Sejak pinangan itu, Syarat-syarat pernikahan Eka dan Siti mulai diurus. Karena Siti masih berusia 17 tahun, maka perlu surat dispensasi pernikahan dari Pengadilan Agama. Ini tentu lebih penting dari pakaian pengantin.
Agustus kala itu, sidang pun terlaksana. Eka tentu bersama Nur. Siti tentu saja didampingi oleh kedua orangtuanya. Nur tentu melihat Siti langsung memeluknya. Menenangkan siswinya yang akan menjadi istri suaminya.
Di dalam persidangan...
“Saya yakin dinikahi oleh Saudara Eka. Saya akan menikah tanpa ada paksaan, yang mulia,” ucap Siti.
Dewan hakim pun memutuskan jika Siti memang sudah yakin dan menerima untuk menikah. Dari Eka pun hakim memandang benar apa yang diakui Siti. Dispensasi nikah pun diberikan.
“Alhamdulillah,” ucap sang ayah Siti. Nur, Ibu Siti pun memeluk Siti. Mereka perempuan yang tak menyangka Siti yang muda akan segera menikah.
Mereka pun berlanjut ke rumah Eka. Segera Nur membeli hidangan untuk santapan. Anak perempuan Nur dan Eka pun pertama kali bertemu Siti di sini. Anak itu bernama Laela yang masih berusia 4 tahun. Ia amat lugu seperti anak-anak seusianya. Ia tak tahu dan belum paham bila perempuan muda yang berusia 13 tahun lebih tua darinya akan menjadi ibu tirinya.
Saat inilah tanggal pernikahan, tempat, dan konsep dibicarakan.
“Siti, ingin pernikahan seperti apa? Ini semoga menjadi pernikahan kita yang paling indah untuk pertama dan terakhir untuk selamanya,” tanya Eka.
“Aku hanya ingin pernikahanku didatangi teman-teman dekatku. Itu saja. Pakaian penganting yang sederhana tetapi membuatku begitu anggun,” ucap Siti.
“Baiklah, bisa diusahakan,” ucap Eka.
“Siti, panggil Mas Eka dong,” goda ibunya. “Baik Bu,” ucap Siti.
“Siti, mau warna apa di pernikahan kita?”
“Siti pengen warna putih mas. Kebaya putih, bunga mawar putih, tapi sederhana saja... Mas tapi elegan,” ucap Siti, baginya merasa aneh menyapa Mas kepada Eka karena ia ialah suami gurunya.
“Kalau begitu Siti dan Mas Eka besok cari baju pengantin dan keperluan lainnya ya,” ucap sang Ibu.
Tanggal pernikahan pun telah terpilih, di hari Jumat sore di bulan September.
Keesokan hari berkas pernikahan pun telah diajukan ke KUA dan diterima. Siti benar-benar masih tak menduga jika ia akan menikah.
“Bu, Siti ga lama lagi akan menikah. Siti ga nyangka,” ucap Siti. “ajari aku jadi istri Bu,” pinta Siti. “Layanilah suamimu nanti Siti, suami istri bukan hanya memasak untuknya. Butuh batiniah yang nanti kamu akan mengerti,” ucap Ibu.
“Maksud Ibu?” tanya Siti. “Berbaringlah, akan Ibu tunjukkan maksudnya dan mengecek sesuatu. Jangan menolak,” ucap Ibunya. Ibunya hanya ingin memastikan area kewanitaan anaknya benar-benar baik.
Ibunya meminta rileks. Tenang. Siti pun berusaha tenang, menarik napas panjang, dan menghembuskan perlahan.
Perlahan Ibunya menaikkan daster yang dikenakan anaknya itu hingga di atas dadanya. “Bu, kalau begini dilepas saja ya,” ucap Siti dan inisiatif melepas pakaiannya. Siti hanya pakai BH dan CD kini. Tubuhnya cukup berisi, payudaranya tampak tak begitu kecil tak begitu besar juga. Maklum umurnya masih segitu.
Sang Ibu pun membuka BH sang anak gadisnya. Disentuhnya payudara anaknya. “Nak, ibu pijat ya payudaramu,” ucapnya. Siti tanpa penolakan menerimanya.
Payudara Siti dipegang oleh ibunya, dengan kedua telapak tangan menggerakkan berlawanan, yang kiri ke atas, yang kanan kebawah. Diulangnya hingga 15 kali, dibuatnya melingkar pula disekitar puting anaknya itu. Payudara kiri dan kanan bergantian. Siti keenakan bukan main.
