Saat maid membuka pintu yang besar itu. Terlihat di dalam ada ruang tamu yang begitu luas, hampir seperti aula sekolah tapi agak kecil sedikit, ditambah dengan hiasan-hiasan dan lampu mewah yang berwarna jingga terang, dindingnya pun dicat berwarna merah kuning dan bermotif bunga. Ada juga beberapa lukisan, patung kecil dan guci yang sepertinya mahal.
Apa aku sedang berada di dalam game Boku no Oujo-sama? Karena latarnya mirip sekali saat aku mendapatkan cg dari rute Konoe-Chan.
Saat kami sudah berada di dalam, lalu muncul laki-laki yang memakai baju serba hitam dengan dasi warna merah yang berbaris memanjang dari tangga atas sampai ke bawah.
Pasti latihannya cukup lama untuk berbaris seperti itu.
Dan aku melihat salah satu laki-laki yang gemetaran dan tubuhnya agak pendek dari yang lain.
Tunggu, apa dia laki-laki yang kutakuti semalam ya? Kukira dia sudah dipecat.
Lalu terdengar suara yang sedikit serak di tengah-tengah barisan itu. “Kau sudah datang ya, Aika.”
Terlihat laki-laki yang berwajah agak keriput dan rambut yang berwarna hitam rapi, baju dan celana yang agak biasa, raut wajahnya pun terlihat dingin di antara dua barisan itu.
Ternyata raut wajah dingin Sakuraba-san turunan dari Ayahnya.
Dengan nada dingin. “Sepertinya banyak yang telah berubah setelah aku meninggalkan tempat ini.”
Sambil menuruni tangga. “Heh, Ayah cuma ingin menambah suasana agar para tamu Ayah nyaman. Ngomong-ngomong siapa laki-laki di sebelah mu i-”
“Namanya Kisaragi Yuuichi, dia adalah body-guardku” Ucap Sakuraba-san memotong pembicaraan Ayahnya.
Geh, dia ini benar-benar blak-blakan. Dan juga, bukankah tidak sopan memotong pembicaraan ayahmu?
Saat namaku dipanggil begitu, aku langsung mengarahkan pandangan tajamku ke arah Sakuraba-san.
Sakuraba-san pun membalasnya dengan pandangan mata yang lebih dingin seperti iblis. Sontak aku langsung menolehkan wajahku ke arah lain karena tidak ingin melihat mata iblis itu.
Kau ini! Bisakah kau berhenti terang-terangan seperti itu? Dan tolong jangan menatapku seperti itu.
“Mulai sekarang aku ingin Ayah berhenti mengirim para pegawaimu untuk menjagaku karena aku sudah memiliki body-guard.”
“Owh… hmmm, bagaimana ya? Kalau ayah menolak?”
“Walau Ayah menolaknya, aku akan tetap tinggal di rumah itu. Yah…. Walaupun juga, aku tidak peduli dengan anak buah ayah itu.”
Ayahnya tersenyum kecil. “Begitu ya.”
“Kalau begitu, aku pergi dulu. Karena aku masih ada urusan di rumah.”
Setelah mengatakan hal itu pada Ayahnya, ia memutar tubuhnya dan berjalan ke pintu.
Yang kau maksud urusan di rumah, pr kan? Dan tolong jangan bersikap seperti bos.
Aku pun mengikuti Sakuraba-san saat dia sudah sampai di pintu.
“Kisaragi-kun kan?” tanya Ayah Sakuraba-san padaku.
Saat aku dipanggil Ayah Sakuraba-san, sontak aku langsung berbalik ke belakang dan melihat Ayahnya tersenyum ke arahku.
“Jaga anakku baik-baik ya.”
“H-Hmmmm”
Aku benar-benar bingung dengan keluarga ini.
Setelah kami keluar dari rumah dan berada di halaman, pembantu itu langsung mendekati Sakuraba-san dan nampaknya dia hendak mengatakan sesuatu.
“A-Anoo…. Aika-sama, bisakah saya menjadi pembantu di rumah anda?” tanya pembantu itu mengharap.
“Maaf Sera, untuk saat ini aku ingin belajar mandiri dulu.”
“Baiklah kalau itu yang Aika-sama mau.”
Raut wajah pembantu itu langsung muram ketika Sakuraba-san mengatakan hal itu padanya.
“Hmmm baiklah, nanti aku akan memanggilmu jika aku butuh bantuan.”
Saat Sakuraba-san mengatakan hal itu, raut wajah pembantunya itupun langsung berubah 180 derajat jadi ceria.
Hah… mudah sekali ditebak.
Dengan nada yang agak tinggi dan mata yang bersinar-sinar. “Baik… Aika-sama.”
Aku pun hanya bisa terdiam diri mendengar percakapan mereka yang penuh drama.
Hei, kapan kita pergi dari sini?
“Maaf menggangu, bisakah kita pergi sekarang karena aku ada pekerjaan di rumah?” tanyaku dengan nada tinggi dan mengarahkan wajahku ke lain dengan tidak memedulikan percakapan mereka.
“Ohh maafkan saya, gara-gara saya, Yuuichi-san jadi repot.” Pembantu itu pun membungkukan badannya.
Saat pembantu itu menundukan kepalanya, terlihat sedikit belahan dadanya dan rambutnya yang hitam lebat itu terurai dengan indah.
Sontak akupun langsung memandang ke arah lain karena tidak sanggup melihatnya.
Uwahh…. Tunggu dulu, kenapa kau memanggil aku dengan nama depan? Heh, Ini pasti ulah Sakuraba-san.
“Tidak ini bukan salahmu, Sera. Yuuichi-kun hanya ingin cepat pulang, karena hendak bermain galge.”
Hei nona! Bisakah kau berhenti menyulut api?
Aku pun menghela napasku setelah mendengar perkataan Sakuraba-san.
Saat kami sudah berada di dalam mobil, aku melihat Ayah Sakuraba-san keluar dari rumah dan melambaikan tangannya ke arah kami.
Sakuraba-san pun melihat Ayahnya dengan raut wajah lesu.
“Kami permisi dulu Koichiro-sama.” Ucap pembantu itu ke Ayah Sakuraba-san.
Setelah pembantu itu berpamitan pada Ayah Sakuraba-san, ia pun langsung menyalakan dan menjalankan mobilnya.
Tidak sampai 20 menit, akhirnya kami telah sampai di rumahku. Aku pun keluar dari mobil sambil menghirup segarnya udara luar.
Yah, berada di dalam mobil lama-lama cukup membuatku pusing ternyata.
Aku tidak tahu harus berterima kasih atau marah kepada Sakuraba-san karena ia tahu rumahku diam-diam.
Kenapa dia bisa tahu rumahku? Apa dia ini esper atau semacamnya? Atau mungkin dia punya mata-mata rahasia?
Sepertinya imajinasiku semakin hari semakin kuat.
Pembantu itu membuka jendela mobilnya. “Kami pamit dulu Yuuichi-sama.”
Sambil mengangguk kecil. “H-Hmmmm…”
Hahh…, entah kenapa mendapat ucapan pamit dari maid itu seperti mendapat item ssr dari game gacha.
