“Ma, aku pergi ke supermarket dulu ya, cemilan dan minuman di kulkas udah habis.” Ujar Sean saat Liana sedang sibuk membereskan meja makan.
“Iya sayang…”
“Mama mau nitip apa?”
“Nggak usah sayang, Mama udah kenyang. Ehm, tapi sekalian beli buah boleh juga.”
“Okey Ma, Sean pergi dulu ya.” Sean mengecup pipi Liana sebelum pergi.
“Hati-hati sayang..” Ujar Liana melepas kepergian sang putera.
“Siaaappp Maaa!” Balas Sean sembari berlalu.
Setelah menyelesaikan pekerjaan di dapur dan memastikan semua peralatan makan telah bersih tercuci, Liana melangkah menuju kamarnya di lantai dua. Badannya gerah, saat melepas pakaiannya satu persatu, Liana memandagi tubuhnya sendiri di depan kaca cermin meja riasnya. Meskipun usianya sudah kepala tiga tapi bentuk tubuhnya masih cukup seksi, apalagi buah dadanya yang berukuran besar sama sekali tak kendor. Liana pun menyadari jika secara penampilan fisik dirinya tak kalah dari wanita yang usianya jauh lebih muda.
Liana melangkah keluar menuju kamar mandi, ada sensasi aneh saat kaki telanjangnya menapaki lantai yang sedikit basah. Ini adalah kamar mandi yang tadi digunakan oleh Sean untuk mandi dan masturbasi. Air dingin menyembur keluar dari pancuran shower, menerpa tubuh mulus Liana.
Wanita cantik itu mulai membersihkan tubuhnya, sentuhan jemarinya sendiri di sekujur tubuh bercampur aroma harum sabun cair memberi sensasi berbeda kali ini. Bayangan saat Sean mengocok batang penis kembali menghantui pikiran Liana.
Liana sadar betul jika dia tidak boleh membayangkan anaknya sendiri, tapi siapa yang bisa mengontrol birahi? Gerakan jarinya menyusur mulus pada liang senggamanya, diamainkannya jari-jari itu, mengobel, mengelus, bahkan menggesek permukaan klitorisnya. Satu tangannya lagi sibuk meremasi bongkahan padat payudara.
“Ouucchhhh…Fuck…” Liana mendengus manja, tubuhnya berangsur menegang karena menerima rangsangan.
Satu ruas jarinya masuk ke dalam liang vagina, Liana kembali mendesah panjang sebelum kemudian dengan kesadarannya wanita cantik itu mulai mengocok vaginanya. Satu jari, lalu dua jari, hingga pada akhirnya tiga jarinya sibuk mengobok-obok liang senggamanya sendiri. Liana bahkan sampai tak bisa menopang berat tubuhnya dengan posisi berdiri, wanita itu jatuh bersimpuh di atas lantai, kedua pahanya terbuka lebar, mengangkang binal.
“Aaacchh!! Aaachh!!!”
Di bawah guyuran air shower Liana terus memuaskan dirinya sendiri. Bayangan penis perkasa Sean bena-benar telah meracuni alam bawah sadarnya. Liana membayangkan jika saat ini penis anaknya lah yang tengah menyesaki vaginanya, gerakan tangan wanita bertubuh sintal itu makin cepat seiring dengan kadar birahinya yang makin meninggi. Hingga beberapa saat kemudian tubuhnya kembali menegang, orgasme sudah di ujung….
“AAAACCHHHHH!! FUCK…!”
Desis panjang Liana menandai akhir kenakalannya sendiri. Nafasnya tersenggal beberapa kali, dari dalam liang senggamanya meleleh cairang kewanitaan kental yang luruh bersama air shower. Liana mencabut tiga ruas jarinya kemudian menjilatinya tanpa rasa jijik sedikitpun, mengecap lendir kewanitaannya sendiri.
1924Please respect copyright.PENANAGrIZKcfEhH
***
1924Please respect copyright.PENANAopXTqQyNBb
Sean tak bisa menyembunyikan ketakjubannya saat melihat Liana menuruni anak tangga dengan mengenakan pakaian tidur berbahan satin tipis sebatas lutut. Meskipun cahaya ruangan cukup redup malam itu, tapi tetap saja masih bisa menyorot lekuk tubuh indah Liana.
“Nonton apa kita malam ini sayang?” Tanya Liana sesaat setelah wanita cantik itu duduk di atas sofa.
“The Terminal Ma…” Ujar Sean mencoba menyembunyikan kegugupannya saat berdekatan dengan Mamanya.
“Tom Hanks! Menarik!” Sahut Liana antusias.
