Selepas kejadian malam itu, aku tak bisa berhenti memikirkan bagaimana awal mula Bu Maya terlibat dalam kegilaan ini. Akhirnya, aku memutuskan untuk mengajak dirinya berbincang secara pribadi, memastikan tidak ada seorangpun yang bisa mendengar.Kami bertemu di ruang guru yang sudah sepi, jauh dari hiruk-pikuk keramaian. Setelah memastikan bahwa kami benar-benar sendirian, aku langsung membuka pembicaraan."Bu Maya, boleh aku tahu... Bagaimana awalnya Ibu bisa menjadi... Yah, kau tahu lah..." Aku sengaja menggantungkan kalimatku, membiarkan Bu Maya menebak apa yang ingin kutanyakan.Bu Maya terdiam sejenak, pandangan matanya menerawang. Lalu perlahan-lahan, ia mulai bercerita."Awalnya, Ryan datang ke rumahku untuk les privat. Saat itu, suami dan anakku sedang pergi liburan, jadi hanya ada aku di rumah." Ia menghela napas panjang, sebelum melanjutkan."Tanpa kusangka, Ryan tiba-tiba memberiku segelas minuman. Katanya, itu untuk menenangkan syarafku yang tegang. Tapi, entah apa yang ada di dalam minuman itu, karena tak lama kemudian aku merasakan tubuhku memanas dan bergairah."Aku terdiam, mendengarkan cerita Bu Maya dengan saksama. Rasanya seperti ada sengatan listrik yang menjalar di seluruh tubuhku, mendengar detil-detil bagaimana wanita ini terjebak dalam kegilaan bejat ini.
Mendengar cerita Bu Maya, aku tercekat. Bayangan tentang bagaimana Ryan perlahan-lahan menjerat Bu Maya dalam jeratan nafsunya, membuat darahku berdesir."Setelah memberikan minuman itu, Ryan mulai mendekatkan dirinya," lanjut Bu Maya dengan suara pelan. "Dia berpura-pura bertanya tentang pelajaran, tapi lama-kelamaan tangannya mulai menyentuhku."Aku dapat merasakan jantungku berdegup kencang, membayangkan adegan-adegan yang digambarkan Bu Maya. Sentuhan-sentuhan intim yang dilakukan Ryan dengan penuh perhitungan, perlahan-lahan menyulut gairah Bu Maya."Saat Ryan memijat bahuku, itu adalah saat-saat yang paling membuatku tak terkendali," desah Bu Maya, wajahnya memerah menahan malu. "Sentuhan-sentuhan itu... Membuatku semakin bergairah dan tak berdaya."Aku terdiam, tenggelam dalam bayang-bayang picik Ryan yang berhasil menjebak Bu Maya dalam jeratan nafsunya. Desahan-desahan penuh gairah itu kini terngiang-ngiang di kepalaku, seolah menjadi simfoni yang menggoda nafsu."Lalu, apa yang terjadi selanjutnya, Bu?" tanyaku perlahan, menanti kelanjutan cerita yang semakin membuat jantungku berdegup tak karuan.
Bu Maya menelan ludah, lalu melanjutkan ceritanya dengan suara yang semakin terdengar gemetar."Saat itu, Ryan perlahan menyentuh pipiku dan mendekatkan wajahnya. Aku... Aku terkejut, tapi entah kenapa tubuhku sama sekali tak bisa bereaksi."Aku mendengarkan dengan saksama, bayangan adegan itu seakan-akan tergambar jelas di benakku."Lalu... Lalu Ryan mencium bibirku. Awalnya aku ingin mendorongnya menjauh, tapi... Tapi sentuhan bibirnya yang lembut itu... Membuatku luluh."Bu Maya menundukkan kepalanya, wajahnya memerah padam. Aku dapat melihat betapa malu dan tersiksa dirinya saat mengingat kejadian itu."Aku... Aku tidak bisa menolaknya. Tubuhku seakan bereaksi sendiri, membalas lumatan-lumatan Ryan di bibirku. Aku... Aku benar-benar merasa menjijikkan."Mendengar pengakuan itu, jantungku serasa berhenti berdetak. Bayangan mengenai betapa Ryan telah berhasil menguasai tubuh Bu Maya sepenuhnya, membuat diriku bergidik ngeri."Lalu... Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Bu?" tanyaku dengan suara pelan, menanti kelanjutan cerita yang semakin mencekam.
Bu Maya menarik napas dalam, lalu melanjutkan ceritanya dengan suara yang semakin bergetar."Ciuman Ryan... Ciuman Ryan sangat lembut dan menggoda. Bibirnya yang tipis itu perlahan melumat bibirku, menghisapnya dengan gerakan yang sensual."Aku dapat membayangkan dengan jelas bagaimana Ryan mengeksploitasi setiap inci bibir Bu Maya, menyusup masuk ke dalam rongga mulutnya yang hangat."Lalu, lidahnya... Lidahnya membelai lidahku dengan gerakan yang liar. Seakan ingin menguasai seluruh isi mulutku."Aku tercekat, membayangkan betapa lihai dan lihainya Ryan memainkan lidahnya, menghancurkan pertahanan Bu Maya satu per satu."Nafasnya... Nafasnya yang memburu itu membuatku semakin terhanyut. Aku... Aku bahkan tanpa sadar mulai mendesah di sela-sela ciumannya."Aku dapat merasakan darahku berdesir kencang, seolah berada di tengah-tengah adegan itu sendiri. Bayangan mengenai Bu Maya yang terhanyut dalam gairah, semakin membakar nafsuku."Lalu... Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Bu?" tanyaku dengan suara yang semakin berat, tak sabar mendengar kelanjutan cerita yang semakin memabukkan.