Setelah jendela mobil itu ditutup. Mobil itu pun langsung jalan menuju ke rumah Sakuraba-san.
Entah kenapa Sakuraba-san yang biasanya berpamitan ketika ia hendak pergi, sekarang malah pergi begitu saja tanpa mengatakan satu patah kata.
Yahh… walaupun aku tidak mengharapkannya, tapi tetap saja rasanya ada yang ganjil.
Aku pun berjalan ke rumahku setelah memikirkan hal aneh itu.
Saat aku membuka pintu, aku melihat Adikku Rin yang berada di depanku terduduk rapi dengan baju maid seperti yang ada di cafe maid dan raut wajahnya yang begitu ceria. “Apa Onii-san mau mandi atau mau makan, atau mungkin kau mau di-ri-ku?” tanyanya centil padaku.
Aku pun hanya bisa memasang raut wajah datar dan bingung melihat Adikku berpakaian dan berbicara seperti itu.
Sungguh, aku tidak tahu apa yang kau lakukan dan yang kau pikirkan. Jika aku ini adalah seorang otaku biasa yang juga mencintai perempuan 3d. Pasti aku sudah tergoda dengan apa yang ada di hadapanku ini.
Aku mendengar suara panci yang berdesing karena dipakai ibu untuk menumis sayuran.
Sepertinya ini ulah ibuku. Karena tidak mungkin Adikku memakai baju yang memalukan ini dan berbicara atas kemauannya sendiri.
Ngomong-ngomong, kau berperan sebagai istri yang sayang suami tapi kau malah memakai baju maid. Kau malah merusak peran itu sendiri bego.
Heh, sepertinya aku harus menggunakan rencanaku yaitu. ‘potong daging agar dapat memotong tulang.’
Aku pun langsung mendekatkan wajahku ke wajahnya dan menatap matanya. Lama-kelamaan wajahnya mulai memerah dan matanya pun kesana kemari tidak jelas karena malu.
Hehh…. sesuai dugaanku, sekarang akan kulanjutkan ketahap kedua.
Dengan nada santai. “Ternyata, kau cukup imut juga ya Rin.”
Sontak Adikku langsung mundur kebelakang sampai ke tangga. Ia pun menunjukan wajahnya yang memerah dan tubuhnya gemetaran karena perkataanku tadi.
Aku pun tersenyum agak licik saat melihat reaksinya itu.
“O-O-ONII-SAN, BODOH, MESUM, E-EROTAKU!! K-K-KAU TIDAK BOLEH MENGATAKAN HAL ITU PADA ADIKMUUUU!!” Teriaknya gagap.
Setelah itu Adikku langsung berlari ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan keras sampai berbunyi nyaring.
Tidak lama kemudian terdengar suara tawa kecil ibu yang masuk ke telingaku.
Ternyata memang benar kalau ibulah pelakunya. Sepertinya aku harus mengajari Adikku cara untuk tidak terkena jebakan ibu lagi.
Setelah mendengar tawa kecil ibu, aku pun langsung pergi ke kamar.
Saat aku sudah berada di depan pintu kamarku. Tiba-tiba terdengar suara benda yang jatuh dari kamar Adikku.
Aku tidak tahu apa dia sedang marah atau malu karena ucapanku?
Aku pun tidak memedulikannya dan langsung masuk ke dalam kamarku. Saat aku sudah berada di dalam kamar, aku pun menyalakan pc dan membuka pentabku untuk menggambar OC dari sebuah komunitas.
Begini-begini aku juga pekerja keras, walaupun hanya bisa bekerja di dalam rumah saja.
▲
Sambil mengangkat tanganku ke atas, karena kaku sehabis tidur dengan posisi yang membuatku sakit. “Guaahh…”
Suara rintik hujan yang cukup deras masuk ke dalam telingaku dan mendengarnya saja sudah membuatku menggigil, aku pun membuka tirai jendela dan melihat langit yang berwarna abu-abu, air hujannya pun membasahi daerah ini.
Aku pun mengambil selimutku dan berjalan menuju kalender dengan tubuh lesu karena hawa yang dingin.
Sambil melihat kalender. “Sepertinya ini, akan menjadi hari yang melelahkan bagiku.”
Bagaimana tidak, jika harus bertahan dari dinginnya hujan bersamaan dengan siksaan neraka.
Saat aku melihat-lihat kalender, aku menyadari kalau minggu depan tepatnya hari senin, akan diadakan festival kebudayaan.
Aku memasang raut wajah lesu setelah mengingat hari senin depan akan ada acara sekolah yang merepotkan. “E-Ehh…”
Aku pun menghela napasku ketika teringat hal itu.
Setelah aku memikirkan hal itu, aku pun langsung memaksakan diriku untuk pergi ke kamar mandi untuk membasuh mukaku walaupun hawanya sangat dingin dan pergi ke kamarku untuk memakai seragam dan jaketku agar bisa bertahan dari dinginnya dunia luar.
Setelah selesai aku memakai seragam, aku langsung menuju ke ruang makan.
Ketika aku sudah berada di ruang makan, aku melihat Ibu sedang duduk di kursi meja makan dengan raut wajah ceria.
Kenapa Ibu pagi-pagi sudah menunjukan wajah seperti itu?
“Kenapa ibu senyum-senyum sendiri?” tanyaku sambil hendak duduk.
“Tidak ada kok.”
Sekarang aku benar-benar curiga.
“Ngomong-ngomong di mana Rin? Apa dia sudah ke sekolah?” tanyaku penasaran karena tidak ada ia di sekitarku.
“Dia masih didalam kamar dan sedang bersiap-siap.”
“Owhh…”
Tidak biasanya Adikku jam segini masih bersiap-siap. Daripada mengurusi hal yang tidak perlu, lebih baik aku makan dan langsung turun ke sekolah.
Setelah selesai makan aku pun memakai sepatuku dan turun ke sekolah.
Setelah selesai memasang sepatu dan mengambil payung. Aku langsung membuka pintu. “Bu, aku turun dulu.”
Sambil tersenyum ke arahku. “Hati-hati di jalan ya!”
Aku pun tidak membalas perkataan ibu dan langsung pergi ke sekolah.
▲
Koyomi-sensei menunjukan wajah cerianya sambil menepuk kedua tangannya. “Baiklah, untuk hari homeroom sudah selesai, jadi gunakan waktu yang tersisa ini untuk memilih panitia dalam festival budaya”
“Jadi siapa di sini yang mau menjadi panitia untuk kelas kita?” tanya Koyomi sensei pada semua siswa yang ada di kelas ini.
Selama beberapa detik kelas pun menjadi hening tanpa suara dan yang terdengar hanya suara kicauan burung.
Aku pun tidak memedulikan hal itu dan hanya melihat langit yang berada di balik jendela. Sakuraba-san pun hanya membaca bukunya.
Aku tidak tahu, apa dia ingin menghindar atau benar-benar fokus dalam membaca.
Sesaat kemudian, terdengar suara perempuan yang berada di tengah-tengah. “Bu, saya mau jadi panitia.”
“Bukankah nanti akan menghambat pekerjaanmu Kashiwaki-san?” tanya ibu khawatir terhadap perempuan itu.