“Mama udah pernah nonton film ini ya?”
“Udah sih, tapi nggak apa-apa kok.”
“Yah…Apa mau ganti film aja Ma?” Sean menawarkan.
“Nggak usah, nonton ini aja.” Tolak Liana.
“Bener?”
“Iya sayang…Udah, yuk kita nonton.”
“Sebentar Ma, aku bawakan sesuatu yang spesial buat Mama.”
Sean beranjak dari sofa dan berjalan ke arah dapur. Tak lama berselang remaja itu datang kembali sembari membawa dua buah gelas dan sebotol wine yang dibelinya dari supermarket tadi.
“Wah kamu tau banget wine kesukaan Mama.” Ujar Liana antusias. Sean meletakkan botol wine di atas meja dekat sofa kemudian menuangkan minuman beralkohol itu ke dalam gelas sebelum memberikannya pada Liana.
“Terima kasih sayang.” Liana menerima gelas dari Sean.
“Eh, tapi jangan bikin Mama mabuk ya. Inget, malam ini kita hanya nonton film aja.” Ucap Liana sebelum meneguk anggur pemberian Sean. Remaja itu hanya tersenyum jenaka.
“Enggak lah Ma, tenang aja. Percaya sama Sean.”
Mereka berdua duduk berdampingan di atas sofa saat film mulai terputar. Liana dan Sean sesekali tertawa bersama menanggapi beberapa adegan lucu dalam film yang bergenre drama romantis tersebut. Tak lupa mereka berdua juga menikmati wine hingga nyaris habis separuh botol padahal film belum usai.
Pengaruh alkohol nyatanya membuat Liana mengantuk dan nyaris kehilangan kesadaran. Tubuhnya yang mulus meringkuk di bagian tepi sofa. Sementara itu Sean masih bugar, sama sekali tak terpengaruh alkohol yang ditenggaknya. Sesekali Sean melirik ke arah Liana, gaun tidurnya tersingkap di bagian bawah, memperlihatkan hamparan paha dan lekuk pantat indah yang menggetarkan nafsu.
Liana bukannya tak tau jika anak semata wayangnya sedang mencuri pandang ke arah lekuk tubuhnya. Benar jika pengaruh alkohol membuatnya sedikit kehilangan kesadaran tapi alkohol juga membuat sisi binalnya ikut bangkit. Liana mengingat bagaimana tadi dia masturbasi dan sempat membayangkan penis anaknya sendiri. Wanita cantik itu membiarkan Sean menikmati lekuk tubuhnya, bahkan berharap anak semata wayangnya itu bertindak lebih jauh lagi.
Sean melihat Mamanya bergerak dari sudut matanya. Pemuda itu bisa melihat bagaimana paha mulus Liana terhampar bebas, konsentrasinya buyar antara terus memperhatikan akting Catherine Zeta Jones dan Tom Hanks atau memilih untuk melihat lekuk tubuh sempurna milik Mamanya.
“Ehhmmmmm…”
Tubuh Liana menggeliat, posisi tubuhnya yang awalnya meringkuk kini jadi terlentang. Satu kaki jenjang wanita cantik itu jatuh ke lantai, sementara yang satunya lagi tetap berada di atas sofa. Bagian bawah gaun tidurnya tersingkap ke atas, memperlihatkan perut sexy dan tentu saja selangkangan mulusnya yang masih tertutup celana dalam warna hitam.
Sean makin belingsatan, pemuda itu sudah tak lagi memperhatikan film yang masih terputar. Perhatiannya terfokus pada tubuh Mamanya. Suara jam di dinding berdetak dengan keras bersahutan dengan degup jantung Sean yang makin kencang. Perlahan tapi pasti, penisnya mulai mengeras dengan sendirinya sebagai respon dari indera penglihatannya.
Sean tak takut jika hanya melihat tubuh Mamanya saja. Pemuda itu akan punya seribu satu macam alasan jika tiba-tiba Liana terbangun dan mendapatinya sedang mencuri pandang. Tapi birahinya meminta lebih, Sean ingin menyentuh tubuh Mamanya. Gundukan payudara kenyal, hamparan paha mulus, dan tentu saja lipatan vagina yang sesekali mengintip dari balik celana dalam Liana begitu menggelitik jiwa kejantanan Sean.
Pemuda itu kembali mengalihkan pandangannya pada layar televisi, namun itu hanya sesaat sebelum kembali menyaksikan kemolekan tubuh Liana yang begitu menggoda. Sean tak bisa menahannya lagi, pikirannya sudah dipenuhi erotisme tabu. Gerakan tangannya menandakan sebuah kenekatan yang akan dia bayar dengan apapun jika Liana terbangun dan memergokinya nanti.