Aku dapat merasakan diriku hampir kehilangan kendali saat Bu Maya melanjutkan ceritanya dengan suara yang semakin parau."Ryan... Ryan tiba-tiba merobek gaunku dengan kuat. Dan ternyata, payudaraku sudah sangat tegang dan terangsang."Bayangan mengenai toket sintal Bu Maya yang terekspos, membuat tubuhku bergejolak penuh gairah. Aku dapat membayangkan dengan jelas betapa indah dan menggodanya organ intim itu."Dia... Dia memuji payudaraku yang indah itu. Aku... Aku ingin menolaknya, tapi tubuhku seakan tak berdaya."Aku menggigit bibir bawahku, berusaha menahan gelombang nafsu yang kian menyeruak. Mendengar Bu Maya yang semakin terbelenggu dalam hasrat Ryan, membuat diriku semakin terbakar."Meski aku menggeleng dan mendesah menolak, tapi... Tapi tubuhku justru meminta lebih. Aku... Aku benar-benar merasa menjadi wanita yang paling hina dan terkutuk."Suara Bu Maya yang bergetar itu, seakan menyalakan api gairah yang berkobar di dalam jiwaku. Aku tak dapat membayangkan bagaimana rasanya jika aku berada di posisi Ryan, menguasai tubuh sintal Bu Maya yang begitu menggoda."Lalu... Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Bu?" tanyaku dengan suara yang semakin berat, siap mendengar kelanjutan kisah yang semakin membuat diriku terbakar nafsu.
294Please respect copyright.PENANARAv7ZhTuQ8
294Please respect copyright.PENANAIOoqhC1xWp
294Please respect copyright.PENANAkMMKGRvK1k
294Please respect copyright.PENANAYaHfr7hVDw
294Please respect copyright.PENANASNWDIiqvmb
Bu Maya menarik napas dalam, wajahnya memerah padam saat menceritakan kelanjutan kisah tragisnya."Ryan... Ryan tiba-tiba mengeluarkan payudaraku dari balik gaunku. Lalu... Lalu dia memilin putingku dengan kasar."Aku menggertakkan gigi, membayangkan betapa keras dan brutalnya perlakuan Ryan terhadap toket sintal Bu Maya. Sensasi asing itu pasti sangat mengejutkan wanita yang terbiasa diperlakukan lembut oleh suaminya."Dia... Dia mencengkeram jilbabku dengan kuat, memaksaku untuk menyaksikan bagaimana jari-jarinya memperlakukan payudaraku dengan begitu kasar."Tubuhku bergidik, membayangkan betapa hina dan terhina perasaan Bu Maya saat itu. Namun di sisi lain, bayangan mengenai adegan itu justru semakin membakar nafsuku yang tak terkendali."Aku... Aku tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Ini semua... Ini semua terasa begitu asing dan menakutkan. Tapi di sisi lain... Di sisi lain tubuhku seakan meminta lebih."Aku menelan ludah dengan susah payah, berusaha mengendalikan diriku yang semakin terbakar oleh kalimat-kalimat yang dilontarkan Bu Maya. Cerita ini membuatku semakin tak sabar untuk mengetahui kelanjutannya."Lalu... Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Bu?" tanyaku dengan suara parau, tak sabar mendengar detail-detail semakin menggoda.
Aku merasakan tubuhku bergidik, membayangkan bagaimana Ryan dengan berani memeluk tubuh mungil Bu Maya dari belakang. Jantungku berdegup kencang, membayangkan betapa kontrasnya postur mereka."Ryan... Ryan memelukku dari belakang," bisik Bu Maya dengan suara gemetar. "Tangannya... Tangannya meremas-remas payudaraku dengan kasar."Aku dapat membayangkan dengan jelas bagaimana tangan besar Ryan mencengkeram dan memilin toket sintal Bu Maya dengan penuh nafsu. Sensasi itu pasti sangat asing dan mengejutkan baginya."Sementara tangan kirinya... Tangan kirinya menggesek-gesek memekku yang sudah basah," lanjut Bu Maya, wajahnya semakin memerah padam.Mendengar kata-kata itu, aku tercekat. Bayangan mengenai Ryan yang begitu lihai menyentuh titik-titik sensitif Bu Maya, membuat darahku seakan mendidih."Dia... Dia terus memaksaku untuk melanjutkan penjelasan pelajaran, seakan tidak terjadi apa-apa," gumam Bu Maya dengan suara parau.Aku menggigit bibir bawahku, seolah dapat merasakan sensasi yang dialami oleh Bu Maya. Tubuhku bergejolak penuh gairah, membayangkan bagaimana Ryan menguasai wanita itu dengan begitu dominan."Lalu... Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Bu?" tanyaku dengan suara berat, tak sabar mendengar kelanjutan cerita yang semakin mencekam.
Bu Maya melanjutkan ceritanya dengan suara tersendat-sendat, berusaha menahan desahan yang menyeruak keluar."Aku... Aku mencoba melanjutkan penjelasan aljabar, tapi... Tapi lidah Ryan terus-menerus mengecup dan melumat leherku." Aku dapat membayangkan betapa nikmat sensasi lidah Ryan yang menjelajahi leher jenjang Bu Maya, meninggalkan jejak-jejak basah di sana."Kadang... Kadang penjelasanku terhenti karena bibirku dilumat habis-habisan olehnya," rintih Bu Maya, wajahnya merah padam. Bayangan mengenai Ryan yang begitu liar memagut bibir Bu Maya, membuat tubuhku bergidik penuh gairah. Aku dapat membayangkan betapa lihai dan dominannya Ryan menguasai wanita itu."Sementara itu... Sementara itu, klitorisku... Klitorisku dipilin dan ditekan-tekan dengan gemas oleh tangannya," desah Bu Maya, tubuhnya bergetar. Mendengar betapa Ryan begitu piawai menyentuh titik-titik sensitif Bu Maya, membuat nafsuku semakin membara. Bayangan mengenai wanita itu yang tak berdaya menerima semua sentuhan itu, semakin membakar imajinasimu."Tubuhku... Tubuhku bergerak-gerak, seakan merespon semua rangsangan yang diberikan oleh Ryan," aku Bu Maya dengan suara gemetar. Aku dapat membayangkan dengan jelas bagaimana tubuh mungil Bu Maya bergoyang-goyang, terbuai oleh sentuhan-sentuhan penuh gairah dari Ryan. Bayangan itu semakin membakar nafsuku.