“Tidak apa-apa bu, lagipula pekerjaan ketua kelas tidak begitu berat.”
Aku tidak tahu apa ketua kelas ini baik atau dia ini hanya ingin dipuji orang.
Jujur saja, aku merasa kasihan dengan orang populer seperti ketua kelas. Mereka diharuskan untuk menjadi baik di depan publik. Jika aku menjadi artis, kemungkinan besar aku akan mati berdiri di depan kamera.
“Owh…, begitu ya. Jadi sudah diputuskan, Kashiwaki-san akan jadi panitia. Sekarang tinggal wakilnya saja lagi.”
Setelah Koyomi sensei selesai berbicara, semua laki-laki di kelas mengangkat tangannya.
“Aku bu!”
“Aku saja! aku lebih berpengalaman.”
“Woii! Aku lebih dulu!”
Sepertinya penyakit idiot laki-laki di kelas kambuh lagi dan nampaknya ketua kelas cukup popular di kalangan laki-laki. Ya aku tidak bisa membantah kalau dia cantik, tapi sayangnya dia 3d.
“Baik-baik, kali ini ibu saja yang memilih ya. Emmm, Apa kau mau menjadi panitia, Kisaragai-kun?”
Aku langsung bingung karena ibu langsung memilihku begitu saja. “Hah! Emmm….”
Sambungku sambil memalingkan wajahku ke jendela. “Maaf bu, aku tidak bisa.”
“Owh, gitu ya. Bagaimana kalau Kidou-kun?”
Dengan wajah yang ceria dan mata yang bersinar-sinar. “Dengan senang hati bu!”
Tunggu dulu, bukankah kau tidak suka dengan perempuan 3d? Kenapa kau mau saja disuruh?
“Jadi sudah diputuskan ya! Untuk acaranya kalian bisa gunakan waktu homeroom untuk mendiskusikannya bersama nanti pas ibu sudah pergi ya!”
“Iya bu!” Ucap para murid serempak.
Hari esok mungkin akan menguras tenagaku.
Setelah ibu keluar dari kelas, Eita dan ketua kelas pun maju kedepan untuk mendiskusikan acara kelas ini di festival budaya senin depan nanti.
▲
“Apa masih ada yang keberatan jika kelas kita mengadakan drama musikal?” tanya ketua kelas dengan nada yang agak lantang.
Semua murid pun terdiam selama beberapa detik, setelah itu semuanya serempak mengatakan “Tidak.”
Aku pun hanya bisa duduk terdiam sambil melihat mereka yang sedang mendiskusikan acara untuk kelas ini.
Sepertinya aku akan bekerja di balik layar lagi.
Sambil menepuk tangannya dengan raut wajah ceria seperti Koyomi-sensei. “Baiklah jadi sudah diputuskan ya.”
Ketua kelas nampaknya mulai terlihat seperti Koyomi-sensei.
“Kidou-kun bisa kau kirim ke Koyomi-sensei laporan untuk acara kita? Dan juga jangan lupa untuk pergi ke ruang osis untuk mendiskusikan acara nanti.”
“Wokeh!” Ucap Eita dengan percaya diri.
Oke, nanti dia akan kulaporkan ke Mayu-chan kalau dia mulai tertarik dengan 3d.
Sambil memberikan kertas laporan ke Eita. “Tolong ya!”
Eita pun membuka pintu. “Permisi!” dan langsung pergi ke kantor.
Bunyi bel yang menandakan untuk istirahat telah berbunyi saat Eita baru saja keluar dari kelas.
Dengan semangat yang membara, ketua kelas mengangkat satu tangannya ke atas. “Baiklah mulai besok kita akan berusaha!”
Semua murid pun serempak mengangkat tangannya mengikuti ketua kelas dengan semangat.
Setelah itu, ketua kelas pergi ke ruang osis untuk mendiskusikan acara festival budaya dan olahraga. Dan semua murid yang ada di kelas pun mulai mencari bahan-bahan untuk acara drama musikal.
Aku pun berdiri dan langsung menuju ke kantin untuk membeli roti dan minuman sebagai pengganti bekalku yang tertinggal.
“Apa kau mau ke kantin?” Ucap Sakuraba-san dengan nada dingin saat aku sudah berada di depan pintu.
Sambil mengangguk kecil. “Iya.”
”Kebetulan, aku juga hendak membeli beberapa roti.”
“Hmmm.” Jawabku tidak memedulikannya dan lanjut berjalan menuju kantin.
Dia pun berjalan disebelahku seolah-olah dia mengacuhkan sikapku tadi.
“Hei nona, bukankah nanti akan menimbulkan rumor?” tanyaku pelan.
“Tidak apa-apa, aku juga tidak peduli terhadap rumor diriku.”
Hei Nona, kau memang tidak peduli tapi aku juga kena getahnya.
“Hmmm…”
Setelah kami sampai di kantin, aku melihat Adikku sedang berbicara dengan temannya. Ketika Adikku melihat ke arahku, dia langsung mendatangiku tanpa ragu dengan wajah cerianya.
Hahh… sepertinya sebentar lagi aku akan terjadi keributan.
“Apa Onii-san ingin ke kantin? Owh…, aku tahu alasan Onii-san pergi ke kantin. Pasti karena Onii-san tidak ingat membawa bekal ya!”
Apakah perlu dijelaskan sedetail itu?
“Adikkmu?” tanya Sakuraba-san dengan raut wajah bingung.
Aku mengangguk kecil. “H-Hmmm… dia Adik angkatku, namanya Kisaragi Rin.”
Rin langsung bicara padaku sambil menggembungkan pipinya. “Itu saja?”
“Kenapa tidak kau saja yang memperkenalkan dirimu?”
Rin langsung menatap sinis ke arahku. “Hmmm…”
Dengan sedikit senyum di wajahnya. “Kalian terlihat akrab.”
Darimana kami akrabnya?
“Ngomong-ngomong aku belum memperkenalkan diri. Namaku Sakuraba Aika, aku satu kelas dengan kakakmu. Salam kenal, Kisaragi-san.”
“Panggil aku Rin saja.”
“Kalau begitu, Rin-san?”
Rin pun tersenyum lebar ketika Sakuraba-san memanggilnya dengan nama depan.
“Jadi aku akan memanggilmu, Aikan”
Sakuraba-san langsung menunjukan raut wajah bingung ketika ia dipanggil begitu dan sesaat kemudian, ia mengangguk ke arah Rin sambil tersenyum kecil. “Aikan? Hmmm.”
Tidak kusangka-sangka, kalau mereka berdua akan akrab secepat ini.
“Ayo cepat Rin! Nanti kita terlambat lho.” Salah satu teman Adikku memanggilnya.
Adikku melambai pada kami berdua sambil menunjukan wajahnya yang imut. “Kalau begitu, aku permisi dulu Onii-san, Aikan.”
Setelah Adikku mengatakan hal itu, dia langsung menuju ke teman-temannya.
Secara bersamaan perutku berbunyi ketika Adikku sudah pergi.
“Bagaimana kalau kita membeli beberapa roti agar tidak kehabisan nanti?” tanya Sakuraba-san dengan sedikit senyum mengejek ke arahku.
