" bentak Prima seraya menarik tangan Anjel dan pergi dari sana.
"Lepasin aku bilang!" Anjel menangkis tangan Prima dan masih bersungut-sungut.
"Kenapa kamu membuat masalah lagi dengan Shifa, dia nggak ada sangkut pautnya dengan kematian teman-teman kita," ucapnya menenangkan kekasihnya itu.
"Darimana kamu tau kalau dia nggak ada hubungannya, dia pasti dendam karena kami dulu pernah membullynya."
Prima memeluk Anjel dan menenangkannya. "Kamu jangan mikir yang enggak-enggak ya. Sekarang kita harus jaga diri kita sendiri, harus lebih berhati-hati lagi, ngerti nggak?" Pria itu mengelus rambut kekasihnya berharap emosi wanita itu cepat meredam.
Anjel pun mengangguk dan ikut merangkul tangannya ke pinggang Prima. Dari kejauhan Shifa melihat mereka berpelukan, dan ia tampak kesal seraya melotot dengan bola matanya yang besar.
324Please respect copyright.PENANA4qmMs5QJZ6