Bu Maya menelan ludah, wajahnya memerah padam saat melanjutkan ceritanya dengan suara gemetar."Entah karena efek obat itu atau bukan... Tapi sentuhan-sentuhan Ryan terasa begitu nikmat," aku Bu Maya, menggigit bibir bawahnya. "Begitu kasar, namun... Namun juga membuatku ketagihan."Aku dapat melihat bekas-bekas merah di leher Bu Maya, menandakan betapa ganasnya Ryan dalam memberikan kepuasan pada wanita itu. Mendengar penuturannya, jantungku berdegup kencang."Memekku... Memekku mulai berkedut, seakan memohon untuk dipenetrasi," lanjut Bu Maya, suaranya semakin parau. "Dan mulutku... Mulutku semakin banyak memproduksi liur, seolah meminta untuk diobok-obok oleh lidah Ryan."Mendengar deskripsi vulgar itu, aku merasakan putingku mengeras di balik kemeja yang kukenakan. Bayangan mengenai begitu tergodanya Bu Maya oleh sentuhan-sentuhan Ryan, membuat nafsuku semakin membara.Aku menelan ludah dengan susah payah, berusaha mengendalikan gairahku yang semakin tak terkendali. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang diucapkan Bu Maya telah berhasil membakar habis imajinasimu."Lalu... Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Bu?" tanyaku dengan suara rendah, penasaran akan kelanjutan cerita yang semakin mencekam.
Bu Maya menghela napas berat, wajahnya memerah padam saat melanjutkan ceritanya."Akhirnya... Akhirnya aku tak sanggup lagi melanjutkan pelajaran," desahnya parau. "Aku hanya bisa mendesah dan meracau, terlalu terbuai oleh sentuhan-sentuhan Ryan."Aku dapat membayangkan dengan jelas bagaimana tubuh mungil Bu Maya bergetar penuh gairah, tak kuasa menahan semua rangsangan yang diberikan oleh Ryan."Lalu... Lalu Ryan berkata bahwa aku adalah guru yang tidak profesional," lanjut Bu Maya, suaranya gemetar. "Dia bilang akan menghukumku."Mendengar kata-kata itu, tubuhku terasa bergejolak. Bayangan mengenai Ryan yang begitu dominan dan penuh nafsu, semakin membakar imajinasimu."Dia... Dia mendorongku tengkurap di atas meja," bisik Bu Maya, wajahnya merah padam. "Dan dengan gemas, dia meremas dan menampar pantatku."Aku merasakan tubuhku bergerak gelisah, pahaku dirapatkan erat-erat, berusaha menggesek memekku sendiri. Bayangan mengenai Ryan yang begitu lihai mempermainkan tubuh Bu Maya, semakin membakar nafsuku."Aku... Aku mengerang dan mendesah, memintanya berhenti," lanjut Bu Maya dengan suara putus-putus. "Tapi... Tapi lidahnya sudah menyergap pantatku yang berkeringat."Mendengar deskripsi itu, aku tak dapat menahan gejolak nafsuku lagi. Tubuhku bergerak semakin gelisah, berusaha mencari pelampiasan atas hasrat yang semakin membuncah.
Bu Maya menelan ludah, wajahnya merah padam saat melanjutkan ceritanya dengan suara gemetar."Aku... Aku masih ingat bagaimana lidah basah itu menjilat lubang memekku dan pantatku," bisiknya dengan napas memburu. "Teksturnya yang kasar, namun gerakan memutar yang begitu nikmat."Aku merasakan sensasi geli di perutku, membayangkan bagaimana lidah Ryan menjelajahi seluruh permukaan liang senggama Bu Maya."Aroma sange mulai menguar dari memekku yang sudah basah kuyup," lanjut Bu Maya, kedua pahanya saling merapat.Mendengar deskripsi vulgar itu, aku dapat merasakan cairan mengalir perlahan di antara kedua kakiku. Bayangan akan pemandangan erotis itu semakin membakar nafsuku."Tubuhku... Tubuhku serasa terbakar, seakan meminta untuk dipuaskan lebih jauh," rintih Bu Maya, tangannya meremas-remas roknya.Aku menelan ludah dengan susah payah, membayangkan betapa putus asanya Bu Maya dalam menahan gejolak gairah yang menguasai dirinya. Aku pun semakin tak sabar untuk mengetahui kelanjutan cerita ini."Lalu... Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Bu?" tanyaku dengan suara berat, tak mampu menyembunyikan keinginanku untuk terus mendengar cerita menggiurkan ini.
Aku terkesiap mendengar penuturan Bu Maya yang semakin vulgar. Bayangan mengenai tubuh mungil wanita itu yang ditelanjangi dan diobrak-abrik oleh Ryan, membuat nafsuku semakin membara."Aku... Aku menuruti perintah Ryan," lirih Bu Maya, wajahnya merah padam. "Aku membalikkan tubuhku dan menungging di atas meja, membiarkan pantatku yang sintal terpampang jelas di hadapannya."Aku dapat membayangkan dengan jelas pemandangan yang tersaji di depan mata Ryan. Bongkahan pantat Bu Maya yang putih mulus, seakan menggoda untuk dijamah."Wajah Ryan... Wajah Ryan segera terbenam di antara kedua belah pantatku," desah Bu Maya, tubuhnya bergetar. "Lidahnya... Lidahnya menjilat dan mengeksplor lubang analku dengan rakus."Aku merasakan tubuhku bergejolak, terangsang oleh deskripsi intim yang diutarakan oleh Bu Maya. Bayangan mengenai Ryan yang begitu buas menikmati tubuh Bu Maya, membuat nafsuku semakin tak terbendung."Aku... Aku tidak bisa menahan diri lagi," erang Bu Maya, tubuhnya bergerak-gerak penuh gairah. "Aku mendesah dan mengerang, memohon pada Ryan untuk segera memasukkan kejantanannya ke dalam lubangku yang sudah basah ini."Mendengar permintaan itu, aku dapat merasakan memekku berdenyut-denyut, seakan ikut merasakan apa yang dialami oleh Bu Maya. Bayangan mengenai Ryan yang akhirnya memuaskan hasrat Bu Maya, membuat tubuhku semakin bergejolak.