Sialan! Perutku berbunyi tidak pada waktu dan tempat yang tepat.
“H-Hmmm” Ucapku dengan malu sambil mengarahkan wajahku ke lain.
Aku pun langsung pergi ke meja kantin dan membeli 2 roti coklat. Setelah itu, aku pergi ke mesin minuman untuk membeli 1 kaleng jus melon.
Sakuraba-san pun nampaknya sudah membeli makanan dan minuman untuk makan siangnya.
Aku pun langsung pergi ke atap karena cuacanya sudah bagus. Sakuraba-san pun berjalan disebelahku.
“Kenapa kau malah mengikutiku?”
“Bukankah tadi kau setuju kalau kita makan siang bersama.”
“Sejak kapan aku menyetujuinya? Bukankah kau tadi minta ditemani ingin pergi ke kantin?”
Dengan nada datar ia menjawab. “Owh gitu ya.”
Perempuan ini benar-benar membuatku kesal.
“Kalau begitu aku akan menanyakannya sekali lagi. Bisakah kita makan siang bersama?”
Aku tidak memedulikannya dan lanjut berjalan menuju ke atap. “Terserah kau saja.”
Sakuraba-san pun berjalan di sebelahku sambil memegang plastik yang berisi roti dan 1 jus kaleng. Dia juga memegang buku yang selalu ia baca di tangan kirinya.
Setelah kami sampai di atap yang sedikit basah karena hujan tadi, aku langsung mencari tempat yang nyaman untuk memakan bekalku ini, jauh dari Sakuraba-san.
Saat aku memakan bekalku dan melihat Sakuraba-san sedang membaca buku sambil memakan rotinya. Tiba-tiba aku teringat akan kata-kata dia yang membenci Ayahnya.
Entah kenapa di kepalaku terlintas kata-kata yang ingin aku ucapkan dari dulu ke Sakuraba-san.
“Kenapa kau bersikap egois seperti itu?” tanyaku.
“H-Hmmm, apa yang tadi kau katakan, Yuuichi-kun?” Tanya Sakuraba-san dengan raut wajah bingung.
“Ehmm…, tidak! Hanya saja aku berpikir, bukankah lebih baik jika kau memaaafkan Ayahmu?”
“Memaafkan? Bukankah sudah kubilang jika aku ti-“
“Bisakah kau berhenti menyalahkan Ayahmu atas apa yang dia perbuat? Padahal kau sendirilah yang ingin Ayahmu minta maaf kepadamu.” Ucapku menyela pembicaraanya.
Akh… sialan aku keceplosan gara-gara ucapannya.
Dengan nada dingin dan tenang. “Aku tidak bermaksud untuk menyalahkan Ayahku. Hanya saja dia terlalu sibuk sendiri dengan pekerjaannya, dan tidak memperhatikan keluarganya.”
Sepertinya, suasana di sini semakin memanas, atau itu cuma perasaanku saja?
“Dan juga aku tidak ingin Ayah meminta maaf kepadaku, aku hanya ingin Ayah menyadari perbuatannya.” Sambung Sakuraba-san sambil menyilangkan tangannya di bawah dadanya dan dadanya pun terlihat menonjol.
Secara tidak sadar, aku meninggikan suaraku. “Terus kenapa kau bersikap egois seperti itu? Jika kau ingin Ayahmu menyadari kesalahannya, seharusnya kau dengarkan penjelasan Ayahmu dulu.”
Entah kenapa suaraku mulai meninggi.
Ia sedikit menundukan kepalanya. “Saat aku melihat wajah Ayahku, aku selalu terbayang akan kejadian malam itu. Dan secara tidak langsung aku menunjukan sifat dinginku ini.”
Detailnya aku paham, tapi bukankah kau sedikit berlebihan.
“Owhh… aku mengerti, jadi pada intinya kau ingin Ayahmu datang langsung kepadamu untuk minta maaf dan menyadari kesalahannya. Apa kurang lebih seperti itu?”
“Walapun agak kurang tepat, tapi bisa disimpulkan seperti itu.”
Bukankah intinya sama saja, Nona!?
Yahh…, bukannya aku berniat menyimpulkannya sih.
Dengan nada datar. “Owhh…”
Keluarga paling rumit yang pernah kutemui. Drama… oh… drama….
Tidak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka pelan.
“Siapa di sana?” tanyaku dengan agak lantang.
Ketika aku mengatakan hal itu. Lalu muncul Koyomi-sensei dengan buku laporan yang berada di tangan kanannya dan nampaknya dia ragu-ragu untuk mendatangi kami.
Apa dia mendengar pembicaraan kami tadi?
Dengan nada yang agak rendah. “Maaf ibu menggangu.”
Mungkin dia merasa tidak enak mendengarkan pembicaraan murid secara diam-diam.
“Apa kalian berdua punya waktu sebentar?” tanya Koyomi-sensei agak ragu-ragu.
“Iya, ada apa bu?” tanya balik Sakuraba-san.
“Begini, ibu minta kalian menjadi panitia acara festival budaya untuk kelas kita.”
Sontak kami berdua terkejut karena perkataan ibu.
“Hah!?”
“Hmm!?”
Ucap kami secara bersamaan karena perkataan Koyomi-sensei.
“Bukankah panitianya sudah ditentukan tadi.” Sakuraba-san bersikap dengan tenang dan mencoba untuk memahami perkataan Koyomi-sensei.
“Itu benar, tapi… panitia kelas kita berhalangan. Kashiwaki-san pergi ke Yokohama untuk mengunjungi kakeknya yang baru saja meninggal tengah malam tadi dan Kidou kun ada kegiatan klub penuh untuk festival olahraga nanti.”
Aku memang mengerti kalau ketua kelas minta digantikan, tetapi kenapa Eita sialan malah melarikan diri dari tugasnya sebagai panitia. Seharusnya dia tidak menjadi panitia jika dia tahu kalau dia ada kegiatan penuh nanti.
Akupun hanya bisa menghela napasku dan meminum minumanku karena haus setelah mengeluarkan banyak tenaga untuk berdebat dengan Sakuraba-san.
“Owhh… baiklah. Kalau begitu, saya akan menggantikan Kashiwaki-san sebagai panitia.” Sakuraba-san memasang sedikit senyum dan tenang di wajahnya.
Aku benar-benar tidak tahu apa yang ada dipikirannya itu.
Setelah Sakuraba-san selesai berbicara, Koyomi-sensei dan Sakuraba-san langsung menatapku seperti menunggu jawaban dariku.
Kenapa aku harus kena lagi, Sialan!
“Maaf bu, aku tidak bi-” Ucapanku dipotong oleh Sakuraba-san yang memperlihatkan 3 jari di tangan kanannya ke arahku.
Koyomi-sensei pun bingung saat Sakuraba-san yang memperlihatkan jarinya itu. Mungkin Koyomi-sensei bingung akan maksud dari tandanya itu.
Apa dia bermaksud untuk menyogokku lagi? Sialan dia ini benar-benar tidak bisa menghargai uang.
Cih! Sekarang aku merasa bimbang karena Sakuraba-san hendak membayarku sekitar 300 yen jika aku menjadi panitia bersamanya.