Jari-jari Sean gemetar saat bergerak meraih bagian bawah gaun tidur Liana. Dengan sangat hati-hati mengangkatnya hingga sebatas dada nyaris menyentuh leher. Gundukan patudara kenyal Liana yang berukuran besar terlihat jelas meskipun masih terbungkus sebuah bra berwarna hitam.
Liana sendiri menahan nafasnya agar nampak teratur, kedua matanya terpejam namun gerakan tangan Sean tak bisa dia acuhkan begitu saja. Liana menikmati momen ini, dia menyukai bagaimana Sean yang masih “hijau” berusaha untuk memuaskan hasrat. Setidaknya dia tau jika tubuhnya masih bisa membuat remaja seusia Sean merasakan birahi.
Sean kembali mundur ke belakang, dan turun dari sofa. Dengan masih menatapi tubuh Liana, Sean melucuti celananya hingga bagian bawah tubuhnya telanjang bebas. Penisnya yang mengeras sempurna langsung mencuat begitu saja. Liana bisa melihatnya, berusaha untuk tak membuat Sean sadar jika dirinya hanya berpura-pura tertidur.
Jemari kekar Sean menjamah batang kelaminnya, meremasnya sesaat kemudian berubah menjadi gerakan mengocok. Sean bermasturbasi sembari melihat kemolekan tubuh Mamanya.
“Eeemmcchhhh….” Sean menahan suara dengusannya selirih mungkin agar tak membuat Liana terjaga.
Menyaksikan Sean melakukan masturbasi untuk kedua kalinya secara langsung membuat birahi Liana terpantik. Namun wanita cantik itu tak bisa berbuat banyak, mendadak sensasi hangat menjalar dari ujung kaki hingga kepalanya. Liana gelisah, sementara selangkangannya sudah terasa begitu lembab.
Sean nyatanya tak puas hanya dengan melihat saja. Pemuda itu kembali mendekati sisi sofa. Tangannya gemetar bukan main saat berusaha menjamah permukaan celana dalam Liana. Sean menunggu satu hingga dua menit untuk memastikan jika Mamanya masih tertidur pulas.
“Ooocchhhh…Mama…”
Ujung jari Sean bergerak menyentuh bagian tepi celana dalam sang Mama, menggesernya hingga menampakkan celah vagina. Jantung Sean bergemuruh, inilah kali pertama dia bisa menyaksikan liang senggama Liana. Dari tempatnya, dia bisa melihat jika vagina Mamanya sudah sangat lembab dan cenderung becek.
Kepala Sean perlahan mendekat, hidungnya bisa mengendus aroma vagina yang khas. Hembusan nafas hangat Sean dirasakan Liana menerpa seluruh permukaan alat kawinnya. Wanita cantik itu menggeliat dan tak bisa lagi menahan gejolak birahi terlarang. Sean sempat terpaku ketika tubuh Mamanya merespon hembusan nafasnya.
“Gawat!” Pekik Sean dalam hati. Namun kekhawatirannya tak berlangsung lama karena melihat kedua mata Liana masih terpejam.
Liana kembali bisa menguasai tubuhnya, dia masih berpura-pura tertidur. Liana sama sekali tak merubah posisi kakinya, masih terbuka lebar dengan bagian celana dalam yang sudah terbuka sebagian. Dalam hati dia memohon agar Sean makin berani menjamah bagian intimnya.
Sean sempat mundur sedikit menjauh dari tepi sofa. Pemuda itu mengalami dilema, rasa takut bercampur dengan penasaran yang luar biasa. Pada akhirnya keberanian muncul akibat syahwat yang tak bisa dia tahan. Sean kembali mendekati tubuh Liana. Perlahan kepalanya memangkas jarak dengan organ intim Liana, tempat dimana dia dulu keluar dan menyaksikan dunia.
Sesaat Sean hanya mengendus aroma vagina Mamanya, bau semerbak yang baru pertama kalinya dia cium sepanjang hidup. Instingnya sebagai pejantan bekerja, lidahnya terjulur, lalu sekejap kemudian mulai mengular menjilati permukaan vagina sang Mama.
“Ya Tuhan!!!” Pekik Liana dalam hati saat merasakan sensasi basah dan hangat di seluruh permukaan liang senggamannya.
Sean benar-benar melakukannya. Masih ada rasa takut tapi kepala remaja itu sudah dipenuhi oleh nafsu setan. Tangan kirinya makin giat mengocok batang penisnya sendiri, sementara lidahnya seperti tak puas mengecap serta mengular di sekujur area intim milik Liana.