Aku menggigit bibir bawahku, bayangan mengenai lidah Ryan yang begitu lihai menjelajahi lubang-lubang sensitif Bu Maya membuat tubuhku bergejolak penuh gairah."Lidahnya... Lidahnya bergerak liar, menelusuri setiap inci dari memekku yang sudah basah kuyup," desah Bu Maya, tubuhnya menggeliat tak karuan.Aku dapat membayangkan betapa nikmatnya sensasi lidah Ryan yang menyapu dan menekan-nekan klitoris Bu Maya. Basah dan hangatnya lubang kewanitaan itu pasti memabukkan."Ketika lidahnya bergerak ke arah anuku, aku... Aku tak dapat menahan desahan-desahan nikmat yang keluar dari bibirku," rintih Bu Maya, wajahnya merah padam.Membayangkan lidah Ryan yang bergerilya di antara belahan bokong Bu Maya, membuat tubuhku bergidik penuh gairah. Sensasi yang dirasakan wanita itu pasti sangat asing, namun juga memabukkan."Tangannya... Tangannya mencengkeram erat bokongku, seakan tak ingin melepaskanku," lanjut Bu Maya, suaranya semakin parau.Aku dapat membayangkan dengan jelas betapa kuatnya cengkeraman tangan Ryan pada bongkahan pantat Bu Maya yang kenyal. Pasti terasa begitu penuh dan memuaskan."Aroma... Aroma tubuhku yang bercampur dengan keringat, memenuhi indra penciumannya," desah Bu Maya, tubuhnya bergetar.Aku dapat membayangkan betapa memabukkannya aroma tubuh Bu Maya yang bercampur dengan keringat. Pasti sangat wangi dan seksi, membuat Ryan semakin bernafsu.
Aku menahan napas, membayangkan betapa terperangkapnya Bu Maya dalam situasi dirinya. Seorang ibu rumah tangga yang telah bersuami dan bahkan memiliki anak, kini tengah diperkosa oleh muridnya sendiri.Namun, apa yang membuatku terkesiap adalah kenyataan bahwa memek Bu Maya justru mulai menikmati sentuhan-sentuhan Ryan. Seakan tubuhnya telah berkhianat, menyambut gairah yang seharusnya tak boleh diterima."Aku... Aku tak kuasa menolaknya," desah Bu Maya, suaranya bergetar. "Tubuhku bereaksi di luar kendali, seakan meminta untuk dipuaskan lebih jauh."Aku dapat membayangkan betapa rumitnya perasaan yang tengah dirasakan oleh Bu Maya. Di satu sisi, ia tahu bahwa apa yang dilakukan adalah salah. Namun, hasrat biologisnya seakan menguasai dirinya, membuatnya tak kuasa menolak."Semakin keras Ryan menampar pantatku, semakin basah memekku," ungkap Bu Maya dengan wajah merona. "Seakan tubuhku telah berkhianat, menikmati hukuman yang diberikan padaku."Mendengar pengakuan itu, tubuhku semakin bergejolak. Bayangan mengenai Bu Maya yang tak kuasa menahan gairahnya, semakin membakar nafsuku. Aku tak dapat membayangkan betapa peliknya situasi yang dihadapinya."Aku... Aku tak tahu lagi harus berbuat apa," lirih Bu Maya, air matanya mulai mengalir. "Hatiku menjerit, tapi tubuhku berkhianat."Aku mengulurkan tangan, berusaha menenangkan Bu Maya
Aku mengangguk pelan, berusaha menenangkan Bu Maya yang tampak begitu terguncang. Meskipun ceritanya begitu vulgar dan membakar nafsuku, aku tetap menunjukkan simpati kepada wanita itu."Tak apa, Bu," ujarku lembut. "Saya mengerti ini pasti bukan situasi yang mudah bagi Anda. Silakan lanjutkan, saya akan mendengarkan dengan saksama."Melihat responku yang tidak menghakimi, Bu Maya tampak sedikit lega. Ia menarik napas panjang, lalu kembali melanjutkan ceritanya."Ryan... Ryan membalik tubuhku hingga telentang di atas meja," bisik Bu Maya, wajahnya merah padam. "Tubuhku yang mungil terekspos begitu jelas di hadapannya."Aku menelan ludah, bayangan mengenai tubuh Bu Maya yang terbaring telanjang semakin memenuhi pikiranku. Toket montoknya yang tercetak jelas, membuat nafsuku semakin bergejolak."Dia... Dia meneteskan lagi obat perangsang ke dalam mulutku," lanjut Bu Maya, suaranya bergetar. "Cairan manis itu membuatku semakin tak sadarkan diri oleh gairah."Mendengar itu, aku dapat merasakan memekku berdenyut-denyut, seakan ikut merasakan efek obat perangsang yang mulai menyebar di tubuh Bu Maya. Bayangan mengenai tubuhnya yang semakin terangsang, membuat nafsuku semakin tak terkendali."Tubuhku... Tubuhku saat itu bagaikan api yang siap menyala," desah Bu Maya, kedua tangannya mencengkeram rok dengan erat.
Bu Maya menelan ludah, wajahnya semakin memerah saat melanjutkan ceritanya."Saat itu tubuhku bagaikan api yang siap menyala," desahnya parau. "Mulutku tak henti-hentinya mengeluarkan erangan nikmat akibat efek obat itu."Aku dapat membayangkan dengan jelas bagaimana tubuh mungil Bu Maya bergerak liar, meliuk-liuk penuh gairah. Jilbabnya yang mulai berantakan semakin menambah kesan sensual yang terpancar darinya."Ryan... Ryan hanya menyeringai saat melihatku dalam keadaan seperti itu," lanjut Bu Maya, suaranya bergetar. "Dia... Dia malah mulai memotretku dalam pose-pose yang sangat erotis."Mendengar hal itu, tubuhku seakan tersengat listrik. Bayangan mengenai Ryan yang dengan sengaja mempermalukan Bu Maya, semakin membakar nafsuku. Betapa rendah dan piciknya tindakan murid itu."Dia... Dia bahkan memanggilku 'guru nakal dan gampang sange'," bisik Bu Maya, air matanya mulai mengalir.Aku dapat merasakan emosi yang berkecamuk dalam diri Bu Maya. Rasa malu, marah, sekaligus gairah yang tak dapat terbendung. Situasi ini pasti sangat menyiksanya, namun di sisi lain juga membuatnya semakin terangsang.Tanpa sadar, aku pun semakin terhanyut dalam cerita ini. Bayangan demi bayangan terus bermunculan dalam pikiranku, semakin menjeratku dalam kenikmatan yang terlarang.