Sambil sedikit meneteskan air mata karena tergoda akan jumlah uang yang diberikan Sakuraba-san. “Baiklah aku akan menjadi panitia dari perwakilan laki-laki.”
Sialan! Aku benar-benar menerimanya!
Koyomi-sensei menepuk kedua tangannya dengan wajah cerianya seperti biasa. “Jadi sudah diputuskan ya! Sepulang sekolah nanti datang ke ruang osis untuk rapat festival budaya dan olahraga ya. Jangan lupa.”
Hahh…, waktuku untuk bermain game telah berkurang.
“Ibu balik ke kantor dulu ya.” Sambung Koyomi-sensei dengan gembira setelah itu dia pergi dari atap.
Akupun mengambil plastik bekas makananku tadi dengan perasaan sedih karena aku baru saja menerima pekerjaan yang membuatku akan lelah seminggu ini.
“Kenapa wajahmu jadi seperti itu?” Ucap Sakuraba-san dengan sedikit senyum licik di wajahnya.
“Bukankah kau yang menyebabkan aku jadi begini.” Ucapku dengan nada agak kesal.
Dia sedikit tertawa melihat tingkahku. “Heh. Owh begitu ya.”
Perempuan ini benar-benar akan kubalas nanti!
Bunyi bel pertanda habisnya waktu istirahat telah berbunyi dan akupun langsung pergi menuju ke kelas karena pelajaran selanjutnya adalah sejarah yang diajarkan oleh guru killer yaitu Hasegawa-sensei.
Membayangkan jika aku masuk sesudah Hasegawa-sensei saja sudah membuat bulu kudukku merinding. Apalagi jika beneran terjadi, mungkin aku akan pingsan di tempat.
Saat aku menuju ke kelas, Sakuraba-san masih berada di atap dan tidak mengikutiku lagi.
Apa dia merencanakan sesuatu lagi? Jika iya, mungkin aku harus berhati-hati dengannya nanti.
Setelah sampai di kelas, aku melihat kerumunan perempuan yang sedang menggosipkan sesuatu dan laki-lakinya nampak nampak lesu daripada biasanya.
Mungkin mereka semua sedang membahas ketua kelas yang baru saja izin keluar kota untuk mengunjungi pemakaman kakeknya.
Aku pun berjalan menuju kursiku tanpa memedulikan suasana di sekitarku.
Saat aku sudah duduk di kursiku, Sakuraba-san nampaknya masih belum belum datang juga ke kelas.
Tidak lama kemuadian, Hasegawa-sensei masuk ke kelas dengan wajah menyeramkannya itu, yang dapat membuat para preman tunduk kepadanya.
Yahh…, itu cuma asumsiku saja sih. Tapi kalau beneran terjadi, itu tidak akan membuatku terkejut.
Karena sikap Hasegawa-sensei yang menyeramkan itu, kelas ini langsung berubah, seperti rumah tanpa penghuni.
Saat pelajaran hendak dimulai, Sakuraba-san sudah berada di depan pintu kelas sambil membawa buku yang selalu ia baca setiap saat di tangan kanannya.
“Maaf Hasegawa-sensei, aku terlambat.” Ucap Sakuraba-san sambil sedikit menundukan kepalanya dan terlihat agak dingin dan tenang.
Hasegawa-sensei pun menatap Sakuraba-san selama beberapa detik dan Sakuraba-san pun membalas tatapannya itu.
Apa aku sedang menonton channel tv NatGeoWild? Karena sepertinya, ada perkelahian antara Singa dengan Elang.
Biasanya kalau manusia normal, pasti akan lari ketakutan atau pingsan di tempat jika melihat tatapan mematikan Hasegawa-sensei itu. Tapi entah kenapa Sakuraba-san malah menatap balik Hasegawa-sensei seperti menyatakan perang langsung dengannya.
Aku tidak tahu, apa dia harus mendapat pujiaan atau tidak.
Hasegawa-sensei membuka bukunya. “Baiklah, silakan masuk!”
Sakuraba-san membungkukan badannya sedikit. “Terima kasih, Hasegawa-sensei.”
Setelah itupun, Sakuraba-san langsung menuju tempat duduknya dengan aura dingin yang membuat orang sekitarnya menjadi ketakutan.
Hahh…, sampai kapan ini akan terus berlanjut?
▲
Bel pertanda untuk pulang sekolah pun telah berbunyi dan Nagasaki-sensei langsung menghapus materi matematika di papan tulis dan merapikan bukunya.
Sambil mendekap buku pelajarannya di bawah dada. “Baiklah, pelajaran untuk hari ini sudah selesai. Silakan pulang ya!”
Setelah mengatakan hal itu, Nagasaki-sensei langsung pergi keluar dari kelas. Para murid di kelas pun langsung melanjutkan kembali mencari bahan-bahan untuk acara drama musikal
Karena hari ini, aku dan Sakuraba-san adalah panitia festival budaya untuk menggantikan ketua kelas dan Eita.Setelah selesai merapikan buku dan memakai jaket. Akupun langsung pergi dari kelas menuju ke ruang osis.
Aku berbicara dengan nada kecil agar tidak didengar orang sambil memasukan tanganku ke dalam saku celana. “Jika aku tidak menjadi perwakilan panitia, mungkin aku akan bermain galge seharian penuh hari ini.”
Tiba-tiba Sakuraba-san langsung berada di sebelahku dan dia langsung menatap ke arahku. “Apa kau adalah orang yang hanya melihat sesuatu dari sisi buruknya saja? Yuuichi-kun.” Tanyanya.
Sejak kapan dia ada di sebelahku? Apa dia telah menguasai tehnik ninja atau semacamnya?
“Coba kau lihat sisi baiknya. Mungkin kau akan menarik kata-katamu kembali jika kau mengetahui apa saja keuntungan yang kau dapat saat menjadi panitia festival budaya.” Sambungnya.
Dengan nada datar aku menjawab. “Seperti mendapat 300 yen.”
Yah, menurutku mendapat uang hasil kerja adalah keuntungan yang selama ini kupikirkan.
Sakuraba-san meremehkanku dengan ucapan bicaranya. “Aku kira kau orang yang pintar, tapi mengetahui hal seperti itu saja kau tidak tahu.”
Aku ingin pulang dan bermain galge!
Selang beberapa detik setelah Sakuraba-san mengatakan hal itu. Dia langsung tersenyum ke arahku dan itu benar-benar membuatku merinding.
“Contohnya, jika kau tidak menjadi panitia, kau pasti akan menjadi pemain pembantu atau menjadi pohon untuk drama musikal kelas kita.” Sambung Sakuraba-san.
Kalau dipikir-pikir benar juga, kalau aku tidak menjadi panitia, pasti aku akan menjadi pemain pembantu untuk kelas dan jika itu terjadi, dapat dipastikan kalau aku akan sakit selama seminggu.
Tapi, apa cuma 1 keuntungan saja? Tunggu dulu, owh… aku tahu sekarang.
Secara tidak sengaja, raut wajahku menjadi sedikit ceria ketika aku mengetahui apa saja keuntungannya.
“Apa sekarang kau sudah mengetahuinya?” tanya Sakuraba-san dengan sedikit senyum di wajahnya.