Dirasa sudah cukup, sang ibu meminta izin kembali, “Siti, izin ibu lepas ya CD kamu.” Mulut vagina Siti pun terpampang di hadapan ibunya. Sekitarnya berbulu tipis. Ada hasrat untuk mencukurnya. Tapi terbesit bagi ibunya membiarkannya agar suaminya nantilah yang memutuskan.
Vaginanya pun dibersihkan dengan air hangat dengan kain yang lembut oleh Ibunya. “Siti, ibu sudah lama ga membersihkan area intimmu sejak kamu kelas 2 SD, sejak kamu bisa mandi dan cawik sendiri. Besok mungkin yang akan melihat area mu ini suamimu, pastikan bersih ya sayang, buat suamimu nyaman,” ucap Ibunya
Siti sebenarnya bingung mengapa vaginanya berhubungan dengan kenyamanan suaminya nanti. Tapi siti merasakan hal yang belum pernah dirasakan saat vaginanya dibersihkan ibunya.
“Bu, Siti, ingin pipis,” dan air mengucur dari kelaminnya karena tak tertahan. “Wah, benar-benar kamu sudah siap menikah Siti, suami mu pasti nanti akan puas. Ibu bersihkan lagi ya. Atau kamu mau pipis lagi?” tanya ibunya.
Sang ibu tahu jika yang barusan ialah orgasme anaknya yang pertama. Sayang sekali baginya orgasmenya bukan di hadapan suaminya tetapi ia sebagai ibunya.
“Siti, besok sebelum salat, mandi junub dulu ya,” ucap sang ibu. Siti hanya mengangguk karena tubuhnya lemas usai dipijat dan vaginanya dibersihkan oleh ibunya. Siti tak paham mengapa harus mandi junub besok pagi.
Eka dan Nur pun menikmati waktu bersama mereka sebelum Nur dimadu. Eka dan Nur sadar jika besok setelah Siti sah menjadi istri Eka, merka tak bisa memadu kasih setiap waktu. Eka harus membagi jatah manusiawinya kepada dua istrinya besok. Tak bisa tiap malam memadu kasih.
“Nur, sebentar lagi aku akan menikah kedua kalinya. Dengan seorang perempuan yang kamu pilih. Kamar ini, di kasur ini akan bergantian yang tidur bersamaku,” ucap Eka dengan menatap Siti. Wajah Eka pun mendekat dengan Siti, tubuh merka pun makin erat berpeluk.
Mulut mereka pun bertaut melumat. Sama-sama meraba dan mengelus punggung. Gairah suami istri malam ini pun naik bagai malam pengantin baru lagi.
“Mas, Nur telanjang ya, nikmati tubuh Nur dengan bebas Mas...” pinta Nur.
Tak sempat Nur menanggalkan sendiri, Eka dengan inisiatif membuka satu persatu pakaian Nur hingga benar-benar tak ada sehelai benang di tubuh istrinya. Tubuh yang mulus nan anggung.
Eka pun meremas dan menjilat payudara istrinya. Tubuh Nur pun diciumnya di berbagai titik-titik rentan seorang wanita. Hingga selangkangan Nur pun tak luput, Eka meminta Nur mengangkang dan menampilkan daerah keintimannya.
Bibir Eka mendekat ke bibir vagina Nur. Nur tiba-tiba merinding. Eka menjilatnya dan membuat basah vagina istrinya itu. Jari pun mengelus-ngelus klistoris istrinya. Eka tak ingin dirinya puas duluan, ia menanti orgasme istrinya yang pertama malam ini.
“Hm... Mas... sh...,” dan air orgasme Nur pun keluar. Nur lemas. Kecupan dikening pun mendarat. “Sayang, aku masukkan ya, aku keluarkan di dalam,” bisik Eka.
Dengan vagina yang basah, penis Eka amat terlumaskan masuk ke milik Nur. Mereka sama-sama menikmati, Nur amat keenakan, hingga mendesah. Tak hanya penisnya yang menggenjot vagina, tangan Eka meremas payudara istrinya pun diremas.
10 menit berlalu, dan air mani pun muncrat di dalam vagina istrinya yang akan dimadunya. Mereka pun puas dan terlelap di atas ranjang mereka dan hanya berelimut tanpa pakaian.
ns 15.158.61.12da2