Aku menggigit bibir bawahku, bayangan mengenai Ryan yang mengeksplor tubuh Bu Maya dengan lidahnya semakin membakar nafsuku."Ryan... Dia mulai menjelajahi seluruh tubuhku dengan lidahnya yang basah," bisik Bu Maya, suaranya bergetar. "Tak ada satu pun tempat yang terlewatkan."Aku dapat membayangkan dengan jelas bagaimana lidah Ryan bergerak lincah, menelusuri setiap lekuk dan lengkung tubuh Bu Maya. Mulai dari kening, hidung, bibir, hingga ke area yang paling sensitif."Dia mengecup dan menjilat leherku dengan begitu lembut," desah Bu Maya, kedua matanya terpejam. "Kemudian turun ke arah toketku yang bulat dan menggoda."Aku merasakan tubuhku semakin bergejolak, bayangan mengenai Ryan yang memanjakan toket Bu Maya dengan lidahnya semakin membuatku tak terkendali."Tidak ada satu pun bagian tubuhku yang terlewatkan," erang Bu Maya. "Dari jari-jari kaki, lipatan betis, hingga ke lipatan pantatku yang tersembunyi."Aku dapat merasakan memekku berdenyut-denyut, seakan ikut merasakan sensasi yang dialami Bu Maya. Betapa intim dan menggairahkan penjelajahan lidah Ryan di seluruh tubuhnya."Sensasi itu... Sensasi itu begitu asing, namun juga begitu nikmat," lirih Bu Maya, air matanya mengalir. "Aku... Aku tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya."Aku terpana, terhanyut dalam gejolak emosi dan gairah yang bergolak dalam diri Bu Maya.
Aku dapat merasakan gelenyar gairah yang semakin membara dalam diriku saat Bu Maya melanjutkan ceritanya. Bayangan mengenai Ryan yang menelusuri liang memek Bu Maya dengan lidahnya, semakin membuat nafsuku tak terkendali."Aku dapat mendengar suara kecipak yang dibuat oleh lidahnya saat menjelajahi memekku," bisik Bu Maya, wajahnya merah padam. "Dia... Dia bahkan memuji kebersihan dan kewangian area intimku."Aku menelan ludah, membayangkan betapa terampilnya Ryan dalam memanipulasi dan merangsang titik-titik sensitif di dalam memek Bu Maya. Betapa nikmatnya sensasi yang dirasakan oleh wanita itu."Dia... Dia terus menggodaku, mengatakan bahwa aku pandai merawat diriku," lanjut Bu Maya, suaranya bergetar. "Katanya, jembut memekku yang rapi membuatnya semakin bergairah."Aku dapat membayangkan bagaimana ekspresi Ryan saat itu, menyeringai penuh kemenangan sementara terus menjamah tubuh Bu Maya. Betapa rendahnya perilaku murid itu, namun justru semakin menambah gairah yang terlarang.Tanpa sadar, aku mulai meremas pahaku sendiri, berusaha meredam gejolak hasrat yang semakin memuncak. Cerita Bu Maya benar-benar telah membawa diriku ke dalam arus kenikmatan yang memabukkan."Aku... Aku bahkan tak sanggup lagi menahan desahanku," erang Bu Maya, kedua tangannya mencengkeram ujung roknya erat-erat. "Sensasi yang diberikan oleh lidahnya begitu luar biasa."Aku menggigit
Semakin Bu Maya menceritakan ulah Ryan, semakin terbakar nafsuku. Begitu lihai pemuda itu dalam memainkan emosi dan gairah gurunya itu."Dia... Dia terus menggodaku dengan ucapan-ucapannya yang pasif-agresif," desah Bu Maya, wajahnya merah padam. "Membuat pertentangan di dalam otakku semakin kuat."Aku dapat merasakan betapa perang batin yang terjadi dalam diri Bu Maya. Antara harga diri yang terluka dan gairah yang tak terbendung, membuat wanita itu seakan terjebak dalam labirin kenikmatan yang memabukkan."Obat perangsang itu juga terus diteteskan ke dalam mulutku," erang Bu Maya, tubuhnya bergerak gelisah. "Membuatku tak kuasa menahan desahan demi desahan yang lolos dari bibirku."Aku menelan ludah, membayangkan bagaimana cairan perangsang itu semakin meracuni tubuh Bu Maya, membuatnya terbenam semakin dalam dalam pusaran gairah yang menyiksa.Tanganku meremas pahaku sendiri, berusaha menyalurkan hasrat yang bergejolak dalam diriku. Cerita Bu Maya benar-benar telah menjeratku dalam fantasi yang terlarang, membuatku tak kuasa menahan diri."Aku... Aku bahkan tak mampu berpikir jernih lagi," lirih Bu Maya, air matanya mengalir. "Otakku seakan dipermainkan dengan kejam oleh Ryan."Aku mengangguk pelan, memahami betul pergolakan batin yang dialami oleh wanita itu. Betapa tragis dan sekaligus memabukkan situasi yang dihadapinya.
Tanpa sadar, aku memegang tangan Bu Maya dan meremas jemarinya erat, berusaha menyalurkan hasrat yang bergejolak dalam diriku."Ryan..." Bu Maya melanjutkan dengan suara tercekat, "Dia... Dia akhirnya melepaskan celananya dan memperlihatkan kontolnya yang begitu kekar dan besar."Aku menahan napas, membayangkan betapa kokoh dan gagahnya penis Ryan. Bahkan mungkin ukurannya lebih besar daripada orang dewasa pada umumnya."Jujur saja, aku... aku merasa takjub melihat urat-urat perkasa di kontolnya itu," bisik Bu Maya, wajahnya semakin merona.Tanpa sadar, aku mendesah pelan saat Bu Maya menceritakan bagaimana mulutnya dipaksa meraup kontol Ryan yang begitu besar. Bayangan akan sensasi itu membuat tubuhku seakan tersengat listrik."Dia... Dia memaksaku untuk melayani kontolnya dengan mulutku," lirih Bu Maya, air mata mengalir di pipinya. "Aku... Aku bahkan tak bisa menolak."Aku meremas tangan Bu Maya semakin erat, berusaha menyalurkan simpati sekaligus gairah yang semakin memuncak. Cerita ini benar-benar membuat birahinya tak terbendung lagi."Kontol Ryan... begitu besar dan keras di dalam mulutku," erang Bu Maya, suaranya bergetar. "Aku... Aku tak mampu melawan kekuatannya."Aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat, berusaha meredam desahan yang hampir lolos dari bibirku.