Sialan! Dia benar-benar tahu cara membuat orang menjadi kesal kepadanya. Tapi di sisi lain aku juga sedikit berterimakasih dengannya.
Tidak lama kemudian, kami telah sampai di depan ruang osis dan terlihat di dalam ruangan, terdapat beberapa murid yang sudah duduk dan masih menunggu rapat dimulai.
Akupun langsung masuk ke dalam dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk seorang penyendiri berpenampilan preman sepertiku. Aku melihat ada kursi kosong di ujung dan hanya ada sedikit orang yang duduk di sana. Sontak aku mendatangi kursi itu dan langsung mendudukinya agar tidak diambil orang lain.
Saat aku sudah duduk di tempatku. Semua orang yang berada di dalam ruangan ini langsung mengarahkan pandangannya ke arahku diselingi dengan bisik-bisik di antara mereka.
Kuharap ini segera berakhir.
Sakuraba-san langsung duduk di sebelah kananku tanpa memedulikan sekitar dan dia langsung membaca buku yang selalu ia bawa. Seketika, para laki-laki yang berada di ruangan ini langsung melihat ke arah Sakuraba-san dengan raut wajah terpukau akan kecantikannya.
Jika laki-laki ini tahu sifat Sakuraba-san yang sebenarnya, mungkin mereka akan lari terbirit-birit.
Sedikit demi sedikit, para panitia dari beberapa kelas sudah masuk ke ruangan dan anggota osis pun langsung masuk setelah semuanya panitia kelas sudah lengkap.
Sesaat aku melihat perempuan berambut coklat seleher dengan penjepit rambut di sebelah telinganya. Dia juga mempunyai dada yang cukup besar seperti Sakuraba-san, yaitu sekitar d cup.
Semua laki-laki yang tadinya melihat Sakuraba-san langsung memandang ketua osis itu. Bahkan perempuannya pun ikut terpukau dengan ketua osis itu.
Wah…, apa ini nyata? Karena baru pertama kali aku melihat ada perempuan yang terpukau bahkan jatuh cinta terhadap perempuan lain.
Ketua osis langsung menunjukan raut wajah cerinya dengan nada yang sedikit nyaring. “Baiklah, sebelum kita memulai rapat kali ini. Saya akan memperkenalkan diri. Namaku Konome Hayami, dari kelas 2-3. Jadi semuanya! Mohon bantuannya ya!”
“Untuk pertemuan kali ini, kita akan melakukan pemilihan ketua panitia festival budaya. Jadi, apa di sini ada yang mau jadi ketua panitia?” tanya ketua osis itu.
Ketika ketua osis menanyakan hal itu, orang-orang yang berada di ruangan ini langsung berbicara dengan satu sama lain, mendiskusikannya. Sakuraba-san pun menunjukan raut wajah serius seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Apa ada yang mau?” tanya ketua osis itu sekali lagi dengan raut wajah cemas namun dia mencoba untuk tenang.
Tidak lama waktu berselang, ada salah satu murid yang mengangkat tangannya dengan sedikit malu-malu.
Murid yang mengangkat tangannya itu adalah seorang perempuan dengan rambut berwarna coklat sebahu dan ada jepit rambut di rambut sebelah kedua matanya itu. Dasinya pun berwarna merah yang menandakan dia seangkatan denganku.
Para murid yang tadinya melihat ketua osis kini terpancing perhatiannya pada perempuan yang cukup imut dipandang itu.
Perempuan itu pun berbicara gagap karena dilihat semua orang yang ada di ruangan ini. “K-Kalau tidak ada, a-aku mau jadi panitia.”
Perempuan di sekolah ini memang imut, tapi kelakuannya yang mengerikan. Contohnya seperti Sakuraba-san, Adikku dan semua perempuan di sekolah ini yang kebiasannya hanya membicarakan keburukan orang.
Mata ketua osis pun bersinar-sinar seperti melihat secercah cahaya dalam kegelapan. “Woahh…., benarkah? Kalau begitu, namamu?” tanya ketua osis.
“N-Namaku Yamaichi Haruko, d-dari kelas 1-4.”
“Jadi sudah diputuskan! Yamaichi-san mohon bantuannya ya!” Ucap ketua osis itu dengan raut wajah ceria.
Sambil menundukan kepalanya. “Ya aku juga, mohon bantuannya.”
Raut wajah laki-laki di ruangan ini pun terlihat seperti sudah puas dan senang melihat tingkah perempuan itu dan setelah itu semuanya bertepuk tangan.
Dengan raut wajah ceria sambil menepuk kedua tangannya. “Baiklah, untuk pertemuan kali ini akan saya akhiri. Jadi kalian bisa bubar sekarang!”
Setelah ketua osis menyuruh untuk bubar, semua murid termasuk aku juga pergi dari ruangan osis untuk pulang dan bermain game sepuasnya di rumah. Aku melihat Sakuraba-san sedang berbicara dengan seorang perempuan yang mencalonkan diri sebagai ketua panitia.
Perempuan itupun terlihat terbuka saat berbicara dengan Sakuraba-san terlihat dari raut wajahnya yang sedikit ceria.
Apa perempuan itu kenal dengan Sakuraba-san?
Ketika aku sudah berada di pintu masuk sekolah, tiba-tiba ada sesuatu yang menghantam punggungku.
Sontak aku pun terkejut dan langsung membalikkan wajahku ke belakang. Terlihat Sakuraba-san sambil memegang tas yang ia hantamkan ke punggungku tadi dengan raut wajah yang dingin dan sedikit kesal.
“Apa kau lupa perjanjian kita?” tanya Sakuraba-san dengan nada dingin dan tatapan sedikit sinis ke arahku.
Hei! Bisa kau hentikan tatapanmu itu? Entah kenapa aku merinding melihatnya.
Apa yang dia maksud adalah perjanjian aku sebagai body-guardnya? Sialan! Aku lupa kalau masih terikat dengan perjanjian sialan itu.
Sambil mengusap kepalaku dan setelah itu aku memalingkan wajahku kedepan. “Owh… maaf, aku lupa.”
“Hmm…, apa kau benar-benar lupa atau cuma ingin bermain game kencanmu itu?” tanyanya dengan nada seperti mengintimidaasi seseorang.
Hei nona! Setiap manusia mempunyai batas kesabaran yang berbeda.
“Jika aku mempunyai niatan untuk bermain galge sepulang ini, seharusnya aku sudah berada di rumah sekarang.” Balasku dengan nada yang cukup tinggi.
Yah… itu karena kecepatan berjalanku lebih cepat dari manusia normal pada umumnya, jika aku tidak bermain game galge 1 kali dalam sehari.
Dengan datar, ia menjawab. “Owh…, gitu ya.” Setelah itu dia langsung berjalan di depanku dengan tatapan mata dingin yang selalu ia pasang di balik kacamatanya itu.
Akupun menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan karena aku bingung dengan kelakuannya.
Setelah itupun aku terpaksa berjalan di sebelahnya karena aku sedang menjalankan tugas sebagai body-guardnya Sakuraba-san.
Hhh…., biarlah. Cuma sampai rumahnya saja.
