HANNA POV
Mendadak canggung, itulah yang aku rasakan pagi ini saat aku, Kak Salma, dan satu pria lagi bernama Adam duduk bersama sembari menikmati sarapan. Kak Salma terlihat begitu santai ketika beberapa saat lalu memperkenalkan pria berpostur tinggi dan gagah itu sebagai pacarnya. Ya, pacar sekaligus teman tidurnya tentu saja. Dari cerita Kak Salma, mereka sudah berhubungan sejak 6 bulan terakhir.
Apa yang diperlihatkan oleh Kak Salma tentu sangat asing di mataku, jangankan bersetubuh, menjalin hubungan dekat dengan lawan jenispun aku tak pernah mengalaminya. Tapi sejak semalam aku seperti dipertontonkan hal-hal diluar nalar. Bagaimana kebinalan Kak Salma berpadu dengan keperkasaan Adam dalam proses perzinahan seolah membuka cakrawala baru dalam pergaulan. Apakah hidup di kota akan seperti ini?
Tak banyak obrolan yang aku lakukan dengan mereka berdua, justru aku lebih sering menyaksikan kemesraan serta tingkah manja sekaligus centil Kak Salma pada Adam. Kakak kelasku semasa di bangku sekolah itu sama sekali tak merasa risih menunjukkan gestur genit nan menggoda meskipun masih ada aku di dekatnya. Aku harus mulai terbiasa dengan ini semua.
Setelah selesai sarapan Kak Salma mengantarku menuju kampus untuk menyelesaikan proses administrasi pendaftaranku sebagai calon mahasiswa baru. Adam lebih dulu pamit pergi meninggalkan apartemen karena harus bekerja. Aku masih sempat mencuri dengar desahan manja Kak Salma dari kamar tidurnya sesaat sebelum Adam pergi. Gila, sepertinya sex sudah bukan menjadi hal yang tabu lagi bagi mereka berdua.
"Kamu pasti heran kenapa aku jadi berubah seperti ini kan Han?" Tanya Kak Salma tiba-tiba saat mobilnya berjalan pelan meninggalkan area parkir kampus.
"Heh? Mak-maksudnya Kak?" Aku tergugup, tak siap menerima pertanyaan itu.
"Heheheheh, nggak usah kaget gitu ih. Aku tau kamu kemarin malam melihatku dan Adam di ruang tamu." Aku makin salah tingkah, rupanya Kak Salma memergokiku semalam.
"Ma-Maaf Kak, Aku nggak bermaksud..."
"Udah nggak apa-apa Han. Aku nggak marah kok, justru aku dan Adam makin bersemangat kalo ada yang liat kayak kemarin malam. Hehehehee..." Ujar Kak Salma santai sembari terus memegang kemudi mobil menembus lalu lintas.
"Jadi Mas Adam juga tau ka-kalo...?" Jantungku berdegup kencang.
"Iyalah, justru dia yang lebih tau duluan." Sahut Kak Salma. Aku makin salah tingkah, entah gimana reaksinku nantinya kalau bertemu lagi dengan kekasih Kak Salma itu. Aku malu bukan main.
"Han...Its okey honey...Nggak apa-apa. Kamu nggak perlu malu kayak gini." Ucap Kak Salma seraya meremas punggung tanganku. Aku meliriknya, dia tersenyum santai. Lega, tapi tak spernuhnya membuatku tenang.
"Ehmm...Kak Salma udah lama kayak gini? Ehmm, maksud Hanna, Kak Salma udah sering melakukan sex dengan Mas Adam?" Entah darimana keberanian ini datang hingga mulutku bisa melontarkan pertanyaan yang sangat pribadi pada Kak Salma.
"Yah, lumayan. Kami rutin melakukannya seminggu setidaknya dua sampai tiga kali." Jawab kak Salma dengan sangat santai, seolah sex bukan hal yang sakral lagi bagi kehormatannya sebagai seorang wanita.
"Oh..." Sahutku pelan, aku sudah tak bisa berkomentar lagi.
"Kenapa Han? Kamu pasti mikir aku adalah cewek murahan yang bisa begitu gampang ditidurin cowok ya?"
"Nggak! Nggak gitu kak maksudku Kak." Jawabku cepat, aku takut pertanyaanku barusan telah menyinggung perasaan Kak Salma.