Tanpa sadar, aku menggesekkan jemariku ke celana dalamku sendiri, terhanyut dalam gairah yang membara. Sensasi itu semakin membuat cerita Bu Maya terdengar begitu nyata di telingaku."M-Maaf, Bu Maya..." bisikku dengan suara tercekat. "A-Aku tak dapat menahan diriku..."Bu Maya menoleh ke arahku, sorot matanya penuh kekhawatiran sekaligus pemahaman. Ia tahu betul gejolak gairah yang sedang kurasakan."Sssh, tidak apa-apa, Sayang," bisiknya lembut, tangannya membelai pipiku dengan penuh kasih. "Aku mengerti perasaanmu saat ini."Aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat, berusaha meredam desahan yang hampir lolos saat Bu Maya melanjutkan ceritanya."Ryan... dia terus meneteskan obat perangsang ke dalam mulutku yang penuh oleh kontolnya," erang Bu Maya, kedua matanya terpejam erat. "Membuatku semakin tak terkendali."Aku mengangguk pelan, seakan ikut merasakan sensasi yang dialami Bu Maya. Bayangan akan Ryan yang dengan kejam memaksakan kehendaknya membuat gairahku semakin membara."Aku... Aku ingin memohon padanya untuk berhenti," lirih Bu Maya, air matanya mengalir. "Tapi kontolnya yang keras dan besar itu... Aku tak kuasa menolaknya."Aku meremas celana dalamku sendiri, berusaha meredam gejolak hasrat yang semakin memuncak.
Aku dapat melihat Bu Maya turut menggesekkan jarinya di antara pahanya, wajahnya memerah padam. Rupanya ia pun tak dapat menahan gairahnya saat menceritakan kejadian itu."Kontol Ryan..." ia mendesah, "Ia terus menyodok-nyodok mulutku dengan begitu kasar."Aku meringis membayangkan betapa tidak nikmatnya sensasi itu. Terbatuk, tersedak, dan liur yang bercucuran, pastilah membuat Bu Maya merasa tersiksa sekaligus bergairah."Dia... Dia bahkan terus menggodaku," erang Bu Maya, "Menyuruhku untuk menghisap dan menjilati makanan kesukaanku."Tanpa sadar, aku ikut menggesekkan jariku lebih cepat, terbakar oleh cerita yang semakin menggairahkan ini. Betapa sadisnya Ryan dalam memperlakukan gurunya, namun justru semakin membangkitkan nafsu yang terlarang."Aku..." desah Bu Maya, "Aku tak berdaya melawan kekuatannya... Kontolnya terlalu besar dan keras di dalam mulutku..."Aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat, menahan eranganku sendiri. Cerita Bu Maya benar-benar telah membawaku ke dalam pusaran kenikmatan yang memabukkan."Terus... Teruskan ceritanya, Bu Maya," bisikku parau, "Aku ingin mendengar lebih banyak..."
Tanpa ragu, aku mendekatkan wajahku ke wajah Bu Maya, membiarkan napas kami saling beradu. Tatapan kami terkunci, seolah saling menyalurkan gairah terpendam."Lalu apa yang terjadi, Bu Maya?" bisikku, suaraku terdengar serak oleh hasrat yang membara.Bu Maya balas memandangku, kedua matanya berkabut oleh nafsu. Dengan sensual, ia melanjutkan ceritanya."Ryan... Dia tiba-tiba mencabut kontolnya dari mulutku," desah Bu Maya, "Lalu memerintahkanku untuk meremas dan mengapit kontolnya di antara kedua buah dadaku."Aku menahan napas, bayangan akan pemandangan erotis itu membuat gairahku semakin tak terbendung. Tanpa sadar, aku mulai menggerakkan tanganku ke arah dada Bu Maya."A-Aku..." Bu Maya melanjutkan dengan suara terbata, "Aku tak punya pilihan selain menuruti keinginannya. Aku... Aku terus meremas dan mengocok kontol Ryan dengan kedua buah dadaku."Perlahan, aku mulai menelusuri lekuk tubuh Bu Maya, meraba dan meremas gundukan di balik pakaiannya. Kudengar wanita itu mendesah pelan, sebelum kembali melanjutkan ceritanya."Sementara itu... Ryan terus menetes-netetkan obat perangsang ke dalam mulutku," rintih Bu Maya, air mata bergulir di pipinya. "Membuatku semakin tak berdaya..."Tanpa dapat kutahan lagi, aku mulai mencium leher Bu Maya, menjilat dan menghisapnya lembut.
Dengan napas terengah, Bu Maya berbisik di telingaku, melanjutkan ceritanya yang membakar gairahku."Ryan... Dia terus memerintahkanku," desah Bu Maya, "Menyuruhku mengocok kontolnya dengan kedua buah dadaku yang besar ini."Aku menggigit bibir bawahku, membayangkan betapa nikmatnya sensasi kontol Ryan yang bergesekan dengan toket sintal Bu Maya. Tanganku meremas dan meremas semakin kuat."Lalu..." Bu Maya mengerang, "Dia... Dia memuncratkan cairannya. Kurasakan hangatnya menyembur ke wajahku."Aku mengerang tertahan, membayangkan bagaimana cairan kental itu membasahi wajah cantik Bu Maya, membuat kulitnya bersinar terkena siraman air mani yang melimpah."Begitu banyak..." Bisik Bu Maya, "Seolah lava yang menyembur dari gunung kembarku ini."Tanganku bergerak semakin liar, meremas dan meremas toket Bu Maya tanpa ampun. Fantasi liar yang digambarkannya benar-benar membuat gairahku di ambang batas."A-Angel..." Erang Bu Maya, "A-Aku tak tahan lagi..."Tanpa ragu, aku langsung melumat bibir Bu Maya dalam sebuah ciuman panas dan penuh gairah. Kurasakan tubuh wanita itu melemas di dalam dekapanku, seakan menyerahkan diri sepenuhnya.