“Eeemmccchhhhh…”
Tubuh Liana kembali menggeliat sebagai bentuk respon rangsangan yang diberikan oleh anak semata wayangnya. Kali ini Sean bergeming, meskipun sempat mengehentikan aksi nakalnya untuk memastikan mata Liana masih terpejam.
Liana setengah mati menahan agar desahannya tak terdengar. Suasana akan jadi begitu akward jika Sean tau kalau dirinya hanya pura-pura tidur dan malah menikmati jilatan lidah sang anak di area vaginanya.
“Heeemmcchh…Heemmmchhhhh…” Sean mendengus.
Sean makin beringas memainkan lidahnya. Remaja itu seolah ingin mengexplore seluruh area vagina Mamanya. Jilatan lidahnya kini menyasar daging kecil yang muncul di bagian atas vagina, Sean tertarik dengan bentuknya yang imut dengan warna cantik dan tentu saja menggugah selera. Sean menghisapnya sedikit kencang, alhasil tubuh Liana kembali menggelinjang.
“Eeemmmcchhhhhh…”
Di bawah, desakan ejakulasi sebentar lagi akan menyerbu. Sean makin cepat mengocok batang penisnya sambil terus menjilati vagina Liana. Hingga beberapa menit kemudian, remaja itu buru-buru berdiri, mengarahkan ujung penisnya ke tubuh Liana, lalu semburan cairan kental berwarna putih menyemprot begitu saja. Deras dan banyak.
“Eeeemmppgghhhhhhh…”
Sean menahan suara desahannya agar tak terdengar kencang saat sperma keluar dari lubang penisnya. Tubuh Mamanya yang terlentang di atas sofa makin terlihat begitu sexy saat ternodai oleh ceceran air mani. Nafas Sean terengah-engah, tubuhnya nyaris limbung ke belakang, beruntung dia berhasil menguasai dan menetralkan diri.
“Aduh bahaya!”
Desis Sean lirih saat menyaksikan tubuh Mamanya terciprat sperma. Akal sehat sekaligus perasaan takut menjelma jadi monster dalam dirinya, menggantikan uforia birahi yang sesaat lalu menerjang segala ketabuan.
Sean menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan kotak tissu. Remaja itu kemudian melangkah cepat menuju dapur, di saat Sean pergi mata Liana terbuka. Lelehan sperma yang menghujami bagian dadanya begitu menggiurkan. Liana mencolek sperma itu dengan ujung jarinya kemudian tanpa rasa jijik mengecapnya dengan lidah. Ini adalah sperma pertama yang kembali dia rasakan setelah kematian sang suami.
Dari arah dapur terdengar derap kaki Sean yang terburu. Liana kembali memejamkan mata, berpura-pura masih terlelap. Sean mendekati tubuh Mamanya, tangan kanannya memegangi sejumlah kertas tissu. Perlahan remaja itu mulai membersihkan cairan kejantanannya yang menodai tubuh Liana. Sean begitu berhati-hati saat melakukannya karena tak mau Liana terbangun tiba-tiba.
Paha, perut, dada, bahkan sampai ke wajah Liana terciprat sperma Sean yang muncrat begitu banyak. Setelah memastikan tak ada lagi sisa sperma di tubuh Mamanya, Sean kemudian merapikan gaun tidur Liana, saat jemarinya meraih sisi luar celana dalam sang Mama, pandangan mata Sean kembali terfokus pada celah sempit liang vagina. Sean berhenti sesaat, daging berbulu tipis itu kembali membuat birahinya perlahan namun pasti naik.
Sean kembali mengingat momen beberapa saat lalu ketika dirinya menjilati seluruh area vagina Mamanya. Nafsunya bangkit dan ingin melakukan yang lebih jauh lagi. Penisnya mengeras sebagai respon syahwat yang kembali muncul. Sean berdiri dan bersiap mengambil posisi di antara kedua paha Liana yang tebuka lebar. Remaja itu sudah tak bisa menahan lagi nafsunya.
“Jangan! Ini tidak boleh terjadi!” Pekik Liana dalam hati.
Ketika Sean hendak menurunkan badannya, Liana langsung membuka matanya, berpura-pura baru saja terjaga dari tidur. Sean yang menyadari itu sontak menjauh dan langsung meraih celananya di atas lantai lalu berjalan cepat menjauh dari sofa menuju kamarnya sendiri. Liana menghela nafas panjang, aksi nekat sang anak akhirnya bisa dihentikan.
“Aku tidak boleh melakukan ini lagi.” Desis Liana lirih.
1924Please respect copyright.PENANAAMvMNZmfl7
BERSAMBUNG
ns 15.158.61.51da2