"Hidup disini membuatku punya pemikiran baru Han. Kamu tau sendiri aku paling tidak suka dikekang, aku selalu ingin bebas mengekspresikan diri, mengaktualisasikan diri. Sex adalah salah satunya. Kehidupan di kota berbeda jauh dengan kehidupan di desa, di sini jauh lebih bebas. Kamu akan punya lebih banyak pilihan dalam menentukan jalan hidup Han, tidak hanya sebatas sebagai seorang istri yang harus patuh pada suami seperti yang diinginkan kedua orang tuamu." Ujar Kak Salma panjang lebar.
"Satu pesanku Han, lakukan apapun yang ingin kamu lakukan. Setidaknya kalaupun nanti gagal, kamu sudah mencobanya." Tutup Kak Salma seraya tersenyum ke arahku.
***
Kak Salma menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan tingkat tiga dengan pagar besi setinggi hampir 1 meter. Ini adalah bangunan rumah kos yang akan aku tempati nantinya selama kuliah di Universitas Nusantara. Jaraknya memang tak terlalu jauh dari kampus, kalau berjalan kaki mungkin hanya sekitar sepuluh menit saja. Pemilik tempat kos ini bernama Zaidan Hamdan, pria berusia hampir setengah abad yang kebetulan adalah salah satu klien di tempat kerja Kak Salma.
Kami baru saja turun dari mobil sebelum pintu pagar terbuka dari dalam. Seorang pria dengan jenggot lebat namun rapi di wajahnya telah berdiri sambil tersenyum menatap Kak Salma. Postur tubuhnya tinggi tegap, mengingatkanku pada sosok Adam, pria yang meniduri Kak Salma semalam.
"Untung saja aku belum pergi." Ujar pria itu sembari menyambut Kak Salma dengan pelukan hangat.
"Maaf Pak Zaidan, kami tadi masih membereskan beberapa urusan di kampus. Oh iya, kenalin, ini Hanna, dia yang akan tinggal di sini." Ucap Kak Salma seraya memperkenalkanku pada sosok pria yang ternyata adalah sang pemilik kos.
"Halo Hanna, kenalin saya Zaidan. Anak-anak di sini biasa manggil saya dengan Om Zaidan." Pria itu menjabat tanganku. Aku mengangguk ramah.
"Ayo masuk, kita lihat kamarnya dulu. Semoga saja cocok ya." Lanjut Om Zaidan mempersilahkan kami berdua masuk.
Dari cerita Kak Salma, Om Zaidan baru saja bergelar duda. Pria itu bercerai dengan mantan istrinya beberapa bulan yang lalu. Kebetulan kasus perceraian itu ditangani oleh kantor hukum tempat kerja Kak Salma. Pria berbadan tegap itu melangkah menuju lantai dua, aku dan Kak Salma mengekor di belakangnya. Tak lama Om Zaidan berhenti di sebuah pintu kamar, tak jauh dari tangga bangunan.
"Ayo silahkan masuk, dilihat-lihat dulu. Kalo kamar ini nggak cocok, masih ada dua kamar lagi di lantai tiga." Ujar Om Zaidan.
"Lantai satu udah full semua ya Pak?" Tanya Kak Salma.
"Ya begitulah, maklum ini kan musim masuk anak kuliah. Kalo kamu bilang beberapa bulan lalu mungkin aku bisa ngosongin satu atau dua kamar di lantai satu. Tapi kamu baru bilang beberapa hari lalu." Ujar Om Zaidan.
Aku masuk ke dalam, ruangannya cukup luas, jauh lebih luas dibanding kamar tidurku di rumah. Satu ranjang berukuran tanggung berada di bagian tengah, berdampingan dengan satu set meja dan kursi duduk seukuran pinggang orang dewasa. Di bagian ujung ruangan terdapat kamar mandi berukuran kecil namun bersih. Kamar ini juga sudah dilengkapi dengan AC yang terpasang di dinding kamar. Aku menatap ragu wajah Kak Salma, kamar sebagus ini pasti biaya bulanannya juga tak murah. Aku tak akan sanggup membayarnya.
"Gimana Han? Cocok?" Tanya Kak Salma.
"Cocok sih Kak, cuma ini terlalu bagus buatku." Kataku beralasan.
"Ya udah kita ambil kamar ini aja ya. Pak kita mau coba 6 bulan dulu ya." Ujar Kak Salma pada Om Zaidan.
"Loh Kak, tunggu dulu." Buru-buru aku menarik lengan Kak Salma dan mengajaknya keluar kamar. Om Zaidan menatapku dengan raut wajah bingung.
"Kak, kamar sebagus ini pasti mahal. Aku tidak akan sanggup membayarnya." Kataku berterus terang.
"Aku kan udah bilang, kamu nggak perlu khawatir masalah tempat tinggal Han. Aku yang akan tanggung semuanya."