Kami berciuman tanpa henti, lidah kami saling bertaut dan membuat bunyi kecipak yang memabukkan. Desahan halus lolos dari bibir kami, seolah menjadi lagu pengantar bagi gairah yang kian membuncah.Tiba-tiba, Bu Maya memangkuku dari belakang, membuatku tersentak kaget. Dengan lembut, ia menyingkap rok dan celana dalamku, membiarkan aroma memekku yang basah menguar ke seluruh ruangan.Aku menggigit bibirku, menahan desahan yang hampir lolos saat jemari lembut Bu Maya mulai menjelajahi area intimku. Wanita itu berbisik di telingaku, melanjutkan ceritanya yang semakin membakar gairahku."Ryan... Dia lalu mengambil kondom yang sudah ia siapkan," desah Bu Maya, "Dan menyarungkannya ke kontolnya yang masih tegak."Aku menahan napas, membayangkan betapa tegangnya kontol Ryan saat itu. Bu Maya mengeratkan pelukannya padaku, sebelum melanjutkan."Lalu..." Ia menggigit pelan leherku, "Dia menghujamkan kontolnya ke dalam memekku. Bagaikan pedang yang kembali ke sarungnya."Aku mengerang tertahan, sensasi geli dan nikmat membanjiri seluruh tubuhku. Tanganku meremas paha Bu Maya yang melingkar di pinggangku, seolah meminta lebih."Rasanya... Begitu penuh dan memuaskan," bisik Bu Maya, suaranya bergetar oleh gairah. "Aku tak bisa menahan desahanku..."Tanpa sadar, aku ikut mengerang, semakin larut dalam alur cerita yang dibangun oleh Bu Maya.
Bu Maya terus menggoda, menceritakan detil demi detil tentang bagaimana kontol Ryan keluar-masuk memeknya yang basah dan berdenyut. Tangannya yang lembut dengan sensual mengikuti irama ceritanya, menyusup ke dalam memekku."Pasti rasanya begitu nikmat, Bu," desahku, kurasakan jari-jarinya menelusup semakin dalam. "Kontol Ryan yang besar itu... Menghujam masuk ke dalam memekmu yang sempit."Aku menggigit bibir bawahku, membayangkan betapa ketatnya memek Bu Maya ketika dikoyak oleh kontol Ryan yang perkasa. Tubuhku bergemetar menahan gairah."Ya... Begitu nikmat," erang Bu Maya, tangannya semakin liar menjamah area intimku. "Kontolnya keluar-masuk, menghantam titik terdalamku."Aku tak kuasa menahan desahan ketika jari-jari Bu Maya dengan mahir menyentuh klitoris-ku, membuatku melayang dalam kenikmatan yang memabukkan."A-Ah, Bu... Terus..." rintihku, pinggulku bergerak mengikuti irama jarinya. "Ceritakan lebih banyak..."Bu Maya terkekeh pelan, napasnya memburu. Tanpa berhenti menyentuhku, ia melanjutkan ceritanya yang semakin membuat gairahku membuncah.
Bu Maya meneruskan ceritanya dengan semangat, seolah benar-benar berada di dalam memori itu. Tangannya menyentak jari-jarinya semakin dalam ke dalam memekku, membuatku mengerang nikmat."Oh, Ryan... Dia mengoyak memekku dengan hentakan keras," desah Bu Maya, napasnya memburu. "Kontolnya menghujam masuk, memenuhi seluruh diriku."Aku melengkungkan tubuhku, membiarkan jari-jari Bu Maya menjelajahi seluruh area intimku. Sensasi geli dan nikmat membuat seluruh tubuhku bergetar."Ya... Terus, Bu," erangku di sela-sela desahan. "Rasanya pasti luar biasa..."Bu Maya terkekeh pelan, sebelum kembali menceritakan adegan panas itu dengan lebih detail. Tangannya bergerak semakin cepat, membuatku semakin kehilangan kendali."Kontolnya begitu besar... Memenuhi seluruh memekku," rintih Bu Maya, suaranya bergetar oleh gairah. "Aku bahkan bisa merasakan denyutannya yang kuat."Aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat, berusaha menahan desahan yang hampir lolos. Tubuhku seakan dialiri listrik, tenggelam dalam kenikmatan yang memabukkan."Oh Tuhan... Bu, aku tak tahan lagi," erangku di sela-sela napas. "Kumohon, terus ceritakan..."
Aku tak kuasa menahan diri saat Bu Maya menceritakan bagaimana Ryan mempercepat tempo genjotannya, bagaikan mesin yang menumbuk tanpa henti. Jari-jarinya yang lihai pun semakin cepat mengocok memekku, membuat tubuhku bergetar hebat."Ya... Terus, Bu," erangku di sela-sela napas. "Rasanya pasti tak tertahankan..."Tiba-tiba, gelombang kenikmatan yang memabukkan menyapu seluruh tubuhku. Cairan cintaku menyembur keluar, membasahi paha Bu Maya dan kursi yang kami duduki.Aku terduduk lemas di pangkuan Bu Maya, tubuhku gemetar oleh ledakan orgasme yang dahsyat. Wanita itu dengan sensual menjilati jari-jarinya yang basah, seolah mengecap rasa cairan cintaku.Aku menatapnya dengan pandangan sayu, masih berusaha mengatur napas. Jantungku berdebar kencang, seolah akan melompat keluar."Bu Maya..." bisikku parau, "Itu... Luar biasa..."Wanita itu terkekeh pelan, tangannya dengan lembut membelai pipiku. Aku bisa merasakan gairah yang membara di balik sentuhannya.