Ketika kami berdua berjalan bersama, para murid langsung melihat ke arah kami sambil berbicara satu sama lainnya. Sakuraba-san pun menunjukan raut wajah dingin seperi tidak memedulikan sekitarnya.
Akupun berjalan mundur ke sisi belakang kanan Sakuraba-san sambil menundukan kepalaku agar tidak terlalu menarik perhatian orang lain.
Saat aku berjalan berdua dengan Sakuraba-san, entah kenapa wajahnya terus berpaling ke kanan dan ke kiri seperti seorang tentara yang sedikit panik saat hendak disergap. Akupun kebingung melihat tingkahnya yang aneh itu.
Ketika kami sudah berada di depan rumah Sakuraba-san, aku melihat 2 pembantu yang wajahnya mirip namun gaya rambutnya berbeda di depan pintu rumah. Yang di kanan adalah Sera dan di sebelah kirinya ada perempuan berambut hitam sepinggang dan memakai baju pembantu yang sama.
Kedua pembantu itu menundukan kepala layaknya pembantu sungguhan dalam anime. “Selamat datang, Aika-sama.” Ucap kedua pembantu itu secara bersamaan.
“Apa kalian berada di sini atas perintah Ayah?” tanya Sakuraba-san dengan wajah sedikit kesal.
“Maaf kami tidak memberitahu Aika-sama terlebih dahulu tadi.”
Setelah pembantu mengatakan hal itu, Sakuraba-san menghela napasnya sedikit berat seperti berkata “Ternyata ulah Ayah lagi.”
“Heh, biarlah.” Ucap Sakuraba-san sedikit kesal.
Sebaiknya aku harus pergi, karena aku merasa tidak nyaman mendengar pembicaraan ini.
“Maaf, aku permisi dulu.” Setelah itu aku berjalan menuju rumahku.
Dengan nada tinggi. “Tunggu dulu! Yuuichi-kun.”
Saat aku dipanggil begitu, sontak aku langsung membalikan badanku dan kulihat Sakuraba-san menatap sedikit sinis ke arahku.
“Hmm…?”
“Apa kau lupa lagi?”
Sekarang apa lagi ya tuhan!?
Setelah Sakuraba-san mengatakan hal itu. Dia langsung mengeluarkan 5 uang 100 yen.
Apa dia hendak membayarku?
Sambil memegang uang itu di tangan kanannya dan hendak memberikannya padaku. “Ini bayaranmu.”
Aku berbicara dengan nada rendah agar Sakuraba-san saja yang mendengar. “Kenapa tidak esok saja? Soalnya aku sedikit malu dibayar, di depan orang lain.”
“Karena aku tidak ingin terlibat dengan masalah yang berkaitan dengan uang.”
Wah…, simpel sekali nona. Apakah pemikiran Sakuraba-san sama dengan orang kaya lainnya?
“Heh…. Baiklah, kalau begitu…” Aku mengambil uang yang berada di tangan kanannya Sakuraba-san dan langsung meletekannya di dalam kantongku.
“T-Terimakasih…” Sambungku sambil mengarahkan pandanganku ke lain dan dengan nada malu.
Dengan nada normal dan sedikit senyuman di wajahnya sambil melambaikan tangan kanannya ke arahku. “Aku juga berterimakasih padamu. Kalau begitu, sampai jumpa di sekolah, Yuuichi-kun”
“Ehm…”
Aku benar-benar tidak bisa menebak sifat perempuan yang satu ini.
Setelah Sakuraba-san mengatakan hal itu padaku, aku langsung berjalan menuju rumahku.
Ketika aku sudah sampai di rumah, aku mendengar ada bunyi gaduh di dalam. Saat aku membuka pintu dan masuk ke dalam, aku melihat Ayah, Ibu dan Rin sedang berada di meja makan dengan banyak makanan di atas meja seperti katsudon, beberapa cemilan khas hokaido dan ikan goreng.
Aku baru ingat kalau Ibu merayakan kenaikan jabatan Ayah hari ini. Pantas saja aku tidak dibuatkan bekal oleh Ibu.
Tunggu, bau ini… bau katsudon?
Akupun menuju ke meja makan sambil mengendus bau katsudon yang begitu menggiurkan.
Ayah dan ibu nampaknya masih hendak makan dan setelah itu melihat ke arahku, sedangkan Adikku Rin masih mengunyah daging yang ada di mulutnya.
Dia ini benar-benar tidak tahu tata krama.
Setelah aku berada di ruang makan. Ibu langsung menyodorkan semangkuk katsudon ke arahku. “Ahh…, Yuu-kun. Selamat datang! Apa kau mau katsudon favoritmu?”
Akupun mengangguk kecil karena lapar. “H-Hmmm…” setelah itu aku duduk di kursiku.
Adikku pun menunjukan wajah cerianya sambil hendak memakan daging yang berada di ujung bibirnya. “Ayo cepat makan Onii-san! Nanti aku makan semua dagingnya lho!”
Adikku ini benar-benar rakus.
“Owh…, aku baru ingat. Hari ini galge yang berjudul: Beyond the Ocean sudah rilis. Apa nanti kau mau beli?” tanya Ayahku dengan nada santai dan setelah itu memakan makanannya kembali.
Aku langsung terkejut dengan mata melelek dan suara yang keras sambil menjatuhkan sendok yang kupegang saat mendengar ucapan Ayah. “HAH!! APA BENAR!?”
Ah… mungkin reaksiku terlalu berlebihan.
Ibu, Ayah dan Adikku langsung melihat ke arahku dengan bingung dan setelah itu Ibu dan Ayah langsung tersenyum ke arahku. Adikku menatapku seperti berkata “Dasar erotaku.” Akupun hanya bisa terdiam kaku setelah mengatakan hal itu.
Entah kenapa kalau membahas tentang galge, tubuhku seperti diambil alih oleh sisi otakuku.
Ibu pun mengambil sendok yang kujatuhkan tadi dengan tangan kanan dan memberikannya padaku. “Sudah sudah. Nanti aja bahas yang lain, ayo kita makan dulu!”
“T-Terima kasih bu.”
Akupun langsung lanjut memakan katsudonku yang masih panas.
Sialan! Itu benar-benar memalukan.
▲
Saat aku melihat jam, jarum panjang telah menunjukan ke arah 9. Berarti toko game favoritku hari ini, menjual game galge yang berjudul: Beyond the Ocean yang baru saja rilis hari ini.
Padahal aku baru main 2 jam. Tapi kenapa, kepalaku terasa sedikit pusing? Tidak seperti biasanya.
Akupun langsung mengsave game dan mematikan pcku. Setelah itu, aku langsung memakai baju dan celana biasa ditambah topi, dan akupun memakai jaket yang cukup tebal dan syal karena cuaca di luar masih dingin.
Sambil menggengam tanganku seperti orang yang berambisi untuk menaklukan dunia dan rasa pusing di kepalaku mulai menghilang. “Baiklah, waktunya berburu galge!”
Ketika aku berada di depan toko itu, aku melihat 10 orang yang berbaris mengantri di depan toko.
Seperti yang aku kira, untung saja aku membawa cemilan dan minuman.