"Kak....Jangan gitu, aku yang jadi ngrasa nggak enak karena udak ngrepotin Kak Salma terlalu banyak."
"Sssstt...Jangan ngomong gitu. Ini nggak ada apa-apanya dibanding dengan apa yang udah keluargamu lakukan untuk menolongku dulu. Sekarang yang penting kamu bisa dapet tempat tinggal yang layak dan nyaman, jadi kamu bisa kuliah dengan tenang nantinya. Oke?"
"Tapi Kak..."
"Hanna...Please, jangan berdebat lagi ya. Aku ikhlas nolongin kamu, Aku udah anggap kamu sebagai adekku sendiri." Kak Salma mengelus kepalaku yang tertutup kain hijab seraya tersenyum. Pada akhirnya aku dipaksa menerima kebaikan Kak Salma untuk kesekian kalinya. Pemaksaan yang harus aku syukuri tentunya karena dipertemukan dengan orang sebaik Kak Salma.
***
Ini adalah hari kelimaku tinggal di rumah kos milik Om Zaidan. Kegiatanku setelah pulang dari kampus hanyalah berdiam diri di kamar, beruntung kos ini memiliki akses wifi yang terkoneksi ke seluruh kamar. Alhasil aku bisa berselancar di dunia maya untuk mengisi kegabutanku.
Tak hanya itu, aku juga mulai mengenal beberapa penghuni kamar kos yang lain. Di sebelah kiri kamarku ditempati oleh Kak Niken, mahasiswi tekni sipil di Universitas Nusantara semester akhir. Perempuan berpenampilan tomboy dan berasal dari luar pulau ini sudah hampir 3 tahun tinggal di sini, alhasil dia begitu dihormati oleh penghuni kos yang lain. Dari Kak Niken lah aku bisa mendapat informasi lebih tentang Om Zaidan.
Wait! Jangan langsung ke Om Zaidan dulu ya. Aku harus memperkenalkan tetangga kosku terlebih dahulu. Hehehehee...
Di sebelah kanan kamarku ditempati oleh Saras, wanita berhijab dengan tampang manis nan cantik khas negeri timur tengah ini sama denganku. Mahasiswi baru di Universitas Nusantara, yang membedakannya adalah kami berdua berbeda jurusan study, Aku menempuh pendidikan ilmu hukum, sementara Saras adalah mahasiswi ilmu administrasi negara.
Di balik keanggunan penampilannya yang selalu mengenakan hijab panjang, Saras rupanya memiliki sisi lain yang sempat membuatku shock dan tak percaya. Bagaimana tidak, tanpa malu-malu dia begitu frontal menceritakan petualangan cintanya bersama banyak pria. Tak sampai disitu saja, Saras bahkan dengan bangganya menunjukkan padaku beberapa potongan video mesumnya bersama pria-pria itu.
"Tapi kamu udah ketemu Om Zaidan belum?" Tanya Saras beberapa hari lalu saat kami berdua asyik ngobrol di balkon yang ada di lantai 3.
"Udah kok, kenapa emangnya?" Tanyaku sambil mengunyah beberapa butir kwaci yang sudah aku kupas kulitnya terlebih dahulu.
"Macho banget nggak sih tu Om-Om? Badannya keker banget, mana tinggi lagi. Pasti kontolnya gede juga deh."
"Saras!!!" Aku sampai tersedak setelah mendengar ocehannya. Saras malah tertawa melihat ekspresi kekagetanku.
"Hihihihi...Kan bener ihhh...Jujur deh Kamu pasti juga naksir kan? Hayooo ngaku...." Goda Saras dengan tatapan genit.
"Hiiihh...Enggak! Kalo liat wajah Om Zaidan malah bikin aku inget Abiku." Elakku.
"Ah kamu cupu Hanna! Pria kayak Om Zaidan itu yang lebih hot dibanding cowok-cowok seumuran kita."
"Kenapa gitu?" Tanyaku dengan wajah polos.
"Dari pengalamanku selama ini, pria matang seusia Om Zaidan lebih bisa mentreatment kita. Mereka bakal mati-matian buat muasin apapun keinginan kita kalo udah jatuh cinta. Dan yang paling penting, mereka lebih jago untuk urusan sex." Jelas Saras panjang lebar seolah pengalamannya begitu panjang.
"Oh...Gitu..." Sahutku tak bersemangat.
3128Please respect copyright.PENANAAWcuEsp3v5
BERSAMBUNG
Cerita "PAK KOSKU DUDA KEREN" sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION dan bisa kalian dapatkan DI SINI3128Please respect copyright.PENANAZ0ZGXGmyG3