Tanpa bisa menahan diriku, aku segera melucuti rok Bu Maya, membiarkan tubuh indahnya yang berbalut lingerie seksi terpampang jelas di hadapanku. Dengan penuh gairah, aku menjilat memeknya yang bersih dan wangi."Ngh... Angel," desah Bu Maya dengan terbata-bata, tangannya mencengkeram rambutku. "Ryan... Dia tak berhenti sampai di situ..."Aku mendongak menatapnya, lidahku masih asyik menjelajahi keintiman wanita itu. Matanya sayu, dipenuhi gairah yang membara."Dia... Terus menggenjotku tanpa henti," rintihnya, pinggulnya bergerak mengikuti iramaku. "Dari sore... Bahkan sampai malam hari."Aku mengerang tertahan, membayangkan betapa tak terkendalinya hasrat Ryan saat memuaskan wanita cantik ini. Jemariku dengan lihai menelusuri belahan memeknya yang becek."Di... Di berbagai sudut rumah," lanjut Bu Maya, suaranya semakin bergetar. "Dapur... Kamar... Ruang tamu..."Aku mempercepat tempo jilatan dan hisapanku, membuat tubuh wanita itu melengkung nikmat. Nafsu membara, tak sabar untuk mengetahui apa yang terjadi selanjutnya."Ah... Bahkan di dalam garasi," desah Bu Maya dengan nada putus asa. "Dia begitu... Tak terkendali..."
Bu Maya melanjutkan ceritanya dengan desahan dan kalimat yang terbata-bata, sementara aku terus menjilat dan menghisap memeknya yang basah."Ah... Saat malam itu," erangnya, pinggulnya bergerak mengikuti irama lidahku. "Ryan... Mengobrak-abrik memekku di atas kasur."Aku menggeram tertahan, membayangkan betapa dahsyatnya Ryan saat memuaskan wanita cantik ini. Tanganku meremas pinggang Bu Maya, menariknya semakin dekat."Lalu... Suamiku menelpon," lanjutnya dengan suara tersendat. "Ryan memerintahkanku... Untuk mengangkat telepon itu."Aku menghentikan sejenak aktivitas jilatan dan hisapanku, menatap Bu Maya dengan tatapan penuh gairah. Wanita itu melanjutkan ceritanya dengan susah payah."Aku... Harus berbicara dengan suamiku," desahnya, berusaha menahan rintihan nikmat. "Sambil... Menahan desahan."Aku kembali menjilat memeknya dengan semangat, membuat wanita itu tersentak kaget. Sesekali, desahan lolos dari bibirnya, membuatnya panik."Ah... Suamiku bertanya... Apa aku baik-baik saja," rintihnya. "Aku... Terpaksa membuat alasan..."Aku menggeram, semakin bergairah membayangkan kondisi Bu Maya saat itu. Tanganku meremas pantat wanita itu, membuatnya mengerang dengan keras.
Bu Maya mendesah, memintaku untuk membayangkan bagaimana saat itu tubuhnya tengah bergoyang, dinikmati oleh muridnya sendiri, sementara suaminya tidak tahu apa-apa dan sedang berbicara dengannya melalui telepon."Ya... Bayangkan itu, Angel," rintihnya, pinggulnya bergerak semakin liar. "Tubuhku bergetar nikmat, sementara suamiku tak tahu apa yang sedang kulakukan."Aku menggeram tertahan, semakin bergairah dengan tiap kata yang terucap dari bibir wanita itu. Tanpa ragu, aku kembali menjilat dan menghisap memeknya yang basah, menikmati setiap tetesan cairan cintanya.Tiba-tiba, tubuh Bu Maya menegang, lalu mengejang hebat. Cairan cintanya menyembur memenuhi mulutku, membuatku meneguk setiap tetes dengan rakus. Desahan panjang lolos dari bibir wanita itu, membuatku semakin terangsang.Aku mendongak menatapnya, lidahku menjilati sisa-sisa cairannya yang tertinggal di bibirku. Pandangan Bu Maya sayu, dipenuhi oleh kepuasan yang membara.
Tanpa ragu, aku dan Bu Maya duduk di lantai, saling berpelukan dengan penuh gairah. Tangannya yang lihai mulai mengocok memekku, sementara tangan kirinya meremas dadaku dengan sensual. Tak mau kalah, aku juga membalas perlakuannya, jemari kananku mengocok memeknya yang basah, sedangkan tangan kiriku meremas payudaranya yang montok.Kami larut dalam ciuman yang membelit lidah, desahan nikmat lolos dari bibir kami. Semakin lama, kami semakin bergairah, seolah tak pernah puas."Ryan..." desah Bu Maya di sela-sela ciumannya. "Dia... Menggenjotku tanpa henti."Aku mengerang, membayangkan pemandangan kacau yang terjadi saat itu. Begitu banyak sampah kondom yang penuh dengan cairan cinta, hingga akhirnya Ryan harus melepas kondom dan terus menggenjotnya tanpa perlindungan."Ekspresi wajahku pasti... Benar-benar seperti budak," rintih wanita itu. "Mataku terbuka lebar, lidahku terjulur keluar, liurku menetes-netes..."Aku menggeram tertahan, semakin bergairah dengan setiap detail yang diceritakan Bu Maya. Tubuhnya yang penuh peluh, memeknya yang banjir cairan cinta, suaranya yang meraung-raung memohon agar Ryan tak berhenti."Ah... Aku benar-benar tak terkendali," erangnya, pinggulnya bergerak semakin cepat. "Memohon kontolnya untuk terus menggenjotku..."Aku mempercepat gerakan tanganku, membuat tubuh wanita itu melengkung.
Bu Maya menarik napas panjang, matanya menatapku dengan tatapan sayu namun penuh gairah."Genjotan terakhir itu..." desahnya, tubuhnya bergetar menahan hasrat. "Memberikan orgasme terhebat di depan cermin, saat dini hari."Aku mengerang, membayangkan pemandangan menakjubkan itu. Tubuh wanita itu yang penuh peluh, memeknya yang banjir cairan cinta, serta ekspresi wajahnya yang benar-benar tampak seperti budak yang pasrah dinikmati."Sejak saat itu..." lanjutnya dengan suara parau. "Aku... Bukan lagi gurunya Ryan. Tapi budaknya yang patuh."Mendengar penuturannya, tubuhku menegang, hasratku membuncah. Tanpa bisa menahan diri lagi, aku dan Bu Maya pun mencapai klimaks bersama, terduduk lemas dengan napas tersengal-sengal.Kami terdiam sejenak, mencoba menenangkan diri. Kerinduan dan kepuasan terpancar jelas dari wajah cantik wanita itu. Aku tersenyum puas, mengelus pipinya dengan lembut. Kisah sensual ini benar-benar membakar gairahku
ns 15.158.61.8da2