Akupun langsung ikut mengantri karena aku sudah tidak sabar hendak bermain game galge yang telah lama kutunggu.
Setelah mengantri selama 1 jam, akhirnya aku dapat membeli game kesukaanku yang telah lama kutunggu-tunggu.
Akupun berjalan dengan sedikit gembira sambil memegang tas yang berisi game galge.
Saat aku berada di alun-alun kota, aku melihat seorang perempuan yang sedang digoda oleh 3 laki-laki berpakaian seperti preman. Terlihat perempuan itu sedang mencoba berbicara dengan mereka, tetapi perempuan itu malah semakin terpojok.
Sebaiknya aku tidak ikut campur kedalam masalah yang membuatku repot.
Ketika aku melihat lebih jelas ke arah perempuan itu, ternyata perempuan yang digoda itu adalah Sakuraba-san dengan mengucurkan sedikit keringat namun raut wajahnya tetap dingin seperti biasa.
Akupun berhenti sejenak dan langsung mendatanginya untuk menolong Nona lemari es itu.
Baiklah, aku akan melakukan tugasku, Nona lemari es.
Saat aku berada di sebelah laki-laki yang menggoda Sakuraba-san itu, akupun terdiam sebentar dan mereka langsung melihatku.
Saat salah satu dari mereka hendak bicara, aku langsung menghajarnya tepat di hidungnya dan dia langsung terkapar di tanah, Sakuraba-san dan teman laki-laki yang kuhajar pun langsung terkejut dan melihatku.
Heh, ini baru pertama kalinya aku menghajar seseorang tepat di wajah.
Tanganku pun sedikit gemeteran dan sedikit sakit karena aku menghajarnya terlalu keras. Sakuraba-san hanya bisa melihatku dengan kebingungan yang terlihat jelas di balik kacamatanya itu dan memegang tas di tangannya.
Teman-temannya pun langsung bersiap mengambil posisi hendak menghajarku dan berbicara dengan lantang. “Hei apa yang kau lakukan hah!”
Baiklah, sekarang aku akan mengeluarkan jurus spesialku.
Akupun langsung mengangkat poniku ke atas dan menatap mereka dengan tatapan mematikanku.
“Hei! Bisakah kalian pergi?” tanyaku dengan nada serak yang kubuat sambil menatap tajam ke arah mereka.
Kaki kedua preman itu dengan sedikit gemeteran. “Apa yang bisa kau lakukan bocah!?”
Dengan nada serak yang semakin dalam. “Maaf! Jika kalian semua tidak pergi, aku bisa berlebihan nanti.”
Tubuh mereka pun mengucurkan keringat yang begitu banyak dan kakinya pun semakin gemeteran ketika aku berkata seperti itu. Tidak lama kemudian, mereka lari terbirit-birit sambil membawa teman mereka yang pingsan kuhajar tadi.
Hah…, ini benar-benar menguras semua tenagaku.
Setelah ketiga preman itu pergi dari hadapan kami, akupun melihat ke arah Sakuraba-san yang menunjukan raut wajah sedikit malu namun cukup dingin padaku.
Wah…, ini ketiga kalinya dia menunjukan wajah seperti itu.
Kelihatan dari baju dan tubuhnya, kalau Sakuraba-san tidak di apa-apakan dengan 3 preman itu.
Sebaiknya aku tidak menanyakannya.
Sakuraba-san pun menunjukan raut wajah dinginnya namun nada bicaranya seperti orang malu dan tidak formal seperti biasanya. “T-Terima kasih Yuuichi-kun.”
Dengan santai aku menjawab. “Aku hanya kebetulan lewat sini dan melihat kau bersama preman itu.”
“Owh…, gitu ya. Ngomong-ngomong, kau membeli game laknat lagi ya?” tanyanya dengan nada dan raut wajah yang polos namun seperti mengejekku.
Hei! Apa maksudmu menyebut game galge jadi game laknat, hah?
“Ini cuma game galge rilisan terbaru dari perusahaan game favoritku. Jika kau mengira ini adalah game eroge, kau salah besar. Karena tidak ada scene 18+.” Jawabku menjelaskan pada Sakuraba-san bahwa game ini bukanlah game eroge.
Ia langsung memegang dagunya seakan mengerti akan penjelasanku tadi. “Owh…, gitu ya.”
Syukurlah kalau dia mengerti.
“Isi tas itu, game ya?” tanyaku penasaran dengan isi tasnya itu.
“Owh ini? Ini game rpg yang baru saja kubeli tadi, judulnya The Litcher 2.” Jawab Sakuraba-san sambil menunjukan isi tas itu.
Akupun menunjukan raut wajah terpukau dan sedikit iri dengan game yang baru saja dia beli itu.
Wahh…, mungkin sekali-kali aku harus mencoba game dengan genre yang berbeda. Jika aku bukan pecinta galge, mungkin semua game yang ada di dunia ini, bisa kumainkan.
“Apa kau mau, Yuuichi-kun? Jika kau mau, mungkin aku bisa meminjamkannya nanti di sekolah.” Tanya Sakuraba-san.
Dengan sedikit malu. “H-Hahh…, terima kasih.”
Sialan! Bisa-bisanya aku dibuat malu oleh Nona lemari es ini.
Setelah itupun Sakuraba-san tersenyum ke arahku dan memasukan gamenya ke dalam tas. Setelah selesai, dia pun langsung berjalan menuju ke rumahnya.
Akupun mengikutinya dari belakang agar dia tidak diganggu preman lagi. Yahh…, lagipula aku tidak bisa membiarkan dia berjalan sendirian tengah malam begini. Jika tidak, mungkin aku tidak bisa tidur dengan nyenyak malam ini.
Entah kenapa, aku masih tidak terbiasa berjalan berduaan dengan Sakuraba-san, apalagi malam-malam begini. Mungkin orang akan melihat kami sebagai pasangan kekasih.
Cihh! Kenapa aku memikirkan hal tidak masuk akal itu?
Saat aku melihat ke arah Sakuraba-san, dia hanya berjalan seperti biasa dengan embun yang sesekali terlihat, saat dia mengeluarkan udara dari mulutnya.
Berjalan di cuaca dan suasana seperti ini, cukup menenangkan juga.
Ketika kami sudah sampai di rumah Sakuraba-san, aku melihat 2 pembantu itu sedang berada di depan pintu rumah. Nampaknya dia menunggu Nona lemari es yang tidak kunjung datang.
Aku benar-benar salut dengan 2 pembantu itu.
Sambil melambaikan tangan kanannya ke arahku. “Kalau begitu, sampai bertemu di sekolah ya, Yuuichi-kun.”
Setelah Sakuraba-san mengatakan hal itu padaku, dia langsung pergi menuju rumahnya dan 2 pembantu itu menunjukan raut wajah sedikit cemas.
Akupun hanya bisa melihat mereka dari kejauhan dan setelah itu, aku langsung pergi menuju ke rumah untuk memainkan game yang baru saja kubeli tadi.
Dengan nada rendah dan sambil berjalan menuju ke rumah dengan sedikit perasaan senang. “Baiklah, waktunya bermain game sepuasnya.”
ns 15.158.61.5da2